BAB II KAJIAN TEOR
B. Konsep Bagi Hasil Investasi Berjangka
1. Prinsip Dasar Lembaga Keuangan Islam
Lembaga keuangan Islam memiliki beberapa prinsip dasar sebagai landasan, yaitu:15
a. Larangan Riba
b. Mengutamakan dan Mempromosikan Perdagangan dan Jual Beli
c. Keadilan
d. Kebersamaan dan Tolong Menolong
e. Saling Mendorong untuk Meningkatkan Prestasi.
Perbedaan antara lembaga keuangan Islam dengan lembaga keuangan konvensional adalah adanya prinsip-prinsip dasar tersebut.
14
Kasmir, Bank dan Lembaga Keuangan Lainnya, cet.VI, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2002), h. 273.
15
Muhammad Nadratuzzaman Hosen, dkk, Dasar-dasar Ekonomi Islam (Jakarta: Pusat Komunikasi E.konomi Syariah, 2008, Cet. Pertama), h. 212-220.
18
Dalam menjalankan kegiatan usahanya lembaga keuangan Islam harus sesuai dengan prinsip-prinsip tersebut.
2. Operasional Menggunakan Sistem Bagi Hasil
Sistem ini adalah suatu sistem yang meliputi tata cara pembagian hasil usaha antara penyedia dana (shahibul maal) dengan pengelola dana (mudharib).16 Pembagian hasil usaha ini dapat terjadi antara lembaga keuangan dengan penyimpan dana, maupun antara lembaga keuangan dengan nasabah penerima dana. Dalam hal terdapat dua pihak yang melakukan perjanjian usaha, maka hasil atas usaha yang dilakukan oleh kedua pihak atau salah satu pihak, akan dibagi sesuai dengan porsi masing-masing pihak yang melakukan akad perjanjian. Pembagian hasil usaha tersebut ditetapkan dengan menggunakan nisbah. Nisbah yaitu persentase yang disetujui oleh kedua pihak dalam menentukan bagi hasil atas usaha yang dikerjasamakan. Bentuk produk yang berdasarkan prinsip ini adalah mudharabah dan musyarakah. Lebih jauh prinsip mudharabah
dapat dipergunakan sebagai dasar baik untuk pendanaan (tabungan dan deposito) maupun pembiayaan, sedang musyarakah hanya untuk pembiayaan.17
Dengan demikian, investasi berjangka dalam melaksanakan kegiatan operasional dan pembagian hasil usahanya menggunakan sistem
16
Ibid., h. 221. 17
19
bagi hasil. Sistem bagi hasil usaha tersebut ditetapkan dengan menggunakan nisbah.
3. Akad Mudharabah
a. Pengertian Mudharabah
Secara spesifik terdapat bentuk musyarakah yang popular dalam produk perbankan syariah yaitu mudharabah. Mudharabah
adalah bentuk kerjasama antara dua atau lebih pihak dimana pemilik modal (shahibul maal) mempercayakan sejumlah modal kepada pengelola (mudharabah) dengan suatu perjanjian pembagian keuntungan.18
Mudharabah berasal dari kata dharb, berarti memukul atau
berjalan. Pengertian memukul atau berjalam ini lebih tepatnya adalah
proses sseorang memukulkan kakinya dalam menjalankan usaha.19
Secara teknis, mudharabah adalah akad kerja sama usaha antara dua pihak dimana shahibul maal menyediakan seluruh (100%) modal, sedangkan mudharib menjadi pengelola, untuk digunakan dalam aktivitas perdagangan atau usaha. Keuntungan usaha secara
mudharabah dibagi menurut kesepakatan yang dituangkan dalam kontrak, sedangkan apabila rugi ditanggung oleh shahibul maal
18
Ahamd Rodoni, Investasi Syariah, Cet. I, (Jakarta: Lembaga Penelitian UIN Jakarta, 2009), h. 35.
