• Tidak ada hasil yang ditemukan

Istilah ‘pendidikan karakter’ sudah cukup banyak dibahas oleh para pakar terutama di bidang pendidikan. Pemaknaan atas istilah tersebut tersebar luas sesuai dengan latar belakang pengetahuan mereka masing-masing. Pada dasarnya istilah ‘pendidikan karakter’ ini berasal dari dua buah kata yang terpisah, yaitu “pendidikan” dan “karakter”. Untuk memahaminya, perlu diterjemahkan satu persatu agar tidak terjadi ambigu dalam memaknai istilah tersebut. Sebab pendidikan sendiri bisa dimaknai sebagai suatu proses pembentukan karakter, sedangkan karakter adalah hasil yang hendak dicapai melalui proses pendidikan.

Dari segi bahasa (etimologi), pendidikan menurut Kurshid Ahmad yang dikutip oleh Abuddin Nata berasal dari bahasa Latin to ex (out) yang berarti keluar, dan ducere duc yang berarti mengatur, memimpin, mengarahkan (to lead).

1

Susilo Riwayadi dan Suci Nur Anisyah, Kamus Populer Ilmiah Lengkap, (Surabaya: SINAR TERANG), hlm. 168.

2

Mulyasa, Kurikulum Berbasis Kompetensi, Konsep, Karakteristik, dan Implementasi, (Bandung: PT Remaja Kompetensi, 2003), hlm. 93.

Dengan demikian secara harfiah pendidikan berarti mengumpulkan, menyampaikan informasi dan menyalurkan bakat; dan pada dasarnya pengertian pendidikan ini terkait dengan konsep penyampaian informasi dan pengembangan bakat yang tersembunyi. Abuddin Nata sendiri memberikan definisi pendidikan merupakan usaha atau proses yang ditujukan untuk membina kualitas sumber daya manusia seutuhnya agar ia dapat melakukan perannya dalam kehidupan secara fungsional dan optimal. Dengan demikian pendidikan pada intinya menolong manusia agar dapat menunjukkan eksistensinya secara fungsional di tengah-tengah kehidupan manusia. Pendidikan demikian akan dapat dirasakan manfaatnya bagi manusia.3

Adapun Veithzaal Rivai dan Sylviana Murni dalam bukunya “Education Management Analisis Teori dan Praktik” menjelaskan pendidikan merupakan proses dimana seseorang memperoleh pengetahuan (knowledge acquisition), mengembangkan kemampuan/keterampilan skills development) sikap atau mengubah sikap (attitude of change).4

Sementara John Dewey dalam Masnur Muslich menjelaskan pendidikan adalah proses pembentukan kecakapan fundamental secara intelektual dan emosional ke arah alam dan sesama manusia. Tujuan pendidikan dalam hal ini agar generasi muda sebagai penerus generasi tua dapat menghayati, memahami, mengamalkan nilai-nilai atau norma-norma tersebut dengan cara mewariskan

3

Abuddin Nata, Metodologi Studi Islam, (Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2003), hlm. 289-290.

4

Veithzaal Rivai dan Sylviana Murni, Education Management Analisis Teori dan Praktik, (Jakarta: Rajawali Pers, 2009), hlm. 58.

segala pengalaman, pengetahuan, kemampuan dan keterampilan yang melatarbelakangi nilai-niai dan norma-norma hidup dan kehidupan.5

Dalam Undang-Undang SISDIKNAS Nomor 20 Tahun 2003 Pasal 1 disebutkan bahwa pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara.6

Berdasarkan pengertian-pengertian di atas, maka sesungguhnya pendidikan itu adalah suatu proses yang dilakukan secara sengaja dalam rangka menumbuhkan potensi-potensi peserta didik, sebagai bekal hidupnya. Proses tersebut bisa berupa transfer ilmu pengetahuan, menumbuh-kembangkan keterampilan, dan pemberian teladan sikap, agar peserta didik nantinya siap untuk hidup di tengah-tengah masyarakat, berbangsa, bernegara dan beragama. Kesiapan itu membutuhkan suatu bekal keperibadian yang cukup yang disebut dengan karakter.

