• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB III GAMBARAN UMUM

C. Kondisi Perekonomian Kota Pekanbaru

Perdagangan memiliki peranan penting terhadap sektor perekonomian Kota Pekanbaru. Dalam empat tahun terakhir, kondisi perdagangan mengalami perkembangan cukup baik. Pertumbuhan pada tahun 2011 cukup tinggi mencapai 10,11 persen.

Posisi Sungai Siak sebagai jalur perdagangan Pekanbaru, telah memegang peranan penting dalam meningkatkan pertumbuhan ekomoni kota ini. Sektor perdagangan dan jasa saat ini menjadi andalan Kota Pekanbaru, yang terlihat dengan menjamurnya pembangunan ruko-ruko pada jalan-jalan utama kota ini. Selain itu, muncul beberapa pusat perbelanjaan modern, diantaranya: Plaza Senapelan, Plaza Citra, Plaza Sukaramai, Mal Pekanbaru, Mal SKA, Mal Ciputra Seraya, Lotte Mart, Metropolitan Trade Center, The Central, Ramayana dan Giant.

Walau di tengah perkembangan pusat perbelanjaan modern ini, pemerintah kota terus berusaha untuk tetap menjadikan pasar tradisional yang ada dapat bertahan, di antaranya dengan melakukan peremajaan, memperbaiki infrastruktur dan fasilitas pendukungnya. Beberapa pasar tradisional yang masih berdiri, antara lain Pasar Bawah, Pasar Raya Senapelan (Pasar Kodim), Pasar Rumbai, Pasar Limapuluh dan Pasar Cik Puan.26

Sungai siak sebagai jalur lintas perdagangan juga dapat membawa dampak negatif terhadap dengan banyaknya produk-produk ilegal yang masuk ke Kota Pekanbaru. Berhubung Kota Pekanbaru berada di wilayah yang dilewati

kapal-kapal asing yang membawa barang-barang ilegal, baik itu makanan dalam kemasan ataupun barang-barang elektronik, karena masih banyak produk-produk yang tidak memiliki surat keterangan.

Dinas Perindustrian dan Perdagangan Kota Pekanbaru semakin gencar melakukan pengawasan guna melindungi konsumen, terlebih terhadap produk makanan dalam kemasan yang akan memasuki masa limit penggunaan ataupun yang telah kadaluwarsa.27

33

TERHADAP MAKANAN DALAM KEMASAN YANG TELAH KADALUWARSA (Studi di Kel. Sukaramai Kec. Pekanbaru Kota)

A. Bentuk Perlindungan Hukum Bagi Konsumen Terhadap Makanan Dalam Kemasan Yang Telah Kadaluwarsa

Pasal 1 ayat (1) UU Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen merumuskan bahwa perlindungan konsumen adalah segala upaya yang menjamin adanya kepastian hukum untuk memberi perlindungan kepada konsumen.

Secara umum perlindungan konsumen atas makanan dalam kemasan yang telah kadaluwarsa melalui perundang-undangan dapat dikatakan telah diatur sedemikian rupa, hal ini terlihat dengan terdapatnya berbagai peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang prosedur pemasukan makanan ke dalam wilayah Indonesia, antara lain:

a. Pasal 21 ayat (1) Undang-undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen.

b. Pasal 36, 37, 38, 39 dan 40 Undang-undang Nomor 7 Tahun 1996 tentang Pangan.

Pasal 21 ayat (2) Undang-undang Nomor 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan menyebutkan bahwa setiap makanan dan minuman yang di kemas wajiblah di beri tanda atau label yang berisi:

a. Bahan yang dipakai; b. Komposisi setiap bahan;

c. Tanggal, bulan dan tahun kadaluwarsa; d. Ketentuan lainnya.