19M. Syafi’i Antonio,
Bank Syariah dari Teori ke Praktek (Jakarta: Gema Insani Press, 2011), h. 95.
20
selama kerugian itu kecurangan atau kelalaian si mudharib, si
mudharib harus bertanggungjawab atas kerugian tersebut.20
Mudharib adalah entrepreneur, yang melakukan usaha untuk mendapatkan keuntungan atau hasil atas usaha yang dilakukann.
Shahibul maal sebagai pihak pemilik modal atau investor, perlu mendapat imbalan atas dana yang diinvestasikan.21
Gambar 2.1 Akad Mudharabah
Keterangan:
(1) Mudharib dan shahibul maal melaksanakan kerjasama usaha. Bagi hasil ditetapkan sesuai dengan persentase nisbah yang telah diperjanjikan antara shahibul maal dan mudharib.
20
Ibid., h. 95. 21
Ismail, Perbankan Syariah (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2011, Cet. I), h. 84.
Shahibul maal/Nasabah
Mudharib/Bank
Proyek Usaha
21
(2) Shahibul maal menyerahkan modal 100%, artinya semua usaha akan dibiayai oleh modal milik shahibul maal.
(3) Mudharib, sebagai pengusaha atas dasar keahliannya, akan mengelola dana investasi dalam sebuah proyek atau sebuah usaha riil.
(4) Pendapatan atas hasil usaha proyek tersebut akan dibagi sesuai dengan nisbah yang telah diperjanjikan.
(5) Pada saat jatuh tempo perjanjian, maka modal yang telah diinvestasikan oleh shahibul maal akan dikembalikan semuanya (100%) oleh mudharib kepada shahibul maal, dan akad
mudharabah telah berakhir.
Dengan demikian, dalam akad mudharabah pihak bank selaku
mudharib dan nasabah selaku shahibul maal, serta pembagian hasil usaha ditetapkan sesuai dengan persentase nisbah yang telah diperjanjikan antara mudharib dan shahibul maal.
b. Dasar Hukum Mudharabah
Secara umum, dasar hukum syariah mudharabah lebih mencerminkan anjuran untuk melakukan usaha. Hal ini tampak dalam ayat-ayat berikut ini.22
22M. Syafi’I Antonio,
Bank Syariah dari Teori ke Praktek (Jakarta: Gema Insani Press, 2011), h. 95.
22
…
...
“... dan dari orang-orang yang berjalan di muka bumi mencari
sebagian karunia Allah SWT ...” (al-Muzammil: 20)23
Yang menjadi argumen dari surat al-Muzammil: 20 adalah adanya kata yadhribun yang sama dengan akar kata mudharabah
yang berarti melakukan suatu perjalanan usaha.24 Mereka bepergian meninggalkan tempat tinggalnya untuk mencari sebagian karunia Allah baik keuntungan perniagaan atau memperoleh ilmu. Akan tetapi yang kita bahas ini adalah mengenai konsep mudharabah
dalam mencari keuntungan.25
...
“Apabila telah ditunaikan shalat maka bertebaranlah kamu di muka bumi dan carilah karunia Allah SWT ...” (al-Jumu’ah: 10)26
Ayat di atas menyatakan: lalu apabila telah ditunaikan shalat, maka jika kamu mau, maka bertebarlah kamu di muka bumi untuk
23
Al-Qur’an Surat Al-Muzammil: 20.
24M. Syafi’I Antonio,
Bank Syariah dari Teori ke Praktek (Jakarta: Gema Insani Press, 2011), h. 95.
25
M. Quraish Shihab, Tafsir Al-Misbah Pesan, Kesan dan Keserasian Al-Quran, Volume 14, (Jakarta: Lentera Hati, 2002), h. 537.
