• Tidak ada hasil yang ditemukan

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Landasan Teori .1 Implementasi

2.1.3 Pelayanan Kesehatan

2.1.3.2 Konsep Pelayanan Prima di Bidang Kesehatan

3. Mudah dicapai (accesible). Ketercapaian yang dimaksudkan disini terutama dari sudut lokasi. Dengan demikian, untuk dapat mewujudkan pelayanan kesehatan yang baik, maka pengaturan distribusi sarana kesehatan menjadi sangat penting. Pelayanan kesehatan yang terlalu terkonsentrasi di daerah perkotaan saja dan itu tidak ditemukan di daerah pedesaan bukanlah pelayanan kesehatan yang baik.

4. Mudah dijangkau (affordable). Keterjangkauan yang dimaksud adalah terutama dari sudut biaya. Untuk dapat mewujudkan keadaan yang seperti ini, harus diupayakan biaya pelayanan kesehatan tersebut sesuai dengan kemampuan ekonomi masyarakat. Pelayanan kesehatan yang mahal dan karena itu hanya mungkin dinikmati oleh sebagian kecil masyarakat saja, bukanlah pelayanan kesehatan yang baik.

5. Bermutu (quality). Mutu yang dimaksud disini adalah yang merujuk pada tingkat kesempurnaan pelayanan kesehatan yang diselenggarakan, tata cara penyelenggaraannya sesuai dengan kode etik serta standar yang telah ditetapkan (Wahid dan Nurul, 2009 : 142).

2.1.3.2 Konsep Pelayanan Prima di Bidang Kesehatan

Menurut Wahid dan Nurul (2009 : 132) Konsep prima memiliki arti harfiah “yang terbaik”. Jadi pelayanan prima berarti pelayanan terbaik yang dapat diberikan oleh pemerintah kepada masyarakat dalam bidang kesehatan. Berarti ukuran terbaik sangat relatif dan biasnya dikaitkan dengan standar pelayanan minimal (SPM). Pelayanan prima dibedakan menjadi tiga level yaitu :

28

1. Pelayanan yang dianggap terbaik oleh lembaga pemrintah yang belum memiliki SPM. Lembaga ini memiliki kewajiban segera menyusun SPM. 2. Pelayanan yang sesuai dengan SPM. Bagi lembaga pemerintah yang telah

memiliki SPM.

3. Pelayanan yang melebihi persyaratan SPM. Bagi lembaga pemerintah yang telah melakukan, wajib memperbarui SPM untuk menampung ide-ide maupun terobosan baru (Wahid dan Nurul, 2009 : 132).

Menurut Wahid dan Nurul ( 2009 : 134) Prinsip pelayanan prima dibidang kesehatan yaitu:

1. Mengutamakan pelanggan

Prosedur pelayanan disusun demi kemudahan dan kenyamanan pelanggan, bukan untuk memperlancar pekerjaan kita sendiri.

2. Sistem yang efektif

Proses pelayanan perlu dilihat sebagai sebuah sistem yang nyata (hard system), yaitu tatanan yang memadukan hasil-hasil kerja dari berbagai unit dalam organisasi. Perpaduan tersebut harus terlihat sebagai sebuah proses pelayanan yang berlangsung dengan tertib dan lancar dimata para pelanggan.

3. Melayani dengan hati nurani (soft system)

Dalam transaksi tatap muka dengan pelanggan, yang diutamakan keaslian sikap dan perilaku sesuai dengan hati nurani, perilaku yang dibuat-buat

29

sangat mudah dikenali pelanggan dan memperburuk citra pribadi pelayan. Keaslian perilaku hanya dapat muncul pada pribadi yang sudah matang. 4. Perbaikan berkelanjutan

Pelanggan pada dasarnya juga belajar mengenali kebutuhan dirinya dari proses pelayanan. Semakin baik mutu pelayanan akan menghasilkan pelanggan yang semakin sulit untuk dipuaskan, karena tuntutannya juga semakin tinggi, kebutuhannya juga semakin luas dan beragam, maka sebagai pemberi jasa harus mengadakan perbaikan terus-menerus.

5. Memberdayakan pelanggan

Menawarkan jenis-jenis layanan yang dapat digunakan sebagai sumber daya atau perangkat tambahan oleh pelanggan untuk menyelesaikan persoalan hidupnya sehari-hari.

Berdasarkan Ratminto & Atik Septik (2005) dalam Khozin (2010) Ketentuan tentang Standar Pelayanan Minimal (SPM) diatur dalam surat edaran Menteri Dalam Negeri No. 100/756/OTDA/2002, kemudian diatur lebih lanjut dalam Peraturan Pemerintah No. 65/2005. Ketentuan tentang SPM yang harus dipenuhi oleh pemerintah kabupaten/kota dalam penyediaan pelayanan publik. Menurut Keputusan MENPAN No. 63/2004, standar pelayanan sekurang-kurangnya meliputi:

1) Prosedur pelayanan

Prosedur pelayanan yang dibakukan bagi pemberi dan penerima pelayanan.

