• Tidak ada hasil yang ditemukan

TINJAUAN PUSTAKA

2.2 Konsep Diabetes Mellitus

2.2.1 Definisi diabetes mellitus

Diabetes adalah penyakit kronis yang kompleks yang memerlukan perawatan medis terus menerus dengan strategi pengurangan risiko multipelifaktorial di luar kendali glikemik. Pendidikan dan dukungan manajemen mandiri pasien sangat penting untuk mencegah komplikasi akut dan mengurangi risiko penggunaan jangka panjang. Ada bukti signifikan yang mendukung berbagai intervensi untuk meningkatkan hasil diabetes (ADA, 2018)

Diabetes adalah sekelompok penyakit yang memengaruhi tubuh yang menggunakan glukosa atau gula darah penyakit ini berkaitan dengan masalah-masalah terkait dengan hormon insulin (K Safira, 2018).

Diabetes melitus adalah suatu kelompok penyakit metabolik dengan karakteristik hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin atau kedua-duanya (PERKENI, 2015).

2.2.2 Patogenesis diabetes melitus tipe II

Resistensi insulin pada otot dan liver serta kegagalan sel beta pankreas telah dikenal sebagai patofisiologi kerusakan sentral dari Diabetes Melitus tipe II diketahui bahwa kegagalan sel beta terjadi lebih dini dan lebih berat dari pada yang diperkirakan sebelumnya. Selain otot, liver dan sel beta, organ lain seperti : jaringan lemak (meningkatnya lipolisis), gastrointestinal (defisiensi incretin), sel alpha pancreas (hiperglukagonemia), ginjal (peningkatan absorpsi glukosa), dan otak

(resistensi insulin), kesemuanya ikut berperan dalam menimbulkan terjadinya gangguan toleransi glukosa pada diabetes melitus tipe II.

DeFronzo (2009) menjelaskan bahwa patogenesis penderita DM tipe II yang berperan tidak hanya otot, liver dan sel beta pankreas saja sentral dalam tetapi terdapat organ lain yang berperan yang disebutnya sebagai the ominous octet.

Gambar 2.1 The ominous octet, delapan organ yang berperan dalam patogenesis hiperglikemia pada DM tipe 2 DeFronzo, 2009 Secara garis besar patogenesis diabetes melitus tipe II menurut PERKENI (2015) disebabkan oleh delapan hal (omnious octet) berikut : 1. Kegagalan sel beta pancreas : pada saat diagnosis diabetes melitus tipe

II ditegakkan, fungsi sel beta sudah sangat berkurang. Obat anti diabetik yang bekerja melalui jalur ini adalah sulfonilurea, meglitinid, GLP-1 agonis dan DPP-4 inhibitor.

2. Liver : penderita diabetes melitus tipe II terjadi resistensi insulin yang berat dan memicu gluconeogenesis sehingga produksi glukosa dalam keadaan basal oleh liver (HGP=hepatic glucose production)

meningkat. Obat yang bekerja melalui jalur ini adalah metformin, yang menekan proses gluconeogenesis.

3. Otot : penderita diabetes melitus tipe II didapatkan gangguan kinerja insulin yang multiple di intramioselular, akibat gangguan fosforilasi tirosin sehingga timbul gangguan transport glukosa dalam sel otot, penurunan sintesis glikogen, dan penurunan oksidasi glukosa. Obat yang bekerja di jalur ini adalah metformin dan tiazolidindion.

4. Sel : lemak yang resisten terhadap efek anti lipolysis dari insulin, menyebabkan peningkatan proses lipolysis dan kadar asam lemak bebas (FFA=Free Fatty Acid) dalam plasma. Penigkatan FFA akan merangsang proses glukoneogenesis, dan mencetuskan resistensi insulin di liver dan otot. FFA juga akan mengganggu sekresi insulin. Gangguan yang disebabkan oleh FFA ini disebut sebagai lipotoxocity. Obat yang bekerja dijalur ini adalah tiazolidindion.