26
23
tujuan apapun yang dibenarkan Allah, karena karunia Allah sangat banyak dan tidak mungkin kamu dapat mengambil seluruhnya, dan ingatlah Allah sebanyak-banyaknya jangan sampai kesungguhan kamu mencari karunia-Nya itu melengahkan kamu. Berdzikirlah dari saat ke saat dan di setiap tempat dengan hati atau bersama lidah kamu supaya kamu beruntung memperoleh apa yang kamu dambakan.27
…
“Tidak ada dosa (halangan) bagi kamu untuk mencari karunia Tuhanmu ...” (al-Baqarah: 198)28
Ayat ini menerangkan bahwasannya kita sebagai umat Islam dianjurkan mencairkan anugerah (keuntungan) dari Allah berupa rizki dari perniagaan dan usaha halal lainnya.29
Surat al-Jumu’ah: 10 dan al-Baqarah: 198 sama-sama mendorong kaum muslimin untuk melakukan upaya perjalanan usaha.30
27
M. Quraish Shihab, Tafsir Al-Misbah Pesan, Kesan dan Keserasian Al-Quran, Volume 14, (Jakarta: Lentera Hati, 2002),. h. 230.
28
Al-Qur’an Surat Al-Baqarah: 198.
29
M. Quraish Shihab, Tafsir Al-Misbah Pesan, Kesan dan Keserasian Al-Quran, Volume 14, (Jakarta: Lentera Hati, 2002),. h. 436.
30M. Syafi’i Antonio
, Bank Syariah dari Teori ke Praktek (Jakarta: Gema Insani Press, 2011), h. 95.
24
Dengan demikian, ayat-ayat tersebut yang menjadikan dasar hukum kedua belah pihak dalam melaksanakan kerjasama usaha menggunakan akad mudharabah.
c. Jenis-jenis Mudharabah
Secara umum, mudharabah terbagi menjadi dua jenis:
mudharabah mutlaqah dan mudharabah muqayyadah.31 (1) Mudharabah Mutlaqah
Yang dimaksud dengan transaksi mudharabah mutlaqah
adalah bentuk kerjasama antara shahibul maal dan mudharib
yang cakupannya sangat luas dan tidak dibatasi oleh spesifikasi jenis usaha, waktu, dan daerah bisnis. Dalam pembahasan fiqih ulama salafus saleh seringkali dicontohkan dengan ungkapan
if’al ma syi’ta (lakukanlah sesukamu) dari shahibul maal ke
mudharib yang memberi kekuasaan sangat besar. (2) Mudharabah Muqayyadah
Mudharabah muqayyadah atau disebut juga dengan istilah
restricted mudharabah/specified mudharabah adalah kebalikan dari mudharabah mutlaqah. Si mudharib dibatasi dengan batasan jenis usaha, waktu, atau tempat usaha. Adanya pembatasan ini
31
25
seringkali mencerminkan kecenderungan umum si shahibul maal
dalam memasuki jenis dunia usaha.32
Dengan demikian, dua jenis mudharabah tersebut hanya dibedakan berdasarkan batasan-batasan tertentu oleh spesifikasi jenis usaha, waktu, dan daerah bisnis.
4. Penghitungan Bagi Hasil Investasi Berjangka a. Pengertian Investasi Berjangka
Investasi berjangka atau bisa disebut deposito dalam dunia perbankan. Deposito, menurut Undang-Undang No. 21 Tahun 2008 adalah investasi dana berdasarkan akad mudharabah atau akad lain yang tidak bertentangan dengan prinsip syariah yang penarikannya hanya dapat dilakukan pada waktu tertentu berdasarkan akad antara nasabah penyimpan dan bank syariah dan/atau UUS.