30

2) Waktu penyelesaian

Waktu penyelesaian yang ditetapkan sejak saat pengajuan permohonan sampai dengan penyelesaian pelayanan, termasuk pengaduan.

3) Biaya pelayanan

Tarif pelayanan termasuk rinciannya ditetapkan dalam proses pemberian pelayanan.

4) Produk pelayanan

Hasil pelayanan yang akan diterima sesuai dengan ketentuan yang telah ditetapkan.

5) Sarana dan prasarana

Penyediaan sarana dan prasarana pelayanan yang memadai oleh penyelenggara pelayanan.

6) Kompetensi petugas pemberi pelayanan

Kompetensi petugas pemberi pelayanan harus ditetapkan dengan tepat berdasarkan pengetahuan, keahlian, keterampilan, sikap dan perilaku yang dibutuhkan.

Mengacu pada tingkatan baik tidaknya atau berharga tidaknya sesuatu. Oleh karena itu, kata mutu pelayanan juga mengacu pada tingkatan baik tidaknya sebuah pelayanan. Ukuran baik tidaknya sebuah pelayanan tidak mudah untuk disepakati, karena setiap jenis pelayanan memiliki ciri khas masing-masing, berkembang untuk memenuhi kebutuhan yang khusus dan digunakan dalam lingkungan pelayanan yang saling berbeda. Berdasarkan Brown et al, (1998) dalam penelitian R. Gopal dan Satvinder S.B (2014 : 39) Terdapat delapan

31

dimensi pelayanan kesehatan: efektivitas, efisiensi, kompetensi teknis, hubungan interpersonal, akses ke layanan, keamanan, kontinuitas dan aspek fisik peduli kesehatan. Menurut Wahid dan Nurul (2009: 134) Ukuran mutu pelayanan sering dijumpai diberbagai bidang kajian diantaranya adalah sebagai berikut:

1. Proses pelayanan dilaksanakan sesuai prosedur pelayanan yang standar. 2. Petugas pelayanan memiliki kompetensi yang diperlukan.

3. Pelaksanaan pelayanan di dukung teknologi, sarana, dan prasarana yang memadai.

4. Pelayanan dilaksanakan tidak bertentangan dengan kode etik. 5. Pelaksanaan layanan dapat memuaskan pelanggan.

6. Pelaksanaan layanan dapat memuaskan petugas pelayanan.

7. Pelaksanaan pelayanan mendapatkan keuntungan bagi lembaga penyedia pelayanan.

Menurut Wahid dan Nurul (2009 : 143) Sistem pelayanan kesehatan di Indonesia meliputi :

1. Pelayanan kesehatan dasar

Pada umumnya pelayanan dasar dilaksanakan di puskesmas, puskesmas pembantu, puskesmas keliling, dan pelayanan lainnya di wilayah kerja puskesmas selain rumah sakit.

32

Pada umumnya dilaksanakan di rumah sakit. Pelayanan keperawatan diperlukan, baik dalam pelayanan kesehatan dasar maupun pelayanan kesehatan rujukan.

Menurut Robert K dan Elizabeth F (2014: 127-128) ada beberapa macam Model penyediaan layanan kesehatan yaitu:

1. Model kesehatan nasional

Juga dikenal sebagai model Beveridge ditandai dengan cakupan perawatan kesehatan universal semua warga oleh pemerintah pusat. Hal ini dibiayai melalui pendapatan pajak umum. Penyedia perawatan dikendalikan oleh pemerintah pusat dan daerah. Pembayaran distribusi layanan dan penyedia layanan dikendalikan oleh pemerintah. Contoh model kesehatan nasional termasuk Denmark, Irlandia, Selandia Baru, dan Inggris.

2. Sosial Model asuransi

Dikenal sebagai model Bismarck ditandai dengan cakupan wajib yang didanai oleh pemberi kerja, individu dan asuransi dana swasta. Faktor-faktor produksi dikendalikan dan dimiliki oleh pemerintah atau swasta. Hal ini juga disebut sebagai asuransi berbasis pajak. Pendanaan berasal dari pajak pekerjaan dan diadakan dana terpisah khusus untuk program kesehatan nasional. Contoh model asuransi sosial termasuk Austria, Belgia, Perancis, Jerman, Luxemburg, dan Belanda.

33

Model ini ditandai dengan jabatan individu berdasarkan pekerjaan, asuransi kesehatan swasta yang dibiayai oleh kontribusi individu dan pemberi kerja. Layanan pengiriman dan pembiayaan dimiliki dan dikelola oleh swasta yang beroperasi di ekonomi pasar terbuka. Contoh model asuransi swasta termasuk Swiss dan Amerika Serikat.

Dokumen terkait