• Tidak ada hasil yang ditemukan

stroke

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "stroke"

Copied!
47
0
0

Teks penuh

(1)

STROKE

I. DEFINISI

Stroke adalah gangguan atau disfungsi otak, yang terjadi secara mendadak, baik fokal atau global, dikarenakan adanya suatu kelainan pembuluh darah otak dengan defisit neurologis yang terjadi lebih dari 24 jam atau terjadi kematian. Bila disfungsi serebral sembuh sempurna dalam waktu kurang dari 24 jam dinamakan TIA (Transient Ischemic Attack)

II. ANATOMI PEMBULUH DARAH OTAK

Secara anatomis, pembuluh darah serebral terdiri dari dua sistem yaitu sistem karotis dan sistem vertebrobasiler. Jatah darah ke otak 1/3 disalurkan melalui lintasan vaskuler vertebrobasiler dan 2/3 melalui arteri karotis interna. Pembagian daerah otak yang diperdarahi pembuluh darah serebral Anterior circulation (sistem karotis)

Anterior choroidal Hippocampus, globus pallidus, lower internal capsule Anterior cerebral Medial frontal dan parietal cortex cerebri and

subjacent white matter, anterior corpus callosum Middle cerebral Lateral frontal, parietal, occipital, and temporal cortex

and subjacent white matter

Lenticulostriate branches Caudate nucleus, putamen, upper internal capsule Posterior circulation (sistem vertebrobasiler)

Posterior inferior cerebellar basilar

Medulla, lower cerebellum

Anterior inferior cerebellar Lower and mid pons, mid cerebellum

Superior cerebellar Upper pons, lower midbrain, upper cerebellum Posterior cerebellar Medial occipital and temporal cortex and

subjacent white matter, posterior corpus callosum, upper midbrain

(2)

Thalamoperforate branches Thalamus Thalamogeniculate branches Thalamus

Anterior circulation (sistem karotis)

Stroke yang disebabkan karena pembuluh darah ini memberikan tanda dan gejala disfungsi hemisfer serebri seperti afasia, apraxia, atau agnosia. Selain itu dapat juga timbul hemiparese, gangguan hemisensoris, dan gangguan lapang pandang. Posterior circulation (sistem vertebrobasiler)

Stroke yang disebabkan karena pembuluh darah ini memberikan tanda dan gejala disfungsi batang otak termasuk koma, drop attacks (jatuh tiba-tiba tanpa penurunan kesadaran), vertigo, mual dan muntah, gangguan saraf otak, ataxia, defisit sistem sensorimotorik kontralateral (hemiparese alternans). Selain itu dapat juga timbul hemiparese, gangguan hemisensoris, dan gangguan lapang pandang tetapi tidak spesifik untuk stroke yang disebabkan sistem vertebrobasiler.

(3)

III. JARAS SISTEM SARAF MOTORIK

Perjalanan saraf motorik terbagi dua yaitu sistem piramidalis dan ekstrapiramidalis.

Sistem Piramidalis :

Pusat sistem motorik terletak di gyrus presentralis (area broadman 4) ditempat ini terdapat Motor Homonculus, serabut saraf kemudian berjalan melalui traktus piramidalis ,yang dibentuk oleh neuron sel Batz yang terdapat pada lapisan kelima gyrus presentralis, berjalan konvergen ke kaudal ke kapsula interna menempati 2/3 krus posterior. Kemudian berjalan ke pedunculus oblongata dan medulaspinalis. Pada kornu anterior medula spinalis sebagian serabut saraf ±85% berjalan ke kontralateral (disebut traktus kortikospinal lateral), persilangan ini disebut decussatio pyramidalis, sedangkan serabut yang lain ±15% tidak menyilang berakhir di kornu anterior homolateral (disebut traktus kortikospinal anterior).

(4)

Traktus ekstra piramidalis

Terdiri dari korteks, ganglia basalis, midbrain. Gangllia basalis terdiri dari globus palidus, putamen, nukleus kaudatus, substansia nigra, nukleus subthalamikus, nukleus rubra. Putamen dan nukleus kaudatus disebut striatum.