Deposito berjangka adalah simpanan yang mempunyai masa tenggang waktu dan hanya bisa ditransaksi setelah batas waktu akad perjanjian yang terikat. Jika akad yang digunakan dalam deposito berjangka adalah akad mudharabah maka dapat disebut deposito berjangka mudharabah. Sifat deposito berjangka yaitu penarikannya hanya dapat dilakukan sesuai jangka waktunya, sehingga pada umumnya balas jasa yang berupa nisbah bagi hasil yang diberikan
32
26
oleh bank untuk deposito berjangka lebih tinggi dibanding tabungan (wadiah).33
Deposito berjangka merupakan dana yang dapat diambil sesuai dengan perjanjian berdasarkan jangka waktu yang disepakati. Penarikan deposito berjangka hanya dapat dilakukan pada waktu tertentu, misalnya deposito berjangka diperjanjikan jangka waktunya satu bulan, maka deposito berjangka dapat dicairkan setelah satu bulan.34
Jangka waktu deposito berjangka ini bervariasi antara lain:35 Deposito Jangka waktu 1 bulan.
Deposito Jangka waktu 3 bulan. Deposito Jangka waktu 6 bulan. Deposito Jangka waktu 12 bulan. Deposito Jangka waktu 24 bulan.
Perbedaan jangka waktu deposito berjangka di atas merupakan perbedaan masa penyimpanan, juga akan menimbulkan perbedaan balas jasa berupa besarnya persentase nisbah bagi hasil. Pada umumnya, semakin lama jangka waktu deposito berjangka akan
33
Ismail, Perbankan Syariah (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2011, Cet. I), h. 91. 34
Ibid., h. 92. 35
27
semakin tinggi persentase nisbah bagi hasil yang diberikan oleh Bank.36
Bank memberikan imbalan atas penempatan deposito berjangka berupa bagi hasil yang besarnya ditentukan pada saat pembukaan sesuai dengan nisbah yang telah diperjanjikan. Pembayaran bagi hasil deposito berjangka dilakukan pada tanggal valuta, yaitu tanggal pada saat deposito berjangka dibuka. Deposito berjangka pada Bank menggunakan akad mudharabah, yang sering disebut deposito berjangka mudharabah.37
Untuk memudahkan pemahaman, dapat dilihat pada Skema 2.2 Deposito Berjangka Mudharabah berikut ini.
36
Ibid., h. 92. 37
28
Gambar 2.2
Deposito Berjangka Mudharabah
Dengan demikian, investasi berjangka merupakan deposito. Yakni, simpanan dana dalam jumlah tertentu yang transaksinya hanya dapat dilakukan setelah batas waktu yang ditentukan oleh kedua belah pihak pada saat perjanjian.
b. Penghitungan Bagi Hasil Investasi Berjangka
Penghitungan bagi hasil yang diterapkan KJKS berdasarkan Keputusan Menteri Negara Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah Republik Indonesia Nomor: 91/Kep/M.KUKM/IX/2004 Tentang Petunjuk Pelaksanaan Kegiatan Usaha Koperasi Jasa Keuangan Syariah Pasal 22 ayat (3) bahwa penghitungan bagi hasil untuk BANK SYARIAH NASABAH Nominal Deposito PEMBIAYAAN PENDAPATAN Nominal Deposito
29
tabungan dan simpanan berjangka sesuai pola bagi hasil (syariah) dilakukan dengan Sistem Distribusi Pendapatan. Pasal 22 ayat (4) bahwa penetapan distribusi pendapatan diperoleh dari penghitungan saldo rata-rata perklasifikasi dana dibagi total saldo rata-rata seluruh klasifikasi dana, dikalikan dengan komponen pendapatan dikalikan nisbah bagi hasil masing-masing produk tabungan/simpanan berjangka yang dibagikan.
