• Tidak ada hasil yang ditemukan

Konsep Dasar Biologi Radiasi

Dalam dokumen BIOLOGI RADIASI (Halaman 20-38)

BAB II Pembahasan

8. Konsep Dasar Biologi Radiasi

K

onsep

Da

sar

Biolog

i Radi

asi

Paparan dan Dosis

Radiasi terlokasasi dan paparan seluruh tubuh

Kurva Dosis-Respons

Periode Laten dan Perbaikan Sel

Tingkat Dosis

8. 1. Paparan dan dosis

Pengertian paparan dan dosis perlu dibedakan dengan jelas. Paparan adalah jumlah ionisasi di udara yang dihasilkan oleh radiasi sinar-x atau sinar-gamma atau kuantitas radiasi yang diterima di suatu area pada tubuh yang terkena sinar radiasi. Paparan ini dapat dinyatakan dalan satuan Roentgents (C/Kg). Dosis adalah jumlah energy yang diserap per satuan massa jaringan pada suatu organ tubuh. Beberapa contoh dosis pada organ tubuh kita adalah dosis kulit, dosis tiroid, dan dosis gonad yang menandakan kemampuan serap energy radiasi yang dapat dilakukan sebuah organ. Dosis dapat dinyatakan dalam satuan Rad (grays) atau rem (Sieverts).

8. 2. Radiasi terlokalisasi dan paparan seluruh tubuh

Foto dental merupakan salah satu contoh radiasi terlokasasi yang menghasilkan kurang dari 7% total area seluruh tubuh. Di kedokteran gigi, mesin sinar-x mengeluarkan paparan terlokalisasi lebih sedikit yang dihasilkan pada seluruh tubuh daripada paparan fasial. Bahkan pada kenyataannya, foto dental menghasilkan paparan tubuh 1/10.000 paparan fasial.

Hal ini menjelaskan bahwa saat kita mendisukusikan tentang dosis sinar-x dental, kita harus tau paparan yang dimaksud apakah paparan terlokalisasi atau paparan selutuh tubuh

8. 3. Kurva dosis-respon

Kurva dosis dan respon menggambarkan kemungkinan respon biologis yang disebabkan agen berbahaya seperti ionisasi radiasi. Repon ini dapat menunjukkan garis linier ataupun non-linier dan threshold atau non-threshold.

Kurva dengan garis linier menggambarkan bahwa respon tubuh sesuai proporsi dosis yang diberikan. Sedangkan garin non-linier menyatakan bahwa respon tidak proporsional dengan

dosis yang diberikan. Pada kurva dengan threshold mengindikasikan bahwa di bawah dosis tertentu tidak terjadi respon dari target atau dapat dikatakan dosis tersebut sangatlah aman bagi tubuh karena tidak ada perubahan biologis sama sekali. Tetapi pada kurva non-threshold dosis sekecil apapun ternyata menunjukkan respon perubahan biologis. Kurva threshold dan non-threshold ini juga dapat membentuk garis linier atau non-linier.

Gambar 6 Kurva threshold dalam bentuk liner dan non-linier

Kurva ini jarang digunakan untuk menggamabarkan hubungan dosis-respon individu, tapi digunakan untuk melihat kondisi epidemic suatu populasi yang terkena paparan dosis tinggi. 8. 4. Periode Laten dan Perbaikan Sel

Periode laten adalah jarak waktu dari terjadinya paparan hingga munculnya manifestasi klinis. Periode ini bervariasi sesuai dengan besarnya paparan dan jaringan yang terpapar, mulai dari hitungan jam hingga tahun. Tetapi kita tidak dapat menarik kesimpulan suatu penyakit disebabkan hanya karena paparan radiasi saja, karena biasanya menifestasi tersebut merupakan penyakit dengan etiologi multi-faktor. Tidak semua perubahan biologis itu bersifat permanen, tergantung dari jangka waktu, dosis, dan sensitivitas jaringan.

8. 5. Estimasi resiko

Tidak ada cara yang efektif untuk menentukan suatu kanker terjadi karena radiasi atau bukan, jadi kita harus melihat dosis yang dipaparkan pada suatu populasi dengan membandingkan dengan angka kejadian kanker di populasi tersebut. Hasilnya akan dibandingkan dengan jumlah orang yang tidak terkena radiasi per angka kejadian kanker di populasi lain. Perbedaan diantara keduanya akan menghasilkan faktor risiko.

