• Tidak ada hasil yang ditemukan

A. Tinjauan Tentang Good Governance dan Kemitraan

2. Konsep Kemitraan

Kemitraan dalam masyarakat Indonesia merupakan hal yang tidak asing karena dalam kehidupan sehari-hari kita mengenal gotong royong, partisipasi masyarakat dan sebagainya. Dalam manajemen modern baik dalam pengembangan sumberdaya manusia maupun pengembangan kelembagaan kemitraan merupakan salah satu strategi yang biasa ditempuh untuk mendukung keberhasilan implementasi manajemen modern. Kemitraan tidak sekedar diterjemahkan sebagai sebuah kerjasama, lembaga dalam menerapkan manajemen modern. Dalam implementasinya kemitraan dibutuhkan kesepahaman pengelolaan program, strategi pengembangan program antara lembaga yang bermitra. Dalam uraian tentang kemitraan ini akan diuraikan tentang :

a. Pengertian Kemitraan

Kemitraan pada dasarnya telah lama dikenal pada masyarakat kita, istilah gotongroyong misalnya termasuk dalam kegiatan kerja sama. Menurut Sulistiyani (2004:129) Kemitraan secara etimologis berasal dari kata partnership yang berasal dari suku kata partner yang berarti kawan, sekutu atau mitra. Secara definisi, maka kemitraan adalah suatu bentuk kerja sama atas dasar kesepakatan dan rasa saling membutuhkan dalam rangka meningkatkan kapasitas dan kapabilitas di suatu bidang usaha tertentu atau tujuan tertentu sehingga memperoleh hasil yang lebih baik.

Selaras dengan istilah kemitraan menurut Notoatmojo (2007:100) adalah kerjasama formal antara individu-individu, kelompok atau organisasi untuk

mencapai tujuan tertentu. Sedangkan pendapat lain tentang kemitraan misalnya dari Promkes Depkes RI (2004:112.) mengatakan bahwa :

1) Kemitraan mengandung pengertian adanya interaksi dan interelasi minimal dua pihak atau lebih dimana masing-masing pihak merupakan mitra atau partner.

2) Kemitraan adalah upaya melibatkan berbagai komponen baik sektor, kelompok masyarakat, lembaga pemerintah atau non pemerintah untuk bekerjasama mencapai tujuan bersama berdasarkan atas kesepakatan, prinsip dan peran masing-masing.

Kemitraan pada dasarnya merupakan salah satu strategi yang ditempuh dalam mendukung keberhasilan pengembangan sumberdaya maupun kelembagaan, dalam kemitraan dibutuhkan kesepemahan pengelolaan program, kesepemahan pengembangan program antara lembaga yang bermitra. Kemitraan dapat dilakukan dalam transfer teknologi, transfer pengetahuan/ketrampilan, transfer sumberdaya, transfer cara belajar dan sebagainya. Latar belakang kemitraan ini merupakan kritik terhadap pembangunan yang cenderung bersifat top down, dimana pemerintah mendominasi proses pembangunan dan mengabaikan sikap acuh swasta terhadap kelompok lemah (Sulistiyani, 2004: 94).

Berdasarkan pengertian di atas, dapat diketahui bahwa pengertian kemitraan dalam konteks penelitian ini adalah adanya kesepakatan atau pembagian peran antara antara pemerintah, lembaga lokal, dan masyarakat sehingga pemenuhan kebutuhan rumah bagi masyarakat berpenghasilan rendah dapat berjalan lebih optimal.

b. Prinsip Kemitraan

Ada beberapa prinsip yang perlu dipahami dalam membangun suatu kemitraan menurut Notoadmodjo (2007:101) yaitu:

1) Prinsip Kesetaraan (Equity)

Yaitu individu, organisasi atau institusi yang telah bersedia menjalin kemitraan harus merasa sama atau sejajar kedudukannya dengan yang lain dalam mencapai tujuan yang disepakati.

2) Prinsip Keterbukaan

Keterbukaan terhadap kelebihan dan kelemahan masing- masing anggota dan berbagai sumberdaya yang dimiliki. Semua harus diketahui oleh anggota lain sehingga dengan keterbukaan ini akan menimbulkan saling melengkapi dan membantu diantara yang bermitra.

3) Prinsip Azas Manfaat Bersama

Organisasi atau institusi yang telah menjalin kemitraan memperoleh manfaat dari kemitraan yang terjalin sesuai dengan kontribusi masing- masing

c. Langkah, Strategi dan Pola Kemitraan

Kemitraan pada dasarnya memberikan nilai tambah kekuatan pada masing-masing sektor untuk melaksanakan visi dan misinya namun kemitraan juga memerlukan persyaratan dalam langkahlangkah kemitraan yaitu; (1) pengenalan masalah, (2) seleksi masalah, (3) melakukan identifikasi calon mitra dan pelaku potensial, (4) melakukan identifikasi peran mitra atau jaringan kerjasama antar sesama mitra dalam upaya mencapai tujuan melalui kesepakatan kedua belah pihak tentang

tanggung jawab masing-masing, (5) menyususn rencana kerja dan evaluasi Notoadmodjo (2007:102). Syarat untuk membentuk kemitraan menurut Kamil (2006:12) ada beberapa yang perlu diperhatikan, yaitu:

1) Adanya dua belah pihak atau lebih

2) Memiliki kerjasama dalam mencapai visi dan tujuan 3) Adanya kesepakatan

4) Saling membutuhkan

Langkah-langkah dalam kemitraan tersebut didukung oleh tawaran strategi yang disebutkan oleh Kamil (2006:13) yaitu strategi yang ditawarkan dalam kemitraan seyogyanya mengandung unsur saling memerlukan, saling menguntungkan dan saling memperkuat. Ketiga unsur tersebut dibangun atasa dasar kepercayaan yang berlandaskan; keadilan, kejujuran dan kebijakan. Oleh karena itu strategi pertama adalah strategi komitmen visi jangka panjang sedangkan strategi kedua adalah strategi implementasi misi, atau strategi kesepakatan terhadap sasaran dan tujuan berasama. Kedua strategi itu bisa dibangun melalui berbagai pola seperti:

1) Pola asuh, pola ini dibangun atas dasar misi pengasuhan dari yang besar kepada yang kecil, (besar modal, besar sumberdaya manusia, besar teknologi dll), dari yang kuat kepada yang lemah namun pada posisi kebutuhan yang sama, tetapi tetap pada landasan saling menguntungkan, saling memerlukan dan memperkuat.

2) Pola inti plasma, adalah pola hubungan kemitraan antara kelompok mitra dengan perusahaan mitra di mana kelompok mitra bertindak sebagai plasma inti.

3) Pola sub kontrak, adalah hubungan kemitraan antar kelompok mitra dengan lembaga/organisasi/perusahaan; di mana kelompok mitra memproduksi komponen/sesuatu yang diperlukan oleh perusahaan/lembaga/organisasai mitra sebagai bagian dari produksinya.

4) Pola futuristik, pola futuristik adalah pola hubungan yang sama tidak ada subordinasi, tetapi dengan pembagian kerja yang berbeda dalam rangka membangun misi tujuan/sasaran yang sama. Pola ini lebih modern karena standar kerja, standar pengelolaan dibangun bersama

5) Pola sejajar, pola ini lebih mengutamakan pada keuntungan ekonomi, seperti pada pola dagang umum, pola keagenan, dan pola kerjasama lainnya. Kesepakatan yang dibangun hanya pada keuntungan belaka, standar ditetapkan masing-masing, baik standar harga, standar pemasaran (pengelolaan) dll. Pola sejajar ini dapat dilat pada kegiatan hubungan kemitraan kelompok mitra dengan perusahaan mitra, di mana perusahaan mitra memasrakan hasil produksi kelompok mitra memasok kebutuhan perusahaan mitra.

6) Pola kemitraan sesuai kebutuhan, kemitraan ini dilakukan sesuai dengan kebutuhan perusahaan/lembaga/organisasi mitra, tetapi kelompok mitra bisa berubah sesuai kesepakatan, jika perusahaan membutuhkan kembali kelompok mitra pertama dan tidak perlu dibuat kesepakatan baru, tinggal melanjutkan (sustainability)

Sedangkan aspek yang dimitrakan menurut Notoatmodjo (2007:103) adalah sebagai berikut:

1) Program Kegiatan

Penyyelenggaraan kegiatan bersama dengan lembaga yang bermitra untuk merancang program kegiatan pada pelaksanaan paling tidak ada tiga kemungkinan.

2) Bentuk Kerjasama

Dalam melaksanakan kegiatan setiap program dilaksanakan, dikelola secara bersama

3) Pengelolaan Program

Sebuah lembaga dalam melakukan pengelolaan program kegiatan atau melaksanakan seluruh kegiatan dapat dikelola secara bersama antara pihak yang bermitra.

4) Sarana dan Prasarana

Sarana dan prasarana kegiatan dapat dimitrakan dalam bentuk kemitraan, misalnya; kemitraan dalam peralatan, bahan, ruang, dana dan sebagainya. Kemitraan dapat dilakukan secara timbal balik antar lembaga.

5) Tenaga

Kemitraan dengan menggunakan tenaga yang memadai, yang dimiliki oleh sebuah lembaga dapat dijadikan asset untuk didayagunakan oleh lembaga yang bermitra

d. Model Kemitraan

Kemitraan dapat dilakukan dengan berbagai cara, yaitu melalui model–model dalam penerapan kemitraan itu sendiri. Menurut Sulistiyani (2004:130) model– model kemitraan terbagi atas sebagai berikut:

1) Pseudo partnership (kemitraan semu)

Merupakan persekutuan yang terjadi antara dua pihak atau lebih, namun tidak sesungguhnya melakukan kerjasama secara seimbang satu dengan yang lain. Bahkan ada satu pihak belum tentu memahami secara benar akan makna sebuah kerjasama yang dilakukan, dan untuk tujuan apa itu semua dilakukan serta disepakati. Ada sesuatu yang unik dari semacam kemitraan ini, bahwa kedua belah pihak atau lebih sama–sama merasa penting untuk melakukan kerjasama, akan tetapi pihak–pihak yang bermitra belum tentu mengerti dan memahami substansi yang diperjuangkan dan manfaatnya apa.

