Skor Gajah Mada (SGM)
H. Kelumpuhan saraf tepi
I. Kontraktur dan deformitas
Kontraktur dapat terjadi mengikuti spastisitas berat yang berlangsung lama. Terjadinya kontraktru akibat adanya perubahan jaringan lunak disekitar sendi yang bersifat ireversibel. Kadang-kadang dijumpai keadaan kombinasi kontraktur dan spastisitas, misalnya deformitas equinovarus dan deformitas pronasi-fleksi lengan dan tangan.
J. Dekubitus
Dekubitus terjadi pada pasien yang berbaring lama. K. Atrofi otot
Akibat pasien terlalu lama tidak menggunakan ototnya.
Penatalaksanaan ensefalopati hipertensif biasanya dengan pemberian antihipertensi dan berespon baik terhadap pengobatan tersebut dalam satu sampai dua hari.
IX. PENATALAKSANAAN
Penatalaksanaan Hipertensi Pada Stroke Akut 1. Pedoman Pada Stroke Iskemik Akut
Penatalaksaan hipertensi yang tepat pada stroke akut mempengaruhi morbiditas dan mortalitas pada stroke. Terapi stroke hipertensi direkomendasi pada stroke iskemik akut bila hipertensi berat menetap dengan sistole >220 mmHg dan diastole >120 mmHg. Obat anti hipertensi yang sudah ada sebelum stroke tetap diteruskan pada fase awal stroke dan menunda pemberian obat baru sampai 7 – 10 hari pasca serangan.
Pada diastole >140 mmHg (atau >110 mmHg bila telah diberikan terapi trombolisis), diberikan drip kontinyu Nikardipin, diltiazem, nimodipin, dll. Bial di sistole >230 mmHg dan atau diastole 121 – 145 mmHg, diberikan labetolol IV 1-2 menit. Dosis labetolol dapat diulang atau digandakan sampai penurunan tekanan darah yang memuaskan atau sampai dosis kumulatif 300 mg yang diberikan bolus mini. Setelah dosis awal, labetolol dapat diberikan 6 – 8 jam bila diperlukan.
Jika sistole 180 – 230 mmHg dan atau diastole 105 – 120 mmHg, terapi darurat ditunda kecuali adanya bukti perdarahan intraserebral, gagal ventrikel kiri,
gagal ginjal akut, edema paru, diseksi aorta, ensefalopati, hipertensi dan sebagainya. Batas penurunan tekanan darah sebanyak sampai 20 – 25 % dari tekanan arterial rata-rata.
2. Pedoman Pada Stroke Perdarahan Intraserebral (PIS)
Bila sistole >220 mmHg dan diastole >120 mmHg, tekanan darah harus diturunkan sedini dana secepat mungkin untuk membatasi pembentukan edema vasogenik. Penurunan tekanan darah dapat menurunkan resiko perdarahn yang terus menerus atau berulang. Anti hipertensi diberikan bila sistole >180 mmHg atau diastole >100 mmHg.
Bila sistole >230 mmHg atau diastole >140 mmHg, dapat diberikan nikardipin, diltiazem, atau nimodipin.
Bila sistole 180 – 230 mmHg atau diastole 105 – 140 mmHg atau MAP 130 mmHg :
Labetolol 10 – 20 mg IV selama 1- 2 menit, ulangi atau gandakan setiap 10 menit sampai dosis maksimum 300 mg atau dosis awal bolus diikuti labetolol drip 2 – 8 mg per menit, atau ;
Nikardipin, atau ; Diltiazem atau ; Nimodipin
Pada fase akut tekanan darah tidak boleh diturunkan lebih dari 20 – 25 % dari tekanan MAP. Bila tekanan sistolik < 180 mmHg dan diastole <105 mmHg, pemberian obat ditangguhkan. Tekanan perfusi dipertahankan >70 mmHg. Pada penderita dengan riwayat hipertensi, penurunan tekanan darah MAP harus dipertahankan 130 mmHg. Bila sistole turun <90 mmHg, harus diberikan vasopresor untuk menaikkan tekanan darah.
Obat Parenteral untuk terapi hipertensi pada stroke akut
1. labetolol, dosis : 20-80 mg setiap 10 menit atau 2 mg per menit infus kontinyu, onset : 5 - 10 menit, lama kerja 3 – 6 jam, efek samping mual, muntah, hipotensi, blok atau gagal jantung, kerusakan hati, bronkospasme. 2. Nikardipin, 5 -15 mg perjam infus kontinyu, onset 5 – 15 menit, lama
kerja tergantung lamanya infus, efek samping takikardi, sakit kepala, fatigue disebabkan penurunan tekanan darah, konstipasi.
3. Diltiazem, dosis : 5 – 40 mg/KgBB/menit infus, onset 5 – 10 menit, lama kerja 4 jam, efek samping : blok nodus A-V, denyut prematur atrium, terutama pada usia lanjut.
4. Esmolol, dosis : 200 – 500 μg/KgBB/menit untuk 4 menit, selanjutnya 50 – 300 μg/KgBB/menit IV, onset 1 – 2 menit, lama kerja 10 – 20 menit, efek samping : hipotensi, mual.
3 Pedoman Pada Stroke Perdarahan Subarachnoid Terapi Medikamentosa
Ditujukan untuk mencegah peningkatan tekanan arterial atau intrakranial yang mungkin dapat menyebabkan terjadinya kembali ruptur aneurisma, dengan cara :
Tirah baring total dengan posisi kepala ditinggikan 15-200
paling sedikit 3 minggu
Fisioterapi pasif beberapa kali sehari, Fisioterapi aktif tidak dilakukan dalam 3 minggu pertama.
Monitoring tanda-tanda vital
Pemberian sedasi misalnya Diazepam 5 mg tiap 6 jam
Phenobarbital 30-60 mg po/IV tiap 6 jam, Untuk pasien yang gelisah Analgetika untuk nyeri kepala
Nyeri kepala hebat narkotika. Misalnya Demetol 100-150 mg im tiap 4 jam. Dapat digunakan kodein 30-60 mg po tiap 2-3 jam bila perlu, atau meperidine.
Pemakaian obat yang mempengaruhi fungsi platelet sebaiknya dihindari karena dapat memperpanjang perdarahan.
Penurunan tekanan darah dianjurkan pada fase akut , dikontrol agar tidak terjadi hipotensi. Pada pasien normotensif atau hipertensi ringan (MABP < 120) tidak perlu diberi terapi, cukup dengan pemberian obat sedatif. Pasien yang membutuhkan terapi adalah pasien dengan MABP > 120 atau
tekanan sistolik > 180 mmHg dan MABP dipertahankan antara 100-120 Untuk kelainan jantung akibat PSA dapat diberikan B-bloker seperti
Propanolol yang dilaporkan dapat menurunkan efek samping ke jantung. Untuk perdarahan saluran cerna dapat dilakukan lavage lambung dengan
NaCl, tranfusi, pemberian cairan yang adekuat, dan antasida.
H2-bloker misalnya ranitidin untuk mengurangi resiko terjadinya stress ulcer
Untuk mual dan muntah dapat diberikan antiemetik
Bila kejang dapat diberikan anti konvulsan : Phenytoin 10-15 mg/kg IV (loading dose), kemudian diturunkan menjadi 100 mg/8 jam atau Phenobarbital 30-60 mg tiap 6-8 jam.
Terapi Pembedahan
Dilakukan dalam keadaan darurat untuk penanganan tekanan tinggi intra kranial, mengeluarkan hematoma dan penanganan hidrosefalus akut, juga untuk mencegah perdarahan ulang dan meminimalkan terjadinya vasospasme.
Untuk hidrosefalus akut dapat dilakukan pemasangan Ventriperitoneal shunt. Hidrosefalus akut dapat diterapi dengan steroid, manitol atau pungsi lumbal berulang
AVM Tindakan pembedahan berupa en block resection atau obliterasi dengan cara ligasi pembuluh darah atau embolisasi melalui kateter intra arterial lokal. Kala resiko perdarahan sekunder lebih kecil pada AVM dibandingkan aneurisma, maka tindakan pembedahan dilakukan secara elektif setelah episode perdarahan.
Aneurisma Terapi pembedahan definitif terdiri dari clipping atau wrapping aneurisma. Pada pasien dengan kesadaran penuh atau hanya penurunan kesadaran ringan, tindakan pembedahan memperlihatkan hasil yang baik. Sebaliknya pada pasien yang stupor atau koma tidak diperoleh keuntungan dari tindakan tersebut.
Pedoman tatalaksana hiperglikemi pada stroke akut Indikasi dan syarat pemberian insulin:
1. Stroke hemoragik dan non hemoragik dengan IDDM atau NIDDM 2. Bukan stroke lakunar dengan diabetes mellitus
Kontrol gula darah selama fase akut stroke
Tabel insulin reguler dengan Skala Luncur
Glukosa (mg/ dl) Insulin tiap 6 jam subkutan <80 Tidak diberikan insulin 80-150 Tidak diberikan insulin 151-200 2 unit 201-250 4 unit 251-300 6 unit 301-350 8 unit 351-400 10 unit >400 12 unit
1. Bila kadar gula darah sulit dikendalikan dengan skala luncur, diperlukan infus kontinyu dengan dosis dimulai dengan 1 unit/ jamdan dapat
dinaikkan sampai 10 unit/ jam. Kadar gula darah harus dimonitor dengan ketat setiap 1-2 jam sehingga kecepatan infus dapat disesuaikan.
2. Bila hiperglikemia hebat >500 mg/ dl diberikan bolus pertama 6-10 unit insulin reguler tiap jam
3. Setelah kadar glukosa darah stabil dengan insulin skala luncur atau infus kontinyu maka dimulai pemberian insulin reguler subkutan.
Kontrol gula darah masa kesembuhan
Bila penderita stabil makan biasa, dan motorik dan kognitif sudah pulih, mulai berikan insulin basal (NPH atau lente insulin)
1. NPH insulin diberikan tiap 12 jam dengan dosis awal kira-kira 0,2-0,3 unit/ kgBB/ hari
2. Insulin reguler tambahan sebelum makan dapat diteruskan untuk disesuaikan tergantung pada kadar glukosa darah waktu puasa (sasaran kadar glukosa darah 100-200 mg/ dl)
3. Bila kadar gula darah pada pemantauan stabil (<200 mg%) dengan
kebutuhan insulin <15 unit/ hari, terapi dimulai dengan anti diabetika oral sebelumnya (pada penderita DM tipe II)
X. PENCEGAHAN STROKE