• Tidak ada hasil yang ditemukan

4.1 Kelayakan Novel Orang-orang Biasa Karya Andrea Hirata Sebagai Bahan Ajar

4.3.2 Konflik Sosial dan Ekonomi dalam Masyarakat

Sebagai pengarang, Andrea Hirata banyak mengunakan kata-kata atau kalimat yang mengandung sarkarme atau sindiran. Sarkasme atau sindiran tersebut tidak jauh dari konflik sosial dan ekonomi masyarakat. Konfik sosial dan ekonomi yang terdapat dalam novel meliputi masalah kemiskinan, korupsi, kasus suap dan adanya

hak istimewa (previlenge). Berikut paparan adanya hal tersebut dalam novel Orang-orang Biasa.

4.3.2.1 Kemiskinan

Seperti novel Laskar Pelangi, novel Orang-Orang Biasa mengambil latar kehidupan orang miskin dan terpinggir. Seperti judulnya Orang-Orang Biasa, novel ini berisi cerita tentang orang miskin yang hidup susah, utang dimana-mana, anak kebanyakan dan gaji seadanya. Adanya hal tersebut dapat dibuktikan melalui kutipan berikut.

Adapula orang-orang yang dilahirkan ke muka buki untuk termangu-mangu memikirkan hidup yang sulit. Sepanjang hari mereka membanting tulang bersimbah keringat, terbirit-birit mencari nafkah, utang dimana-mana, masalah tak perai-perai, keperluan tak terlerai. Mereka adalah sepuluh sekawan itu.

Dalam kutipan tersebut, dijelaskan bahwa tokoh sepuluh kawan yaitu Debut, Dinah, Sobri, Tohorin, Salud, Sobri, Nihe, Junilah, Handai, dan Rusip adalah orang yang hidupnya susah atau melarat. Sepuluh kawan itu digambarkan hidup miskin dengan hutang banyak, kebutuhan tak terpenuhi dan gaji yang pas-pasan. Bukti lain yang menunjukkan kehidupan mereka yang miskin dapat dilihat dalam kutipan berikut.

Adapun Sobri, Tohirin, dan Honorun adalah orang-orang miskin yang sama, yang membawakan lagu lama yang sama, yang sebenarnya juga seing dibawakan Debut sendiri, yaitu lagu tentang ekomoni morat-marit, isteri cerewet, anak yang kebanyakan, pemerintah yang tega menaikkan harga sembako, anggota dewan yang ingkar janji, mahalnya obat-obatan, ongkos sekolah dan utang menumpuk…(Hirata, 2019, h.75).

Seperti yang sudah dijelaskan sebelumnya, dari kutipan tersebut terdapat masalah sosial yaitu kemiskinan. Kutipan tersebut menegaskan keadaan sekawan itu yang ekonominya morat-marit, punya anak banyak, dan biaya yang tak cukup untuk kebutuhan lain. Keadaan ini tentu memilki relasi dengan keadaan Indonesia saat ini. Dimana permasalahn kemiskinan merupakan persoalan yang seolah menemui jalan buntu, sebab tidak ada usainya.

4.3.2.2 Kasus Korupsi

Dalam novel Orang-orang Biasa dipaparkan tentang kasus korupsi yang memilki keterkaitan erat dengan budaya atau kehidupan Indonesia masa kini. Kasus korupsi yang dimaksud merupakan masalah korupsi yang dilakukan dengan trik yang semakin licik. Dalam novel ini salah satu peristiwa yang menunjukkan adanya kasus korupsi dan erat dengan latar belakang budaya Indonesia adalah kasus penggelapan dana dan cuci uang yang dilakukan oleh Trio Bastardin. Hal tersebut terdapat dalam kutipan berikut.

Kejahatan itu, tidaklah serta-merta hinggap di kepala mereka saat mereka berleha-leha minum kopi susu jahe di warung kopi. Namun, telah lama mereka rencanakan. Semua karena teori ekonomi paling pokok : supply dan demand.

Seiring meriahnya orang nyolong duit rakyat sehingga korupsi menjadi endemik, demand pencucian uang melejit, jauh melapaiu supply. Teknik korupsi makin lihai, makin sistematis, makin sukses, makin rakus, duit korupsi melimpah ruah. Duit haram itu tak bisa begitu saja diamsukkan ke dalam bank, dijadikan bisnis, atau dibelanjakan karena bisa diendus oleh yang berwajib. Satu-satunya cara, dicuci dulu baru kemudian berpesta pora.

Yang mereka tunggu-tunggu akhirnya tiba, lekas-lekas Trio Bastardin membuka toko perhiasan. Batu Mulia demikian nama toko itu, mentereng di pusat kota Belantik. Mereka tak hanya bergadang tetapi juga menjadi pemasok batu mulia ke seluruh penjuru Tanah Air. Bahkan hingga ke negeri-negeri jiran. Omzetnya miliaran. Jamin dan Tarib mengaktifkan paling tidak lima hape, lalu bolak-balik ke

ibukota untuk rapat penuh bisik-bisik di lobi-lobi hotel bintang lima, menegosiasikan fee dengan calon-calon klien cuci uang.

Bastardin, Jamin, dan Tarib lalu membuat beberapa kartu ATM atas nama mereka, mengirimkan kartu-kartu ATM berikut nomor pinnya kepada para penggelap dan koruptor kelas kakap, para klien cuci uang itu. (Hirata, 2019, h.53-55).

Dalam kutipan tersebut dapat diketahui bahwa Trio Bastardin melakukan kejahatan penggelapan dana dan cuci uang dibalik bisnis batu mulianya. Siapa sangka dibalik toko batu mulia itu terdapat gudang rahasia yang menyimpang banyak sekali uang hasil bisnis gelapnya. Bahkan mereka melakukan bisnis tersebut dengan lihai dan tertata sehingga tak terendus oleh pihak berwajib. Hal tersebut tentu merupakan representasi dari kasus korupsi di Indonesia mungkin masih banyak kasus- kasus korupsi yang belum terpecahkan oleh pihak berwajib.

4.3.2.3 Masalah Suap

Dalam novel Orang-orang Biasa ditemukan data terkait masalah suap-menyuap yang memilki keterkaitan erat dengan budaya atau kehidupan Indonesia masa kini. Kasus suap yang dimaksud merupakan masalah yang bahkan masih terus terjadi hingga saat ini. Dalam novel ini salah satu peristiwa yang menunjukkan adanya kasus suap erat dengan latar belakag budaya Indonesia adalah kasus suap kepada pihak tertentu untuk menyelesaikan suatu urusan. Hal tersebut tampak pada kutipan berikut.

Pada Inspektur mereka bilang bahwa merekalah yang dulu pernah berpesan pada Sersan P. Arbi untuk minta bertemu dengan Inspektur.

“ O, ya, saya ingat itu,” kata Inspektur. Cerita punya cerita, dua pria itu ternyata punya bisnis barang-barang mewah. Mereka minta dilancarkan sebab sering direpotkan oleh pihak-pihak tertentu. (Hirata, 2019, h.123).

“Hmmm, kalau kau berjumpa lagi dengan mereka, tolong bilang, Sersan, jika mereka berani-berani lagi melakukan apa yang mereka lakukan waktu itu, mereka akan langsung kutangkap karena mencoba menyuap aparat! Lalu, mereka, termasuk wanita cantik itu, akan mengalami kejadian yang sangat tidak menyenangkan yang disebut proses verbal!”

“Siap, Kumendan!”

“Bilang juga pada mereka, dikira bisa disuap, aku merasa terhina! Kuharap para penyuap itu tahu, borgol itu dingin, Sersan!” (Hirata, 2019, h.151).

Sesuai dengan uraian yang telah diapaparkan sebelumnya, dalam kutipan tersebut terdapat masalah suap-menyuap yang dilakukan oleh dua pria kepada pihak berwajib untuk melancarkan bisnisnya tetapi ditolak oleh Inspektur. Kutipan tersebut seolah menjadi kritikan pedas terhadap kenyataan yang terjadi di indonesia mengenai budaya suap. Budaya suap-menyuap bukanlah suatu budaya baru, namun seiring dengan banyaknya kebutuhan, suap-menyuap ruapanya semakin merembak seiring dengan kepentingan masing-masing.

4.3.2.4 Hak Istimewa (previlenge)

Dalam novel Orang-orang Biasa, ditemukan data terkait adanya hak istimewa atau yang biasa disebut previlenge yang memilki keterkaitan erat budaya di Indonesia. Hak istimewa yang dimaksud adalah perlakuan khusus bagi pejabat untuk bisa lolos tes masuk sekolah perawat. Perlakuan istimewa itu terjadi ketika Inspektur menerima telpon dari anaknya yang kemarin baru saja melaksanakan tes masuk sekolah perawat. Guru yang mengantarnya mengatakan bahwa kakak tidak lulus tes sedangkan enam kawannya lulus. Lalu kata guru itu, kepala sekolah perawat itu dengan Inspektur yang dulu bertugas di ibu kota provinsi. Dan kalau Inspektur mau, kakak bisa diberi kesempatan untuk masuk ke sekolah itu. Hal tersebut dapat dibuktikan melaui kutipan berikut.

Kata ibu guru itu, tes masuk sekolah perawat itu diadakan kemarin, hasilnya diumumkan pagi ini dan Kakak tidak lulus. Enam

kawan lainnya lulus, hanya kakak yang tak lulus. Tersentak Inspektur. Digengamnya tanganya sendiri kuat-kuat karena kasihan pada anaknya. Hening lagi, Inspektur tak dapat berkata-kata. Lalu ada kabar lain dari guru itu, katanya kepala sekolah perawat itu rupanya kenal dengan Inspektur yang dulu pernah bertugas di ibukota provinsi. Kata guru itu kalau Inspektur mau, kakak bisa diberi keistimewaan agar diterima di sekolah itu.

“Tapi, kan, anak saya tidak lulus tes, Bu.”

“Ya, ini keistimewaan khusus untuk anak-anak pejabat.” “Maaf Bu, saya bukan pejabat, saya hanya polisi biasa. Tolong bilang terimakasih pada kepala sekolah itu. Bilang juga biar kaka ikut tes lagi tahun depan.” (Hirata, 2019, h.64).

Sesuai dengan uraian yang telah dijelaskan sebelumnya, melalui kutipan tersebut dapat terlihat bahwa dalam novel Orang-orang Biasa terdapat hak istimewa yang memiliki latar belakang yang erat dengan budaya di Indonesia. dalam novel, hak istimewa ditunjukkan dengan adanya perlakuan khusus dari kepala sekolah kepada kakak atas dasar kepala sekolah mengenal Inspektur ketika bertugas di ibu kota provinsi.