2) Mutualism partnership (kemitraan mutualistik)

Merupakan persekutuan dua pihak atau lebih yang sama-sama menyadari aspek pentingnya melakukan kemitraan, yaitu saling memberikan manfaat lebih, sehingga akan mencapai tujuan secara optimal. Berangkat dari pemahaman akan nilai pentingnya melakukan kemitraan, dua organisasi atau kelompok atau lebih yang memiliki status sama atau berbeda melakukan kerjasama. Manfaat saling silang antara pihak– pihak yang melakukan kerjasama dapat diperoleh sehingga sekaligus saling menunjang satu dengan lainnya.

3) Conjugation partnership (kemitraan melalui peleburan atau pengembangan)

Merupakan kemitraan yang dianalogikan sebagai paramecium. Dua paramecium melakukan konjungsi untuk mendapatkan energi dan kemudian terpisah satu sama lain dan selanjutnya dapat melakukan

pembelahan diri. Bertolak dari analogi tersebut, maka suatu organisasi atau kelompokkelompok, perorangan yang memiliki kelemahan di dalam melakukan usaha atau kegiatan dapat melakukan kemitraan dengan model ini. Dua pihak atau lebih dapat melakukan konjungsi dalam rangka meningkatkan kemampuan masing–masing.

Seperti mana pula model kemitraan secara umum menurut Notoadmodjo (2007: 105) adalah sebagai berikut:

1) Model kemitraan yang paling sederhana adalah bentuk jaringan kerja yaitu kemitraan dimana masing-masing memiliki program- program tersendiri, dan kemitraan terjadi karena adanya persamaan pelayanan.

2) Model jaringan bersama yaitu kemitraan dimana setiap mitra memiliki tanggung jawab yang lebih besar terhadap program bersama, visi misi dan kegiatan dalam mencapai tujuan direncanakan, dilaksanakan dan dievaluasi bersama.

Model kemitraan tersebut bersifat umum yang dilakukan dalam bidang apapun, sedangkan kemitraan dalam upaya pemberdayaan masyarakat dapat dilihat pada model kemitraan yang dilakukan oleh pemerintah, masyarakat dan swasta dengan mengadopsi konsep good governance yang memberikan tanggungjawab dalam upaya memberdayakan masyarakat kepada pemerintah, masyarakat dan swasta.

Kemitraan dalam hal ini terkait dengan upaya pemberdayaan masyarakat yang secara konseptual diartikan sebagai upaya menciptakan atau meningkatkan kapasitas masyarakat, baik secara individu maupun kelompok, dalam memecahkan berbagai persoalan yang terkait dengan peningkatan kualitas hidup,

kemandirian dan kesejahteraannya dan pemberdayaan masyarakat ini terkait dengan keterlibatan lebih besar dari pemerintah dan berbagai pihak dalam hal ini swasta dan lembaga yang tumbuh di dalam masyarakat untuk memberikan kesempatan dan menjamin keberlanjutan dari hasil yang ingin dicapai.

Model kemitraan yang lain dikembangkan atas dasar azas kehidupan organisasi pada umumnya yang mencakup:

1) Subordinate union of partnership yaitu kemitraan semacam ini terjadi antara dua pihak atau lebih yang mempunyai status, kemampuan dan kekuatan yang tidak seimbang satu dengan yang lain. Dengan demikian hubungan yang tercipta tidak berada dalam suatu garis lurus yang seimbang satu dengan yang lainnya, melainkan berada pada hubungan atas bawah, kuat lemah. Oleh karena itu kondisi ini mengakibatkan tidak ada sharing pada peran dan fingsi yang tidak seimbang.

2) Linear union of partnership adalah kemitraan dengan melalui penggabungan pihak-pihak secara linear atau garis lurus sehingga pihak yang bergabung melakukan kerjasama antar organisasi yang memiliki persamaan secara relatif dan kesamaan tersebut berupa tujuan atau misi, status, legalitas dan sebagainya.

3) Collaborative of partnership yaitu kemitraan yang melalui kerjasama secara linear dalam hal ini tidak membedakan besaran volume organisasi, status, legalitas atau kekuatan para pihak yang bermitra tetapi yang menjadi tekanan utama adalah visi, misi dan saling mengisi satu sama lainnyam sehingga dalam kemitraan ini terjalin secara linear yaitu berada pada garis lurus dan tidak terjadi subordinasi.

Dokumen terkait