• Tidak ada hasil yang ditemukan

D. Konsep Sehat Sakit

4. Konsep sehat sakit a Pengertian sehat sakit

Semua partisipan, baik yang tinggal di panti maupun di rumah mengartikan bahwa sehat adalah keadaan dimana badan atau fisik mereka tidak merasakan sakit atau tidak merasakan adanya gangguan. Demikian juga dengan sakit, mereka mengartikan sakit adalah keadaan dimana tubuh mengalami perubahan, seperti tidak nafsu makan, tidur terus dan tidak bisa melakukan aktivitas atau bekerja.

Pemahaman mengenai sehat dan sakit yang dimiliki lansia masih sangat terbatas. Sehat dipandang sebagai keadaan tubuh yang kuat dan tidak lemah, sedangkan sakit dipandang sebagai keadaan yang tidak enak yang

18 dirasakan tubuh. Hal ini sama dengan yang dinyatakan Solita bahwa sakit adalah konsep psikologis yang menunjuk pada persaan, persepsi, atau pengalaman subyektif seseorang tentang ketidaksehatannya atau keadaan tubuh yang dirasa tidak enak (43).

b. Penurunan fungsi fisik

Semua lansia yang tinggal di panti maupun di rumah menyatakan mengalami kemunduran fisik, misalnya dalam hal kualitas penglihatan. Namun demikian partisipan tetap bersyukur dan menerima keadaan fisik yang seperti itu.

Hal ini sama dengan yang dinyatakan Nugroho bahwa seseorang yang memasuki usia tua akan mengalami kemunduran, misalnya kemunduran fisik seperti kulit yang mengendur, rambut yang memutih, gigi mulai ompong, pendengaran dan penglihatan yang kurang jelas, gerakan lambat dan postur tubuh yang tidak proporsional (44). Respon yang di alami lansia juga berbeda- beda. Beberapa menerima kenyataan penuaan namun, ada juga yang mengalami perasaan fungsi yang menurun pada dirinya. Hal serupa juga dikemukakan oleh Hurlock bahwa kemunduran fisik terjadi secara bertahap, dimana kondisi tersebut dapat menimbulkan stres pada sebagian lansia (45). 5. Kesejahteraan dan Spiritualitas

Semua partisipan dalam penelitian ini, baik yang tinggal di panti maupun di rumah menyatakan mereka mengetahui arti mengasihi. Mereka memahami kasih sebagai tindakan yang dilakukan walaupun orang lain tidak berbalik mengasihi mereka.

Sikap lansia tersebut, menunjukkan adanya spiritualitas yang baik. Hal ini sama dengan yang diungkapkan oleh Tischler yaitu spiritualitas sebagai suatu hal yang berhubungan dengan perilaku atau sikap tertentu dari seorang individu, menjadi seorang yang spiritual berarti menjadi seorang yang terbuka, memberi, dan penuh kasih (46).

Partisipan dalam penelitian ini, baik yang tinggal di rumah maupun di panti memiliki harapan yang berbeda-beda di masa tuanya. Lansia yang tinggal di panti menginginkan anaknya datang menjemputnya pulang, sedangkan lansia yang tingal di rumah mengharapkan memiliki hidup sejahtera bersama keluarganya, namun ada pula yang menyatakan ingin segera menyelesaikan hidup atau meninggal.

19 Berdasarkan kondisi di atas, dapat dikatakan bahwa lansia memiliki harapan untuk bisa hidup bersama keluarganya, mendapatkan cinta dan kasih dari keluarga untuk menghadapi kesulitan hidup di masa akhir kehidupannya. Hal ini sesuai dengan yang diungkapkan oleh Duggleby et al bahwa seseorang memiliki harapan yaitu hidup bersama keluarga dengan nyaman dan damai (47). Westburg mengingatkan bahwa harapan adalah salah satu sumber psikososial yang digunakan orang dewasa untuk mengatasi kesulitan hidup (48).

6. Kematian

a. Pengertian mengenai kematian

Partisipan dalam penelitian ini baik yang tinggal di rumah maupun di panti, ada yang mengatakan bahwa kematian adalah sesuatu yang tidak bisa ditolak, ada yang mengatakan kematian itu terpisahnya jiwa dari raga, serta ada juga yang menyatakan kematian adalah jalan untuk ke surga.

Pemahaman tersebut sejalan dengan yang diungkapkan Chusairi (dalam Wijaya & Savitri) bahwa kematian dipandang sebagai sesuatu yang tak terelakkan dan dapat terjadi kapan saja, sehingga dapat menimbulkan kecemasan pada seseorang. Kematian menurut Zubair (dalam Wijaya & Savitri) juga dipahami sebagai saat terpisahnya jiwa dan raga (49). Raga merupakan kualitas kebendaan dan badan fisik yang diyakini akan musnah, sedangkan jiwa merupakan kualitas rohani yang pada saat kematian akan tetap abadi. Selain itu, pernyataan bahwa kematian diyakini sebagai cara untuk dekat dan bertemu Tuhan dan orang-orang yang dikasihi yang telah meninggal sebelumnya juga di ungkapkan oleh Ross dan Pollio (50). Menurut Adelina pandangan lansia tentang kematian mempengaruhi kesiapan lansia dan menghadapi kematian (16). Lansia yang memiliki iman dan kesadaran bahwa kematian akan membawa mereka kembali kepada Tuhan akan membuat mereka menerima kematian yang akan datang. Seperti hasil penelitian yang dilakukan oleh Snessby, Satchel, dan Good yang menyatakan bahwa lansia yang memiliki keyakinan yang kuat terhadap Tuhan akan memiliki keberanian ketika berhadapan dengan kematian dan kesakitan (51).

b. Pengalaman kehilangan

Selain akan menghadapi kematian diri sendiri, lansia juga kemungkinan akan menghadapi kematian pasangan, saudara kandung, teman dan individu lain yang penting dalam hidupnya (52). Dalam penelitian ini, lansia yang

20 tinggal di panti maupun di rumah menyatakan pernah mengalami kehilangan orang yang mereka kasihi. Walau demikian, mereka mengalihkan rasa kehilangan tersebut dengan cara mengikhlaskan.

Ketika berhadapan dengan kematian orang yang dikasihinya, lansia mengalami kesedihan hingga depresi. Mereka menggambarkan kesedihan itu melalui kata-kata yang menyatakan adanya kerinduan maupun keputusasaan yang mendalam. Hal ini sama dengan yang dikemukakan oleh Lubis bahwa depresi merupakan suatu akibat dari pengalaman yang menyakitkan, hal ini mengakibatkan seseorang mengalami kesedihan yang panjang, memiliki perasaan tidak adanya harapan dan munculnya pikiran tentang kematian yang berulang (53).

Lansia yang memandang kematian sebagai sesuatu yang tidak bisa di tolak dan merupakan kehendak yang kuasa akan merasa tenang dan akan mengikhlaskan pengalaman kehilangan tersebut. Lansia yang memiliki pandangan positif terhadap kematian pasangannya dapat menyikapi hal tersebut secara wajar, sehingga lansia akan merasa tenang atas dirinya sendiri maupun kematian pasangannya (54).

c. Kesiapan dalam menghadapi kematian

Seluruh partisipan, baik yang tinggal di rumah maupun di panti, ada yang menyatakan dirinya siap, namun ada juga yang menyatakan dirinya tidak siap. Siap atau tidak siapnya lansia dilatarbelakangi oleh usia yang sudah menua dan pemahaman bahwa kematian adalah sesuatu yang tidak bisa dielakkan.

Kesiapan lansia yang dipengaruhi oleh usia juga dinyatakan oleh Nelson dan Nelson (dalam Lahey) bahwa variabel usia berhubungan dengan ketakutan pada kematian, lansia memiliki sedikit rasa takut terhadap kematian dibandingkan dengan individu pada usia dewasa awal (55). Selain itu, pengertian bahwa kematian tidak dapat ditolak membuat lansia merasa siap jika sewaktu-waktu akan meninggal. Hal ini sesuai dengan yang dinyatakan Chusairi (dalam Wijaya & Savitri) bahwa kematian dipandang sebagai sesuatu yang tak terelakkan dan dapat terjadi kapan saja, sehingga dapat menimbulkan kecemasan pada seseorang (49).