Faktor risiko dinyatakan dengan perbandingan kasus kematian dengan suatu penyebab per satu juta orang. Estimasi dihasilkan dari angka kejadian kanker seluruh tubuh per satu juta orang yang diperiksa kesehatan giginya.

9. Kepekaan jaringan

Kepekaan jaringan terhadap radiasi ionisasi sangat beragam. Jumlah radiasi yang dapat menyebabkan kerusakan juga sifatnya sangat beragam. Efek radiasi pada beberapa jaringan dan organ menyebabkan manifestasi yang langsung dapat diketahui, seperti radiasi pada jaringan hematopoetic dapat memberikan dampak terhadap petumbuhan leukimia, atau paparan terhadap

matahari dapat menyebabkan kanker kulit. Dosis radiasi yang sama dapat memberikan efek yang berbeda pada tipe sel yag berbeda walaupun dalam satu orgaisme. Sel yang masih muda, cepat membelah, dan belum berdifernsiasi, seperti sel yang ditemukan pada abdomen ibu hamil, lebih berifat radiosensitif dibandingkan sel yang lebih tua. Umur sel dapat mempengaruhi senitifitas sel terhadap paparan radiasi.. kelompok jaringan dan organ menurut kesensitifitasannya dapat dilihat pada tabel berikut.

High sensitivity Intermediate sensitivity Low sensitivity

Organ limfoid Fine vasculature Kelenjar saliva Sumsum tulang Kartilago yang sedang

tumbuh

Paru

Testis Tulang yang sedang tumbuh Ginjal

Intestinum Hati

Kulit Lensa optik

Kornea Sel otot

Neuron

9. 1. Organ Kritis

Beberapa jaringan dan organ dikategorikan sebagan organ kriti karena mereka mendapatkan paparan radiasi yang lebih banyak dibandingkan dengan bagian lainnya ketika sedang dilakukan dental radiography. Jaringan dan organ kritis, beserta resiko yang potensial terjadi antara lain kulit, carcinoma; tiroid, carcinoma; lensa mata, katarak; jaringan hematopoetik, leukimia; jaringan genetik, mutasi defek kongenital.

9. 2. Latar Belakang Radiasi

Latar belakang radiasi merupakan radiasi ionisasi, yang pada lingkungan dapat berasal dari alam ataupun buatan. Radiasi alami yang berasal dari alam selalu ada di muka bumi, namun sumber radiasi artifisial telah meningkat seiring dengan banyaknya kasus nuklir, ataupun bahan radioaktif yang berasal dari pabrik. Pengetahuan terhadap latar belakang radiasi dapat memberikan manfaat sehingga segala perawatan radiasi yang akan dilakukan pada pasien dapat dilakukan dengan sesuai. Estimasi dosis rata-rata radiasi pertahun yang didapatkan warga US dari alam adalah sekitar 300 mrem (3mSv). Dengan tambahan paparan untuk keperluan medis dan dental maka ditotal menjadi 360 mrem (3,6 mSv).

9. 3. Dosis Pasien

Radiasi dapat memberikan efek samping, karenanya sebagai klinisi kita harus dapat menggunakan sarana tersebut dengan hati-hati dan sesuati dengan indikasi. Prinsip yang dipakai adalah prinsip ALARA “as low as reasonably achivable”. Paparan yang diberikan harus seminimal mungkin,namun memberikan manfaat diagnostik yang seluas-luasnya

Radiasi memang berbahaya dan dapat memberikan efek samping, namun radiasi yang diberikan oleh dental radiography sanga kecil sehingga kecil kemungkinan untuk memberikan dmpak radiasi. Walaupun telah disebutkan bawa dampak radiasi dapat menyebabkan leukimia, namun hal tersebut juga tidak semata karena radiasi namun juga disebabkan oleh faktor lainnya.

Dokter gigi, yang secara langsung berinteraksi dengan radiasi ion level rendah, harus tetap waspada akan terjadinya paparan kronis.

Berikut ini merupakan beberapa jaringan yang terkena efek paparan x-ray. Apabila radiasi diberikan dalam jumlah yang tepat, dapat memberikan keuntungan dan apabila diberikan melebihi kapasitas, akan memberikan kerugian.

