• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I. PENDAHULUAN

5. Kerangka Teori

5.2. Konsep Etnisitas

5.2.1. Pengertian Etnik

Menurut Em Zul Fajri dalam Kamus Lengkap Bahasa Indonesia bahwa etnis berkenaan dengan

kelompok sosial dalam sistem sosial atau kebudayaan yang mempunyai arti atau kedudukan karena keturunan, adat, agama, bahasa, dan sebagainya. Sedangkan menurut Ariyuno Sunoyo dalam Kamus Antropologi, bahwa: “Etnis adalah suatu kesatuan budaya dan territorial yang tersusun rapi dan dapat digambarkan ke dalam suatu peta etnografi”.30

Setiap kelompok memiliki batasan-batasan yang jelas untuk memisahkan antara satu kelompok etnis dengan etnis lainnya. Menurut Koentjaraningrat, konsep yang tercakup dalam istilah etnis adalah golongan manusia yang terikat oleh kesadaran dan identitas akan kesatuan kebudayaan, sedangkan kesadaran dan identitas seringkali dikuatkan oleh kesatuan bahasa juga.31

29

Antonius Sitepu, Sistem Politik Indonesia, Medan:Pusaka Bangsa Press, 2006, hal 134

30

Ariyuno Sunoyo, Kamus Antropologi, Jakarta, Antropologi Press, 1985.

31

Koentjaranigrat, Manusia dan Kebudayaan di Indonesia, Jakarta: Penerbit Djambatan, 1982, hal. 58.

Suku bangsa yang sering disebut etnik atau golongan etnik mempunyai tanda-tanda atau ciri-ciri karekteristiknya.

Ciri-ciri tersebut terdiri dari:32 a. Memiliki wilayah sendiri

b. Mempunyai struktur politik sendiri berupa tata pemerintahan dan pengaturan kekuasaan yang ada

c. Adanya bahasa sendiri yang menjadi alat komunikasi dalam interaksi

d. Mempunyai seni sendiri (seni tari lengkap dengan alat-alatnya, cerita rakyat, seni ragam hias dengan pola khas tersendiri)

e. Seni dan teknologi arsitektur serta penataan pemukiman

f. Sistem filsafat sendiriyang menjadi landasan pandangan, sikap dan tindakan g. Mempunyai sistem religi (kepercayaan, agama) sendiri.

Etnisitas secara substansial bukan sesuatu yang ada dengan sendirinya tetapi

keberadaannya terjadi secara bertahap. Etnisitas adalah sebuah proses kesadaran yang kemudian membedakan kelompok kita dengan mereka. Basis sebuah etnisitas adalah berupa aspek

kesamaan dan kemiripan dari berbagai unsur kebudayaan yang dimiliki, seperti misalnya adanya kesamaan dan kemiripan dari berbagai unsur kebudayaan yang dimiliki, ada kesamaan struktural sosial, bahasa, upacara adat, akar keturunan, dan sebagainya. Berbagai ciri kesamaan tersebut, dalam kehidupan sehari-hari tidak begitu berperan dan dianggap biasa. Dalam kaitannya, etnisitas menjadi persyaratan utama bagi munculnya strategi politik dalam membedakan “kita” dengan “mereka”.33

Dalam penelitian kali ini yang menjadi objek penelitian adalah etnis Simalungun. Simalungun adalah salah satu suku Batak yang sekaligus menjadi nama sebuah kabupaten di

32

Payung Bangun, Sistem Sosial Budaya Indonesia, Jakarta: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik UKI, 1998, hal. 63

33

Sumatera Utara. Barangkali tidak banyak orang non batak yang mengenal keberadaan suku ini. Secara struktur kesukuan, suku Simalungun ini merupakan salah satu suku dalam suku Batak diantara lima sub lainnya yakni : Toba, Karo, Pakpak, Angkola, Mandailing.

5.2.2. Etnis Karo

Sebelum perang dunia kedua didaerah langkat banyak orang karo berpindah budaya dari budaya karo menjadi budaya melayu. Dibukannya usaha-usaha perkebunan oleh maskapai-maskapai Belanda didaerah Langkat dan Deli Serdang menyebabkan selimut isolasi yang selama ini meliputi masyarakat Karo. Secara berangsur-angsur semakin terbuka. Pada jaman sekarang ini sifat modernisasi sudah dikenal oleh masyarakat Karo seperti sistem pertanian, perkebunan, dan sistem perdagangan yang modern. Mereka juga sudah berinteraksi den beralkurturasi dengan budaya lain diwilayah tersebut.

Suatu waktu Belanda dating masyarakat Karo masih merupakan masyarakat murni tradisional. Susunan perekonomian dan budayanya masih bersifat agraris. Kesuburan tanah dan iklim yang baik menyebabkan masyarakatnya sekaligus bersifat swasembada, hanya beberapa jenis kebutuhan dari daerah luar antara lain garam. Semua kebutuhan diproduksi untuk konsumsi sendiri, perdagangan hampir tidak dikenal. Walaupun ada hanya dalam bentuk barter.

Setiap orang dapat memenuhi sendiri kebutuhan pokoknya, waktu yang diperlukan untuk itu hanya beberapa bulan saja sepanjang tahun selebihnya mereka gunakan untuk santai. Dapat dimaklumi bahwa dalam masyarakat demikian itu, orang akan cenderung untuk lekas merasa puas. Jenis dan jumlah kebutuhan tidak pernah bertambah, masyarakat menjadi statis dan anggota masyarakat menerima keadaan statis tersebut sebagai suatu hal yang wajar. Perubaha kearah yang lebih baik tak pernah terpikirkan.

Kontak dengan belanda menyebabkan jendela untuk melihat dunia yang lebih luas menjadi terbuka. Kemungkinan terbaru terhampar didepan mata. Pada mulanya secara kabur dan tidak mempunyai bentuk yang tegas dank arena itu kurang mempesona. Secara berangsur-angsur dan perlahan tapi pasti, gambaran itu semakin jelas. Dunia pendidikan yang meskipun masih dalam lingkaran rendah, semakin membuka mata orang karo. Terbukanya mata masyarakat karo terhadap orang luar bukanlah tujuan utama kedatangan Belanda melainkan efek samping dari kedatangan politik colonial Belanda yang menjadikan Indonesia termasuk daerah Karo, sebagai suplier pasar mentah pasar dunia. Sekaligus menjadikan bangsa Indonesia pelemparan hasil industri Eropa Barat

Selain itu bangsa Jepang juga pernah masuk kedalam Tanah Karo. Pemerintahan jepang hanya singkat telah mampu menimbulkan rasa cinta kepahlawanan yang displin, yang kemudian ternyata bermanfaat dalam usaha perjuangan kemerdekaan. Untuk mengisi kemerdekaan yang telah berhasil diperjuangkan oleh bangsa Indonesia. Perubahan sosial adalah suatu hal yang perlu dan harus, oleh karena itu kita perjuangkan dengan sungguh-sunguh an secara berencana.

Selain pengaruh Belanda pada masa pemerintahan pendudukan jepang terjadi suatu dinamika radikal dimana pemuda-pemudi Karo dididik menjadi prajurit. Sekolah-sekolah ditingkatkan, guru-guru diperbanyak. Nyanyian Jepang yang membangkitkan semangat berkumandang hingga kedesa-desa. Pengaruh kekuasaan jepang juga terasa juga kedesa-desa. Seperti penguasaan produksi. Sistem catu, latihan baris-berbaris. Mobilitas masyarakat karo juga mulai meningkat, terutama frekuensi kunjungan ke kota-kota. Hal ini semua mengakibatkan kesiagaan masyarakat Karo untuk menyongsong kemerdekaan yang diproklamirkan pada tanggal 17 Agustus 1945. Masyarakat karo telah siap menerima kemerdekaan dan sekaligus

mempertahankannya.dengan demikian maka masyarakat Karo juga telah siap dan sadar dengan perubahan sosial yang ditimbulkan pendudukan Jepang dan Proklamasi kemerdekaan.

Karakteristik orang karo sangat banyak dipengaruhi oleh lingkungan alam yang mengitarinya, sebagai anak pedalaman dalam hutan rimba raya dan mentalits agraris, atau mungkin juga disebabkan oleh sejarah penaklukan kerajaan Haru dimana salah satu sempalanya adalah suku Karo yang mendiami daerah-daerah dataran tinggi, baik di Tanah Karo, Medan, Deliserdang Langkat, Binjai, Simalungun, Dairi dan Aceh tenggara.

Sebagai masyarakat yang terisolir dipedalaman dataran tinggi karo dan sekitarnya, ternyata sebagai sebuah komunitas disana terbentuk juga sebuah budaya yang menjadi patron bagi masyarakat karo dalam berhubungan dengan sang pencipta alam berserta lainnya dan khususnya hubungan antara masyarakat didalamnya. Kesemuaan pola hubungan tersebut dalam sebuah aturan tidak tertulis yang mengatur disebut dengan budaya. Aspek budaya yang dimana menurut Singarimbun merupakan identitas masyarakat Karo ada 4 yang meliputi yaitu Merga, Bahasa, Kesenian dan adat istiadat.34

Merga adalah identitas masyarkat Karo yang unik. Setiap orang Karo mempunyai Merga yaitu salah satu dari 5 merga yang ada didalam bahasa karo silima merga yaitu Ginting, Karo-karo, Perangin-angin, Sembiring, dan Tarigan. Bahasa dan aksara Karo merupakan karya budaya yang memiliki budaya yang tidak ternilai harganya. Kesenian Karo Adalah kesenian tradisional yang terdiri dari Gendang dan pakaian adat, bersamaan hadirnya orang Karo.sedangkan adat istiadat yang paling melekat dalam orang karo adalah adanya budaya Rungu (musyawarah, Mufakat) dan adat Rebu (Pantang berbicara dengan kerabat tertentu). Karena bagi orang Karo tidak boleh bicara langsung dengan Mami (ibu mertua), Turangku (istri ipar), Permain (istri Anak), apabila berbicara mesti memakai perantara untuk berbicara.

34

Dokumen terkait