21 Terkait ketidaksiapan lansia menghadapi kematian juga dipengaruhi oleh perbuatan mereka di masa lalu maupun keinginan mereka untuk terus memelihara anak dan cucunya.

Lansia yang tidak siap dikarenakan ingin terus hidup bersama keluarga mengalami kekhawatiran bahwa mereka tidak dapat kembali ke dunia dan berkumpul bersama dengan orang-orang yang mereka cintai (56). Menurut Shihab (dalam Hidayat) rasa cemas terhadap kematian juga dapat disebabkan oleh kematian itu sendiri dan yang akan terjadi sesudahnya merupakan suatu misteri, adanya pemikiran tentang keluarga yang ditinggalkan, serta perasaan bahwa tempat yang akan dikunjungi sangat buruk (9).

d. Harapan didampingi ketika menghadapi kematian

Semua lansia dalam penelitian ini, baik yang tinggal di rumah maupun di panti mengharapkan adanya dukungan keluarga ada untuk mendukung dan menemani mereka pada saat menghadapi kematian.

Pendampingan ketika menghadapi kematian dapat dilakukan oleh siapa saja baik keluarga, teman ataupun oleh tenaga kesehatan. Lansia yang ingin didampingi oleh anggota keluarganya mengharapkan adanya penguatan dari orang-orang yang mereka kasihi, sehingga mereka dapat menghadapi serta menjalani saat-saat akhir hidupnya dengan lebih baik dan penuh penerimaan (57).

e. Tempat yang diharapkan ketika menghadapi kematian

Terkait dengan tempat saat meninggal, ada partisipan yang menyatakan keinginannya untuk meninggal di rumah dan di panti. namun, ada juga yang belum menyatakan tempat yang diinginkan.

Pernyataan tersebut didukung oleh penelitian yang dilakukan Lee yang mengungkapkan bahwa lansia di Amerika berharap meninggal di rumah mereka (58). Sedangkan lansia yang ingin meninggal di panti karena tidak ingin membebani anak mereka dengan biaya pemakaman dan lain sebagainya, serta mereka berharap teman-temannya di panti mendampingi dan akan menengok setelah mereka dikuburkan. Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Hattori, et al yang menyebutkan bahwa faktor keluarga mempengaruhi tempat kematian dan siapa yang diinginkan lansia berada disampingnya saat menjelang kematian (59).

22 f. Kondisi yang diharapkan ketika menghadapi kematian

Semua partisipan yang tinggal di panti menyatakan ingin meninggal dalam yang mendadak dan tanpa rasa sakit, seperti meninggal ketika sedang makan atau tidur. Sedangkan, partisipan yang tinggal di rumah, tidak menginginkan kematian yang terjadi secara tiba-tiba, karena tidak ingin membuat keluarganya kaget atau merasa tidak siap dengan kepergiannya yang mendadak.

Hasil penelitian ini didukung oleh Hattori, et al yang mengemukakan bahwa pengalaman pribadi (personal experience) mempengaruhi kondisi yang diinginkan lansia ketika menghadapi kematian (59). Lansia menginginkan kematian yang tidak menyusahkan orang lain disekitarnya, sakit yang berlarut- larut, serta kematian yang Husnul Khotimah yang artinya mati dalam keadaan yang terbaik. Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Handsottir dan Halldorsdottir yang menyebutkan bahwa lansia ingin mati secara natural, dalam kedamaian dan bermartabat (60).

g. Tempat yang diinginkan setelah kematian

Partisipan yang tinggal di panti dan yang tinggal di rumah menyatakan bahwa setelah meninggal, mereka ingin masuk surga dan tidak ingin masuk ke dalam neraka. Namun ada partisipan yang menyatakan tidak ingin ke surga atau pun neraka, melainkan ingin ke tempat yang tenang.

Kondisi di atas didukung oleh penelitian Wahyuni yang menyatakan bahwa lansia mengharapkan kematian dalam ketenangan dan diterima disisiNya serta masuk surga (61). Dalam penelitian yang dilakukan oleh Santoso juga diungkapkan bahwa hukuman neraka merupakan faktor internal yang mempengaruhi kecemasan lansia menjelang kematian (62).