9.3.1. Kulit

Erythema (kulit kemerahan) merupakan efek yang umum dalam dental radiography dan bukan merupakan resiko yang besar. Dosis dari kulit memiliki batas tesendiri sebab kulitt mudah berpenetrasi dan dosisi tidak akan masuk ke jaringan yang lebih dalam dan kulit tidak terlalu peka terhadap radiasi dibandingkan dengan jaringan lain. Dosis ambang erythema (threshold erythema dose), jumlah radiasi yang diperlukan hingga menyebabkan erythema pada indivudu yang sangat sensitif adalah 250 R (250 cSv) dalam 14 hari.

Erythema dapat terlihat pada pasien yang sedang menjalani terapi radiasi untuk penyembuhan kanker kepala dan leher. Pasien ini menerima dosisi total ebanyak 6000 rad dalam 6 minggu.

9.3.2. Mata

Paparan radiasi pada lensa mata dalam dosis tinggi dapa menyebabkan katarak. Dosis yang diperlukan untuk menyebabkan katarak berjumlah 200,000 hinggan 500,000 mrem (2000 hingga 5000 mSv), dimana jumlah rata-rata radiasi yang sampai ke permukaan kornea mata pada pemotretan full-mouth sekitar 60 mrem (0,6 mSv). Lensa mata memanng mendapatkan paparan radiasi selama pemotretan intraoral, namun resiko katarak sangat rendah.

9.3.3. Tiroid

Kelenjar tiroid bersifat radiosensitif. Dosis yang diberikan untuk jaringan yang radiosensitif ini harus diberikan seminimal mungkin, terutama pada anak.

9.3.4. Sumsum tulang

Efek somatik yang paling berbahaya dan berisiko akibat penggunaan dental x-ray adalah leukimia. Pada pemotretan tersebutm area sumsum tulang yang terkena paparan adalam mandibula, calvarium tengkorak, dan cervical spine. Calvarium dan cervical spine terpapar radiasi dalam pemotretan panoramik. Sumsum tulang pada mandibula dan maxilla merupakan hal yang paling diwaspadai terkena paparn radiasi, namun tetap saja, paparan tersebut hanya mengenai 5% dari total sumsum tulang di seluruh tubuh.

9.3.5. Gonad

Sel reproduksi (sperma dan ovum) bersifat sangat radiosenitif. Sterilisasi karena paparan akut sangat mustahil. Pada pria diperlukan paparan 400 R dan pada wanita 625 R untuk menjadikan mereka steril.

9.3.6. Kehamilan

Seperti yang telah disebutkan sebelumnya bahwa sel yang belum bberdiferensiasi, dan cepat membelah, bersifat sangat radiosensitif. Maka dari itu, pemotretan radiografi pada wanita yang sedang hamil menjadi perhatian.

Penemuan terbaru menyatakan bahwa ada kemungkinan terdapatnya hubungan antara paparan x-ray pada area tiroid dapat menyebabkan berat kelahiran rendah. Maka dari itu,

akhirnya ditemukan kerah pelindung bagi pasien yang harus melakukan prosedur pemotretan rutin.

9.3.7. Karies radiasi

Dosis tinggi yang digunakan untuk pengobatan kanker (6000 rad) tidak hanya membunuh lesi yang ganas, namun juga dapat menyerang jaringan lunak di dalam mulut, mandibula, maxilla, dan kelenjar ludah. Ludah akan menjadi lebih kental, kehilangan fungsi lubrikasi, sehingga menyebabkan xerostomia yang pada akhirnya terjadi rampan karies. Selain itu, hal lain yang perlu diwaspadai adalah terjadiny osteoradionecrosis. Osteoradionecrosis bukan semata-mata disebabkan karena paparan yang diberikan, namun juga karena menurunnya resitensi jaringan yang diradiasi.

9. 4.

Dampak radiasi pada tubuh

Ketika seluruh tubuh mendapatkan paparan radiasi dalam jumlah ringan hingga sedan, terjadi perubahan karakteristik. Perubahan klinis yang terjadi berbeda bila dibandingkan dengan paparan radiasi yang diberikan pada suatu jaringan tubuh yang spesifik.

9.4.1. Sindrom radasi akut dan kronis

Sindrom radiasi akut merupakan kumpulan dari tanda dan gejala yang terjadi pada seorang pasien setelah mendapatkan paparan radiasi pada seluruh tubuhnya. Informasi mengenai sindrom ini didapatkan melalui eksperimen terhadap hewan dan individu yang mendapatkan paparan dari radioterapi, ledakan bom atom, dan kecelakaan radiasi. Berikut ini merupakan hal yang berhubungan dengan paparan radiasi dosis tinggi pada seluruh tubuh.