Pemberian tanda atau label itu dimaksudkan agar konsumen mendapat informasi yang benar tentang produk. Karena putusan pilihan konsumen yang benar mengenai barang atau jasa yang dibutuhkan sangat tergantung pada kebenaran dan bertanggung jawabnya informasi yang disediakan oleh pihak-pihak kalangan usaha bersangkutan.28

Perlunya suatu produk dilengkapi dengan informasi adalah salah satu upaya terhadap perlindungan konsumen. Karena dengan informasi tersebutlah konsumen dapat mengetahui kegunaan dan dari bahan-bahan apa produk itu dibuat. Pemberian informasi tentang produk ini dapat dilaksanakan oleh pedagang produk makanan kemasan dengan cara memberikan informasi tanggal, bulan, dan tahun kadaluwarsa pada kemasan produk dimaksud. Kepala BPOM Bapak I. Putu lebih jauh menegaskan mengenai informasi ini harus dilaksanakan oleh pengusaha sebelum produk tersebut diedarkan atau dipasarkan kepada konsumen.29

Dan untuk menjamin kepastian bahwa produsen ataupun pedagang akan melaksanakan pemberian informasi ini sebagaimana dikehendaki oleh Pasal 31 ayat (1 dan 2) UU No. 7 Tahun 1996 tentang Pangan, pemerintah mengancam

28Az. Nasution, Konsumen dan Hukum, Sinar Harapan, Jakarta, 1995, h. 39

29 Hasil wawancara Penulis dengan Kepala Balai Penelitian Obat dan Makanan Kota Pekanbaru, Oktober 2012

pelakunya dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun atau denda paling banyak Rp. 360.000.000,- (tiga ratus enam puluh juta rupiah).

Untuk mengetahui apakah pelaksanaan perlindungan konsumen dilaksanakan pedagang yang menjual produk makanan kemasan di daerah kota Pekanbaru, dapat di lihat tabel berikut ini.

Tabel IV. 1

Cara-cara Pelaku Usaha Melaksanakan Perlindungan Terhadap Konsumen Atas Produk makanan dalam kemasan yang telah kadaluwarsa

No Jawaban Responden Jumlah Prosentase (%)

1. 2. 3.

Menyediakan layanan konsumen Memberikan penggantirugian Tidak ada 0 13 27 0 32,5 67,5 Jumlah 40 100

Sumber: Data Olahan, Oktober 2012

Dari uraian tabel di atas terlihat bahwa pelaku usaha yang menyatakan melaksanakan perlindungan konsumen atas produk makanan dalam kemasan dengan cara menyediakan layanan konsumen tidak ada sama-sekali, sedangkan yang menyatakan melaksanakannya dengan cara memberikan penggantirugian terdapat sebanyak 13 pelaku usaha atau sebesar sebesar 32,5%, sedangkan yang menyatakan tidak ada melaksanakan dengan cara apapun terdapat sebanyak 27 pelaku atau sebesar 67,5% dari jumlah keseluruhan responder.

Rendahnya jumlah pedagang produk makanan dalam kemasan yang melaksanakan perlindungan terhadap konsumen sebagaimana data di atas,

secara umum dapatlah dikemukakan bahwa kenyataan tersebut disebabkan hal-hal berikut:

1. Rendahnya pengetahuan pelaku usaha tentang peraturan-peraturan yang mengatur tentang perlindungan konsumen dan sanksi-sanksi yang diancamkan jika dirinya tidak melaksanakannya.

2. Lemahnya sistim pengawasan yang dilakukan oleh pemerintah dan lembaga swadaya masyarakat terhadap perlindungan konsumen sebagaimana dikehendaki oleh peraturan perundang-undangan. 3. Kurang tegasnya pemerintah dalam menerapkan sanksi sebagaimana

dimaksud oleh Pasal 58 huruf h UU No. 7 Tahun 1996 tentang Pangan.30

Sebagai akibat langsung dari indikator-indikator di atas maka tentunya di satu pihak konsumen mau tidak mau harus menerima dirinya sebagai korban produk makanan dalam kemasan yang telah kadaluwarsa yang diperdagangkan pedagang sekaligus korban dari tidak konsekwennya pemerintah atas peraturan yang telah diundangkannya.