Pengertian karakter menurut Pusat Bahasa Depdiknas adalah “bawaan, hati, jiwa, kepribadian, budi pekerti, perilaku, personalitas, sifat, tabiat, temperamen, watak”. Adapun berkarakter adalah berkepribadian, berperilaku, bersifat, bertabiat, dan berwatak”. Karakter mengacu kepada serangkaian sikap (attitudes), perilaku (behaviors), motivasi (motivations), dan keterampilan (skills). Karakter

5

Muslich, Pendididkan Karakter, hlm. 67. 6

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2003 tentang SISDIKNAS & PERATURAN PEMERINTAH R.I TAHUN 2013 tentang STANDAR NASIONAL PENDIDIKAN serta WAJIB BELAJAR, hlm. 2.

berasal dari bahasa Yunani yang berarti “to mark” atau menandai dan memfokuskan bagaimana mengaplikasikan nilai kebaikan dalam bentuk tindakan atau tingkah laku, sehingga orang yang tidak jujur, kejam, rakus dan perilaku jelek lainnya dikatakan orang berkarakter jelek. Sebaliknya, orang yang perilakunya sesuai dengan kaidah moral disebut dengan berkarakter mulia.7

Istilah karakter dalam terminologi Islam lebih dikenal dengan akhlak. Untuk itu, struktur akhlak harus bersendikan pada nilai-nilai pengetahuan ilahiah, bermuara dari nilai-nilai kemanusiaan dan berlandaskan pada ilmu pengetahuan. Dalam hal ini, dapat dipahami bahwa karakter identik dengan akhlak.8

Sementara Suyadi menyimpulkan bahwa karakter merupakan nilai-nilai universal perilaku manusia yang meliputi seluruh aktivitas kehidupan, baik yang berhubungan dengan Tuhan, diri sendiri, sesama manusia, maupun dengan lingkungan yang terwujud dalam pikiran, sikap, perasaan, perkataan, dan perbuatan berlandaskan norma-norma agama, hukum, tata karma, budaya, dan adat istiadat.9

Individu yang berkarakter baik atau unggul adalah seseorang yang berusaha melakukan hal-hal yang terbaik terhadap Tuhan Yang Maha Esa, dirinya, sesama, lingkungan, bangsa dan negara serta dunia internasional pada umumnya dengan mengoptimalkan potensi (pengetahuan) dirinya dan disertai dengan kesadaran, emosi dan motivasinya (perasaannya).

7

Pupuh Fathurrohman dkk., Pengembangan Pendidikan Karakter, (Bandung: PT Refika Aditama, 2013), hlm. 17.

8

Pupuh Fathurrohman dkk., Pengembangan Pendidikan Karakter, hlm. 18. 9

Menurut David Elkind & Freddy Sweet, pendidikan karakter dimaknai sebagai berikut:

“Character education is the deliberate effort to help people understand, care about, and act upon core ethical values. When we think about the kind of character we want for our children, it is clear that we want them to be able to judge what is right, care deeply about what is right, and then do what they believe to be right, even in the face of pressure from without and temptation from within”.

Lebih lanjut dijelaskan bahwa pendidikan karakter adalah segala sesuatu yang dilakukan guru, yang mampu mempengaruhi karakter peserta didik. Guru membantu membentuk watak peserta didik. Hal ini mencakup keteladanan bagaimana perilaku guru, cara guru berbicara atau menyampaikan materi, bagaimana guru bertoleransi, dan berbagai hal terkait lainnya.10

Dalam kamus Oxford dijelaskan arti kata “character” secara luas atas segala yang berhubungan dengan kata tersebut sebagai berikut:

a. all the mental or moral qualities that make a person group, nation, etc. different from others; all the features that make a thing, a place, an event, etc. what it is and different from others (segala sesuatu yang bersifat mental atau moral yang membuat seseorang, kelompok, bangsa, dan lain sebagainya berbeda dengan lainnya; semua ciri yang membuat sesuatu, tempat, peristiwa, dan lain sebagainya apa pun itu dan berbeda dengan lainnya);

b. interesting or unusual qualities or features; the ability to handle difficult or dangerous situations, moral strength (Ketertarikan atau kualitas yang tidak biasa atau sifat; sebuah kemampuan untuk menangani kondisi yang sulit atau situasi berbahaya; kekuatan moral;

c. a person, especially an old or unpleasant one; a person who do not ordinary or typical, a very individual person (Seseorang, khususnya orang tua atau orang yang tidak menyenangkan; seseorang yang tidak luar biasa atau biasa saja, seseorang yang sangat indidual);

d. a person in a novel, play, etc.; (seseorang dalam sebuah novel, berperan, dan lain-lain);

10

e. a letter, sign, or mark used in a system of writing and printing (huruf, tanda, atau buatan yang digunakan dalam system penulisan dan percetakan).11

Secara istilah jika dikaitkan dengan kata pendidikan, para ahli memaknainya dengan berbagai macam pengertian. Thomas Lickona mendefinisikan pendidikan karakter sebagai upaya yang sungguh-sungguh untuk membantu seseorang memahami, peduli, dan bertindak dengan landasan inti nilai-nilai etis. Scerenko memaknai pendidikan karakter sebagai upaya yang sungguh-sungguh untuk mengembangkan, mendorong, dan memberdayakan ciri kepribadian posistif dengan keteladanan, kajian (sejarah dan biografi para bijak dan pemikir besar), serta praktik emulasi (usaha yang maksimal untuk mewujudkan hikmah dari apa yang diamati dan dipelajari). Lockwood mendefinisikan pendidikan karakter sebagai aktifitas berbasis sekolah yang mengungkap secara sistematis berbagai bentuk perilaku dari siswa seperti ternyata dalam perkataannya; Pendidikan karakter didefinisikan sebagai setiap rencana sekolah, yang dirancang bersama lembaga masyarakat yang lain, untuk membentuk secara langsung dan sistematis perilaku orang muda dengan mempengaruhi secara eksplisit nilai-nilai kepercayaan non-relavistik (diterima luas) yang dilakukan secara langsung menerapkan nilai-nilai tersebut. Karenanya, pendidikan karakter adalah proses pemberian tuntunan kepada peserta didik untuk menjadi manusia seutuhnya yang berkarakter dalam dimensi hati, pikir, raga, serta rasa dan karsa.12

11

Oxford Learner’s Pocket Dictionary (New York: Oxford University Press, 2008), hlm. 68.

12

Thomas Lickona, Scerenco, dan Lockwood, dalam Muchlas Samani dan Hariyanto, Konsep dan Model Pendidikan Karakter, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2012), hlm. 44-45.

Menurut T. Ramli, pendidikan karakter memiliki esensi dan makna yang sama dengan pendidikan moral dan pendidikan akhlak. Tujuannya adalah membentuk pribadi anak, supaya menjadi manusia yang baik, warga masyarakat, dan warga negara yang baik. Adapun kriteria manusia yang baik, warga masyarakat yang baik, dan warga negara yang baik bagi suatu masyarakat atau bangsa, secara umum adalah nilai-nilai sosial tertentu, yang banyak dipengaruhi oleh budaya masyarakat dan bangsanya. Oleh karena itu, hakikat dari pendidikan karakter dalam konteks pendidikan di Indonesia adalah pedidikan nilai, yakni pendidikan nilai-nilai luhur yang bersumber dari budaya bangsa Indonesia sendiri, dalam rangka membina kepribadian generasi muda.

Pendidikan karakter berpijak dari karakter dasar manusia, yang bersumber dari nilai moral universal (bersifat absolut) yang bersumber dari agama yang juga disebut sebagai the golden rule. Pendidikan karakter dapat memiliki tujuan yang pasti, apabila berpijak dari nilai-nilai karakter dasar tersebut. Menurut para ahli psikolog, beberapa nilai karakter dasar tersebut adalah: cinta kepada Allah dan ciptaann-Nya (alam dengan isinya), tanggung jawab, jujur, hormat dan santun, kasih sayang, peduli, dan kerjasama, percaya diri, kreatif, kerja keras, dan pantang menyerah, keadilan dan kepemimpinan; baik dan rendah hati, toleransi, cinta damai, dan cinta persatuan. Pendapat lain mengatakan bahwa karakter dasar manusia terdiri dari: dapat dipercaya, rasa hormat dan perhatian, peduli, jujur, tanggung jawab; kewarganegaraan, ketulusan, berani, tekun, disiplin, visioner, adil, dan punya integritas. Penyelenggaraan pendidikan karakter di sekolah harus berpijak kepada nilai-nilai karakter dasar, yang selanjutnya dikembangkan

menjadi nilai-nilai yang lebih banyak atau lebih tinggi (yang bersifat tidak absolut atau bersifat relatif) sesuai dengan kebutuhan, kondisi, dan lingkungan sekolah itu sendiri.13