5. Usus : glukosa yang ditelan memicu respon insulin jauh lebih besar dibanding kalau diberikan secara intravena. Efek yang dikenal sebagai efek incretin ini diperankan oleh 2 hormon GLP-1 (glucagon-like polypeptide-1) dan GIP (glucose-dependent insulinotrophic polypeptide atau disebut juga gastric inhibitory polypeptide). Pada penderita diabetes mellitus tipe II didapatkan defisiensi GLP-1 dan resisten terhadap GIP. Disamping hal tersebut incretin segera dipecah oleh keberadaan ensim DPP-4, sehingga hanya bekerja dalam beberapa menit. Obat yang bekerja menghambat kinerja DPP-4 adalah kelompok DPP-4 inhibitor. Saluran pencernaan juga mempunyai peran dalam

penyerapan karbohidrat melalui kinerja enzim alfa-glukosidase yang memecah polisakarida menjadi monosakarida yang kemudian diserap oleh usus dan berakibat meningkatkan glukosa darah setelah makan. Obat yang bekerja untuk menghambat kinerja ensim alfa-glukosidase adalah akarbosa.

6. Sel Alpha Pancreas : sel-α pancreas merupakan organ ke-6 yang berperan dalam hiperglikemia dan sudah diketahui sejak 1970. Sel-α

berfungsi dalam sintesis glukagon yang dalam keadaan puasa kadarnya di dalam plasma akan meningkat. Peningkatan ini menyebabkan HGP dalam keadaan basal meningkat secara signifikan dibanding individu yang normal. Obat yang menghambat sekresi glukagon atau menghambat reseptor glukagon meliputi GLP-1 agonis, DPP-4 inhibitor dan amylin.

7. Ginjal : ginjal merupakan organ yang diketahui berperan dalam pathogenesis diabetes mellitus tipe II. Ginjal memfiltrasi sekitar 163 gram glukosa sehari 90% dari glukosa terfiltrasi ini akan diserap kembali melalui peran SGLT-2 (Sodium Glucose co- Transporter) pada bagian convulated tubulus proksimal. Sedang 10% sisanya akan di absorbsi melalui peran SGLT-1 pada tubulus desenden dan asenden, sehingga akhirnya tidak ada glukosa dalam urine. Pada penderita diabetes mellitus terjadi peningkatan ekspresi gen SGLT-2. Obat yang menghambat kinerja SGLT-2 ini akan menghambat penyerapan kembali glukosa di tubulus ginjal sehingga glukosa akan dikeluarkan

lewat urine. Obat yang bekerja di jalur ini adalah SGLT-2 inhibitor. Dapaglifozin adalah salah satu contoh obatnya.

8. Otak : insulin merupakan penekan nafsu makan yang kuat. Pada individu yang obes baik yang diabetes mellitus maupun non- diabetes mellitus, didapatkan hiperinsulinemia yang merupakan mekanisme kompensasi dari resistensi insulin. Pada golongan ini asupan makanan justru meningkat akibat adanya resistensi insulin yang juga terjadi di otak. Obat yang bekerja di jalur Ini adalah GLP-1 agonis, amylin dan bromokriptin.

2.2.3 Etiologi

ADA, (2018) menjelaskan bahwa etiologi diabetes melitusyaitu :

1. Obesitas : makanan yang berlebihan menyebabkan gula dan lemak dalm tubuh menumpuk serta akan menyebabkan kelenjar pankreas bekerja keras memproduksi insulin untuk mengolah gula yang masuk. 2. Kekurangan insulin : kekurangan insulin disebabkan karena tidak

memadainya hasil sekresi insulin sehingga respon jaringan terhadap insulin berkurang. Hal ini merupakan gejala dari heperglikemia.

3. Pada saat hamil : seorang ibu secara naluri akan menambah konsumsi makanannya, sehingga berat badan ibu otomatis akan naik 7-10 kg. Pada saat makanan ibu ditambah konsumsinya ternyata produksi insulin kurang mencukupi, maka akan terjadi gejala diabetes mellitus.

