• Tidak ada hasil yang ditemukan

Faktor-faktor tersebut akan mempengaruhi seseorang dalam melakukan perilaku politiknya, sehingga ketika ada beberapa orang dengan perbedaan

ABDURRAHMAN WAHID DAN HASYIM MUZADI DALAM NAHDLATUL ULAMA

1. Kondisi Sosio-politik

Menjelang Hasyim Muzadi terpilih sebagai ketua umum PBNU, ada beberapa kondisi yang sedikit banyaknya turut mempengaruhi karirnya dalam kepemimpinan nasional NU, di antaranya adalah momentum gerakan reformasi pada tahun 1998.

54

Drs. Ibnu Asrori, Sh., MA., KH. Hasyim Muzadi;….., h. 19-21 55

Setelah sekian lama berkuasa, akhirnya pada tahun 1998 Soeharto dijatuhkan oleh people power yang tergabung dalam gerakan reformasi karena salah satu agenda utama reformasi adalah menurunkan Soeharto dari tampuk kekuasaan.

Tokoh reformasi yang dikenal mendukung terhadap gerakan ini salah satunya adalah Gus Dur yang pada saat itu menjabat sebagai ketua umum PBNU, Gus Dur beserta tokoh-tokoh nasional lainnya membentuk kelompok yang dikenal dengan kelompok Ciganjur, tokoh-tokoh tersebut adalah Megawati Soekarno Putri, Amin Rais dan Sri Sultan Hamengkubuwono.

Pada perkembangan selanjutnya PBNU menghimbau kepada seluruh

jamiyah dan jama`ah NU agar dapat mengikuti agenda reformasi secara

aktif, yang kemudian ditunjukkan dengan digelarnya istighosah56 oleh warga NU di

berbagai daerah di Indonesia, istighosah ini dalam rangka memohon kepada

Allah Swt. agar menyelamatkan bangsa Indonesia dari krisis dan musibah yang sedang terjadi,57 yakni krisis moneter dan instabilitas politik yang berdampak pada kerusuhan dan penjarahan di berbagai tempat.

Kejadian yang tidak kalah fenomenal pada saat itu adalah kasus ninja dan “dukun santet” di Banyuwangi Jawa Timur, Hasyim yang ketika

56

Istighosah artinya memohon pertolongan kepada Allah Swt. Istighosah dianjurkan oleh agama terutama ketika sedang menghadapi permasalahan yang rumit. H. Sulaiman Fadeli & Muhammad Subhan, ANTOLOGI NU: Sejarah-Istilah-Amaliah-Uswah.., h. 122

57

itu menjabat Ketua Umum Pengurus Wilayah NU Jawa Timur berhasil meredam gejolak ini terutama kepada warga NU yang ada di daerah- daerah,58 dan nama Hasyim Muzadi mulai banyak dikenal ketika berhasil menyelesaikan kasus tersebut.59

Setelah Rezim Orde baru tumbang dari kekuasaan di Indonesia, partai-partai politik mulai bermunculan, termasuk partai politik yang mengidentifikasikan dirinya sebagai partai politik NU dan partai politik yang pembentukannya difasilitasi oleh PBNU.

Hal ini bermula ketika usulan yang masuk ke PBNU tentang partai politik sangat beragam, ada yang mengusulkan agar PBNU membentuk partai politik (parpol), ada juga yang mengusulkan agar PBNU menjadi partai politik, dan dari berbagai usulan yang masuk ke PBNU tersebut tercatat ada 39 nama parpol yang diusulkan dan nama parpol yang paling banyak muncul adalah Nahdlatul Ummah, Kebangkitan Ummat dan Kebangkitan Bangsa.60

Setelah melalui berbagai rapat internal yang panjang, PBNU pada akhirnya mendeklarasikan Partai Kebangkitan Bangsa (PKB), dan Gus Dur yang pada saat itu masih menjabat sebagai ketua umum beberapa kali memberikan statement bahwa PKB adalah satu-satunya partai politik yang mendapat legitimasi dari NU.

