• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA

2.4 Konseling

Berbicara tentang konseling tidak terlepas dari bimbingan, karena kedua kata ini selalu dikaitkan dan tidak terpisahkan. Meskipun ada yang berpendapat bahwa bimbingan dan konseling merupakan kata yang berbeda. Menurut Hallen (2002)

istilah bimbingan selalu dirangkaikan dengan konseling. Hal ini disebabkan karena bimbingan dan konseling merupakan suatu kegiatan yang integral. Konseling adalah merupakan salah satu teknik dalam pelayanan bimbingan diantara beberapa teknik lainnya. Sedangkan bimbingan itu lebih luas dan konseling merupakan alat yang paling penting dari usaha pelayanan bimbingan.

Pendapat yang sama juga dijelaskan oleh Sukmadinata (2005), yang menjelaskan bahwa konseling merupakan salah satu teknik layanan dalam bimbingan, tetapi karena peranannya yang sangat penting konseling disejajarkan dengan bimbingan. Konseling merupakan teknik bimbingan yang bersifat terapeutik karena yang menjadi sasarannya bukan perubahan tingkah laku, tetapi hal yang lebih mendasar dari itu yaitu perubahan sikap. Dengan demikian sesungguhnya konseling merupakan suatu upaya untuk merubah pola hidup seseorang. Untuk mengubah pola hidup seseorang tidak bisa hanya dengan teknik-teknik bimbingan yang bersifat informatif, tapi perlu teknik yang bersifat terapeutik atau penyembuhan.

Walgito (2010) mengatakan, konseling adalah bantuan yang diberikan pada seorang klien untuk memecahkan masalah kehidupannya dengan cara wawancara (face to face) dan dengan cara yang sesuai dengan keadaan yang dihadapi klien untuk mencapai kesejahteraanya.

Palmer (2011) mengatakan, konseling adalah bantuan yang diberikan oleh seorang konselor kepada kliennya yang terlebih dahulu melakukan janji pertemuan

Mundakir (2006) mengatakan, bahwa konseling adalah bantuan yang diberikan oleh seorang perawat (konselor) kepada pasiennya (klien) melalui interaksi yang mendalam dalam bentuk kesiapan perawat untuk menampung ungkapan perasaan dan masalah kliennya dan kemudian perawat berusaha keras untuk memberikan alternatif pemecahan masalah untuk menunjang kestabilan emosi dan motivasi klien.

Berbagai rumusan tentang konseling yang berbeda-beda, akan tetapi pada intinya sama dan saling melengkapi. Konseling merupakan suatu hubungan profesional antara seorang konselor terlatih dengan seorang klien. Hubungan ini biasanya dilakukan orang per orang (komunikasi antar personal). Meskipun sering kali melibatkan lebih dari dua orang, hubungan dirancang untuk membantu klien memahami dan memperjelas pandangan hidupnya, belajar mencapai tujuan yang ditentukan sendiri melalui pilihan-pilihan yang bermakna dan penyelesaian masalah emosional atau antar pribadi. Dalam hubungan tersebut konselor harus profesional dan terlatih sehingga dapat membina hubungan baik dan harmonis, hingga proses yang dirancang dan direncanakan untuk membantu klien dalam menetukan pilihan dan memecahkan masalahnya dapat berjalan dengan baik (Yuswanto dkk, 2009).

Menurut Susanto (2004) seperti yang dikutip oleh Yulifah dan Yulianto (2009), dalam proses konseling terjadi komunikasi. Model komunikasi yang dipakai dalam penelitian ini adalah komunikasi pribadi/personal atau lebih dikenal komunikasi interpersonal yang merupakan dasar penting dalam melakukan konseling. Bentuk komunikasi ini yang paling tepat karena komunikator langsung berhadapan

(face to face) dengan komunikan (ibu balita yang mengalami gizi kurang). Diharapkan nantinya terjadi perubahan perilaku ibu dalam pengasuhan balita dan ahirnya berdampak pada pertambahan berat badan balita. Mekanisme perubahan perilaku tersebut dapat dilihat pada gambar di bawah ini.

Gambar 2.1. Mekanisme Perubahan Perilaku

Menurut pendapat Notoatmodjo (2007), yang mengutip pendapat ahli psikologi Skiner (1938) perilaku merupakan respon atau reaksi seseorang terhadap stimulus (rangsangan dari luar). Oleh karena itu, perilaku ini terjadi melalui proses adanya stimulus terhadap organisme, dan kemudian organisme tersebut merespon, maka teori Skiner ini disebut teori “S-O-R” atau Stimulus Organisme Respon.

Stimulus (rangsangan) berupa pesan, dalam hal ini pesan kesehatan yang menyangkut pengetahuan tentang pemeliharaan dan perawatan anak balita yang mengalami gizi kurang. Pengetahuan yang disampaikan dapat dilakukan dengan berbagai metode (cara) yaitu dengan metode perorangan (individual), kelompok atau massa. Metode individual atau komunikasi interpersonal atau disebut juga konseling adalah metode yang paling efektif karena kontak klien (ibu balita) dengan petugas

Stimulus

Rangsangan Proses Stimulus Tingkah Laku Reaksi

(terbuka)

Sikap (tertutup)

lebih intensif, karena masalah yang dihadapi oleh klien dapat digali dan dibantu penyelesaiannya (Notoatmodjo, 2003).

