• Tidak ada hasil yang ditemukan

TINJAUAN PUSTAKA

2.5 Kondisi Tata Guna Lahan

Kondisi tutupan lahan untuk DAS Cidurian dirujuk dari hasil aktivitas pemantauan hutan yang dilakukan oleh Kementerian Kehutanan. Sejak 1990, pemantauan penutupan lahan seluruh Indonesia memanfaatkan citra satelit. Ketersediaan citra satelit dari berbagai sumber data yang ada memungkinkan untuk melakukan pemantauan penutupan hutan dengan

menggunakan citra satelit resolusi rendah sampai resolusi tinggi. Pemantauan

tutupan lahan melalui penafsiran citra satelit ini dilakukan untuk terus melihat perubahan penutupan lahan.

Kelas penutupan lahan yang menjadi acuan bagi semua institusi di bidang kehutanan di Indonesia digunakan untuk memudahkan komunikasi data, integrasi data, serta konsistensi informasi penutupan lahan.

Berikut ini kelas penutupan lahan yang ada di DAS Cidurian berdasarkan hasil pemantauan hutan yang bersumber dari Kementerian Kehutanan.

Tabel 2.3 Klasifikasi Tutupan Lahan

Kode Jenis Tutupan Lahan Keterangan

2001 Hutan lahan kering

primer

Seluruh kenampkan hutan dataran rendah perbukitan, dan pegunungan yang belum terlihat adanya bekas penebangan, termasuk hutan kerdil, hutan kerangas, hutan di atas batuan kapur, hutan di batuan ultra basa, hutan daun jarum, hutan luruh, dan hutan lumut

2002 Hutan Sekunder Hutan sekunder adalah

kenampakan htuan dataran rendah, perbukitan, dan pegunungan yang telah menampakkan bekas

penebangan (alur dan bercak bekas penebangan)

2005 Hutan Rawa Primer Seluruh kenampakan hutan di

daerah berawa, termasuk rawa gambut dan rawa payau yang belum menampakkan bekas penebangan

Lanjutan Tabel 2.3 Klasifikasi Tutupan Lahan

Kode Jenis Tutupan Lahan Keterangan

20051 Hutan Rawa Sekunder Seluruh kenampakan hutan di

daerah berawa telah menampakkan bekas penebagan dengan

kenampakan jalur pembukaan areal (biasanya ada jalur rel), dan bercak bekas penebangan

2004 Hutan Mangrove

Primer

Seluruh kenampakan hutan bakau, nipah, dan bibung yang berada di sekitar pantai, dan belum

menampakkan bekas penebangan.

20041 Hutan Mangrove

Sekunder

Seluruh kenampakan hutan bakau, nipah, dan nibung yang

menunjukkan bekas penebangan, bercak, atau bekas terbakar.

2007 Semak Belukar Kawasan bekan hutan lahan kering

yang telah tumbuh kembali (suksesi), atau kawasan dengann pohon jarang (alami), atau kawasan dengan vegetasi rendah (alami) lainnya. Umumnya sudah tidak ada kenampakkan bekas alur atau bercak penebangan lagi

20071 Semak Belukar Rawa Kawasan bekas hutan di daerah

basah (rawa) yang telah tumbuh kembali (suksesi), atau kawasan dengan liputan pohon jarang (alami), atau kawasa dengan dominasi vegetasi rendah (alami), serta umumnya tidak ada

kenampakkan bekas alur atau bercak penebangan lagi

3000 Rumput Kering dan

Rumput Rawa

Kenampakan non-hutan alami berupa padang rumput kadang dengan sedikit semak atau pohon. Secara alami kenampakkan rumput dengan area yang cukup luas. Kenampakan ini dapat terjadi pada lahan kering atau rawa (rumput rawa)

2006 Hutan Tanaman Kelas penutupan lahan hutan yang

merupakan hasil budidaya manusia, meliputi Hutan Tanaman Industri maupun Hutan Tanaman hasil reboisasi yang berada di dalam

Lanjutan Tabel 2.3 Klasifikasi Tutupan Lahan

Maupun diluar kawasan hutan (APL). Dari citra satelit terlihat mempunyai pola tanam teratur pada daerah datar, sedangkan untuk area bergelombang terlihat warna citra yang berbeda dengan lingkungan sekitarnya.