KESIMPULAN

Dari hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa kesehatan spiritual dan kesiapan lansia dalam menghadapi kematian dipengaruhi oleh makna hidup, konsep agama dan ketuhanan, interaksi sosial, konsep sehat sakit, kesejahteraan dan spiritualitas, serta kesiapan menghadapi kematian. Berdasarkan hasil penelitian, lansia yang tinggal di rumah dan lansia yang tinggal di panti memiliki perbedaan dalam interaksi sosial, konsep agama dan ketuhanan. Sedangkan dalam menghadapi kematian, baik di panti maupun di rumah, kesiapan lansia dipengaruhi oleh beberapa

23 faktor, yaitu pengertian mengenai kematian, pengalaman kehilangan, tempat yang diinginkan ketika menghadapi kematian, orang yang akan mendampingi ketika kematian dan tempat yang dituju setelah kematian, sedangkan ketidaksiapan lansia dalam menghadapi kematian dipengaruhi oleh perbuatan yang dilakukan semasa lansia hidup maupun faktor keluarga seperti masih ingin hidup lebih lama bersama keluarga.

Secara metodologis, penelitian ini memiliki keterbatasan atau kekurangan. Data yang diperoleh dibatasi dalam bentuk kualitatif, sehingga bagi peneliti yang berorientasi kuantitatif akan memperoleh kesulitan di dalam mendeskripsikan secara operasional mengenai konsep kesehatan spiritual dan aspek-aspek yang menyertainya. Dengan demikian diharapkan peneliti selanjutnya dapat mengembangkan dan mengkombinasikan instrumen kualitatif dengan instrumen kuantitatif. Selain itu, jumlah partisipan dan wilayah penelitian perlu ditambah dan diperluas, sehingga hasil penelitiannya dapat memberikan hasil yang lebih komprehensif.

Daftar Pustaka

1. Menteri Kesehatan Republik Indonesia. Rencana Aksi Nasional Lanjut Usia 2009-2014 Sebagai Pelaksanaan UU No. 13 Tahun 1998 Tentang Kesejahteraan Lanjut Usia. Jakarta. 2009.

2. Efendi, F. dan Makhfudli. Keperawatan Kesehatan Komunitas฀: Teori dan Praktik dalam Keperawatan. Jakarta฀: Salemba Medika. 2009.

3. RI. B penelitian dan PK. Riset Kesehatan Dasar. 2013.

4. Tamher, S., and Noorkasiani. Kesehatan usia lanjut dengan pendekatan asuhan keperawatan. Jakarta: Salemba Medika. 2009.

5. Wong, D. L. Buku Ajar Keperawatan Pediatrik. Edisi 6. Jakarta฀: EGC. 2008. 6. Azizah, L. M. Keperawatan Lanjut Usia. Yogyakarta: Graha Ilmu. 2011. 7. Stanley, M. and Beare, P. G. Buku Ajar Keperawatan Gerontik. Jakarta: EGC.

2007.

8. Irfani, N. Hubungan Antara Persepsi Terhadap Kematian Dengan Ketakutan Akan Kematian Pada Wanita Penderita Kanker Payudara. Jurnal (Tidak Diterbitkan). Fakultas Psikologi Universitas Gunadarma. 2008.

9. Hidayat K. Psikologi Kematian฀: Mengubah Ketakutan Menjadi Optimisme. Jakarta฀: Hikmah. 2006.

10. Slameto. Belajar dan faktor-faktor yang mempengaruhinya. Jakarta: Rineka Cipta. 2010.

24 11. Harapan, P. Studi Fenomenologi Persepsi Lansia dalam Mempersiapkan Diri

Menghadapi Kematian. JOM PSIK; 1(2). 2014.

12. Meiner, S. E. Gerontologic Nursing. Third Edition. The United States of America฀: Mosby Inc. 2006.

13. Hamid, A. Y. S. Bunga rampai asuhan keperawatan kesehatan jiwa. Jakarta: EGC. 2009.

14. Hamid, A. Y. S. Buku pedoman askep jiwa-1 keperawatan jiwa teori dan tindakan keperawatan. Jakarta: Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 2000.

15. Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Kesehatan Lansia Nasional. Jakarta. 2009.

16. Adelina, D. Hubungan Kecerdasan Ruhaniah dengan Kesiapan Menuju Kematian. Skripsi Ilmiah. Fakultas Psikologi Universitas Mercubuana, Yogyakarta. 2007.

17. Schwarts and Paterson. Indtoduction to Gerentology. USA: Halt, Rinehart, and Watson. 1979.

18. Potter, P. A. and Perry, A. G. Buku Ajar Fundamental Keperawatan Buku 1 (Ed 7) Jakarta: Salemba Medika. 2009.

19. Taylor, C. R., Lillis, C, LeMone P and Lynn, P. Fundamentals of nursing: the art and science of nursing care. Philadelphia฀: Lippincott Williams & Wilkins. 2011.

20. Mahareza, Y. Perbedaan Kualitas Hidup Lanjut Usia yang Tinggal di Panti Werdha dan yang Tinggal Bersama Keluarga. Skripsi. Surabaya: Fakultas Psikologi Universitas Airlangga. 2008.

21. Wood, G. L. and Haber, J. Nursing research฀: methods and critical appraisal for evidence-based practice. Sixth edition. St. Louis, Missouri฀: Mosby. 2006.

22. Sugiyono. Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R & D. Bandung: Alfabeta. 2006.

23. Poerwadi E, K. Pendekatan Kualitatif Untuk Penelitian PerilaManusia. Jakarta฀: Lembaga Pengembangan Sarana Pengukuran dan Pendidikan Psikologi, Fakultas Psikologi Universitas Indonesia. 2005.

24. Moleong, L. J. Metodologi penelitian kualitatif. Bandung: PT Remaja Rosdakarya. 2007.

25. Ulber Silalahi. Metode Penelitian Sosial. Bandung฀: PT. Refika Aditama. 2009.

26. Sugiyono. Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R & D. Bandung: Alfabeta. 2012.

25 27. Bastaman, H. D. Logoterapi฀:Psikologi Untuk Menemukan Makna Hidup dan

Meraih Hidup Bermakna, Jakarta: PT. Raja Grafindo. 2007.

28. Setiyono, F., A. Kebermaknaan Hidup Para Mediator. Skripsi. (Tidak Diterbitkan) Surabaya฀: Fakultas Psikologi Universitas Airlangga. 2004. 29. Permatasari, Artista. Pengaruh Pemenuhan Kebutuhan Sosial Terhadap

Kebermaknaan Hidup Penyandang Cacat Fisik. 2004. Available from: http://etd.library.ums.ac.id.

30. Asyafah, A. Proses Kehidupan Manusia dan Nilai Eksistensialnya. Bandung฀: Alfabeta, CV. 2009.

31. Kozier, B. et al. Fundamentals of Nursing: Conceps, proces, and practice (7thod). Upper sad les piver. Pearson Education, Inc. 2004.

32. Al-Isawi AM. Islam dan Kesehatan Jiwa. Jakarta Timur฀: Pustaka Al- Kautsar. 2005.

33. Isnaeni, H. D. Kebahagiaan Lansia yang Tinggal di Panti Wreda. Skripsi. Surakarta: Universitas Muhammadiyah Surakarta. 2008.

34. Benson, H and Proctor, W. Dasar-dasar respons relaksasi. Bandung: Kaifa. 2000.

35. Bandiyah, S. Lanjut Usia dan Keperawatan Gerontik. Yogyakarta: Nuha Medika. 2013.

36. Boyles., Salynn. For Happiness Seek Family Not Fortune Study Shows Family Relationships Bring Greater Happiness Than High Income. 2008. 37. Sarafino, E. P. Health psychology: biophychososial interaction. New York:

Joh Wiley and Sons, Inc. 1998.

38. Darmojo, R. B., Martono, H. H. Geriatri (Ilmu Kesehatan Usia Lanjut). Edisi ke-3. Jakarta฀: Balai Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. 2004.

39. Fitria, A. Interaksi Sosial Dan Kualitas Hidup Lansia Di Panti Werdha Upt Pelayanan Sosial Lanjut Usia Dan Anak Balita Binjai. Skripsi. Universitas Sumatra Utara, Medan. 2010.