58

Drs. Ibnu Asrori, Sh., MA., KH. Hasyim Muzadi..., h. 24 59

Risalah Nahdlatul Ulama, Edisi 14/Tahun III/1431 H, h. 11 60

Musa Khazim dan Alfian H.amzah., 5 Partai Dalam Timbangan, (Bandung: Pustaka H.idayah.; 1999), Cet. I, h. 237-238

Setelah PKB berdiri, kontroversi mulai mencuat, karena menganggap PBNU telah mencederai hasil muktamar ke-27 NU ditambah lagi dengan haluan partai yang menginginkan Negara sekuler, dari pro- kontra terhadap pembentukan PKB tersebut Hasyim Muzadi yang pada saat itu menjabat sebagai ketua Umum PWNU Jawa Timur berada pada posisi yang pro, karena menurutnya di era multi partai ini NU harus memiliki kendaraan politik yang under control NU karena kepentingan NU tidak mungkin tumbuh dalam sebuah aliran politik yang kepentingannya berbeda secara diametral.61

Pasca Soeharto turun dari kursi kepresidenan, ia melantik wakilnya B. J. Habibie menjadi Presiden Republik Indonesia yang ketiga, namun beberapa kalangan merasa bahwa Habibie merupakan pendukung rezim orde baru yang akan menjadi penghambat dalam proses reformasi di Indonesia, oleh sebab itu mesti dilakukan Pemilihan umum.

Untuk menyelenggarakan Pemilihan Umum pemerintah membentuk KPU yang kemudian ditetapkan melalui Keputusan Presiden (Keppres) No. 77/M/1999,62 setelah pemilihan umum dilaksanakan, PKB berada di posisi ketiga dengan persentasi suara 10, 2 % setelah PDIP yang memperoleh 30, 8 %, Partai Golkar 24 % dan PPP 11, 8 %.63

Koalisi partai dalam parlemen untuk memilih Presiden diprediksikan akan terbagi menjadi dua kubu, yakni kubu PDIP yang menjagokan Megawati sebagai calon Presidennya dan kubu Golkar yang menjadikan

61

Bahrul Ulum, “BODOH.NYA NU’ APA “NU DIBODOH.I”..., h. 136-141 62

Bahrul Ulum, “BODOH.NYA NU’ APA “NU DIBODOH.I”..., h. 154 63

Habibie sebagai calon Presidennya, namun beberapa waktu kemudian untuk mengimbangi kedua kekuatan tersebut Amien Rais membentuk kekuatan ketiga yang disebut dengan poros tengah, poros tengah ini merupakan koalisi partai-partai politik Islam yang ada di parlemen dan Gus Dur adalah calon presiden dari poros tengah.64

Pada perkembangan selanjutnya Habibie mengundurkan diri sebagai calon Presiden, dengan demikian yang menjadi kontestan dalam pemilihan Presiden adalah Gus Dur dan Megawati. Pemilihan Presiden dilaksanakan pada pada tanggal 20 Oktober 1999 dan menjelang detik-detik akhir pemungutan suara gemuruh lantunan shalawat mulai menggema di dalam gedung DPR/MPR hal ini merupakan simbol bahwa Gus Dur sudah bisa dipastikan akan menjadi Presiden Republik Indonesia,65 pada saat Gus Dur terpilih menjadi Presiden Gus Dur masih menjabat ketua umum PBNU.

Tahun 1999 adalah masa berakhirnya kepemimpinan Gus Dur di PBNU, Gus Dur tidak mungkin maju lagi menjadi ketua umum atau rais `amm PBNU karena posisinya adalah Presiden Republik Indonesia. Jabatan ketua umum tersebut akan dilepaskan oleh Gus Dur pada Muktamar ke-30 NU, tempat yang dipilih dalam muktamar tersebut adalah Pondok Pesantren Lirboyo Kediri Jawa Timur.