Agar pesan (pengetahuan) yang disampaikan dapat dimengerti dan dipahami oleh klien sangat diperlukan suatu alat bantu (alat peraga). Menurut Notoatmodjo (2007), yang mengutip pendapat Elgar Dale, alat peraga dibagi menjadi 11 macam.

1. Kata - kata 2. Tulisan 3. Rekaman , Radio 4. Film 5. Televisi 6. Pameran 7. Field Trip 8. Demonstrasi 9. Sandiwara 10. Benda Tiruan 11. Benda Asli

Gambar 2.2 Kerucut Edgar Dale

Dari gambar kerucut tersebut dapat dilihat bahwa lapisan paling dasar adalah “benda asli” dan yang paling atas adalah “kata-kata”. Hal ini berarti bahwa dalam proses perubahan perilaku benda asli mempunyai intensitas yang paling tinggi untuk mempersepsi pesan yang disampaikan. Sedangkan penyampaian pesan yang hanya dengan kata-kata saja sangat kurang efektif atau intensitasnya paling rendah. Jelas

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11

bahwa menggunakan alat peraga (media) adalah salah satu prinsip perubahan perilaku.

Kondisi di Kota Tebing Tinggi dalam proses konseling gizi alat peraga yang sering digunakan adalah kata-kata (disampaikan langsung). Jika alat peraga yang digunakan adalah benda asli akan memberikan hasil yang maksimal. Karena pesan yang disampaikan akan lebih dimengerti dan dipahami oleh ibu. Tetapi kenyataan di lapangan akibat dari keterbatasan dana dan sarana, konseling lebih sering menggunakan kata-kata. Penggunaan alat peraga seperti poster, leaflet, tulisan, demonstrasi, benda tiruan ataupun benda asli hanya dilakukan pada acara tertentu yang melibatkan lintas sektor dan tidak dilakukan secara interpersonal. Sebagai contoh melakukan demonstrasi pengolahan makanan sehat dengan menggunakan bahan-bahan alami, contoh buah-buahan dan jenis-jenis bahan makanan yang sehat yang mudah didapat disertai dengan memberikan daftar menu makanan.

Respon yang diterima klien akibat dari pesan yang telah disampaikan dapat bersifat pasif (pengetahuan, persepsi dan sikap) maupun bersifat aktif (tindakan nyata). Menurut Notoatmodjo (2007) mengutip pendapat Robert Kwick (1974), menyatakan bahwa perilaku adalah tindakan atau perbuatan suatu organisme yang dapat diamati dan bahkan dapat dipelajari. Perilaku tidak sama dengan sikap. Sikap adalah hanya suatu kecenderungan untuk mengadakan tindakan terhadap suatu objek, dengan suatu cara yang menyatakan adanya tanda-tanda untuk menyenangi atau tidak menyenangi objek tersebut. Sikap adalah hanya sebagian dari perilaku manusia.

Perilaku (respon) yang ditunjukkan oleh klien sangat tergantung pada karakteristik atau faktor-faktor lain dari orang yang bersangkutan. Faktor-faktor tersebut adalah : (1) faktor internal yakni tingkat kecerdasan, tingkat emosional, jenis kelamin dan sebagainya; (2) faktor eksternal yakni lingkungan, baik lingkungan fisik, sosial, budaya, ekonomi, politik dan sebagainya.

Menurut Willis (2004) dan Enjang (2009), bahwa konseling tidak sama dengan memberikan informasi dan nasihat saja, meskipun informasi atau nasihat dapat diberikan jika memang dibutuhkan dalam proses konseling. Juga tidak sama dengan meyakinkan atau membujuk untuk bersikap dan bertingkah laku tertentu, serta tidak sama pula dengan memperingatkan, mengancam atau memaksa. Justru sebaliknya, dalam konseling seseorang meminta bantuan karena ingin mendapatkan satu perubahan atas kesadaran serta kemauan sendiri, dengan cara meminta bantuan dari konselor.

Berdasarkan pendapat Liliweri (2009) yang mengutip pendapat Walstroom (1992), efektivitas konseling interpersonal ditentukan oleh : (1) menghormati pribadi orang lain; (2) mendengarkan dengan senang hati; (3) mendengarkan tanpa menilai; (4) empati; (5) bersikap tegas dan (6) mempunyai kompetensi dalam berkominikasi.

Atau dengan kata lain konseling interpersonal yang efektif akan terjadi manakala dua pihak memberikan makna yang sama atas pesan yang mereka percakapkan, mereka diskusikan dan mereka dialogkan, atau yang lebih utama lagi adalah apa yang mereka pertukarkan itu diterima, dipahami dan dilaksnakan sebagai

wujud perubahan sikap dan perilaku oleh komunikan sesuai dengan apa yang dimaksudkan oleh komunikator.

Dokumen terkait