• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kondisi Tegakan Sebelum Pemanenan

Kegiatan inventarisasi tegakan sebelum penebangan (ITSP) dilakukan untuk mengetahui potensi tegakan berdiameter≥ 20 cm dan pohon layak tebang. Data ITSP digunakan sebagai pedoman dalam menentukan rencana tebangan yang akan dilakukan di dalam petak tebang. ITSP dilakukan pada 10 petak tebang pada blok RKT (rencana kerja tahunan) 2011 dan dicatat dalam LHC (laporan hasil cruising). Data ITSP digunakan untuk membuat peta pohon untuk mengetahui posisi pohon layak tebang. Lokasi penelitian dilakukan pada blok RKT 2011 dengan total luas 962 ha.

Berdasarkan data LHC RKT 2011, diketahui rata-rata jumlah pohon yang berdiameter≥ 20 cm dalam petak tebang adalah 76,11 (±7,88) pohon/ha dengan jumlah pohon terbanyak terdapat pada petak tebang 265 dan petak tebang 262 memiliki jumlah pohon paling sedikit. Potensi volume tegakan pada blok RKT 2011 bervariasi dalam setiap petak dengan rata-rata volume sebesar 176,13 (±41,09) m3/ha. Rata-rata 1 pohon/ha dapat menghasilkan 2,31 m3/ha. Data kondisi tegakan sebelum dilakukan kegiatan pemanenan kayu pada petak pengamatan ditunjukkan pada Tabel 4. Jika dilihat berdasarkan hasil penelitian pada Tabel 4, jumlah pohon terbanyak dalam suatu petak tebang tidaklah menunjukkan bahwa petak tersebut memiliki potensi volume terbesar. Hal ini disebabkan oleh perbedaan diameter pohon-pohon dalam petak tebang. Semakin banyak pohon layak tebang maka volume tegakan akan semakin besar pula.

IUPHHK HA PT. Salaki Summa Sejahtera melakukan penebangan pada pohon berdiameter≥ 50 cm.Potensi volume dan jumlah pohon layak tebang perlu diketahui untuk menentukan target produksi penebangan kayu komersial dalam blok RKT 2011. Tabel 4 menunjukkan jumlah pohon layak tebang dalam setiap petak tebang bervariasi dengan rata-rata jumlah pohon 16,47 (±3,48) pohon/ha sedangkan potensi volume tegakan juga bervariasi dengan rata-rata volume 118,58 (±35,94) m3/ha.

21

Jumlah pohon Volume (m) Biomassa (ton) Jumlah pohon Volume (m) Biomassa (ton)

262 100 6126 15207 14537 1612 11797 10977 263 100 7203 19031 17942 1740 13918 13336 264 100 7700 23327 18869 1583 14857 12933 265 100 8916 14032 12247 1334 8093 7231 290 100 7086 18487 14639 1418 10836 9039 291 100 7911 22375 21147 2213 16746 15162 292 100 7528 18046 17861 1895 14048 13398 318 100 7173 13179 13756 1565 8786 8733 319 100 6841 14230 13837 1541 9094 9014 348 62 6737 11518 9646 950 5912 4909 Jumlah 962 73221 169433 154481 15851 114087 104732 Rata-rata 96,20 7322 16943 15448 1585 11409 10473 Simp. baku 12,02 758 3953 3449 335 3457 3227

Semakin banyak jumlah pohon layak tebang (≥ 50 cm) maka potensi volume layak tebangnya semakin besar pula. Hal ini terlihat pada Tabel 4, petak tebang 348 memiliki jumlah pohon dan volume layak tebang paling sedikit dan petak tebang 291 memiliki jumlah pohon dan volume layak tebang paling banyak dibandingkan petak tebang lainnya.

Potensi biomassa kayu yang diamati pada lokasi penelitian adalah potensi biomassa total dan potensi biomassa layak tebang. Potensi biomassa kayu pada setiap petak bervariasi disebabkan perbedaan diameter pohon dalam tegakan hutan. Rata-rata potensi total biomassa pada setiap petak tebang sebesar 160,58 (±35,85) ton/ha dan potensi biomassa layak tebang sebesar 108,86 (±33,54) ton/ha. Biomassa layak tebang sebesar 67,79% dari biomassa total.