SISTEM SARAF SENSORIS

Sistem saraf sensoris memiliki dua jalur berdasarkan lokasi penerimaan rangsang. Sensibilitas permukaan

Rangsang diterima di reseptor kemudian serabut saraf berjalan ke ganglion spinale, kemudian melalui radix posterior ke kornu posterior, ditempat ini berganti neuran kemudian menyilang linea mediana menjadi traktus spinothalamikus, kemudian ke atas ke thalamus. Pada thalamus serabut saraf yang berasal dari badan bagian bawah berjalan lebih lateral sedangkan badan bawah lebih medial, kemudian berganti neuron kembali dan berakhir di gyrus sentralis posterior. Sensibilitas dalam

Serabut saraf bejalan mulai dari reseptor ke ganglion spinale lalu ke radix posterior, di sini serabut membagi dua menjadi funicullus gracilis ,untuk daerah

(5)

sakralis, lumbalis dan thorakalis bawah, dan funiculus cuneatus , untuk bagian thorakal atas dan sevikalis. Serabut secara berurutan ini menuju nukleus goll dan nukleus burdach sebelumnya berganti neuron. Kemudian bersilang membentuk lemniscuss medialis menuju ke thalamus berganti neuron dan berakhir di di gyrus sentralis posterior,

IV. FAKTOR RESIKO

Secara garis besar mekanisme terjadinya gangguan cerebrovaskular dapat disebabkan oleh oklusi oleh thrombus atau emboli, rupture dari dinding pembuluh darah, penyakit dari dinding pembuluh darah dan kelainan darah.

Pembuluh darah yang normal terbentuk oleh tunika intima ( sel endotel ), tunika media yang terdiri dari fibroblast dan otot polos dengan didukung oleh kolagen dan jaringan elastik, tunika adventitia yang terutama terdiri dari serat kolagen yang tebal.

Dalam jaringan otak dan medula spinalis, tunika adventitia biasanya sangat tipis dan lamina elastik antara tunika media dan adventitia kurang terlihat. Tunika intima adalah barrier yang sangat penting terhadap kebocoran darah dan unsur yang terkandung didalamnya kedalam dinding pembuluh darah. Di dalam

(6)

perkembangan dari arterosklerosis plak peristiwa primernya adalah kerusakan endotel dari tunika intima.

A. Hipertensi

Hipertensi merupakan faktor utama dalam perkembangan infark trombosis serebral dan pendarahan intra cranial yang sering menyebabkan gangguan fungsi otak dan merusak struktur otak manusia melalui mekanisme gangguan vaskular. Infark dan perdarahan otak merupakan stadium akhir akibat memburuknya gangguan vaskular pada otak.

Stroke yang terjadi akibat hipertensi disebabkan oleh adanya perubahan patologik yang terjadi pada pembuluh darah serebral di dalam jaringan otak yang mempunyai dinding yang relatif tipis. Perubahan ini menunjukkan faktor predisposisi stroke secara langsung dan peningkatan proses aterogenesis merupakan faktor predisposisi perdarahan dan infark otak. Selain itu hipertensi menyebabkan gangguan kemampuan otoregulasi pembuluh darah otak sehingga pada tekanan darah yang sama, aliran darah ke otak penderita hipertensi sudah berkurang dibandingkan penderita normotensi. Jadi pada infark otak biasanya sekunder dari aterosklerosis dan pada perdarahan otak biasanya akibat peninggian tekanan darah dan mikro-aneurisma pada pembuluh darah otak ( aneurisma Charcot-Bouchard), sehingga dapat dikatakan hubungan hipertensi dan perdarahan otak lebih erat dibandingkan infark otak.