Kenyataan tersebut tentunya tidaklah baik bagi konsumen apalagi jika di tinjau dari hak-hak konsumen yang dilindungi oleh Pasal 4 Undang-undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, yang antara lain menyebutkan:31

30 Pasal 58 UU No. 7 Tahun 1996 merumuskan “Barang siapa memproduksi atau memasukkan kedalam wilayah Indonesia pangan yang dikemas untuk diperdagangkan tanpa mencantumkan label, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30 atau Pasal 31, dipidana dengan pidana penjara 3 (tiga) tahun dan atau Benda paling banyak Rp. 360.000.000 (tiga ratus enam puluh juta).

a. Berhak atas kenyamanan, keamanan dan keselamatan dalam mengkonsumsi barang.

b. Berhak untuk memilih barang dan/atu jasa serta mendapatkan barang dan/atau jasa tersebut sesuai dengan nilai tukar dan kondisi serta jaminan yang dijanjikan.

c. Berhak atas informasi yang benar, jelas dan jujus mengenai kondisi dan jaminan barang dan/atu jasa.

d. Berhak atas hak-hak yang diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangah lainnya.

Dapat diketahui pelaksanaan perlindungan konsumen ini tidaklah semata-mata dari pelaku usaha. Sebab di dalam Undang-undang Nomor 23 Tahun 1992 dan Undang-undang Nomor 8 Tahun 1999 ditentukan bahwa semua unsur memiliki kewajiban yang sama untuk melaksanakannya, baik itu pemerintah, lembaga swadaya, masyarakat maupun konsumen itu sendiri.

Sebagai upaya LPK Kota Pekanbaru dalam melindungi konsumen, menurut Ketua LPK Kota Pekanbaru Bapak Drs. Rizal Pudael yakni selalu diupayakan dengan berbagai macam cara. Khusus terhadap produk makanan kemasan yang telah kadaluwarsa yang pernah dilakukan adalah melakukan razia-razia bersama dengan pihak terkait. Terhadap temuan produk yang tidak layak konsumsi atau yang diproduksi tidak sesuai dengan ketentuan perundang-undangan Indonesia, kepada konsumen diberikan himbauan agar produk dimaksud tidak dikonsumsi.32

Menurut Kepala Dinas Perindustrian dan Perdagangan Kota Pekanbaru Ibu El Sabrina M.P, melakukannya dengan cara mendata produk-produk dan perusahaan-perusahaan yang memasukkannya.33

32Hasil wawancara Penulis dengan Ketua LPK Kota Pekanbaru, Oktober 2012

33Hasil wawancara Penulis dengan Kepala dinas Perindustrian dan Perdagangan kota Pekanbaru, Oktober 2012

Sementara Kepala BPOM Pekanbaru yakni Bapak I. Putu menjelaskan, selain mengharuskan pengusaha mencantumkan informasi tanggal, bulan, dan tahun kadaluwarsa pada kemasan produk makanan kemasan, perlindungan konsumen juga dilakukan dengan cara melakukan penelitian terhadap produk-produk kemasan yang sedang diperjualbelikan di pasar. Dan apabila dari hasil penelitian laboratorium BPOM terhadap produk kemasan dimaksud tidak baik bagi kesehatan sebagaimana dimaksud UU No 23 Tahun 1992 maka dilakukan himbauan kepada konsumen melalui media massa agar tidak mengkonsumsinya.34

Untuk mengetahui bagaimanakah cara-cara konsumen melaksanakan perlindungan konsumen atas produk makanan dalam kemasan yang telah kadaluwarsa yang diperjualbelikan oleh pedagang, dapat di lihat uraian tabel berikut.

