• Tidak ada hasil yang ditemukan

d. Kecernaan bahan organik = Konsumsi (BO) – Feses (BO) x 100% Konsumsi (BO)

e. Nutritive Value Index Bahan Kering/NVI BK (gram/ekor/hari) NVI BK = konsumsi BK X kecernaan BK

f. Nutritive Value Index Bahan Organik/NVI BO (gram/ekor/hari) NVI BO = konsumsi BO X kecernaan BO

3. Pelaksanaan Penelitian

Penelitian terdiri dari dua tahap yaitu tahap pendahuluan dan koleksi. Pada tahap pendahuluan domba diadaptasikan terhadap pakan perlakuan selama 2 minggu. Tahap pemeliharaan (sebelum dilakukan koleksi data) berlangsung selama tujuh minggu dan tahap koleksi data dilaksanakan selama satu minggu pada akhir pemeliharaan.

Pada tahap pendahuluan ternak dibiasakan terhadap lingkungan kandang dan pakan perlakuan untuk memastikan tidak adanya pengaruh pakan sebelumnya. Tahap koleksi data dilakukan selama satu minggu (7 hari) yaitu setelah tujuh minggu masa pemeliharaan. Pada masa pemeliharaan pemberian pakan konsentrat yang sudah dicampur dengan tepung sampah organik dilakukan dua kali dalam satu hari yaitu pada pukul 07.00 WIB dan 13.00 WIB. Hijauan berupa rumput lapang diberikan dua kali dalam sehari yaitu pukul 09.00 WIB dan 15.00 WIB. Air minum diberikan secara ad libitum. Kegiatan yang dilakukan pada tahap koleksi adalah menghitung konsumsi pakan dan koleksi sampel feses. Koleksi feses dilakukan selama tujuh hari dilakukan dengan cara menimbang feses yang dihasilkan selama 24 jam, sampel feses diambil 10% dari total feses kemudian dikomposit untuk setiap domba sampai tahap koleksi berakhir. Sampel pakan dan feses yang diperoleh dianalisis di laboratorium untuk mengetahui kadar bahan kering dan bahan organik.

xxxv E. Cara Analisis Data

Data yang diperoleh dalam penelitian ini dianalisis berdasarkan Rancangan Acak Lengkap (RAL) pola searah untuk mengetahui pengaruh perlakuan terhadap peubah yang diukur. Model matematika yang digunakan untuk mengetahui pengaruh penggunaan tepung sampah organik dalam ransum terhadap kecernaan bahan kering dan bahan organik domba lokal jantan adalah:

Yij = µ + τi + єij

Keterangan:

Yij : Nilai pengamatan perlakuan ke-i dan ulangan ke-j µ : Nilai pengamatan tengah umum

τi : Pengaruh perlakuan ke-i

єij : Kesalahan (galat) percobaan pada perlakuan ke-i dan ulangan ke-j Apabila diperoleh hasil yang berbeda nyata maka dilanjutkan dengan uji DMRT untuk mengetahui perbedaan antar perlakuan (Sastrosupadi, 2000).

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Konsumsi Bahan Kering

Rata-rata konsumsi bahan kering (KBK) domba lokal jantan yang mendapat ransum perlakuan tercantum pada tabel 4.

Tabel 4. Rata-rata Konsumsi Bahan Kering (KBK) Domba Lokal Jantan (gram/ekor/hari) Perlakuan Ulangan P0 P1 P2 P3 1 601,49 525,86 491,39 368,11 2 557,28 555,86 474,34 346,09 3 637,58 421,24 527,84 473,24 Rata-rata 598,78a 500,99ab 497,86ab 395,81b Keterangan: Rerata yang diikuti superskip huruf yang berbeda menunjukan perbedaan yang

nyata (P<0,05).

Rata-rata konsumsi bahan kering pakan masing-masing perlakuan P0, P1, P2 dan P3 berturut-turut adalah 598,78; 500,99; 497,86 dan 395,81 g/ekor/hari memperlihatkan adanya penurunan konsumsi bahan kering pakan masing-masing perlakuan.

Hasil analisis statistik menunjukkan bahwa penggantian konsentrat dengan tepung sampah organik pada ransum domba lokal jantan memberikan pengaruh yang nyata (P<0,05) terhadap konsumsi bahan kering. Hasil uji

Duncan’s Multiple Range Test (DMRT) menunjukkan bahwa P0 berbeda tidak nyata dengan P1 dan P2. P1 berbeda tidak nyata dengan P2 dan P3, sedangkan P0 berbeda nyata dengan P3. Hasil diatas membuktikan bahwa penggantian konsentrat dengan TSO sampai 37,5% yang diberikan pada P3 ternyata menurunkan konsumsi bahan kering pakan secara nyata, seperti diagram batang pada gambar 1.

xxxvii

Gambar 1. Rata-rata Konsumsi Bahan Kering (KBK) Domba Lokal Jantan (gram/ekor/hari)

Hal ini menunjukan adanya kecenderungan bahwa semakin tinggi penggantian konsentrat dengan tepung sampah organik akan semakin rendah konsumsi bahan kering pakan. Hasil tersebut diduga karena perbedaan palatabilitas antar ransum perlakuan yang diujikan.

Dari ke-empat pakan perlakuan yang di berikan, semakin tinggi level penggantian konsentrat dengan TSO diduga memberikan kontribusi warna coklat dan rasa yang semakin pahit. Rasa pahit dikarenakan dari proses pembuatan tepung sampah organik yang dilakukan pemanasan atau penjemuran. Pemanasan yang lama akan mengakibatkan kadar air yang rendah (berwarna gosong) sehingga timbul rasa pahit yang akan menurunkan palatabilitas dan kualitas (Anonimus, 2006b). Proses pengeringan terjadi perubahan zat warna klorofil dan karoten serta kehilangan aroma pada bahan yang di keringkan (Praptiningsih, 1999)

Menurut Kartadisastra (1997), palatabililtas merupakan sifat performansi bahan – bahan pakan sebagai akibat dari keadaan fisis pakan dan kimiawi yang dimiliki oleh bahan pakan yang dicerminkan oleh organoleptiknya seperti kenampakan, bau, rasa dan teksturnya. Pendapat lain dikemukakan oleh Soebarinoto et al., (1991) bahwa palatabilitas adalah segi kepuasan atau kesenangan dari suatu pakan, sehingga mempengaruhi seleksi dan konsumsi pakan. 598.7833 a 500.9867 ab 497.8567 ab 395.8133 b 0 100 200 300 400 500 600 K on s um s i B K ( g) 0%(P0) 12,5%(P1) 25%(P2) 37,5%(P3)

Lebih lanjut dinyatakan bahwa bahan pakan ternak dikeringkan biasanya akan berubah menjadi warna coklat, yang merupakan reaksi Browning yang dapat menurunkan nilai gizi (Anonimus, 2006c). Rasa pahit tidak disukai oleh ternak sehingga selera ternak untuk mengkonsumsi menjadi turun, menurut pendapat Kartadisastra (1997) bahwa ternak ruminansia lebih menyukai pakan yang memiliki rasa manis dan asin dari pada rasa hambar atau pahit.

Faktor lain yang mengakibatkan penurunan konsumsi pakan yaitu kandungan bahan anorganik atau mineral dalam bahan pakan. Kandungan bahan anorganik pada TSO yang tinggi (36,8%) diduga menyebabkan terkonsumsinya mineral secara berlebih seiring naiknya level penggantian konsentrat, yang mengakibatkan penurunan nafsu makan, aktivitas karena gangguan metabolisme sehingga konsumsi bahan kering menurun. Menurut Soebarinoto et all (1991) Konsumsi mineral yang berlebih akan mengakibatkan tampaknya gejala sub klinis (penurunan bobot badan) hingga gejala berat, dapat pula menyebabkan keracunan.

B. Konsumsi Bahan Organik

Rata-rata konsumsi bahan organik (KBO) domba lokal jantan yang mendapat ransum perlakuan tercantum pada tabel 5.

Tabel 5. Rata-rata Konsumsi Bahan Organik (KBO) Domba Lokal Jantan (gram/ekor/hari) Perlakuan Ulangan P0 P1 P2 P3 1 500,47 432,13 397,73 303,95 2 461,02 455,67 389,36 284,39 3 530,67 389,36 436,77 388,35 Rata-rata 497,39a 410,60b 407,95b 325,56b Keterangan: Rerata yang diikuti superskip huruf yang berbeda menunjukan perbedaan yang

nyata (P<0,05).

Rata-rata konsumsi bahan organik pakan masing-masing perlakuan tersebut P0, P1, P2 dan P3 berturut-turut adalah 497,39; 410,60; 407,95 dan 325,56 g/ekor/hari juga memperlihatkan adanya penurunan konsumsi bahan organik pakan masing-masing perlakuan. Hasil analisis statistik menunjukkan bahwa penggantian konsentrat dengan tepung sampah organik (TSO) pada

xxxix

ransum domba lokal jantan memberikan pengaruh yang nyata (P<0,05) terhadap konsumsi bahan organik. Hasil uji Duncan’s Multiple Range Test

(DMRT) menunjukkan bahwa P0 berbeda nyata dengan P1, P2 dan P3, sedangkan diantara P1, P2, dan P3 berbeda tidak nyata. Hal tersebut membuktikan bahwa penggantian konsentrat dengan TSO sampai level 12,5% ternyata sudah menyebabkan penurunan konsumsi bahan organik pakan domba lokal jantan, seperti diagram batang pada gambar2.

Gambar 2. Rata-rata Konsumsi Bahan Organik (KBO) Domba Lokal Jantan (gram/ekor/hari)

Hasil ini diduga karena adanya hubungan antara bahan organik dengan bahan kering, seperti yang diungkapkan Kamal (1994) bahwa konsumsi bahan organik dipengaruhi oleh konsumsi bahan keringnya. Lebih lanjut dinyatakan bahwa konsumsi bahan kering mempunyai korelasi yang positif terhadap konsumsi bahan organik karena bahan organik merupakan bagian dari bahan kering, sehingga konsumsi bahan kering yang berbeda nyata ini mengakibatkan konsumsi bahan organiknya juga berbeda nyata.

Zat-zat yang terkandung dalam dalam bahan organik merupakan komponen penyusun bahan kering. Bahan organik terdiri dari serat kasar, lemak kasar protein kasar dan BETN, sedangkan bahan kering terdiri dari serat kasar, lemak kasar, protein kasar, BETN dan abu (Kamal, 1994). Jumlah konsumsi bahan kering akan berpengaruh terhadap jumlah konsumsi bahan

497.386 7 a 410.6033 b 407.9533 b 325.5633 b 0 100 200 300 400 500 K on s um s i B O ( g) ) 0%(P0) 12,5%(P1) 25%(P2) 37,5%(P3)

organik. Hal ini sesuai dengan pendapat Mathius, et al. (1991) bahwa banyaknya konsumsi bahan kering akan mempengaruhi besarnya nutrien yang dikonsumsi, sehingga jika konsumsi bahan organik meningkat maka akan meningkatkan konsumsi nutrien begitu pula sebaliknya.

Penurunan konsumsi bahan kering mengakibatkan penurunan konsumsi bahan organik. Turunnya konsumsi bahan organik pakan seiring dengan peningkatan penggantian konsentrat dengan TSO pada pakan perlakuan. Kandungan bahan organik konsentrat lebih tinggi dibanding tepung sampah organik yaitu 83,79% dibanding 64,20%, sehingga mengakibatkan perbedaan juga dalam kandungan bahan organik dalam ransum berurutan dari P0, P1, P2 dan P3 adalah 83,79; 82,92; 82,05 dan 81,18 %. Pada pakan kontrol P0 mempunyai bahan organik yang lebih tinggi dibanding pakan perlakuan lainnya P1, P2 dan P3 yang semakin rendah bahan organiknya. Hal ini yang menyebabkan konsumsi bahan organik pada pakan kontrol (P0) berbeda nyata dengan pakan P1, P2, P3.

Dokumen terkait