Bagi hasil merupakan bentuk return dari kontrak investasi, dari waktu ke waktu, tidak pasti dan tidak tetap. Besar kecilnya perolehan kembali itu bergantung pada hasil usaha yang benar-benar terjadi. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa sistem bagi hasil merupakan salah satu praktik perbankan syariah.38
Bagi hasil adalah pembagian atas hasil usaha yang telah dilakukan oleh pihak-pihak yang melakukan perjanjian yaitu pihak nasabah dan pihak Bank. Dalam hal terdapat dua pihak yang melakukan perjanjian usaha, maka hasil atas usaha yang dilakukan oleh kedua pihak atau salah satu pihak, akan dibagi sesuai dengan porsi masing-masing pihak yang melakukan akad perjanjian. Pembagian hasi usaha dalam bank ditetapkan dengan menggunakan nisbah. Nisbah yaitu persentase yang disetujui oleh kedua pihak
38
Adiwarman Karim, Bank Islam Analisis Fiqih dan Keuangan, cet.III, (Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2004), h. 191.
30
dalam menentukan bagi hasil atas usaha yang dikerjasamakan.bagi hasil akan berbeda tergantung pada dasar penghitungan bagi hasil, yaitu bagi hasil yang dihitung dengan menggunakan 2 metode:39 (1) Bagi hasil dengan menggunakan revenue sharing
Dasar penghitungan bagi hasil yang menggunakan revenue sharing adalah penghitungan bagi hasil yang didasarkan atas penjualan dan/atau pendapatan kotor atas usaha sebelum dikurangi dengan biaya. Bagi hasil dalam revenue sharing dihitung dengan mengalikan nisbah yang telah disetujui dengan mengalikan nisbah yang telah disetujui dengan pendapatan bruto.
Contoh berikut untuk mempermudah penjelasan.
Nisbah yang telah ditetapkan adalah 10% untuk Bank dan 90% untuk nasabah. Dalam hal bank sebagai mudharib dan nasabah sebagai shahibul maal, bila bank memperoleh pendapatan Rp 10.000.000,- maka bagi hasil yang diterima oleh bank adalah Rp 10% x Rp 10.000.000,- = Rp 1.000.000’- dan bagi hasil yang diterima oleh nasabah sebesar Rp 9.000.000,-.
Pada umumnya bagi hasil terhadap investasi dana dari masyarakat menggunakan revenue sharing.
(2) Bagi hasil dengan menggunakan profit/loss sharing
39
31
Dasar penghitungan bagi hasil dengan menggunakan profit/loss sharing merupakan bagi hasil yang dihitung dari laba/rugi usaha. Kedua pihak, bank maupun nasabah akan memperoleh keuntungan atas hasil usaha mudharib dan ikut menanggung kerugian bila usahanya mengalami kerugian.
Dalam contoh tersebut, misalnya total biaya Rp 9.000.000,- maka:
(a) Bagi hasil yang diterima oleh nasabah adalah Rp 90.000,- (90% x (Rp 10.000.000,- - Rp 9.000.000,-.))
(b) Bagi hasil untuk bank sebesar Rp 100.000,- (10% x (10.000.000,- - 9.000.000,-).