Tabel IV.2

Cara-cara Konsumen Melaksanakan Perlindungan Diri atas Produk Makanan Dalam Kemasan

No Jawaban Responden Jumlah Prosentase (%)

1.

2.

Membaca informasi tanggal, bulan, dan tahun kadaluwarsa produk kemasan Tidak ada 20 30 40 60 Jumlah 50 100

Sumber : Data Olahan, Oktober 2012

Dari uraian tabel IV.2 di atas terlihat bahwa yang menyatakan konsumen melaksanakan perlindungan konsumen atau untuk dirinya sendiri

dengan cara membaca informasi tanggal, bulan, dan tahun kadaluwarsa produk kemasan terdapat sebanyak 20 orang atau sebesar 40%, sementara yang menyatakan tidak ada melakukan dengan cara apapun terdapat sebanyak 30 orang atau sebesar 60% dari jumlah reponden.

Dari uraian-uraian di atas dapat dijelaskan bahwa usaha-usaha untuk melindungi konsumen dari dampak negatif produk makanan dalam kemasan yang telah kadaluwarsa di daerah kota Pekanbaru telah dilakukan oleh pemerintah maupun lembaga swadaya masyarakat. Tidak hanya itu, pengusaha dan konsumen juga turut melaksanakannya, sekalipun masih terdapat berbagai kekurangan-kekurangan.

Undang-undang Perlindungan Konsumen adalah merupakan aturan hukum yang mengatur dan bertujuan untuk memberikan perlindungan terhadap konsumen. Namun demikian agar terlaksananya segala upaya sebagaimana dimaksud oleh Pasal 1 ayat (1) Undang-undang Perlindungan Konsumen tersebut, maka perlulah dilakukan upaya-upaya yang mengarah pada kesinambungan perlindungan konsumen itu.

Menurut Ketua LPK Kota Pekanbaru Bapak Drs. Rizal Pudael, salah satu upaya yang dilakukan agar perlindungan konsumen yang telah dilaksanakan itu dapat berjalan dengan baik adalah dengan melakukan pengawasan secara terencana, rutin, dan berkala terhadap produk kemasan yang diperjualbelikan di toko-toko atau supermarket. Karena di tempat-tempat

seperti ini sangat berpotensi beredarnya produk makanan dalam kemasan yang telah kadaluwarsa tetapi masih tetap diperjualbelikan.35

Adanya produk-produk kemasan yang yang sudah kadaluwarsa merupakan indikasi bahwa sistem peraturan yang ada belum cukup baik untuk mengcover kepentingan konsumen. Dan tentunya sebagai pihak yang berkompoten melakukan pengawasan dalam hal ini adalah instansi kesehatan yang dalam hal ini diwakili oleh BPOM.

Salah satu bentuk pengawasan yang dilakukan oleh BPOM sehubungan dengan pelaksanaan perlindungan konsumen adalah dengan menerapkan ketentuan administratif bagi pedagang yang melanggar ketentuan perundang-undangan yang berlaku. Tindakan-tindakan administratif itu, berupa, pemberian peringatan secara tertulis kepada pedagang yang bersangkutan, melarang mengedarkan, mencabut izin usaha dan lain sebagainya.36

Tindakan administratif yang dilakukan oleh BPOM ini, hendaklah dilakukan bersifat positif. Artinya, setiap perilaku hendaklah diberi imbalan sesuai dengan perilaku itu sendiri, tanpa menimbulkan kerugian pada konsumen.37

Untuk mengetahui bahwa kegiatan perlindungan konsumen dari pedagang mendapat pengawasan dari Pihak pemerintah dapat di lihat uraian tabel berikut ini:

35Hasil wawancara penulis dengan Ketua LPK Kota Pekanbaru, Oktober 2012

36Hasil wawancara penulis dengan Kepala Balai POM Pekanbaru, Oktober 2012

37Az. Nasution, Hukum Perlindungan Konsumen Suatu Pengantar, Daya Widya, Jakarta, 1999, h. 138

