• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II KAJIAN TEORI

C. Konseptualisasi Deradikalisasi

Deradikalisasi berasal dari kata “radikal” dengan imbuhan “de” yang berarti mengurangi atau mereduksi, dan kata “isasi”, dibelakang kata radikal berarti proses, cara atau perbuatan. Jadilah deradikalisasi adalah suatu upaya mereduksi kegiatan-kegiatan radikal dan menetralisir paham-paham radikal bagi mereka yang terlibat aksi teroris dan simpatisanya serta anggota masyarakat yang terekspose paham-paham radikal teroris.

Program deradikalisasi di sini melibatkan semua pihak: narapidana, mantana narapidana, individu militan radikal yang pernah terlibat, keluarga, simpatisanya, dan masyarakat umum.15

Kebijakan deradikalisasi yang digagas pemerintah sungguh bukanlah berfokus pada langkah-langkah penegakan hukum dan beresiko memunculkan pandangan negatif tentang Islam. Apalagi sebagaimana ada

15

Agus SB,Deradikalisasi Nusantara: Perang Semesta Berbasis Kearifan Lokal Melawan Radikalisasi dan Terorirsme, h. 141-142.

tuduhan bahwa deradikalisasi berarti deislamisasi. Kebijakan ini bukanlah kebijakan yang mengasingkan umat Islam dari Agama Islam itu sendiri.

Dari sisi pemahaman terhadap ajaran Islam, Muhammad Harfin Zuhdi melihat deradikalisasi sebagai upaya menghapuskan pemahaman yang radikal terhadap ayat-ayat Al-Qur’an dan Hadist, khususnya ayat atau hadis yang berbicara mengenai konsep jihad, perang melawan kaum kafir, dan seterusnya. Berdasarkan pemaknaan tersebut maka deradikalisasi bukan dimaksudkan sebagai upaya untuk menyampaikan “pemahaman baru” tentang Islam, dan bukan pula pendangkalan akidah. Tetapi lebih kepada sebagai upaya mengembalikan dan meluruskan kembali pandangan yang benar tentang apa dan bagaimana Islam.

Deradikalisasi sebagai proses less radical, ini meliputi tingkah laku dan pandangan orang tersebut. Berkaitan dengan tingkah laku ditandai dengan aktivitas-aktivitas radikal dan tidak ada lagi komentar yang bersifat radikal. Sementara berkaitan dengan pandangan, hal ini meliputi meningkatnya kepercayaan pada sistem, keinginan untuk menjadi bagian dari masyarakat lagi, dan penolakan pada cara-cara yang tidak demokratis.

Dari pemaparan di atas mengenai deradikalisasi, penulis dapat mengambil kesimpulan, bahwa deradikalisasi sesungguhnya berakar dari persoalan paham radikal yang disalah artikan atau menyimpang, yang kemudian digunakan sebagai suatu metode yang dapat digunakan untuk mengubah pemahaman yang radikal menjadi tidak radikal.

2. Deradikalisasi di Indonesia

Terorisme di Indonesia, cenderung merupakan terorisme yang bermotivasikan agama (ideologi), tidak jarang terjadi konflik horizontal akibat kesalahpahaman dalam kehidupan beragama. Berbagai pemikiran sesat dan destruktif, dijadikan dogma bagi diri teroris. Bom bunuh diri dan sikap anti partisipasi telah terjadi di Indonesia, mereka para kaum teoris telah menunjukan bahwa mereka sama sekali tidak perduli dengan roh bangsa Indonesia yakni Pancasila dan prinsip Bhineka Tunggal Ika yang mencita-citakan kesatuan, persatuan, dan kerja sama positif untuk membangun bangsa dan Negara.16 Alasan inilah yang menggugah pemerintah untuk membuat program deradikalisasi.

Tujuan umum deradikalisasi adalah untuk membuat para teroris atau kelompok yang melakukan kekerasan bersedia meninggalkan atau melepaskan diri mereka dari aksi dan kegiatan terorisme. Secara khusus, tujuan deradikalisasi adalah: pertama, membuat para teroris mau meninggalkan segala kegiatan terorisme dan kekerasan. Kedua, kelompok radikal mendukung pemekiran yang moderat dan toleran. Ketiga, kaum radikalis dan teroris dapat mendukung program-program nasional dalam membangun kehidupan berbangsa dan bernegara dalam bingkai Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).

Dibandingkan dengan model deradikalisasi terhadap narapidana terorisme yang ada di beberapa Negara, model deradikalisasi di Indonesia telah memiliki pendekatan yang komperhensif. Demikian pula dari sisi

16

Petrus Reinhard Golose, Deradikalisasi Terorisme humanis, Soul Approach dan Menyentuh Akar Rumput, h. 35.

kelembagaan yang menangani deradikalisasi, di Indonesia telah dibentuk BNPT sebagai lembaga yang secara khusus merancang dan mengkoordinasikan kegiatan deradikalisasi.

Desain deradikalisasi di Indonesia memiliki enam pendekatan, yaitu rehabilitasi, reedukasi, resosialisasi, pembinaan wawasan kebangsaan, pembinaan keagaaman moderat dan kewirausahaan. Rehabilitasi memiliki dua makna, yaitu pembinaan kemandirian dan pembinaan kepribadian.

Pembinaan kemandirian adalah melatih dan membina para mantan napi mempersiapkan keterampilan dan keahlian, gunanya adalah agar setelah mereka keluar dari lembaga pemasayarakatan, mereka sudah memiliki kehalian dan bisa membuka lapangan pekerjaan.

Sedangkan pembinaan kepribadian adalah melakukan pendekatan dengan berdialog kepada para napi teroris agar mindset mereka bisa diluruskan serta memiliki pemahaman yang komperhensif serta dapat menerima pihak yang berbeda dengan mereka. Proses rehabilitasi dilakukan bekerja sama dengan berbagai pihak seperti polisi, lembaga pemasyarakatan, Kementrian Agama, Kemenkokesra, ormas, dan lain sebagainya. Diharapkan program ini akan memberikan bekal bagi mereka dalam menjalani kehidupan setelah keluar dari lembaga pemasyarakatan.

Adapun reedukasi adalah penangkalan dengan mengajarkan pencerahan kepada masyarakat tentang paham radikal, sehingga tidak terjadi pembiaran berkembangnya paham tersebut. Sedangkan bagi narapidana terorisme, reedukasi dilakukan dengan memberikan pencerahan terkait dengan doktrin-doktrin menyimpang yang mengajarkan

kekerasan sehingga mereka sadar bahwa melakukan kekerasan seperti bom bunuh diri bukanlah jihad melainkan identik dengan aksi terorisme.

Untuk memudahkan mantan narapidana dan narapidana teroris kembali dan berbaur ke tengah masyarakat, BNPT (Badan Nasional Penanggulangan Terorisme) juga mendesain program resosialisasi, dengan cara membimbing mereka dalam bersosialisasi kembali dengan masyarakat.

Pembinaan wawasan kebangsaan adalah memoderasi paham kekerasan dengan memberikan pemahaman nasionalisme kenegaraan, dan kebangsaan Indonesia. Kemudian pembinaan keagamaan adalah rangkaian kegiatan bimbingan keagamaan kepada mereka agar memiliki pemahaman kegamaan yang inklusif, damai dan toleran. Pembinaan kegamaan mengacu pada moderasi ideologi.

Moderasi idelogi dilakukan melalui dialog dan pendekatan persuasif dengan mengembangkan metode dan pendekatan sesuai tingkat keradikalanya. Pelibatan tokoh agama, tokoh masyarakat, psikolog, konselor, pelatih bina usaha dan lainya dalam proses pembinaan ini adalah satu hal yang harus dilakukan secara terencana.

Pendekatan kewirausahaan dengan memberikan pelatihan dan modal usaha agar dapat mandiri dan tidak mengembangkan paham kekerasan. Dalam pelaksanaan deradikalisasi, dunia usaha dapat menjadi mitra untuk membantu dan melatih masyarakat khususnya narapidana, mantan narapidana, dan keluarganya.

D. Konseptualisasi Berita

Dokumen terkait