40. Jafar, N., Dkk. Pengalaman Lanjut Usia Mendapatkan Dukungan Keluarga. Jurnal Keperawatan Indonesia, Vol. 14(3), (157-164). 2011.

41. Marwanti, T.M. Kondisi Kehidupan Lanjut Usia Di Dalam Panti (Studi Kasus Lanjut Usia di Panti Werdha Karitas dan Nazaret Bandung). Tesis฀: Program Magister Ilmu-Ilmu Sosial Bidang Kajian Utama Ilmu Kesejahteraan Sosial Universitas Indonesia. 1997.

42. Setiti, S. G. Pelayanan Lanjut Usia Berbasis Kekerabatan (Studi Kasus Pada Lima Wilayah di Indonesia). Jakarta: Puslitbang Kesejahteraan Sosial. 2007. 43. Sarwono, Solita. Sosiologi Kesehatan Beberapa konsep beserta aplikasinya.

26 44. Nugroho. Keperawatan Gerontologi. Edisi 3. Jakarta. EGC. 2008.

45. Hurlock, E. B. Developmental psychology: a life span approach. (5th edition. Alih bahasa: Istiwidayanti dan Soedjarwo. Jakarta: Erlangga. 2004.

46. Tischler, L. The Growing Interest in Spirituality in Business: A Long-Term Socio-Economic Explanation. Journal of Organization Change Management. 2002.

47. Duggleby, W., et al. Hope, older adults, and chronic illness: a metasynthesis of qualitative research. Journal of Advanced Nursing. Blackwell Publishing Ltd. 2012.

48. Westburg, N. Hope, laughter and humor in residents and staff at an assisted living facility. Journal of Mental Health Counselling, 25(1), 16-32. 2003. 49. Wijaya. F.S. and Safitri, R.M. Persepsi Terhadap Kematian dan Kecemasan

Menghadapi Kematian pada Lanjut Usia. Jurnal Mercubuana, Fakultas Psikologi Mercu Buana Yogyakarta. 2015.

50. Belsky, J. The Adult Experience. USA: West Publishing Company. 1997. 51. Snessby, Satchell, and Good. Death and dying in australia: perceptions of a

sudanese community. 2011.

52. Corr C. A., Nabe C. M., and Corr D. M. Death and dying, life and living (4th ed.). Belmont, CA: Wadsworth. 2003.

53. Lubis, M. R. Nilai agama dalam kehidupan. Jurnal Multikultural dan Multireligius. Vol. VIII No. 29. 2009.

54. Santrock, J. W. Life–Span Development. Sixth Edition. New York: Brown and Benchmark Publisher. 2002 .

55. Lefrancois, G. R. The Life Span ( 4th ed.). Calfornia฀: Wadsworth, Inc. 1993.

56. Hasan, Purwakania. Psikologi Perkembangan Islami. Jakarta: Rajawali Press. 2006.

57. Wiryasaputra, Totok S. Ready to Care: Pendampingan dan Konseling Psikologi, Yogyakarta: Galangpress. 2006.

58. Lee, K.S. East asian attitudes toward death- a search for the ways to help asian elderly dying in contemporary america. 2009. Available from: http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/20740092%0A

59. Hattori, et al. A qualitative exploration of elderly patients’ preferences for end- oflife care. 2005.

27 phenomenological. JOM PSIK vol.1 (2) OKTOBER 2014 8 study on views of the elderly toward life and death and end of life treatments. 2008.

61. Wahyuni, S. Pengaruh Logoterapi Terhadap Peningkatan (Kemampuan kognitif dan perilaku) Pada Lansia Dengan Harga Diri Rendah di Panti Werda Pekanbaru Riau. Tesis. Jakarta฀: Program Pasca Sarjana Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia. 2007.

62. Santoso, Dedy. Kecemasan Menjelang Kematian Pada Lanjut Usia. Tesis. Semarang. Universitas Katolik Soegijapranata. 2010.

28 Lampiran I Panduan Wawancara Tempat wawancara : Hari/ tanggal : Pewawancara : Riset partisipan : 1. Makna (meaning)

Dokumen terkait