Tabel IV.3

Pelaku Usaha yang Usaha Penjualan Produk Makanan Kemasannya selalu diawasi oleh Pihak Pemerintah

No Jawaban Responden Jumlah Prosentase (%)

1. 2. Ya Tidak 25 15 62,5 37,5 Jumlah 40 100

Sumber : Data Olahan, Oktober 2012

Dari uraian tabel IV.3 di atas terlihat bahwa pelaku Usaha yang menyatakan selalu mendapat pengawasan dari pihak pemerintah terdapat sebanyak, 25 orang atau sebesar 62,5% sedangkan yang menyatakan tidak mendapat pengawasan dari pihak pemerintah sebanyak 15 orang atau sebesar 37,5% dari jumlah responder.

Banyaknya pedagang yang menyatakan mendapat pengawasan dari pihak pemerintah menandakan bahwa perlindungan konsumen yang dilaksanakan oleh pedagang belumlah sepenuhnya dilaksanakan dengan baik. Atau dalam arti lain pedagang melaksanakan perlindungan konsumen bisa jadi karena selalu merasa diawasi.

Seperti diketahui melindungi konsumen dari berbagai dampak negatif pengkonsumsian barang atau makanan kemasan yang telah kadaluwarsa pada khususnya adalah merupakan salah satu tujuan diundangkannya Undang-undang Perlindungan Konsumen dengan Undang-Undang-undang Nomor 23 Tahun 1992. Akan tetapi sebagaimana diuraikan di atas, tanpa adanya pengawasan

yang dilakukan oleh pemerintah dan masyarakat, perlindungan konsumen itu selalu menjadi bagian yang sulit untuk dilaksanakan.

Menurut Ketua LPK Kota Pekanbaru Bapak Drs. Rizal Pudael mengatakan salah satu cara agar pelaksanaan perlindungan konsumen itu tetap terjaga dan terlaksana perlu adanya partisipasi masyarakat. Artinya masyarakat ikut berpartisipasi mengawasi perlindungan konsumen yang diberikan oleh pedagang, misalnya dengan jalan mengkritisi setiap tindakan pedagang yang nyata-nyata merugikan konsumen.38

Untuk mengetahui apakah konsumen ikut melakukan pengawasan atas pelaksanaan perlindungan konsumen yang dilakukan pedagang, berikut dapat, di lihat uraian tabel dibawah ini.

Tabel IV.4

Konsumen yang ikut berpartisipasi melakukan Pengawasan Terhadap Perlindungan Konsumen yang dilaksanakan oleh Pedagang

No Jawaban Responden Jumlah Prosentase (%)

1. 2. Ya Tidak 19 31 38 62 Jumlah 50 100

Sumber : Data Olahan, Oktober 2012

Dari uraian tabel IV.4 di atas terlihat bahwa konsumen yang ikut berpartisipasi melakukan pengawasan terhadap perlindungan konsumen yang dilaksanakan pedagang terdapat sebanyak sebanyak 19 orang atau sebesar 38% sedangkan yang menyatakan tidak ikut berpartisipasi melakukan pengawasan

terhadap perlindungan konsumen yang dilaksanakan oleh pedagang sebanyak 31 orang atau sebesar 62% dari jumlah responder keseluruhan.

Dari kenyataan-kenyataan di atas maka dapat dikemukakan bahwa di daerah kota Pekanbaru masih banyak konsumen kita yang masih belum dapat memberikan partisipasinya dalam mengawasi pelaksanaan perlindungan konsumen yang dilaksanakan oleh pedagang produk makanan kemasan yang telah kadaluwarsa. Oleh karena itu agar pengawasan terhadap perlindungan konsumen ini perlulah pemerintah memberikan bukti kepada konsumen, melalui tindakan-tindakan publiknya.39

B. Tanggung Jawab Pelaku Usaha dan Penyelesaian Hukumnya Jika Terjadi

Dokumen terkait