Brown (1997) menyatakan bahwa 50% biomassa pohon adalah karbon. Berdasarkan Tabel 4, potensi karbon pada lokasi penelitian adalah 80,20 (±13,94) ton C/ha. Wayana (2011) menyatakan bahwa potensi cadangan karbon pada hutan alam tropis di Provinsi Kalimantan Tengah (IUPHHK PT. Sarmiento Parakantja Timber) berdiameter≥ 20cm sebesar 114,14 ton C/ha. Hasil penelitian lain yang dilakukan di hutan alam tropis Amazon Selatan (Feldpausch et al. 2005), potensi cadangan karbon berdiameter ≥ 10cm sebesar 138,10 ton C/ha. Berdasarkan hasil pengamatan pada blok RKT 2011 yang ditunjukkan dalam Tabel 4, maka dapat dikatakan dalam 1 m3 tegakan menghasilkan biomassa sebesar 0,91 ton/ha atau karbon sebesar 0,46 ton C/ha.

5.2 Kegiatan Pemanenan

5.2.1 Deskripsi Umum Kegiatan Pemanenan

PT Salaki Summa Sejahtera memiliki areal hutan dataran rendah kering tropis. Sistem pemanenan dilakukan secara mekanis. Kegiatan pemanenan yang dilakukan yaitu perencanaan, pembuatan prasarana PWH (Pembukaan Wilayah Hutan), penebangan, pembagian batang, penyaradan, pengumpulan kayu di TPn, pengangkutan, muat, bongkar, dan penimbunan kayu di TPK.

Proses penebangan pohon dilakukan oleh regu tebang yang terdiri dari chainsawman dan helper dengan menggunakan sistem borongan. Pembagian wilayah kerja regu tebang ditentukan berdasarkan luas kepemilikan suku yang telah menyetujui daerah itu ditebang (Indriyati 2010). Keadaan topografi yang

sulit dan tingginya curah hujan menyebabkan penebangan dilakukan di daerah punggung dan mendahulukan penebangan pohon yang besar (≥60 cm) dan mudah dijangkau. Penebangan di daerah punggung dilakukan untuk menghindari jatuhnya kayu ke daerah curam sehingga mempermudah pengangkutan kayu dari tegakan hutan.

Penyaradan kayu menggunakan traktor sarad Caterpillar D7G yang memiliki lebar 4 m dengan kemampuan menyarad optimal sejauh 500 m. Teknik penyaradan dilakukan dengan teknik double skidding yaitu penyaradan kayu secara bertahap menuju TPn. Kegiatan pengangkutan kayu dari TPn menuju TPK dilakukan pada kondisi jalan kering menggunakan logging truck tipe Scania dan Nissan.

5.2.2 Intensitas Pemanenan

Data ITSP yang didapatkan dari LHC RKT 2011 menjadi pedoman dalam menentukan besaran pohon yang layak ditebang dalam petak-petak pengamatan penelitian. Intensitas pemanenan dipengaruhi oleh keadaan lapangan berupa topografi, keadaaan jalan sarad, dan kondisi pohon yang akan ditebang. Penyusunan laporan hasil produksi (LHP) RKT 2011 berdasarkan data pohon ditebang dan mampu disarad sampai ke TPn. Besarnya intensitas pemanenan ditunjukkan dalam Tabel 5. Intensitas pemanenan bervariasi dalam setiap petak tebang dengan rata-rata tebangan sebanyak 5,80 (±1,61) pohon/ha dan rata-rata volume pohon ditebang dalam sebesar 47,89 (±14,07) m3/ha. Semakin banyak jumlah pohon yang ditebang tidak selalu menunjukkan volume pohon komersial yang ditebang semakin besar pula. Hal ini disebabkan oleh bervariasinya diameter dan tinggi pohon yang mempengaruhi besarnya volume kayu ditebang.

Perbandingan antara volume tebangan dengan jumlah pohon ditebang paling besar didapatkan pada petak tebang 264 sebanyak 9,80 m3/ha sedangkan perbandingan terkecil dimiliki oleh petak tebang 348 sebanyak 7,60 m3/ha. Tabel 5 menunjukkan bahwa rata-rata penebangan 1 pohon menghasilkan volume tebangan sebesar 8,25 m3. Penebangan pohon hanya dilakukan pada jenis pohon komersial dan pohon-pohon yang mampu disarad sampai ke TPn sehingga tidak semua pohon layak tebang dipanen.

24

Jumlah pohon Volume (m) Jumlah pohon Volume (m) Jumlah pohon Volume (m)

262 100 1612 11796,81 600 4571,55 6,00 45,72 263 100 1740 13917,73 572 4603,53 5,72 46,04 264 100 1583 14856,65 633 6203,05 6,33 62,03 265 100 1334 8093,04 337 3016,83 3,37 30,17 290 100 1418 10835,95 641 5111,24 6,41 51,11 291 100 2213 16746,26 810 6790,84 8,10 67,91 292 100 1895 14048,27 825 6726,07 8,25 67,26 318 100 1565 8786,22 378 3020,83 3,78 30,21 319 100 1541 9094,26 520 4139,03 5,20 41,39 348 62 950 5911,50 302 2296,05 4,87 37,03 Jumlah 962 15851 114086,69 5618 46479,02 58,03 478,86 Rata-rata 96,20 1585,10 11408,67 561,80 4647,90 5,80 47,89 Rata-rata/ha 1 16,43 117,71 5,80 47,89 5,80 47,89 Simp. baku 12,02 335,28 3457,13 181,76 1586,39 1,61 14,07

Volume jatah tebangan tahunan (etat volume) blok RKT 2011 adalah 66,41 m3/ha sedangkan volume tebangan sebesar 72,75% (48,31 m3/ha) dari total etat volume. Hal ini menunjukkan bahwa volume tebangan pada blok RKT 2011 lebih rendah dibandingkan dengan etat volume yang diizinkan.

Intensitas pemanenan yang dilakukan di lokasi penelitian termasuk rendah bila dibandingkan dengan penelitian Wayana (2011) yang dilakukan di Kalimantan Tengah sebanyak 11,70 pohon/ha dan penelitian Elias (2008) yang dilakukan di daerah Kalimantan sebanyak 8,16 pohon/ha. Penelitian yang Feldpausch et al. (2005) di Amazon selatan menunjukkan intensitas yang lebih rendah yang berkisar antara 1,1 pohon/ha-2,6 pohon/ha.

5.2.3 Pembukaan Wilayah Hutan (PWH)

Aktivitas pemanenan kayu memerlukan prasarana PWH untuk mengeluarkan kayu yang ditebang agar dapat sampai di TPK. Pembuatan prasarana PWH berupa jalan angkutan kayu, jalan sarad dan TPn sangat diperlukan untuk memperlancar kegiatan pemanenan kayu di Hutan. Pembuatan prasarana PWH membutuhkan perencanaan yang matang dengan meminimalkan dampak kerusakan yang ditimbulkan akibat pembersihan vegetasi untuk memperlancar proses pengangkutan kayu dari dalam tegakan hutan yang ditebang. Penelitian dilakukan dengan melakukan pengamatan pada prasarana PWH blok RKT 2011 yang digunakan untuk aktivitas pemanenan kayu berupa Jalan angkutan, TPn, dan camp tarik. Jalan angkutan kayu yang terdapat di lokasi penelitian terdiri dari jalan utama (3,56 km), jalan cabang (13,20 km), dan jalan sarad (70,32 km). Luas jalan angkutan bervariasi dalam setiap petak tebang dengan rata-rata luas 3,11 (±0,44) ha. Petak 319 memiliki luas jalan terbesar sedangkan petak 265 memiliki luas jalan paling kecil. Luas jalan angkutan terbesar dimiliki oleh jalan sarad dikarenakan jaringan jalan sarad berfungsi sebagai alat pembukaan tegakan. Tabel 6 menunjukkan penebangan 1 pohon/ha membutuhkan jalan angkutan seluas 0,54 ha yang terdiri dari jalan utama (0,06 km), jalan cabang (0,23 km), dan jalan sarad (1,21 km). Realisasi pembuatan jalan pada lokasi penelitian dapat dilihat pada Tabel 6.

26

(pohon/ha) Jalan Utama Jalan Cabang Jalan Sarad Jalan Utama Jalan Cabang Jalan Sarad Jalan (ha)

262 6,00 - 2,05 8,05 - 3,15 3,56 6,71 263 5,72 - 1,02 6,81 - 1,56 3,01 4,57 264 6,33 - 1,16 7,47 - 1,78 3,30 5,08 265 3,37 - 0,89 5,29 - 1,37 2,34 3,71 290 6,41 - 1,82 7,53 - 2,80 3,33 6,13 291 8,10 1,10 1,80 8,53 1,91 2,77 3,77 8,45 292 8,25 1,40 0,43 6,82 2,42 0,67 3,02 6,11 318 3,78 - 0,65 6,72 - 0,99 2,97 3,96 319 5,20 1,06 2,42 7,39 1,84 3,73 3,27 8,84 348 4,87 - 0,96 5,71 - 1,48 2,53 4,01 Jumlah 58,03 3,56 13,20 70,32 6,17 20,30 31,10 57,57 Rata-rata 5,80 0,36 1,32 7,03 0,62 2,03 3,11 5,76 Simp. baku 1,61 0,58 0,66 0,99 1,00 1,01 0,44 1,83

TPn merupakan salah satu prasarana PWH yang dibutuhkan untuk menampung dan mengumpulkan kayu sementara dari dalam tegakan hutan. TPn umumnya terletak pada jalan angkutan untuk memudahkan pengangkutan kayu. Rata-rata TPn yang dibuat sebanyak 5 (±2,11) TPn dengan luas total 0,40 (±0,19) ha pada setiap petak tebang. Realisasi pembuatan TPn pada lokasi penelitian ditunjukkan pada Tabel 7. Tabel 7 menunjukkan rata-rata 1 TPn memiliki luas sebesar 800 (±373,15) m2. Penelitian Nasution (2009) yang dilakukan di Kalimantan Timur menunjukkan rata-rata luas terbuka untuk jalan angkutan lebih tinggi sebesar 5,92 ha sedangkan luas TPn lebih rendah dengan rata-rata luas TPn sebesar 0,3 ha.

Tabel 7 Realisasi pembuatan TPn blok RKT 2011

Petak Jumlah TPn Luas total TPn (ha)

262 5 0,36 263 4 0,37 264 3 0,21 265 5 0,44 290 5 0,42 291 8 0,66 292 8 0,69 318 3 0,19 319 7 0,52 348 2 0,15 Jumlah 50 4,01 Rata-rata 5 0,40 Simp. baku 2,11 0,19

Penelitian juga dilakukan untuk membandingkan perbedaan luasan TPn yang diukur dengan digitasi GPS dan pengukuran langsung di lapangan. Pengukuran yang dilakukan dengan 2 cara ini dimaksudkan untuk mengetahui selisih perbedaan antara 2 jenis pengukuran. Perbedaan luasan TPn dapat dilihat pada Tabel 8. Perbedaan rata-rata pengukuran lapangan dan pengukuran dengan digitasi GPS adalah sebesar 246,10 (±135,92) m2 dengan persentase perbedaan sebesar 26%. Kecenderungan pengukuran lapangan lebih besar dikarenakan pengukuran dengan digitasi GPS menggunakan satelit yang dipengaruhi oleh keadaan lapangan seperti cuaca dan terhalangnya sinyal satelit akibat adanya tegakan yang berada di sekitar TPn.

Tabel 8 Perbedaan pengukuran lapangan dan digitasi GPS pada blok RKT 2011 No TPn Digitasi GPS (m2) Pengukuran lapangan (m2) Perbedaan (m2)

1 533 650 117 2 903 1045 142 3 616 1028 412 4 819 875 56 5 682 1010 328 6 589 710 121 7 1242 867 375 8 647 856 209 9 1313 882 431 10 1269 1539 270 Rata-rata 861,30 946,20 246,10 Simp. Baku 305,30 244,74 135,92

Pada pengukuran lapangan di TPn 7 menunjukkan bahwa pengukuran menggunakan GPS lebih luas dibandingkan pengukuran lapangan. Hal ini dapat disebabkan oleh adanya pelebaran jalan angkutan dan pembuatan jalan sarad untuk memperlancar lalu lintas pengangkutan kayu.

Camp tarik merupakan salah satu prasarana yang menunjang kegiatan pemanenan hutan. Lokasi Camp tarik yang dekat dengan lokasi tebangan yaitu blok RKT 2011 memudahkan para pekerja dalam mencapai lokasi penebangan. Camp tarik merupakan tempat tinggal karyawan yang terlibat langsung dengan aktivitas penebangan pohon seperti regu tebang, operator traktor sarad dan pekerja penunjang lainnya. Camp tarik pada lokasi penelitian terletak pada petak tebang 264 dengan luas sebesar 0,3 ha.

5.3 Keterbukaan Wilayah

Areal terbuka yang diamati dalam penelitian ini adalah areal yang terbuka akibat adanya pembuatan jalan angkutan, TPn dan keterbukaan lainnya seperti camp tarik. Pengamatan dilakukan di semua petak pada blok RKT 2011. Rata- rata luas areal yang terbuka dalam petak tebangan sebesar 6,19 ha terdiri dari jalan utama seluas 0,62 ha, jalan cabang seluas 2,03 ha, jalan sarad 3,11 ha, dan TPn sebesar 0,40 ha. Keterbukaan wilayah pada masing-masing petak bervariasi dengan rata-rata keterbukaan sebesar 6,45 (±1,84)% dari total 962 ha luas blok RKT 2011. Keterbukaan wilayah pada lokasi penelitian dapat dilihat pada Tabel 9.

Tabel 9 Keterbukaan wilayah pada blok RKT 2011 Petak Luas (ha)) Jenis

keterbukaan Luas keterbukaan (ha) Keterbukaan wilayah (%) 262 100 Jalan utama - 7,08 Jalan cabang 3,16 Jalan sarad 3,56 TPn 0,36 Total 7,08 263 100 Jalan utama - 4,95 Jalan cabang 1,57 Jalan sarad 3,01 TPn 0,37 Total 4,95 264 100 Jalan utama - 5,83 Jalan cabang 1,79 Jalan sarad 3,30 TPn 0,44 Camp tarik 0,30 Total 5,83 265 100 Jalan utama - 3,92 Jalan cabang 1,37 Jalan sarad 2,34 TPn 0,21 Total 3,92 290 100 Jalan Utama - 6,55 Jalan Cabang 2,80 Jalan sarad 3,33 TPN 0,42 Total 6,55 291 100 Jalan utama 1,91 9,12 Jalan cabang 2,78 Jalan sarad 3,77 TPn 0,66 Total 9,12 292 100 Jalan utama 2,43 6,80 Jalan cabang 0,67 Jalan sarad 3,01 TPn 0,69 Total 6,80 318 100 Jalan utama - 4,16 Jalan cabang 1,00 Jalan sarad 2,97 TPn 0,19 Total 4,16

Tabel 9 (lanjutan) Petak Luas (ha) Jenis keterbukaan Luas keterbukaan (ha) Keterbukaan wilayah (%) 319 100 Jalan Utama 1,84 9,36 Jalan Cabang 3,73 Jalan sarad 3,27 TPN 0,52 Total 9,36 348 62 Jalan Utama - 6,69 Jalan Cabang 1,47 Jalan sarad 2,53 TPN 0,15 Total 4,15 Jumlah 962 61,88 64,46 Rata-rata 96,20 6,19 6,45 Simp. baku 12,02 1,97 1,84

Petak tebang 265 merupakan petak tebang dengan wilayah terbuka terkecil sedangkan petak tebang 319 memiliki wilayah terbuka paling besar. Keterbukaan wilayah dipengaruhi oleh banyaknya areal terbuka akibat aktivitas pemanenan di lokasi penelitian. Banyaknya areal terbuka disebabkan oleh banyaknya TPn yang berada dalam petak tebang dan padatnya lalu lintas pengangkutan kayu baik itu dari dalam tegakan hutan maupun pengangkutan dari TPn menuju TPK.

Keterbukaan wilayah pada lokasi penelitian sebagian besar diakibatkan oleh adanya jalan sarad dalam petak tebang. Hal ini terlihat pada Gambar 4.

Keterbukaan wilayah pada lokasi penelitian sebesar 61,88 ha yang terdiri dari jalan utama (6,17 ha), jalan cabang (20,30 ha), jalan sarad (31,10 ha), TPn (4,01 ha) dan camp tarik (0,30 ha). Keterbukaan wilayah dipengaruhi oleh banyaknya pohon yang ditebang dalam setiap petak tebang. Jalan sarad memiliki luas areal terbuka paling besar karena jalan sarad merupakan akses satu-satunya untuk mencapai tegakan. Keterbukaan wilayah paling kecil diakibatkan oleh adanya camp tarik sedangkan untuk prasarana PWH dalam pengangkutan kayu, keterbukaan wilayah paling kecil dimiliki oleh TPn. Berdasarkan data pada Tabel 9 dapat diketahui bahwa penebangan 1 m3menyebabkan areal yang terbuka seluas 13,31 m2atau keterbukaan wilayah sebesar 0,13%.

Pembuatan prasarana PWH menyesuaikan dengan volume tebangan dalam petak tebang. Semakin banyak volume penebangan dalam petak tebang maka kecenderungan areal terbuka akan semakin banyak pula dan sebaliknya jika volume tebangan sedikit maka kecenderungan areal hutan yang terbuka juga sedikit. Hubungan antara volume tebangan dan keterbukaan wilayah ditunjukkan dalam Gambar 5.

Gambar 5 Hubungan volume tebangan dan keterbukaan wilayah.

Grafik pada Gambar 5 menunjukkan bahwa volume tebangan tidak terlalu berpengaruh pada keterbukaan wilayah yang terjadi pada lokasi penelitian. Penelitian ini menunjukkan volume penebangan 47,89 m3/ha menyebabkan keterbukaan wilayah 6,45% dari total luas blok RKT 2011. Penelitian Firma (2012) pada lokasi yang sama yang hanya mengukur luas areal terbuka akibat

jalan sarad menunjukkan keterbukaan wilayah sedikit lebih rendah sebesar 6,20% dengan volume tebangan 78,81 m3/ha. Perbedaan ini dapat disebabkan oleh proses pengambilan data. Pengambilan data oleh Firma (2012) dilakukan dengan sampling 10 petak dengan total 10 ha di daerah penebangan kayu sedangkan penelitian ini mengambil data dengan inventarisasi 100% prasarana PWH di blok RKT 2011 sehingga dapat terjadi bias akibat perhitungan dengan sampling. Perbedaan juga terlihat dari volume tebangan Firma (2012) yang jauh lebih besar dibandingkan penelitian kali ini. Volume tebangan yang tinggi menyebabkan wilayah yang terbuka semakin besar.

Bila dibandingkan dengan penelitian yang dilakukan oleh Feldpausch et al. (2005) yang dilakukan di hutan tropis Amazon Selatan, volume tebangan yang terjadi sebesar 6,4-15,0 m3/ha menghasilkan keterbukaan areal yang terjadi sebesar 9,8%-16,2% dari dua blok tebangan dengan masing- masing luasan sebesar 1397 ha dan 1037 ha.

5.4 Kehilangan Cadangan Karbon

5.4.1 Kehilangan Cadangan Karbon Akibat PWH

Kehilangan cadangan karbon dapat terjadi akibat adanya pembersihan areal dari vegetasi untuk dijadikan prasarana PWH. Vegetasi dibersihkan untuk memperlancar lalu lintas pengangkutan kayu. Kehilangan cadangan karbon potensial yang terjadi pada blok RKT 2011 diketahui dengan mengalikan luas areal terbuka dengan potensi karbon (ton C/ha). Data kehilangan cadangan karbon akibat PWH dapat dilihat pada Tabel 10.

Kehilangan cadangan karbon pada setiap petak tebang bervariasi dengan rata-rata kehilangan sebesar 5,17 (±1,65) ton C/ha. Semakin besar areal yang terbuka menyebabkan semakin banyak pohon mati akibat pembersihan lahan (land clearing) maka kehilangan cadangan karbon yang terjadi akan semakin besar. Hal ini terlihat pada Tabel 10 yang menunjukkan petak tebang 319 memiliki luas areal terbuka dan kehilangan cadangan karbon terbesar sedangkan petak tebang 265 memiliki luas areal terbuka paling sedikit dan kehilangan cadangan karbon terkecil.

33

Petak Luas

(ha) Luas terbuka (ha) Jalan utama Jalan cabang Jalan sarad TPn Camp tarik Rata-rata/ha

262 100 7,08 - 253,27 285,99 28,91 - 5,68 263 100 4,95 - 125,69 242,06 29,78 - 3,98 264 100 5,83 - 143,59 265,46 35,09 24,09 4,68 265 100 3,92 - 110,29 187,97 16,48 - 3,15 290 100 6,55 - 224,98 224,98 33,71 - 4,84 291 100 9,12 153,41 223,07 223,07 53,10 - 6,53 292 100 6,80 194,90 53,47 242,40 55,42 - 5,46 318 100 4,16 - 80,18 238,87 15,20 - 3,34 319 100 9,36 147,57 299,09 262,74 41,94 - 7,51 348 62 4,15 - 118,80 202,88 11,69 - 5,38 Jumlah 962 61,92 495,87 1632,43 2376,42 321,33 24,09 50,54 Rata-rata 96,20 6,19 49,59 163,24 237,64 32,13 2,41 5,05 Simp. baku 12,02 1,97 80,76 81,29 29,50 15,11 7,62 1,37

Penelitian Feldpauschet al.(2005) di Amazon Selatan menghasilkan rata-rata 1,7 ton C/ha. Kehilangan cadangan karbon yang terjadi pada penelitian Feldpauschet al. (2005) lebih rendah dikarenakan intensitas tebangan lebih rendah dibandingkan dengan intensitas tebangan pada lokasi penelitian. Data besarnya kehilangan cadangan karbon potensial yang terjadi akibat adanya PWH di lokasi penelitian dapat dilihat pada grafik di Gambar 6.

2,60 ton C/ha

0,33 ton C/ha 0,03 tonC/ha

1,69 ton C/ha 0,51ton C/ha Jalan Utama Jalan Cabang Jalan Sarad TPn Camp Tarik

Gambar 6 Kehilangan cadangan karbon akibat PWH pada blok RKT 2011. Kehilangan cadangan karbon potensial akibat PWH yang terjadi disebabkan oleh adanya jalan utama (0,51 ton C/ha), jalan cabang (1,69 ton C/ha), jalan sarad (2,60 ton C/ha), TPn (0,33 ton C/ha), dan camp tarik (0,03 ton C/ha).

5.4.2 Kehilangan Cadangan Karbon Akibat Penebangan Kayu

Penebangan kayu mengurangi cadangan karbon vegetasi hutan karena setiap kayu memiliki biomassa. Penelitian ini mengamati pengaruh besarnya volume penebangan terhadap besarnya kehilangan cadangan karbon. Kehilangan cadangan karbon akibat penebangan kayu bervariasi pada setiap petak tebang dengan rata-rata sebesar 30,62 (±9,07) ton C/ha. Semakin banyak volume kayu ditebang maka cadangan karbon yang hilang semakin besar pula. Hal ini terlihat pada Tabel 11 yang menunjukkan petak tebang 291 memiliki potensi kehilangan cadangan karbon terbesar dengan volume tebangan terbesar pula sedangkan petak tebang 265 memiliki potensi kehilangan cadangan karbon terkecil dan volume tebangan paling sedikit di lokasi penelitian. Berdasarkan data pada Tabel 11 dapat

disimpulkan bahwa penebangan 1 m3 menyebabkan kehilangan cadangan karbon sebesar 1,28 ton C.

Tabel 11 Kehilangan cadangan karbon potensial akibat penebangan kayu pada blok RKT 2011 Petak Intensitas pemanenan (pohon/ha) Volume tebangan (m3/ha) Kehilangan cadangan karbon (ton) 262 6,00 45,72 27,39 263 5,72 46,04 30,61 264 6,33 62,03 40,14 265 3,37 30,17 19,63 290 6,41 51,11 30,98 291 8,10 67,91 44,27 292 8,25 67,26 42,90 318 3,78 30,21 19,89 319 5,20 41,39 27,09 348 4,87 37,03 23,27 Jumlah 58,03 478,86 306,16 Rata-rata 5,80 47,89 30,62 Simp. baku 1,61 14,07 9,07

Kehilangan cadangan karbon pada penelitian ini jauh lebih tinggi jika dibandingkan dengan penelitian Feldpausch et al.(2005) di Amazon selatan yang memiliki Kehilangan cadangan karbon akibat penebangan pohon komersial sebesar 3,3 ton/ha. Hal ini disebabkan volume kayu yang dieksploitasi di lokasi penelitian lebih besar dibandingkan penelitian di hutan tropis Amazon selatan. Penelitian yang dilakukan Wayana (2011) di Kalimantan Tengah menunjukkan kehilangan cadangan karbon akibat penebangan lebih rendah sebesar 27,64 ton C/ha dengan intensitas pemanenan sebanyak 11,70 pohon/ha dan penelitian Firma (2012) di lokasi yang sama dengan penelitian kali ini menunjukkan kehilangan cadangan karbon akibat pemanenan lebih tinggi sebesar 41,41 ton C/ha dengan intensitas tebangan sebanyak 8,60 pohon/ha.

5.4.3 Kehilangan Cadangan Karbon Akibat Kerusakan Tegakan Tinggal Pohon rusak berat dikategorikan sebagai pohon mati. Dampak kerusakan tegakan tinggal tingkat berat mengurangi cadangan karbon pada lokasi penelitian. Rata-rata cadangan karbon yang hilang akibat pohon rusak (16,50 pohon/ha)

sebesar 5,33 (± 0,98) ton C/ha. Kehilangan cadangan karbon yang terjadi di lokasi penelitian ditunjukkan pada Tabel 12.

Tabel 12 Kehilangan cadangan karbon akibat kerusakan tegakan tinggal

Petak Luas Intensitas pemanenan (pohon/ha) Rata-rata pohon rusak (pohon/ha) Rata-rata karbon hilang (ton C/ha)

262 100 6,00 13,07 4,22 263 100 5,72 15,32 4,95 264 100 6,33 17,19 5,55 265 100 3,37 15,76 5,09 290 100 6,41 15,78 5,10 291 100 8,10 19,80 6,40 292 100 8,25 18,89 6,10 318 100 3,78 13,04 4,21 319 100 5,20 13,94 4,50 348 62 4,87 22,20 7,17 Jumlah 962 58,03 164,99 53,30 Rata-rata 96,20 5,80 16,50 5,33 Simp. Baku 12,02 1,61 3,02 0,98

Penelitian Feldspausch et al. (2005) yang dilakukan di Amazon Selatan menunjukkan kehilangan cadangan karbon lebih rendah sebesar 3,2 ton C/ha dengan jumlah pohon rusak berat berdiameter ≥10 cm sebanyak 35,3 pohon/ha. Penelitian Wayana (2009) menunjukkan kehilangan cadangan karbon lebih rendah 4,88 ton C/ha dengan jumlah pohon rusak berdiameter ≥20 cm sebanyak 14,20 pohon/ha. Perbedaan ini dapat disebabkan oleh perbedaan intensitas pemanenan dan perbedaan diameter pohon yang diamati pada lokasi penelitian.

5.4.4 Kehilangan Cadangan Karbon Total

Kehilangan cadangan karbon yang diamati pada lokasi penelitian disebabkan oleh adanya pembuatan prasarana PWH, penebangan kayu, dan kerusakan tegakan tinggal. Kehilangan cadangan karbon pada setiap tebang bervariasi dengan rata-rata kehilangan karbon sebesar 41,00 (±10,19) ton/ha. kehilangan cadangan karbon total pada lokasi penelitian ditunjukkan oleh Tabel 13. Kehilangan cadangan karbon dipengaruhi oleh teknik pemanenan dan banyaknya jumlah dan volume pohon yang ditebang. Semakin besar volume tebangan dalam petak tebang maka semakin besar pula kehilangan cadangan karbon yang terjadi.

Tabel 13 Kehilangan cadangan karbon akibat aktivitas pemanenan

Petak Stok awal Kehilangan cadangan karbon (ton/ha) Stok akhir PWH Penebangan kayu Kerusakan tegakan

262 72,69 5,68 27,39 4,22 35,39 263 89,71 3,98 30,61 4,95 50,18 264 94,34 4,68 40,14 5,55 43,97 265 61,23 3,15 19,63 5,09 33,37 290 73,19 4,84 30,98 5,10 32,28 291 105,74 6,53 44,27 6,40 48,54 292 89,31 5,46 42,90 6,10 34,84 318 68,78 3,34 19,89 4,21 41,34 319 69,18 7,51 27,09 4,50 30,08 348 77,79 5,38 23,27 7,17 41,98 Jumlah 801,97 50,54 306,16 53,30 391,96 Rata-rata 80,20 5,05 30,62 5,33 39,20 Simp. baku 13,94 1,37 9,07 0,98 7,00

Hal ini terlihat pada petak tebang 291 yang kehilangan cadangan karbon paling besar sedangkan pada petak tebang 318 cadangan karbon yang hilang paling kecil. Kehilangan cadangan karbon disebabkan oleh adanya aktivitas penebangan kayu. Semakin besar volume penebangan maka semakin banyak cadangan karbon yang hilang. Gambar 7 menunjukkan hubungan volume tebangan dengan kehilangan cadangan karbon yang terjadi di lokasi penelitian.

Gambar 7 Hubungan volume tebangan dan kehilangan cadangan karbon. Persamaan regresi linier hubungan antara kehilangan cadangan karbon dengan volume penebangan dinyatakan dalam persamaan regresi sebagai berikut:

Ŷ= 6,88 + 0,173 X (R2

= 96,80%) Dimana :

Ŷ = Kehilangan cadangan karbon (ton C)

X = Volume penebangan (m3)

Koefisien determinasi yang diperoleh adalah 96,80% yang berarti sebesar 96,80% dari keragaman kehilangan cadangan karbon dapat dijelaskan oleh volume penebangan sedangkan sisanya dapat dijelaskan oleh faktor-faktor lain. Berdasarkan nilai koefisien determinasi ini,maka dapat disimpulkan bahwa model dugaan yang didapatkan cukup baik karena mampu menerangkan peubah respon dengan baik.

Tabel 14 Hubungan perubah dengan besarnya kehilangan cadangan karbon

Peubah penduga t hitung P

Volume penebangan 15,55 0,000

**sangat nyata pada P<0,01 * nyata pada P<0,05

Jika dilihat dari nilai P sebesar 0,000 yang diperoleh dari peubah volume penebangan terhadap kehilangan cadangan karbon dimana nilainya lebih kecil dari nilai alpha yang ditentukan dan dari nilai t hitung yang lebih besar dari t tabel sehingga dapat disimpulkan bahwa kehilangan cadangan karbon memiliki hubungan yang nyata dan sangat nyata terhadap besarnya volume penebangan.

Gambar 8 Kondisi cadangan karbon sebelum dan sesudah pemanenan pada blok RKT 2011.

Kehilangan cadangan karbon pada lokasi penelitian menyebabkan perubahan stok karbon di blok RKT 2012. Perubahan stok karbon pada lokasi penelitian dapat dilihat pada Gambar 8. Stok karbon sisa dalam setiap petak tebang bervariasi dengan rata-rata 39,20 (±7,00) ton/ha dari stok cadangan karbon awal sebanyak 80,20 (±13,94) ton/ha. Sisa cadangan karbon akan bertambah seiring berjalannya waktu karena adanya aktivitas fotosintesis pohon-pohon yang masih hidup. Berdasarkan data pada Tabel 13 maka dapat disimpulkan penebangan 1 m3menyebabkan kehilangan cadangan karbon sebesar 0,86 ton C.

6.1 Kesimpulan

Keterbukaan wilayah yang terjadi di lokasi penelitian sebesar 6,45% yang disebabkan oleh jalan utama (0,64%), jalan cabang (2,12%), jalan sarad (3,24%), TPn (0,42%) dan camp tarik (0,03%). Kehilangan cadangan karbon yang terjadi di

Dokumen terkait