Penalti merupakan denda yang dibebankan kepada nasabah pemegang rekening deposito berjangka mudharabah apabila nasabah mencairkan deposito berjangkanya sebelum jatuh tempo. Penalti ini dibebankan karena bank telah mengestimasikan penggunaan dana tersebut, sehingga pencairan deposito berjangka sebelum jatuh tempo dapat mengganggu likuiditas bank. Bank perlu membebankan penalty
(denda) kepada setiap nasabah deposito berjangka yang menarik deposito berjangkanya sebelum jatuh tempo. Penalti tidak boleh diakui sebagai pendapatan operasional bank, akan tetapi digunakan
32
untuk dana kebajikan, yang dimanfaatkan untuk membantu pihak- pihak yang membutuhkan.40
Setelah mengetahui tahapan menghitung bagi hasil dengan menggunakan 2 metode tersebut, maka pembahasan berikutnya yaitu tentang cara menghitung bagi hasil atas deposito berjangka
mudharabah. Di bawah ini dibuat ilustrasi kasus penghitungan bagi hasil untuk deposito berjangka mudharabah mutlaqah.41
Di dalam counter Bank Syariah tertulis informasi tentang nisbah sebagai berikut:42
Tabel 2.1
Nisbah dan Informasi Saldo43
Jenis Investasi Mudharabah Nisbah
Nasabah Bank
a. Tabungan mudharabah 55% 45%
b. Simpanan Berjangka mudharabah mutlaqah
b.1. Jangka waktu 1 bulan 60% 40%
b.2. Jangka waktu 3 bulan 63% 37%
b.3. Jangka waktu 6 bulan 65% 35%
b.4. Jangka waktu 12 bulan 58% 42%
Informasi lainnya:
Saldo rata-rata giro wadiah 10.000.000.000
Saldo rata-rata tabungan wadiah 5.000.000.000
Saldo rata-rata tabungan mudharabah 15.000.000.000
Saldo simpanan berjangka:
a. Simpanan berjangka jangka waktu 1 bulan 20.000.000.000 40 Ibid,. h. 95. 41 Ibid., h. 100. 42 Ibid,. h. 101. 43
Ismail, Perbankan Syariah, cet.I,(Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2011), h. 101- 102.
33
b. Simpanan berjangka jangka waktu 3 bulan 25.000.000.000 c. Simpanan berjangka jangka waktu 6 bulan 15.000.000.000 d. Simpanan berjangka jangka waktu 12 bulan 10.000.000.000 Rata-rata pembiayaan pada bulan April 2013 adalah sebesar:
100.000.000.000
Pendapatan:
a. Bagi hasil 500.000.000
b. Margin keuntungan 300.000.000
c. Pendapatan sewa ijarah 200.000.000
Dari semua informasi tersebut, maka dapat dihitung bagi hasil untuk masing-masing investasi mudharabah dengan tahapan sebagai berikut:
a. Jumlah investasi mudharabah
a.1. Tabungan mudharabah 15.000.000.000 a.2. Simpanan berjangka mudharah 70.000.000.000 a.3. Total investasi mudharabah 85.000.000.000
b. Jumlah pendapatan 1.000.000.000
c. Menghitung jumlah pendapatan yang akan dibagihasilkan antara Bank dan dan Nasabah, yaitu income distribution sebagai berikut:
Income Distribution = Investasi mudharabah x Pendapatan Total Penyaluran Dana = 85,000,000,000 x 1,000,000,000 100,000,000,000
34
Tabel 2.2
Penghitungan Bagi Hasil (Dalam Jutaan)44 Jenis Investasi
Saldo rata-
rata
Income Bagi Hasil Investor Bagi Hasil Bank
Mudharabah Harian Distribu
tion Nisbah Bagi Hasil Nisbah Bagi Hasil TabunganSimpanan Berjangka 15.000 807,55 5% 78,375 45% 64,125 a. 1 bulan 20.000 807,56 0,1% 14.000 40% 76.000 b. 3 bulan 25.000 807,56 3,1% 49.625 37% 87.875 c. 6 bulan 15.000 807,56 5% 92.625 35% 49.875 d. 12 bulan 10.000 807,56 8% 64.600 32% 30.400 Total 85.000 299.225 308.275
Dari Tabel 2.1, dapat dijelaskan sebagai berikut:
i. Total Pendapatan Bank Syariah sebelum diberikannya bagi hasil adalah Rp 1.000.000.000,-
ii. Pendapatan yang akan dibagihasilkan atau income distribution
antara Bank Syariah dan Nasabah adalah sebesar Rp 850.000.000,-
iii. Bagi hasil untuk simpanan berjangka waktu 1 bulan, dengan rumus sebagai berikut:
Saldo simpanan berjangka 1 bulan x pendapatan yang akan dibagihasilkan x nisbah = Total saldo seluruh simpanan
Rp 20.000.000.000,- x Rp 850.000.000,- x 60% = Rp 120.000.000,- Rp 85.000.000.000,-
44
35
Bagi hasil untuk deposito berjangka mudharabah jangka waktu 3 bulan, 6 bulan, dan 12 bulan, dapat dihitung seperti pada perhitungan bagi hasil pada deposito berjangka mudharabah dengan jangka waktu 1 bulan.
Dengan demikian, penghitungan bagi hasil investasi berjangka yang sesuai dengan syariat Islam juga memperhatikan kemaslahatan kedua belah pihak menggunakan metode revenue sharing. Dalam metode
revenue sharing, penghitungan bagi hasil di dasarkan atas penjualan dan/atau pendapatan kotor atas usaha sebelum dikurangi dengan biaya. 5. Equivalent Rate
Equivalent rate nisbah bagi hasil adalah indikasi tingkat imbalan dari suatu pananaman dana atau penghimpunan dana atau penghimpunan dana bank pelapor45. Equivalent rate juga berarti tingkat pengembalian atas investasi yang telah ditanamkan. Equivalent rate ini perannya sama dengan bunga pada bank konvensional, yaitu memberikan gambaran seberapa besar tingkat pengembalian atas investasi yang ditanam. Bedanya, bunga langsung diperjanjikan di awal kontrak sebelum investasi berjalan. Sedangkan Equivalent rate dihitung oleh pihak bank setiap akhir bulan setelah investasi yang dijalankan memberikan hasil. Jadi, nasabah dapat melihat berapa Equivalent rate bank bulan lalu untuk memberikan perkiraan berapa Equivalent rate bank pada bulan berjalan.
45
36
Dalam penerapannya, tidak boleh menyamakan bagi hasil dengan
Equivalent rate, kecuali Equivalent rate tersebut merupakan hasil masa lalu. Jadi misalnya jika suatu bank menyatakan bagi hasil bulan kemarin setara dengan 12% tetap saja tidak dapat menentukan berapa besaran bagi hasil pada bulan yang akan datang. Jika nisbah bagi hasil misalnya 60:40, hasil dari bagi hasil di masa dating kemungkinan bisa kurang bisa lebih dari 12%, semuanya tergantung dari pendapatan bank. Hal seperti ini merupakan praktek yang umum di bank syariah di Indonesia. Penyebutan
Equivalent rate hanya untuk mempermudah nasabah dalam
memperkirakan bagi hasil saja, dan bukan bagi hasilnya. Jika Equivalent rate sama dengan bagi hasil di masa yang akan dating berarti bagi hasil tersebut sudah dipastikan di awal hal tesebut berarti riba.46
Pada bank konvensional, bungan memiliki hubungan yang erat dengan penghimpunan tabungan. Hal ini dikarenakan nasabah pada bank konvensional cenderung menjadikan bunga sebagai faktor utama dalam menggunakan produk bank tersebut. Namun kondisi tersebut berbeda dengan bank syariah. Posisi Equivalent rate sebenarnya bisa disamakan dengan bunga, dalam arti Equivalent rate dapat dijadikan faktor utama alasan nasabah dalam menggunakan produk tabungan dan juga sebagai
46 Eliza Fitriah dan Nur S. Buchori, “Pengaruh Nisbah Bagi Hasil Terhadap Penghimpunan
Dana Bank Syariah (Studi Kasus Pada Produk Tabungan di BPR Syariah Kota Bekasi)”, Maslahah
37
instrument dalam mempromosikan tingkat pengembalian seperti bunga dalam bank konvensional.47
Persamaan yang digunakan adalah sebagai berikut:48
Equivalent rate
Setiap produk = Bagi Hasil untuk seluruh Nasabah per produk x 100% Total Saldo Rata-rata per produk
Dengan demikian, Equivalent rate merupakan penghitunagn bagi hasil untuk nasabah dengan cara mengonversi bagi hasil untuk seluruh nasabah pada masing-masing produk DPK ke dalam bentuk persentase.