Sindrom radiasi kronis dapat muncul setelah beberapa tahun setelah paparan awal terjadi. Baik sindrom akut dan kronik dapat terjadi karena akumulasi pada sel somatic atau genetis dalam tubuh pasien.

(a) Periode prodormal

Pada menit pertama hingga beberapa jam pertama setelah terjadinya paparan radiasi sebesar 1,5 Gy ke seluruh tubuh, gejala gangguan pada sistem pencernaan mungkin terjadi. Pasien mungkin mengalami anorexia, nausea, muntah, diare, lemas, dan fatigue. Gejala ini merupakan periode prodormal dari sindrom radiasi akut. Penyebabnya masih tidak diketahui dengan pasti namun diduga melibatkan sistem saraf otonom. Keparahan dan waktu dari onset bergantung pada dosis.

(b) Periode laten

Setelah reaksi prodormal, muncul periode laten dimana tidak terdapat tanda dan gejala kesakitan akibat dari radiasi. Lamanya periode ini bergantung pada dosis. Periode ini dapat terjadi mulai dari hitungan jam atau hari pada paparan supralethal (lebih besar dari 5 Gy) hingga beberapa minggu pada paparan sublethal (kurang dari 2 Gy). Gejala terjadi pada periode laten ketika individu terkena paparan pada area lethal (kurang lebih 2 hingga 5 Gy) atau area supralethal.

Paparan pada seluruh tubuh dengan besar paparn 2 hingga 7 Gy menyebabkan cedera pada stem sel hematopoetik dari sumsum tulang dan limpa. Aktivitas mitosis yang tinggi dari sel ini menyebabkan sumsum tulang menjadi jaringan yang radiosensitif.

Beberapa minggu setelah cedera radiasi, timbul infeksi, yang kemudian disusul dengan anemia. Tanda klinis dari sindrom hematopoetik meliputi infeksi, hemorrhage, dan anemia. Pasien dapat selamat dari paparan apabila sumsum tulang dan limpa mengalami perbaikan sebelum pasien mendapatkan satuatau lebih komplikasi.

Periodontitis dapat menjadi gerbang masuk bagi mikroorganisme. Disinilah peran seorang dokter gigi mulai dibutuhkan, yaitu untuk menghilangkan sumber infeksi yang ada di dalam mulut pasien. Menghilangkan sumber infeksi, pemberian antibiotik, dann dalam beberapa kasus transplantasi sumsum tulang dapat menyelamatkan pasien dari sidroma radiasi akut.

(d) Sindrom gastrointestinal

Ketika tubuh menerima paparan sebesar 7 hingga 15 Gy, saluran pencernaan dapat mengalami kerusakan yang cukup serius. Kerusakan ini menyebabkan gejala yang disebut sindrom gastrointestinal. Individu yang terkena paparn ini akan mengalami tahap prodormal dalam beberapa jam setelah paparan. Pada hari kelima, tidak terdapat gejala dan keluhan (periode laten) dan pasien merasa baik-baik saja.

Jumlah radasi yang dapat menyebabkan sindrom gastrointestinal (lebih dari 7 Gy) lebih berbahaya dibandingkan dengan yang dapat menyebabkan sterilisasi dari jaringan pembuat darah. Sindrom ini dapat menyebabkan kematian dalam kurun waktu kkurang lebih 2 minggu, yang disebabkan oleh faktor kombinasi yang melibatkan kehilangan cairan dan elektrolit, infeksi,dan kemungkinan kekurangan nutrisi.

(e) Sindrom cardiovaskular dan sistem saraf pusat

Paparan yang melebihi 50 Gy dapat menyebabkan kematian dalam k urun waktu 1 hingga 2 hari. Individu yang telah mendapat paparan sebesar ini mengalami kolaps sistem sirkulasi dengan penurunan tekanan darah yang drastis sebelum akhirnya mengalami kematian. Autopsi meunjukkan terjadinya nekrosis pada otot jantung. Korban juga menunjukkan erjadinya stupor intermiten, kehilangan keseimbangan, disorientasi, dan kerusakan sistem saraf. Walaupun mekanisme secara pasti belum dapat dipahami, namun ditinjau dari gejala dapat dikatakan bahwa hal tersebut merupakan dampak dari kerusakan pada neuron dan vaskularisasi otak.