2010 Perkebunan -

20091 Pertanian lahan kering -

20092 Pertanian lahan kering

campur - 20093 Sawah - 20094 Tambak - 2014 Tanah Terbuka - 20141 Pertambangan - 2012 Permukiman - 5001 Tubuh Air - 50011 Rawa - 2500 Awan - 20121 Bandara - 20122 Transmigrasi -

(Sumber : Kementerian Kehutanan, 2009)

2.6 Perubahan Tata Guna Lahan.

Perubahan tata guna lahan adalah berubahnya penggunaan lahan dari satu sisi penggunaan ke penggunaan yang lain diikuti dengan berkurangnya tipe penggunaan lahan yang lain dari suatu waktu ke waktu berikutnya atau berubahnya fungsi lahan suatu daerah pada kurun waktu yang berbeda

(Wahyunto et al., 2001). Perubahan fungsi tutupan lahan dari kawasan

konservasi (lahan hijau) menjadi kawasan terbangun (permukiman) akan memperberat tekanan terhadap kondisi lingkungan antara lain mempengaruhi besarnya laju erosi dan sedimentasi di wilayah hulu, menimbulkan banjir dan genangan di wilayah hilir, serta tanah longsor dan kekeringan.

2.7 Daur Hidrologi.

Siklus air atau siklus hidrologi adalah sirkulasi air yang tidak pernah berhenti dari atmosfer ke bumi dan kembali ke atmosfer melalui kondensasi,

presipitasi, evaporasi dan transpirasi. Secara garis besar siklus ini dimulai dari penguapan (Evaporasi) yang terjadi di laut ke atmosfer, yang kemudian uap tersebut kembali turun ke bumi berupa hujan (Presipitasi) dan kembali lagi ke laut. Apabila dijelaskan secara rinci, penguapan yang terjadi bukan hanya di laut, tetapi penguapan juga terjadi di daratan dan tumbuhan (Transpirasi). Penguapan tersebut dikenal dengan evapotranspirasi. Hasil evapotranspirasi menjadi uap di atmosfer berkumpul dan membentuk awan. Awan yang jenuh air merupakan awan penyebab terjadinya hujan (Presipitasi). Hujan yang turun di permukaan bumi tidak seluruhnya turun di permukaan bumi, tetapi sebagian kecil ada yang diuapkan kembali ke atmosfer. Sisanya sebagian besar akan sampai di permukaan bumi. Air hujan yang jatuh dipermukaan bumi tidak semuanya jatuh di permukaan tanah, melainkan ada yang tertahan di tanaman, bangunan dan lain sebagainya yang nantinya juga akan diuapkan kembali ke atmosfer. Air yang jatuh di permukaan tanah sebagian akan menjadi aliran permukaan (Run Off) dan sebagian akan meresap kedalam tanah (Infiltrasi). Besarnya air yang meresap ke dalam tanah tergantung dari kerapatan dan jenuh air dari tanah tersebut. Air yang menjadi air pemukaan akan mengisi cekungan, kubangan di permukaan tanah. Air hujan yang masuk ke dalam tanah jika kondisinya memungkinkan (Interflow), yang bersama overland flow kemudian menjadi Surface Run Off. Sebagian air infiltrasi jika kondisi memungkinkan akan tetap tinggal dalam tanah (Moisture Content) dan sisanya lagi secara gravitasi akan mengalir vertikal (Perkolasi) masuk ke dalam tanah sampai muka air tanah. Air tanah walaupun sangat lambat akan bergerak ke

tempat – tempat yang lebih rendah, bila ketemu patahan bumi akan keluar

sebagai mata air dan bila ketemu palung sungai akan mengisi air sungai bersama Surface Run Off akan terus mengalir ke muara sampai laut. Selama pengalirannya ke laut air tersebut dapat diuapkan kembali dan sesampainya di laut terus diuapkan kembali. Siklus ini akan berulang kembali secara terus menerus.

Dokumen terkait