Efek patologis yang disebabkan hipertensi adalah :

- Charcot Bourchard mikroaneurysmperdarahan intraserebral ( dari pembuluh darah yang perforsi)

- Percepatan atheroma dan pembentukan thrombus infrak( pembuluh besar)

- Hyalinosis dan endapan fibrin infark Hipertensi pada perdarahan intraserebral

Perdarahan ke dalam parenkim kemungkinan bisa disebabkan oleh pecahnya pembuluh darah arteriol, kapiler, atau vena. Di lain pihak pecahnya pembuluh darah bisa didasari oleh adanya penyakit tekanan darah tinggi,

(7)

arteriosclerosis, bahkan bisa oleh penyakit sistemik seperti infiltrasi tumor atau diskrasia darah

Arterial pathology

Beberapa kelainan struktur pada hipertensi telah banyak diketahui, tetapi faktor yang bertanggung jawab terjadinya kelainan masih sedikit sekali yang diketahui. Seperti kelainan yang mudah terjadi karena adanya kenaikan tekanan darah yang tinggi akan terjadi hiperplastic arteriosclerosis yang hebat sekali disertai endorteritis, pada seluruh arterol terutama di ginjal. Keadaan seperti ini, juga terjadi pada hipertensi kronik, dimana terjadinya lebih hebat pada usia lanjut karena disertai proses degenerasi.

Jadi secara umum dapat dikatakan bahwa hipertensi akan mempercepat terjadinya arteriosclerosis sebagai gambaran proses ketuaan pada manusia. Ternyata pembuluh darah besar juga dipengaruhi oleh hipertensi, sehingga terjadi proses atherosclerosis, sehingga terjadi atherosclerosis plaque biasanya terjadi pada pembuluh darah yang mengalami tekanan yang tinggi, seperti contohnya aorta abdominalis. Terjadinya kelainan pembuluh darah kecil arteriosclerosis merupakan keadaan yang bertanggung jawab terjadinya kerusakan pada ogan, pada pasien yang menderita hipertensi yang lama. Pada saat yang bersamaan juga pembuluh darah besar mengalami atherosclerosis. Terjadinya arterial dan arteriolar sclerosis diperkirakan merupakan kerusakan sekunder karena kombinasi hipertensi sistol dan diastol , dimana kerusakan primer sering kali disebabkan karena hipertensi sistolik yang terjadi pada usia tua. Perkembangan kelainan pembuluh darah karena hipertensi setelah fase akut, meningkat karena proses waktu dan tekanan, kenaikan yang bersifat progresif dan lambat tdak akan memberikan gejala. Sebagai contoh pada keadaan akut, perubahan yang terjadi pada aliran darah dan morfologi dinding pembuluh darah binatang percobaan terjadi dalam waktu 4 jam setelah meningginya tekanan darah. Perubahan morfologi pada sel endotelial dan perubahan tunika intima menjadi tidak rata terjadi dalam waktu 1 bulan setelah hipertensi, sebagai konsekwensinya permeabilitas dinding pembuluh darah meningkat yang akan menyebabkan perlekatan pada substansialnya, diikutinya terjadinya akumulasi sel pada sel otot

(8)

polos yang menyebabkan tunika media jadi tipis, yang menyebabkan dinding pembuluh darah jadi tipis juga.

Pada arteri yang lebih besar hipertensi menyebabkan bertambah besar ukuran dan jumlah sel-sel otot polos pada tunika media dan tidak terjdi migrasi sel-sel pada tunika intima.

Ross (1986) mengemukakan bahwa lesi proliferatif pada tunika intima dan otot-otot polos sebagai respon dari injury aling sedikit melalui 2 jalan :

1. Diperlihatkan pada hipercholesterolemia, melibatkan monosit dan adanya interaksi platelet, yang mengstimulasi formasi lak fibrosa oleh growth faktor dari sel-sel yang berbeda

2. Melibatkan stimulasi langsung dari endotelium ynag mungkin melepaskan growth faktor yang bisa menyebabkan migrasi dan proliferasi otot polos. Sebagai contoh proses ini terjadi pada diabetes,hipertensi, merokok.

Kelainan spesifik yang disebabkan oleh naiknya tekanan darah kronik, menyebabkan rusaknya pembuluh darah melalui tiga mekanisme yang saling berhubungan, yaitu pulsative flow, endotelial denudation, replikasi dari sel otot polos.