2.2.4 Klasifikasi

Klasifikasi diabetes melitus dapat dilihat pada tabel 2.2 dibawah ini : Tabel 2.2 Klasifikasi etiologis diabetes mellitus

Tipe 1 Destruksi sel beta, umumnya menjurus ke defisiensi insulin absolut

1. Autoimun

2. Idiopatik

Tipe 2 Bervariasi, mulai yang dominan resistensi insulin disertai defisiensi insulin relatif sampai yang dominan defek sekresi insulin disertai resistensi insulin

Diabetes mellitus tipe lain seperti (Insipidus, Insipidus nefrogenik, Insipidus sentral)

1. Defek genetik fungsi sel beta

2. Defek genetik kerja insulin

3. Penyakit eksokrin pankreas

4. Endokrinopati

5. Karena obat atau zat kimia

6. Infeksi

7. Sebab imunologi yang jarang

8. Sindrom genetik lain yang berkaitan dengan DM Diabetes mellitus gestasional Suatu kondisi dimana terjadi ketidak tahanan terhadap

glukosa (intolerance glucose) pada wanita hamil. Wanita yang diketahui menderita diabetes mellitus sebelum hamil tidak dikatagorikan dalam diabetes mellitus tipe ini. Sumber : K Safira, 2018

2.2.5 Manifestasi klinis diabetes mellitus

K Safira, (2018) menjelaskan bahwa secara umum manifestasi klinis diabetes mellitus yang tidak terkontrol yaitu :

1. Kadar glukosa darah yang tinggi. 2. Sering mengalami infeksi. 3. Sering buang air kecil.

4. Rasa haus yang terus menerus.

5. Peningkatan nafsu makan tanpa penambahan berat badan. 6. Penurunan berat badan secara tiba-tiba.

7. Bau mulut yang tidak normal. 8. Masalah gagal ginjal.

10.Rasa menggelitik atau mati rasa.

Manifestasi klinis diabetes mellitus menurut PERKENI, (2011) dapat di golongkan menjadi gejala akaut dan kronik yaitu :

1. Gejala akut penyakit diabetes mellitus

Gejala penyakit diabetes melitus dari satu penderita ke penderita lain bervariasi, bahkan mungkin tidak menunjukkan gejala apapun sampai saat tertentu. Pemula gejala yang ditunjukkan yaitu banyak makan (poliphagia), banyak minum (polidipsi) dan banyak kencing (poliuria). Keadaan tersebut, jika tidak segera diobati maka akan timbul gejala banyak minum, banyak kencing, nafsu makan mulai berkurang/berat badan turun dengan cepat (turun 5 – 10 kg dalam waktu 3-4 minggu), mudah lelah, dan bila tidak segera diobati, akan timbul rasa mual, bahkan penderita akan jatuh koma yang disebut dengan koma diabetik.

2. Gejala kronik diabetes mellitus

Gejala kronik yang sering dialami oleh penderita diabetes mellitus adalah kesemutan, kulit terasa panas, atau seperti tertusuk-tusuk jarum, rasa tebal di kulit, kram, mudah mengantuk, mata kabur, biasanya sering ganti kaca mata, gatal di sekitar kemaluan terutama wanita, gigi mudah goyah dan mudah lepas, kemampuan seksual menurun, bahkan impotensi dan para ibu hamil sering mengalami keguguran atau kematian janin dalam kandungan atau bayi lahir dengan berat 4 kg.

2.2.6 Definisi gula darah (Glukosa)

Glukosa darah merupakan gula yang terdapat dalam darah yang berasal dari karbohidrat dalam makanan dan disimpan sebagai glikogen dihati dan diotot rangka. Glukosa darah berfungsi sebagi penyedia energi tubuh dan jaringan- jaringan dalam tubuh (Widyastuti, 2011). Kadar glukosa juga dipengaruhi berbagai faktor dan hormon insulin yang dihasilkan kelenjar pankreas, sehingga hati dapat mengatur kadar glukosa dalam darah (Ekawati, 2012).

Glukosa darah dibagi menjadi dua yaitu hiperglikemia dan hipoglikemia. Hiperglikemia bisa terjadi karena asupan karbohidrat dan glukosa yang berlebihan. Beberapa tanda dan gejala dari hiperglikemia yaitu peningkatan rasa haus, nyeri kepala, sulit konsentrasi, pengelihatan kabur, peningkatan frekuensi berkemih, letih, lemah, penurunan berat badan. Sedangkan hipoglikemia juga bisa terjadi karena asupan karbohidrat dan glukosa kurang. Beberapa tanda dan gejala dari hipoglikemia yaitu gangguan kesadaran, gangguan penglihatan, gangguan daya ingat, berkeringat, tremor, palpitasi, takikardia, gelisah, pucat, kedinginan, gugup, rasa lapar (M Mufti, 2015).