Sindrom ini bersifat irreversible dan tampilan klinis dapat terjadi pada rentang waktu dari hitungan menit hingga 48 jam sebelum kematian. Indrom cardiovaskular dan sistem saraf pusat dapat terjadi dengan cepat pada individu yang terkena radiasi bahkan sebelum kerusakan pada sumsum tulang dan gastrointestinal berkembang.

Penatalaksanaan dari sindrom ini adalah dengan pemberian antibiotik bila terjadi infeksi atau rendahnya kadar granulosit. Penggantian cairan dan elektrolit dilakukan apabila dibutuhkan. Transfusi darah dilakkukan bila pasien mengalami anemis, dan pemberian platelet mungkin dilakukan untuk mencegah trombosotopenia. Pencangkokan sumsum tulang diindikasikan untuk kembar identik.

9.4.2. Efek radiasi pada embrio dan fetus

Embrio dan fetus tergolong sangat radiosensitif bila dibandingkan dengan orang dewasa sebab hampir seluruh sel embrio relatif belum berdiferensiasi dan cepat bermitosis. Radiasi prenatal dapat menyebabkan kematian atau kelainan perkembangan yang bergantung pada waktu ketika

radiasi dilakukan. Paparan yang dapat menyebabkan kematian dan kelainan tersebut, jauh diatas jumlah paparan radiasi yang diberikan pada pemotretan dental radiografi.

Periode yang dikatakan paling sensitif hingga dapat menyebabkan abnormalitas adalah dalam rentang periode organogenesis, yaitu antara 18 dan 45 hari gestasi. Efek yang terjadi pada warga Jepang adalah ahirnya anak dengan lingkar kepala yang kecil, ataupun retardasi mental. Kelainan lainnya meliputi berat kelahiran rendah, katarak, malformasi genital dan skeletal, dan microphtalmia.

Paparan radiasi memang dapat memberikan bahaya terhadap embrio dan fetus, namun jumlahnya lebih kecil bila dibandingkan dengan faktor dan sumber lainnya. Tabel berikut menunjukkan konsumsi rokok dan alkohol selama kehamilan dapat memberikan dampak yang lebih buruk dibandingkan dengan paparan radiasi dengan dosis rendah.

Tabel 6 Perbandingan Resiko Selama Masa Kehamilan

9.4.3.

Efek Somatis

Efek somatik merupakan efek yang tampak pada individu yang mendapat paparan radiasi. Hal yang paling penting adalah radiasi yang dapat memicu bahaya kanker. Beberapa lesi merupakan

efek stokastik yang kemungkinan terjadinya bergantung pada dosis yang diberikan, namun keparahan dari penyakit tersebut tidak bergantung dari jumlah paparan radiasi.

(a) Karsinogenesis

Radiasi dapat menyebabkan kanker dengan memodifikasi DNA. Walaupun kerusakan dapat diperbaiki,namun perbaikan yang kurang sempurna dapat diturunkan ke anak dan menyebabkan kanker. Individu yang yang telah terkena paparan radiasi dalam level tinggi, walaupun degan dosis yanng kecil, dapat memicu kanker pada formasi sel tunggal.

Tiap jaringan memiliki kerentanan masing-masing dalam memicu kanker. Data dapat dilihat pada tabel dibawah.

Tabel 7 Predileksi Kanker Akibat Radiasi

Mekanisme dari induksi kanker yang disebabkan oleh radiasi ionisai belum dapar dipahami sepenuhnya. Namun nutsi gen merupakan faktor penyebab yang dicurigai. Radiasi bertidak sebagai inisiator, yang pada akhirnya dapat menyebabkan perubahan pada sel. Bukti lain yang

ditemukan adalah bahwa radiasi berperan sebagai promotor, menstimulai sel menjadi multipel dan pada akhinya sel berubah menjadi ganas.

Berikut ini merupakan efek somatik dari paparan radiasi pada organ yang terkena pada dental radiography.

1. Hampir semua kanker timbul kurang lebih 10 tahun setelah terjadi paparan

2. Resiko dari paparan yang diterima ketika masih anak-anak cenderung lebih berbahaya 2 kali lipat dibandingkan paparan yang diterima ketika dewasa.

3. Perluasan kanker yang diinduksi oleh paparan radiasi lebih merupakan rasio spontan yang bersifat multipel dibadingkan dengan independen.