Pada proses ini lebih sering terjadi pada hipertensi sistolik Pulsatile flow

Andaikata tekanan darah naik akan menyebabkan meningginya semua komponen tekanan sistolik, perubahan tekanan diastolik, meningginya mean arterial blood pressure, sehingga semua keadaan ini akan menyebabkan tekanan pada jaringan kolagen dan elastin, dinding pembuluh darah, akhirnya akan menyebabkan komplikasi medionekrosis, atherosklerosis, aneurysma, perdarahan. Endothelial denudation

Denudation termasuk didalamnya mengenai perubahan fungsi maupun struktur pembuluh darah yang menyebabkan meningginya fibrosis dan menguatnya kontraksi.

Pada endothelial yang normal memproduksi endotelial derived relaxing factor yang menyebabkan relaksasi jika ada stimulus. Dengan rusaknya endotel

(9)

pembuluh darah, relaxing factor berkurang, maka akan terjadi kontraksi pembuluh darah yang berlebihan.

Perubahan struktural menyebaban perlekatan dari platelet pada daerah yang mengalami denudation yang melepaskan platelet derived factor dan menyebabkan peninggian replikasi dari tunika intima dan media otot polos, dan akhirnya menghasilkan hiperplasia dan fibrosis pada kasus hipertensi kronis (Schwartz and Reidy, 1978).

Smooth muscle proliferation

Terdapat dua premis yang menyokong eksperimen yaitu :

1. Pada percobaan invitro ternyata diploic cell berhubungan dengan kejadian replikasi pada in vivo

2. Proses atherogenesis langsung berhubungan dengan repilikasi sel.

Hipertensi meninggikan atherosclerosis dengan cara menstimulus replikasi sel otot polos arteri, sebagai respon terhadap rangsang yang menyebabkan cedera pembuluh darah karena meninggi pulsatile fow dan endothelial denudation. Beberapa macam lesi arteri

- Hyperplastic atau proliferative arteriosclerosis

- Hyaline arteriolosclerosis dengan penipisan dan hialinisasi tunika intima da media yang menyebabkan penyepitan lumen

- Miliary aneurysms pada pembuluh darah penetran serebral, biasanya pada cabang pertama terdapat poststenotic dilations dari penipisan tunika intima yang bertanggung jawab terjadinya perdarahan

- Artherosclerosis atau nodular arteriosclerosis menyebabkan plak thrombus yang bertanggung jawab terjadinya iskemia dan infark Pada penelitian dari 1626 pasien diobati dengan antikoagulan yang lama, 30 orang mengalami perdarahan intraserebral, dimana dua pertiganya meninggal.

Terdapat tiga gambaran karakteristik perdarahan intraserebral yang disebabkan oleh pemberian antikoagulan :

1. Perdarahan terjadi secara bertahap beberapa jam sampai hari

2. Cerebellum dan cerebral sering terkena dibandinkan dengan perdarahan karena hipertensi

(10)

3. Perdarahan ini memberikan angka kesakitan dan kematian yang tinggi ( 15 dari 24 pasien meninggal dan hanya pasien dengan perdarahan kecil kurang dari 30 cc bisa bertahan hidup )

B. Kelainan jantung

Kelainan jantung dapat menyebabkan gangguan fungsi otak melalui 4 jalan: 1. Emboli yang berasal dari penyakit katup jantung, dinding jantung dan

ruangan jantung.

2. Gangguan curah jantung karena kelainan ritme yang hebat atau dekompensasi menyebabkan penurunan perfusi otak.

3. Obat-obatan yang digunakan pada gangguan sirkulasi dapat menganggu fungsi otak.

4. Operasi jantung dapat menyebabkan kerusakan otak cepat atau lambat Nomor 1 dan 4 lebih sering menyebabkan iskemia fokal, sedangkan 2 dan 3 lebih sering menyebabkan gangguan yang bersifat difus.

Kelainan jantung yang merupakan faktor resiko stroke adalah penyakit jantung kongestif, penyakit jantung koroner, penyakit jantung rematik, endokarditis bakterialis subakut, infark miokard akut, penyakit jantung congenital, pembesaran jantung, gangguan konduksi intraventikuler,dan lain-lain.

a. Kelainan irama jantung

Kelainan irama jantung seperti fibrilasi atrial dan blok jantung komplit mempertinggi resiko terjadinya stroke. Aritmia jantung dapat mempengaruhi hemodinamik yang normal akibat perubahan denyut jantung, perubahan waktu antara sistolik dari atrium dan ventrikel dengan akibat hilangnya daya pengembangan atrium dan ventrikel, sehingga perfusi darah ke otak menurun.

Kelainan ritme jantung yang mengakibatkan emboli adalah fibrilasi atrial (dapat terjadi pada semua umur), kelainan sinoatrial kronik (sering terjadi pada usia tua). Emboli lebih sering terjadi pada penderita yang mengalami gangguan irama yang berfluktuasi antara irama lambat yang abnormal.

b. Penyakit jantung koroner

Penyakit jantung koroner dapat meningkatkan faktor resiko stroke sebanyak 2-5 kali dibandingkan orang normal. Infark miokard akut sering

(11)

mengakibatkan pembentukan trombi mural, dan mengenai endometrium ventrikel kiri serta diikuti dengan penyumbatan emboli pada arteri otak. Resiko terjadinya stroke pada infark miokard tergantung pada besar kecilnya kerusakan. Pada infark miokard yang luas akan meningkatkan resiko terjadinya stroke dibandingkan infark miokard kecil.

c. Kelainan Katup jantung

Kelainan katup jantung misalnya stenosis mitral akibat penyakit jantung rematik dapat menyebabkan payah jantung dan fibrilasi atrial. Kelainan ini memyebabkan terjadinya stroke melalui pembentukan trombus yang kemudian menjadi emboli dalam aliran darah ke otak. Selain itu endokarditis bakterialis dapat menyebabkan perdarahan subarakhnoid dengan atau tanpa aneurisma mikotik.

d. Pembesaran jantung dan kardiomiopati

Pembesaran jantung, kardiomiopati dan aneurisma ventrikel dapat menyebabkan pembentukan thrombus mural pada ventrikel kiri yang dapat menyebabkan emboli pada otak.

Kardiomiopati dapat menyebabkan emboli sistemik, paru, dan otak. Thrombus berkumpul pada trabekula karena jantung pada bagian apeks ventrikel kiri dan kanan dan sebagai emboli bergerak sebagai aliran darah ke paru atau otak.

C. Diabetes mellitus

Diabetes mellitus merupakan penyakit yang sering dijumpai bersama-sama penyakit serebrovaskular, dan merupakan faktor resiko stroke meskipun kurang kuat dibandingkan hipertensi. Sebagai faktor resiko stroke, diabetes melitus berperan melalui proses aterosklerosis pembuluh darah otak. Proses aterosklerosis pembuluh darah otak pada diabetes mellitus melalui kelainan lipid yang multiple. Pada diabetes mellitus terjadi :

1. Peningkatan konsentrasi faktor von willibrand (glikoprotein) dalam plasma yang mungkin berperan dalam penyakit vascular.

2. Perubahan produksi prostasiklin mencerminkan kerusakan dinding pembuluh darah yang terjadi akibat peningkatan fungsi trombosit dengan akibat mikrotrombus.

(12)

3. Aktivitas plasminogen akan menurun. Penurunan aktivas plasminogen dalam pembuluh darah akan merangsang terjadinya thrombus.

D. Hiperlipidemia

Abnormalitas serum lipid (trigliserida, kolesterol, LDL) merupakan faktor risiko penyakit jantung koroner daripada penyakit serebrovaskuler. Ada penelitian yang membuktikan bahwa pada populasi muda tidak terbukti adanya hubungan antara stroke dan peningkatan kolesterol. