• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II PENELAAHAN PUSTAKA

B. Kondom

Kondom diartikan sebagai salah satu alat kontrasepsi yang terbuat dari bahan karet/lateks, berbentuk tabung tidak tembus cairan dimana salah satu ujungnya tertutup rapat dan dilengkapi kantung yang berfungsi untuk menampung sperma (Anonim, 2006).

Luas permukaan kondom sebesar 80 cm2, dengan ketebalan 100 mikron. Rata-rata tebal serat hasil polimerisasi karet/lateks berdiameter 0,5 - 1,5 mm. Jalur dan lajur serat seperti tenunan kain tapi tidak beraturan dan saling bertumpuk dengan rata-rata 100 - 200 lapisan, jadi pori-pori tidak langsung menembus dari sisi lapisan dalam kesisi lapisan luar atau sebaliknya. Jumlah pori-pori (pinholes) maksimal 0,4 % berdasarkan uji kebenaran dengan pengisian 300 ml air pada suhu kamar. Diameter pinholes kondom rata-rata 1/60 mikron.

Studi laboratorium menunjukkan bahwa kondom lateks sangat kedap untuk mencegah masuknya virus HIV, hepatitis dan herpes. Kondom yang terbuat dari usus domba tidak bisa digunakan untuk mencegah masuknya HIV. Hal tersebut diketahui dari penelitian yang dilakukan pada kondom yang terbuat dari usus domba melalui mikroskop elektron dengan pembesaran 30.000 kali. Pada penelitian itu menunjukkan bahwa partikel virus HIV yang berukuran 0,1 mikron bisa terlihat sehingga dapat disimpulkan kondom yang terbuat dari usus domba mempunyai pori yang lebih besar dibandingkan dengan kondom yang terbuat dari lateks (Anonim, 2007a).

Kelebihan kondom:

1. efektif sebagai alat kontrasepsi bila dipakai dengan baik dan benar,

2. murah dan mudah didapat tanpa resep dokter dan dapat didistribusikan oleh dan untuk masyarakat,

3. praktis dan dapat dipakai sendiri, 4. tidak ada efek hormonal,

5. dapat mencegah kemungkinan penularan PMS khususnya HIV/AIDS, 6. mudah dibawa,

7. kondom menggunakan pelicin atau pelumas sehingga dapat menambah frekuensi hubungan seksual dan secara psikologis menambah kenikmatan, 8. kondom membantu suami yang mengalami ejakulasi dini,

9. membantu mencegah terjadinya kanker cerviks. Keterbatasan kondom:

1. kadang-kadang ada pasangan yang alergi terhadap karet kondom, 2. kondom hanya dapat dipakai satu kali,

3. secara psikologis kemungkinan mengganggu kenyamanan.

(Anonim, 2006c) Hal-hal yang harus diperhatikan dalam penggunaan kondom:

1. periksalah tanggal kadaluwarsa pada bungkus kondom. Periksalah kondisi bungkus kondom, jangan menerima atau membeli kondom yang bungkusnya sudah rusak, ada gelembung udara di dalamnya dan berlubang

2. gunakan kondom baru setiap kali bersanggama

4. pasang kondom sebelum kontak genital, untuk mencegah masuknya sperma atau bibit penyakit ke dalam vagina, (atau sebaliknya)

5. hati-hati dalam memasang dan melepaskan kondom bagi mereka yang memiliki kuku panjang atau cincin dengan bagian yang tajam

6. jika pelicin yang ada pada kondom dirasa kurang, gunakan lubrikan atau jelly yang dianjurkan. Jangan gunakan bahan-bahan seperti vaselin, lotion, atau produk minyak lainnya, karena dapat meningkatkan kemungkinan robeknya kondom

7. bila kondom pecah atau robek selama senggama, gunakan segera spermisida (busa atau gel), dan pertimbangkan menggunakan kontrasepsi darurat, untuk mencegah terjadinya kehamilan

8. simpan persediaan kondom di tempat yang sejuk dan kering. Jauhkan kondom dari sinar lampu neon dan letakan di tempat yang tidak terkena matahari langsung atau di tempat yang panas

9. sebaiknya tidak meletakan kondom di saku celana, karena suhu tubuh dapat mempengaruhi kualitas kondom. Jangan gunakan kondom bila terlihat rusak atau lapuk, karena cenderung mudah robek (Farida, 2006).

C. Edukasi

Pendidikan dalam arti formal adalah suatu proses penyampaian bahan atau materi pendidikan oleh pendidik kepada sasaran pendidikan (anak didik) guna mencapai perubahan tingkah laku (tujuan). Pendidikan kesehatan atau penyuluhan kesehatan adalah suatu kegiatan yang dilakukan dengan cara persuasi,

bujukan, himbauan, ajakan, memberi informasi, memberi kesadaran sebagai upaya agar masyarakat dapat berperilaku sehat. Pendidik kesehatan adalah semua petugas kesehatan dan siapa saja yang berusaha untuk mempengaruhi individu atau masyarakat guna meningkatkan kesehatan mereka. Oleh karena itu, individu, kelompok ataupun masyarakat dianggap sebagai sasaran (objek) pendidikan dan dapat pula sebagai subjek (pelaku) pendidikan kesehatan masyarakat apabila mereka diikutsertakan di dalam usaha kesehatan masyarakat (Notoatmodjo, 2003).

Pendidikan kesehatan pada dasarnya ialah suatu proses mendidik individu atau masyarakat supaya mereka dapat memecahkan masalah-masalah kesehatan yang dihadapinya. Seperti halnya proses pendidikan lainnya, pendidikan kesehatan mempunyai unsur masukan atau input (perilaku pemakai sarana kesehatan dan petugas kesehatan) yang setelah diolah dengan teknik-teknik pendidikan tertentu akan menghasilkan keluaran atau output (perubahan perilaku masyarakat sasaran) yang sesuai dengan harapan atau tujuan kegiatan itu (Sarwono, 2004).

Penyuluhan kesehatan adalah upaya untuk mempengaruhi pengetahuan, sikap dan kebiasaan yang berkaitan dengan kesehatan agar individu, kelompok atau masyarakat mau dan mampu mengubah perilaku yang tidak mendukung nilai hidup sehat menjadi berperilaku yang mendukung nilai hidup sehat (Pratomo, 1989). Penyuluhan kesehatan dilaksanakan melalui penyuluhan massa, kelompok atau interpersonal dengan tujuan akhirnya adalah agar individu, kelompok atau masyarakat berada dalam kondisi derajat kesehatan yang setinggi-tingginya (Notoatmodjo, 2003).

Bentuk pendekatan yang dapat digunakan antara lain. 1. Bimbingan dan penyuluhan.

Merupakan salah satu metode dimana kontak antara subjek penelitian dan peneliti lebih intensif. Setiap masalah yang dihadapi oleh subjek penelitian dapat dipantau oleh peneliti sehingga nantinya dapat dibantu dalam proses penyelesaiannya. Caranya yaitu dengan memberi masukan-masukan positif tentang pendidikan kesehatan, yang pada akhirnya dapat diterima dan dipahami oleh subjek penelitian, sehingga diharapkan tumbuh kesadaran dari dalam diri subjek penelitian untuk mau mengubah perilakunya.

2. Wawancara

Cara ini sebenarnya merupakan bagian dari bimbingan dan penyuluhan. Wawancara antara petugas kesehatan atau peneliti dengan subjek penelitian untuk menggali informasi mengapa ia tidak atau belum menerima perubahan, apakah ia tertarik atau tidak terhadap perubahan, untuk mengetahui apakah perilaku yang atau yang akan diadopsi itu mempunyai dasar pengertian dan kesadaran yang kuat. Apabila belum maka perlu penyuluhan yang lebih mendalam lagi (Notoatmodjo, 2003).

D. Perilaku

Perilaku manusia merupakan hasil dari segala macam pengalaman serta interaksi manusia dengan lingkungan yang terwujud dalam bentuk pengetahuan, sikap dan tindakan. Perilaku sebagai reaksi seorang individu terhadap stimulus yang berasal dari luar maupun dari dalam dirinya. Reaksi ini dapat bersifat pasif

(tanpa tindakan: berfikir, berpendapat, bersikap) maupun aktif (melakukan tindakan). Berdasarkan batasan tersebut maka perilaku kesehatan dapat dirumuskan sebagai segala bentuk pengalaman dan interaksi individu dengan lingkungannya, khususnya yang menyangkut pengetahuan dan sikap tentang kesehatan, serta tindakan yang berhubungan dengan kesehatan.

Perilaku dapat dibedakan menjadi dua berdasarkan bentuk respon terhadap stimulus.

1. Perilaku tertutup

Respons seseorang terhadap stimulus dalam bentuk terselubung atau tertutup. Respons atau reaksi terhadap stimulus ini masih terbatas pada perhatian, persepsi, pengetahuan dan sikapyang terjadi pada orang yang menerima stimulus tersebut, dan belum dapat diamati secara jelas oleh orang lain.

2. Perilaku terbuka

Respons seseorang terhadap stimulus dalam bentuk tindakan nyata atau terbuka. Respons terhadap stimulus tersebut sudah jelas dalam bentuk tindakan atau praktek, yang dengan mudah dapat diamati atau dilihat oleh orang lain.

Secara umum, hubungan antara pengetahuan, sikap dan tindakan yang membentuk sebuah perilaku dapat dilihat pada gambar 1.

Tindakan Pengetahuan

Manifestasi Perilaku Sikap Lingkungan

Individu

Pengalaman

Gambar 1. Hubungan Perilaku dengan Pengetahuan, Sikap dan Tindakan

E. Pengetahuan

Pengetahuan adalah pandangan subjek terhadap suatu stimulus yang ditangkap melalui indera dan dikenal serta dipahami sehingga menimbulkan pembentukan sikap baik itu negatif maupun positif.

Penelitian Rogers (cit., Notoatmodjo, 1993) mengungkapkan bahwa sebelum orang berperilaku baru, di dalam diri orang tersebut terjadi proses yang berurutan, yaitu awareness (kesadaran), yakni orang tersebut menyadari dalam arti mengetahui stimulus atau objek terlebih dahulu, interest, yakni orang mulai tertarik kepada stimulus, evaluation, yakni menimbang-nimbang baik dan tidaknya stimulus tersebut bagi dirinya dan hal ini menunjukkan sikap responden yang lebih baik lagi, trial dimana orang telah mulai mencoba perilaku baru, dan yang terakhir adoption dimana subjek telah berperilaku baru sesuai dengan pengetahuan, kesadaran, dan sikapnya terhadap stimulus (Notoatmodjo, 2003).

Menurut Notoatmodjo (2003), tingkat pengetahuan yang tercakup di dalam domain kognitif mempunyai 6 tingkatan, yaitu:

1. tahu (know)

Tahu diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah dipelajari sebelumnya. Termasuk ke dalam pengetahuan tingkat ini adalah mengingat kembali (recall) sesuatu yang spesifik dari seluruh bahan yang dipelajari atau rangsangan yang telah diterima, oleh sebab itu tahu merupakan tingkat pengetahuan yang paling rendah.

2. memahami (comprehension)

Memahami diartikan sebagai suatu kemampuan untuk menjelaskan secara benar tentang objek yang diketahui, dan dapat menginterpretasikan materi tersebut secara benar. Orang yang telah paham terhadap objek atau materi harus dapat menjelaskan, menyebutkan contoh, menyimpulkan, meramalkan, dan sebagainya terhadap objek yang dipelajari.

3. aplikasi (application)

Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi yang telah dipelajari pada situasi atau kondisi yang sebenarnya. Aplikasi disini diartikan sebagai aplikasi atau penggunaan hukum-hukum, rumus, metode, prinsip, dan sebagainya dalam konteks atau situasi yang lain.

4. analisis (analysis)

Analisis adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau suatu objek ke dalam komponen-komponen, tetapi masih di dalam satu struktur organisasi, dan masih ada kaitannya satu sama lain.

5. sintesis (synthesis)

Sintesis menunjuk pada suatu kemampuan untuk meletakkan atau menghubungkan bagian-bagian di dalam suatu bentuk keseluruhan yang baru. Secara definitif, sintesis adalah suatu kemampuan untuk menyusun formulasi baru dari formulasi-formulasi yang ada.

6. evaluasi (evaluation)

Evaluasi berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan justifikasi atau penilaian terhadap suatu materi atau objek. Penilaian itu ditentukan berdasarkan kriteria yang telah ditentukan sendiri atau kriteria yang telah ada.

F. Sikap

Menurut Thurstone (1928), Likert dan Osgood (1932) seperti yang dikutip Azwar (1995) sikap didefinisikan sebagai bentuk evaluasi atau reaksi perasaan, yaitu perasaan mendukung atau memihak, maupun perasaan tidak mendukung atau tidak memihak pada suatu objek tertentu.

Sikap merupakan reaksi yang masih tertutup dari seseorang terhadap suatu stimulus atau objek, bukan merupakan reaksi terbuka atau tingkah laku yang terbuka. Sikap merupakan kesiapan untuk bereaksi terhadap objek di lingkungan tertentu sebagai suatu penghayatan terhadap objek. Manifestasi sikap tidak langsung dapat dilihat, tetapi dapat ditafsirkan terlebih dahulu dari perilaku yang tertutup.

Diagram Proses Pembentukan Sikap dan Reaksi

Stimulus Rangsangan

Proses Stimulus Reaksi Tingkah laku

(terbuka) Sikap

(tertutup)

Struktur sikap itu sendiri terdiri atas tiga komponen. 1. Komponen kognitif

Komponen kognitif merupakan representasi dari apa yang dipercayai individu pemilik sikap. Jadi komponen ini berisi kepercayaan seseorang mengenai apa yang berlaku atau apa yang benar bagi objek sikap. Kepercayaan datang dari apa yang telah kita lihat atau kita ketahui. Berdasarkan apa yang kita lihat atau ketahui terbentuk ide atau gagasan tentang karakteristik suatu objek, dan ini menjadi dasar pengetahuan seseorang tentang apa yang diharapkan dari objek tertentu. Tetapi kadang- kadang kepercayaan terbentuk karena kurang atau tidak adanya informasi yang benar tentang objek yang dihadapi.

2. Komponen afektif

Komponen afektif menyangkut masalah emosional subjektif seseorang terhada suatu objek sikap. Reaksi emosional banyak dipengaruhi

oleh kepercayaan atau apa yang kita percayai sebagai benar dan berlaku bagi objek.

3. Komponen konatif

Komponen konatif merupakan kecenderungan berperilaku yang ada dalam diri sendiri seseorang berkaitan dengan objek sikap yang dihadapi, banyak dipengaruhi oleh kepercayaan dan perasaan terhadap suatu objek. Komponen konatif meliputi bentuk perilaku yang dapat dilihat secara langsung, tetapi juga bentuk perilaku pernyataan atau perkataan yang diucapkan seseorang mengenai suatu objek (Azwar, 1995).

G. Tindakan

Tindakan merupakan suatu bentuk respon aktif seseorang terhadap suatu stimulus atau objek, yang dilanjutkan dengan mengadakan penilaian atau pendapat terhadap apa yang diketahui, proses selanjutnya diharapkan ia akan melaksanakan atau mempraktekkan apa yang diketahui atau disikapinya (dinilai baik). Weber (cit., Sarwono, 2004) berpendapat bahwa individu melakukan suatu tindakan berdasarkan pengalaman, persepsi, pemahaman, dan penafsirannya atas suatu objek stimulus atau situasi tertentu. Tindakan individu ini merupakan tindakan sosial yang rasional, yaitu mencapai tujuan atau sasaran dengan sarana- sarana yang paling tepat.

Dokumen terkait