Tempat dilaksanakannya muktamar ke-30 NU adalah di Jawa Timur, dan pada saat itu Hasyim Muzadi adalah ketua umum PWNU Jawa Timur, dan tentu Hasyim memiliki keterlibatan dalam menyiapkan agenda lima

64

Greg Barton, Biografi Gus Dur…, h. 360-363 65

tahunan tersebut, termasuk di dalamnya adalah pemilihan ketua umum PBNU.

2. Menjadi Kader dan Ketua Umum PBNU

Hasyim Muzadi adalah kader NU yang merintis karir dan kepemimpinannya dari bawah, sejak tahun 1966 ia telah menjadi kader sekaligus ketua NU, pengalamannya dalam berorganisasi yang cukup panjang lambat laun mengantarkan karirnya terus menanjak.

Berikut ini adalah profil singkat karir Hasyim dalam NU yang terus menanjak dari waktu ke waktu; Ketua Ranting NU Bululawang-Malang, (1964), Ketua Anak Cabang Gerakan Pemuda Ansor Bululawang-Malang (1965), Ketua Cabang Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) Malang (1966), Ketua kesatuan Aksi Mahasiswa Indonesia (KAMI) Malang (1966), Ketua Cabang GP Ansor Malang (1967-1971), Wakil Ketua Pengurus Cabang NU Malang (1971-1973), Ketua Pengurus Cabang PPP Malang (1973-1977), Ketua Pengurus Cabang NU Malang (1973-1977), Ketua Pengurus Wilayah GP Ansor Jawa Timur (1983- 1987), Ketua Pengurus Pusat GP Ansor (1987-1991), Sekretaris Pengurus Wilayah NU Jawa Timur (1987-1988), Wakil Ketua Pengurus Wilayah NU Jawa Timur (1988-1992), Ketua Pengurus Wilayah NU Jawa Timur (1992-1999).66

Pada tahun 1999, NU mengadakan muktamar ke-30 yang bertempat di Lirboyo Jawa Timur, dalam muktamar tersebut Hasyim maju

66

sebagai calon ketua umum PBNU periode 1999-2004, bersaing dengan beberapa kandidat lain, namun saingan yang paling berat untuk Hasyim adalah Said Aqil Siradj, yang pada saat itu menjabat sebagai katib `amm

Syuriah PBNU dan sekaligus sebagai ketua panitia pusat muktamar ke-30 NU, hasil perolehan suara dari pemilihan tersebut Hasyim memperoleh 205 suara dan disusul oleh Said Aqil Siradj yang mengantongi 105 suara,67 dengan demikian Hasyim resmi terpilih menjadi ketua umum PBNU untuk periode 1999-2004.

Hasyim menjabat sebagai ketua umum PBNU selama dua periode, periode pertama dari tahun 1999 sampai 2004, pada periode ini Hasyim masuk dalam bursa calon wakil Presiden RI bergandengan dengan Megawati Soekarno Putri, ironisnya pada saat yang sama Hasyim masih menjabat ketua umum PBNU walau pun dengan status non-aktif,68 periode kedua kepemimpinan Hasyim di PBNU adalah dari tahun 2004 sampai tahun 2009 dan pada Muktamar ke-32 NU tahun 2009 di Makassar Hasyim turun dari jabatan ketua umum PBNU dan memilih untuk tidak maju lagi dalam bursa calon ketua umum PBNU periode 2009-2014.

67

Muhammad Shodiq, Dinamika Kepemimpinan NU; Refleksi Perjalanan KH. Hasyim Muzadi, (Surabaya: LTN NU Jawa Timur; 2004), cet. I, h. 181

68

Disebut ironis karena hal ini jelas mencederai hasil Muktamar NU di Situbondo tahun 1984.

BAB IV

PERILAKU POLITIK ABDURRAHMAN WAHID

Dokumen terkait