(i) Kanker tiroid

Insidensi terjadinya thyroid carcinoma meningkat pada individu setelah mendapatkan paparan. Namun hanya 10% individu yang mengidap penyakit ini mengalami kematian. Insidensi kanker tiroid spontan yang diakibatkan oleh radiasi 2 hingga 3 kali lebih sering terjadi pada wanita dibandingkan dengan pria.

(ii) Kanker esophageal

Kanker esophageal cenderung jarang terjadi. Perluasan kanke ini biasa diemukan pada korban bom atom di Jepang dan pasien yang telah dirawat dengan radiasi sinar x untuk pengobatan ankylosing spondylitis.

Pasien yang mendapatkan paparan sinar x untuk kepentingan pemeriksaan diagnostik dalam keadaan utero dan untuk dosis teurapeutik pada masa kanak-kanak menunjukkan terjadinya perluasan sel kanker otak yang bersifat jinak hingga ganas. Pada suatu studi dinyatakan bahwa terdapat hubungan antara intracranial meningioma dan pemotretan medis atau dental radiografi yang pernah dilakukan oleh pasien.

(iv) Kanker kelenjar ludah

Insidensi pasien yang mengalami tumor kelenjar ludah ditemukan pada individu yang sedang melakukan perawatan radiasi pada kepala dan leher, individu yang selamat dari bom atom di Jepang, dan pasien yang terpapar sinar x. Pasien yang terpapar radiasi sebelum menginjak umur 20 tahun cenderung memiliki resiko yang lebih tinggi untuk terkena penyakit ini. namun hanya individu yang mendapatkan paparan dosis parotid sebanyak 50 mGy atau lebih yang menunjukkan korelasi yang signifikan antara dental radiografi dan tumor kelenjar ludah.

(v) Kanker pada organ lainnya

Organ lain seperti kulit, sinus paranasal, dan sumsum tulang juga menunjukkan terjadinya neoplasia setelah terjadinya paparan. Namun mortalitas dan morbiditas yang disebabkan oleh paparan pada kepala dan leher cenderung lebih rendah dibandingkan pada organ-organ yang sebelumnya telah dijelaskan.

(vi) Leukimia

Insidensi leukimia meningkat setelah pasien melakukan radiasi pada sumsum tulang. Individu yang selamat dari serangan bom atom dan pasien yang telah melakukan perawatan radiasi untuk ankylosing spondylitis menunjukkan gelomang leukimia tdak lama setelah mendapatkan

paparan. Individu dibawah umur 20 tahun yang terkena paparan lebih rentan terkena penyakit ini.

(b) Pertumbuhan dan perkembangan

Anak yang terpapar dalam pemboman tersebut menunjukkan tidak sempurnanya proses tumbuh kembang. Mereka mengalami penurunan berat badan, tinggi, dan perkembangan skeletal. Semakin muda mereka terkena paparan, semakin jelas pula efek yang tampak.

(c) Retardasi mental

Otak manusia yang sedang berkembang bersifat radioensitif. Retardasi mental diperkirakan mencapai 4% pada radiasi sebesar 100 mSv yang dilakukan pada minggu ke 8 hingga 15 gestasi. Hal tersebut disebabkan karena pada masa ini terjadi produksi neuron yang cepat dan bermigrasinya sel neuron imatur tersebut ke korteks serebral. Namun paparan pada embrio dari dental radiografi, dengan menggunakan apron diperkirakan lebih rendah dari 3µSv.

(d) Katarak

Nilai ambang jumlah radiasi yang dapat menyebabkan katarak adala 2 Gy pada dosis yang diberikan hanya dalam sekali paparan, dan 5 Gy pada dosis yang diberikan secara multipel dalam kurun waktu beberapa minggu. Dosis tersebut jauh melebihi dosis yang diberikan pada pemotretan dental radiologi kontemporer.

9.4.4. RADIASI GENETIK

Radiasi dapat menyebabkan kerusakan pada materi genetik sel reproduksi, dan keturunan dari orangtua yang mendapatkan paparan radiasi dapat menerima efek kerusakan. Secara umum, radiasi menyebabkan peningkatan frekuensi mutai spontan. Frekuensi dari mutasi meningkat disebabkan oleh dosis yang diberikan, walaupun dengan dosis rendah. Pria jauh lebih

Dalam dokumen BIOLOGI RADIASI (Halaman 20-38)

Dokumen terkait