2.2.7 Macam-macam glukosa darah

1. Glukosa darah sewaktu merupakan pemeriksaan kadar glukosa darah yang dilakukan setiap hari tanpa memperhatikan makanan yang dimakan dan kondisi tubuh orang tersebut.

2. Glukosa darah puasa merupakan pemeriksaan kadar glukosa darah yang dilakukan setelah pasien puasa selama 8-10 jam.

3. Glukosa 2 jam setelah makan merupakan pemeriksaan kadar glukosa darah yang dilakukan 2 jam dihitung setelah pasien selesai makan (M Mufti, 2015).

2.2.8 Cara pengukuran kadar glukosa darah

ADA, (2018) menjelaskan bahwa cara pengukuran kadar glukosa darah, diantaranya :

1. Tes glukosa darah puasa tes

Glukosa darah puasa yaitu mengukur kadar glukosa darah setelah tidak makan atau minum manis kecuali air putih selama 8 jam, tes ini biasanya dilaksanakan pada pagi hari sebelum sarapan pagi.

2. Tes glukosa darah sewaktu kadar

Gula darah sewaktu bisa disebut juga kadar glukosa darah acak atau kasual, tes ini bisa dilakukan kapan saja, karena kadar glukosa darah sewaktu bisa dikatakan normal jika hasilnya tidak lebih dari 200 mg/dl. Tabel 2.3 Kadar glukosa darah sewaktu dan puasa sebagai patokan penyaring

dan diagnosis Diabetes Mellitus (mg/dl)

Bukan DM Belum DM Pasti DM Kadar glukosa darah sewaktu (mg/dl) Plasma vena <100 100-199 ≥ 200 Darah kapiler <90 90-199 ≥ 200 Kadar glukosa darah puasa (mg/dl) Plasma vena <100 100-125 ≥126 Darah kapiler <90 90-99 ≥100 Sumber : PERKENI, 2015

Tabel 2.4 Kadar glukosa darah sewaktu dan kadar glukosa darah puasa

Pemeriksaan Normal Sedang Tinggi

Glukosa darah puasa (mg/dl) 80-109 110-125 > 125 Glukosa darah 2 jam setelah

makan (postprandial)

110-144 145-179 > 180

Kadar gula darah acak (GDA) menurut Tandra (2016) mengalami regulasi glukosa darah meliputi:

1) Nilai GDA dikatakan turun (jika hasil nilai pemeriksaan GDA lebih rendah atau kecil dari nilai sebelumnya).

2) Nilai GDA dikatakan tetap (jika hasil nilai pemeriksaan GDA tidak berubah atau sama dari nilai hasil sebelumnya).

3) Nilai GDA dikatakan naik (jika hasil nilai pemeriksaan GDA lebih tinggi atau besar dari hasil nilai sebelumnya).

3. Uji toleransi glukosa oral merupakan cara mengukur kadar glukosa darah sebelum dan sesudah 2 jam mengkonsumsi makanan atau minuman yang mengandung glukosa sebanyak 75 gram yang dilarutkan dalam 300 ml air.

Tabel 2.5 Klasifikasi hasil uji toleransi glukosa oral

Hasil Hasil uji toleransi glukosa oral

Normal Kurang dari 140 mg/dl Pradiabetes 140-199 mg/dl

Diabetes sama atau lebih dari 300 mg/dl

Sumber : ADA, 2018

4. Uji HBA1C dikenal dengan Glycosylated Haemoglobin Test digunakan untuk mengukur kadar glukosa darah rata-rata dalam 2-3 bulan terakhir, uji ini lebih sering dipakai untuk mengontrol kadar glukosa darah penderita diabetes.

Tabel 2.6 Klasifikasi kadar HBA1C

Hasil Kadar HBA1C kurang

Normal kurang dari 5,7 % 5,7-6,4 Pradiabetes 5,7-6,4 %

Diabetes sama atau lebih dari 6,5 %

2.2.9 Komplikasi

Kondisi kadar gula darah tetap tinggi akan timbul berbagai komplikasi. Komplikasi pada diabetes mellitus menurut K Safira, (2018) yaitu :

1. Penyakit jantung

Penyebab penyakit jantung paling umum pada penderita diabetes mellitus adalah pengerasan pembuluh arteri koroner atau aterosklerosis (penumpukan kolestrol didalam pembuluh darah yang memasok nutrisi dan oksigen menuju jantung.

2. Stroke

Kondisi ini terjadi ketika salah satu pembuluh darah yang memasok oksigen ke otak rusak atau tersumbat. Jika aliran darah terpotong lebih dari 3-4 menit, maka sebagian otak penderita mulai mati. Stroke ada 2 jenis yaitu stroke hemoragik yang disebabkan oleh pecahnya pembuluh darah arteri dan stroke iskemik yang disebabkan arteri yang tersumbat.

3. Penyakit ginjal (Nefropati diabetik)

Ginjal pasien yang menedrita diabetes mellitus akan dipaksa untuk bekerja lebih keras dalam menyaring darah. Lama-kelamaan, kerusakan ginjal dapat terjadi dan mengakibatkan adanya sejumlah protein yang ikut keluar bersama dengan urin. Kemudian tekanan darah meninggi dan terbentuknya zat-zat sisa atau buangan didalam darah.

4. Kerusakan mata (Retinopati diabetik)

Penderita diabetes mellitus dapat menderita retinopati diabetik yaitu komplikasi akibat diabetes mellitus tidak terkontrol yang menyerang mata dan kerusakan pengelihatan karena merusak retina. Kadar gula darah yang terlalu tinggi akan menyumbat pembuluh darah kecil yang berfungsi untuk menjaga kesehatan retina. 5. Gastroparesis

Diabetes dapat mempengaruhi saraf vagus yaitu saraf yang berfungsi untuk mengendalikan seberapa cepat perut seseorang mengosongkan dirinya. Saat saraf itu rusak maka pencernaan penderita akan melambat dan makanan pun menjadi tinggal di dalam tubuh lebih lama dari seharusnya.

6. Disfungsi ereksi

Gangguan ereksi pada pria dengan diabetes mellitus juga diikuti dengan gangguan pada saraf, fungsi otot, dan pembuluh darah. Diabetes mellitus dapat merusak saraf dan pembuluh darah yang mengendalikan ereksi. 7. Masalah kulit 1) Scleoderma diabeticorum 2) Vitiligo 3) Acanthosis nigricas 4) Atherosclerosis

5) Necrobiosis lipoidica diabeticorum (NLD) 6) Diabetic dermopathy

7) Digital dermopaty 8) Digital sclerosis

9) Eruptive xanthomatosis 10) Ruam dan benjolan

11) Bullosis diabeticorum atau kulit melepuh 12) Granuloma annulare yang menyebar 13)Infeksi bakteri

14)Infeksi jamur 8. Masalah gigi dan gusi

Penderita diabetes mellitus harus merawat gigi dan gusinya karena hal ini dapat mengalami gangguan yang disebabkan tingginya kadar gula darah. Masalah yang perlu di waspadai resiko pembengkakan pada gusi dan sariawan.

9. Depresi

Kondisi kesehatan mental ini umumnya ditemui pada penderita penyakit yang kronis, termasuk penderita diabetes mellitus. Diabetes mellitus merupakan penyakit serius yang dapat mempengaruhi emosi penderitanya secara signifikan.

2.2.10 Pemeriksaan penunjang

Pemeriksaan penyaring perlu dilakukan pada kelompok dengan resiko tinggi untuk diabetes mellitus, yaitu kelompok usia dewasa tua (> 40 tahun), obesitas, tekanan darah tinggi, riwayat keluarga diabetes mellitus, riwayat kehamilan dengan berat badan bayi > 4000 gram, riwayat diabetes mellitus kehamilan dan dislipidemia.

Pemeriksaan penyaring dapat dilakukan dengan pemeriksaan glukosa darah sewaktu atau kadar darah puasa kemudian dapat diikuti dengan Tes Toleransi Glukosa Oral (TTGO) standart untuk kelompok resiko tinggi yang hasil pemeriksaan penyaringan negatif perlu pemeriksaan penyaring ulangan tiap tahun. Bagi pasien berusia > 45 tahun tanpa faktor resiko pemeriksaan penyaring dapat dilakukan setiap 3 tahun (Mansjoer, 2010).

2.2.11 Diagnosa diabetes mellitus

Diagnosis diabetes mellitus menurut PERKENI (2015) yaitu ditegakkan atas dasar pemeriksaan kadar glukosa darah. Pemeriksaan glukosa darah yang dianjurkan adalah pemeriksaan glukosa secara enzimatik dengan bahan plasma darah vena. Pemantauan hasil pengobatan dapat dilakukan dengan menggunakan pemeriksaan glukosa darah kapiler dengan glukometer. Diagnosis tidak dapat ditegakkan atas dasar adanya glukosuria.

Berbagai keluhan dapat ditemukan pada penyandang diabetes mellitus, keluhan yang sering muncul pada penderita diabetes mellitus yaitu seperti berikut ini :

1. Keluhan klasik diabetes mellitus poliuria, polidipsia, polifagia dan penurunan berat badan yang tidak dapat dijelaskan sebabnya.

2. Keluhan lain lemah badan, kesemutan, gatal, mata kabur, dan disfungsi ereksi pada pria, serta pruritus vulva pada wanita (PERKENI, 2015).

Tabel 2.7 Kadar tes laboratorium darah untuk diagnosis diabetes dan prediabetes

HbA1c (%) Glukosa darah

puasa (mg/dL)

Glukosa plasma 2 jam setelah TTGO (mg/dL) Diabetes Prediabetes > 6,5 5,7-6,4 > 126 mg/dL 100-125 > 200 mg/dL 140-199 Normal < 5,7 < 100 < 140 Sumber : PERKENI, 2015

Tabel 2.8 Cara pelaksanaan TTGO

1. Tiga hari sebelum pemeriksaan, pasien tetap makan (dengan karbohidrat yang cukup) dan melakukan kegiatan jasmani seperti kebiasaan sehari-hari.

2. Berpuasa paling sedikit 8 jam (mulai malam hari) sebelum pemeriksaan, minum air putih tanpa glukosa tetap diperbolehkan .

3. Dilakukan pemeriksaan kadar glukosa darah puasa.

4. Diberikan glukosa 75 gram (orang dewasa), atau 1,75 gram/kgBB (anak-anak), dilarutkan dalam air 250 mL dan diminum dalam waktu 5 menit.

5. Berpuasa kembali sampai pengambilan sampel darah untuk pemeriksaan 2 jam setelah minum larutan glukosa selesai.

6. Dilakukan pemeriksaan kadar glukosa darah 2 (dua) jam sesudah beban glukosa. 7. Selama proses pemeriksaan, subjek yang diperiksa tetap istirahat dan tidak merokok.

Sumber : PERKENI, 2015

2.2.12 Penatalaksanaan

Penatalaksanaan pada pasien diabetes mellitus menurut PERKENI (2015) dan Kowalak (2011) dibedakan menjadi dua yaitu terapi farmakologis dan non farmakologi:

1. Terapi farmakologi

Pemberian terapi farmakologi harus diikuti dengan pengaturan pola makan dan gaya hidup yang sehat. Terapi farmakologi terdiri dari obat oral dan obat suntikan, yaitu:

1) Obat anti hiperglikemia oral

Menurut PERKENI, (2015) berdasarkan cara kerjanya obat ini dibedakan menjadi beberapa golongan, antara lain:

a. Pemacu sekresi insulin sulfonilurea dan glinid

Efek utama obat sulfonilurea yaitu memacu sekresi insulin oleh sel beta pancreas. cara kerja obat glinid sama dengan cara kerja obat sulfonilurea, dengan penekanan pada peningkatan sekresi insulin fase pertama yang dapat mengatasi hiperglikemia post prandial.

b. Penurunan sensitivitas terhadap insulin metformin dan tiazolidindion (TZD)

Efek utama metformin yaitu mengurangi produksi glukosa hati (gluconeogenesis) dan memperbaiki glukosa perifer. Sedangkan efek dari tiazolidindion (TZD) adalah menurunkan resistensi insulin dengan jumlah protein pengangkut glukosa, sehingga meningkatkan glukosa di perifer. c. Penghambat absorpsi glukosa : penghambat glukosidase alfa

Fungsi obat ini bekerja dengan memperlambat absopsi glukosa dalam usus halus, sehingga memiliki efek menurunkan kadar gula darah dalam tubuh sesudah makan.

d. Penghambat DPP-IV (Dipeptidyl Peptidase-IV)

Obat golongan penghambat DPP-IV berfungsi untuk menghambat kerja enzim DPP-IV sehingga GLP-1 (Glucose Like Peptide-1) tetap dalam konsentrasi yang tinggi dalam bentuk aktif. Aktivitas GLP-1 untuk meningkatkan sekresi insulin dan menekan sekresi glukagon sesuai kadar glukosa darah (glucose dependent).

2) Kombinasi obat oral dan suntikan insulin

Kombinasi obat antihiperglikemia oral dan insulin yang banyak dipergunakan adalah kombinasi obat antihiperglikemia oral dan insulin basal (insulin kerja menengah atau insulin kerja panjang), yang diberikan pada malam hari menjelang tidur. Terapi tersebut biasanya dapat mengendalikan kadar glukosa darah dengan baik jika dosis insulin kecil atau cukup. Dosis awal insulin kerja menengah adalah 6-10 unit yang diberikan sekitar jam 22.00, kemudian dilakukan evaluasi dosis tersebut dengan melihat nilai kadar glukosa darah puasa keesokan harinya. Ketika kadar glukosa darah sepanjang hari masih tidak terkendali meskipun sudah mendapat insulin basal, maka perlu diberikan terapi kombinasi insulin basal dan prandial, serta pemberian obat anti hiperglikemia oral dihentikan (PERKENI, 2015).

2. Terapi non farmakologi

Terapi non farmakologi menurut PERKENI, (2015) dan Kowalak, (2011) yaitu:

1) Edukasi

Edukasi bertujuan untuk promosi kesehatan supaya hidup menjadi sehat. Hal ini perlu dilakukan sebagai upaya pencegahan dan bisa digunakan sebagai pengelolaan diabetes mellitus secara holistik.

2) Terapi nutrisi medis (TNM)

Pasien DM perlu diberikan pengetahuan tentang jadwal makan yang teratur, jenis makanan yang baik beserta jumlah kalorinya, terutama pada pasien yang menggunakan obat penurun glukosa darah maupun insulin.

3) Latihan jasmani atau terapi humor

Pasien DM harus berolahraga secara teratur yaitu 3 sampai 5 hari dalam seminggu selama 30 sampai 45 menit, dengan total 150 menit perminggu, dan dengan jeda antar latihan tidak lebih dari 2 hari berturut-turut. Tertawa bisa menggerakkan seluruh organ tubuh, otot, dapat membakar kalori. Apabila kita tertawa dalam 15 menit, aktivitas itu akan membakar 40 kalori atau sama dengan mengangkat beban selama 10 menit dan 1 menit tertawa sama dengan 10 menit berolahraga menggunakan sepeda mesin 2.2.13 Faktor yang mempengaruhi kadar gula darah acak

Menurut Fox & Kilvert (2010) faktor yang dapat mempengaruhi gula darah acak pada diabetes melitus adalah kurang berolahraga/ latihan jasmani, jumlah makanan yang dikonsumsi bertambah, stress, cemas, pengetahuan diit diabetes melitus, pertambahan berat badan dan usia, serta dampak perawatan obat misalnya steroid.

1. Olahraga atau latihan jasmani secara teratur dapat mengurangi terjadinya resistensi insulin sehingga insulin dapat dipergunakan lebih baik oleh sel- sel tubuh. Olahraga

atau latihan jasmani juga dapat digunakan sebagai pembakar lemak dalam tubuh, sehingga dapat menurunkan berat badan bagi penderita obesitas.

2. Asupan makanan dapat juga mempengaruhi naiknya kadar gula darah karena makanan yang tinggi energi atau kaya karbohidrat dan serat yang rendah dapat mengganggu stimulasi sel-sel beta pankreas dalam memproduksi insulin. Asupan lemak di dalam tubuh juga perlu diperhatikan karena sangat berpengaruh terhadap resistensi insulin.

3. Kecemasan merupakan respon terhadap penyakit yang dirasakan penderita sebagai suatu tekanan, rasa tidak nyaman, gelisah dan kecewa. Gangguan tersebut membuat penderita menjadi acuh terhadap peraturan pengobatan yang harus dijalankan seperti diit, terapi medis dan olahraga sehingga

Dokumen terkait