Berdasarkan grand design yang dikembangkan Kemendiknas, secara psikologis dan sosial kultural pembentukan karakter dalam diri individu merupakan fungsi dari seluruh potensi individu manusia (kognitif, afektif, konatif, dan psikomotorik) dalam konteks interaksi sosial kultural (dalam keluarga, sekolah, dan masyarakat) dan berlangsung sepanjang hayat. Konfigurasi karakter dalam konteks totalitas proses psikologis dan sosial-kultural tersebut dapat dikelompokkan dalam: Olah Hati (Spiritual and emotional development), Olah Pikir (intellectual development), Olah Raga dan Kinestetik (Physical and kinestetic development), dan Olah Rasa dan Karsa (Affective and Creativity development).14

Para pakar telah mengemukakan berbagai teori tentang pendidikan moral. Menurut Hersh, di antara berbagai teori yang berkembang, ada enam teori yang banyak digunakan; yaitu: pendekatan pengembangan rasional, pendekatan pertimbangan, pendekatan klarifikasi nilai, pendekatan pengembangan moral kognitif, dan pendekatan perilaku sosial. Berbeda dengan klasifikasi tersebut, Elias mengklasifikasikan berbagai teori yang berkembang menjadi tiga, yakni: pendekatan kognitif, pendekatan afektif, dan pendekatan perilaku. Klasifikasi

13

Pupuh Fathurrohman dkk., Pengembangan Pendidikan Karakter, hlm. 74. 14

didasarkan pada tiga unsur moralitas, yang biasa menjadi tumpuan kajian psikologi, yakni: perilaku, kognisi, dan afeksi.15

Berdasarkan pembahasan di atas dapat ditegaskan bahwa pendidikan karakter merupakan upaya-upaya yang dirancang dan dilaksanakan secara sistematis untuk membantu peserta didik memahami nilai-nilai perilaku manusia yang berhubungan dengan Tuhan Yang Maha Esa, diri sendiri, sesama manusia, lingkungan, dan kebangsaan yang terwujud dalam pikiran, sikap, perasaan, perkataan, dan perbuatan berdasarkan norma-norma agama, hukum, tata krama, budaya, dan adat istiadat.

Pendidikan karakter dilakukan melalui pendidikan nilai-nilai atau kebajikan yang menjadi nilai dasar karakter bangsa. Kebajikan yang menjadi atribut suatu karakter pada dasarnya adalah nilai. Oleh karena itu, pendidikan karakter pada dasarnya adalah pengembangan nilai-nilai yang berasal dari pandangan hidup atau ideologi bangsa Indonesia, agama, budaya, dan nilai-nilai yang terumuskan dalam tujuan pendidikan nasional. Nilai-nilai yang dikembangkan dalam pendidikan karakter di Indonesia diidentifikasi berasal dari empat sumber, yaitu: agama, pancasila, budaya, dan tujuan pendidikan nasional.16 Berdasarkan keempat sumber nilai tersebut, teridentifikasi sejumlah nilai untuk pendidikan karakter seperti tabel berikut:

15

Pupuh Fathurrohman dkk., Pengembangan Pendidikan Karakter, hlm. 115. 16

Syamsul Kurniawan, Pendidikan Karakter: Konsepsi dan Implementasinya secara Terpadu di Lingkungan Keluarga, Sekolah, Perguruan Tinggi, dan Masyarakat, (Yogyakarta: Ar-Ruzz Media, 2013), hlm. 39-40.

NILAI DESKRIPSI INDIKATOR SEKOLAH INDIKATOR KELAS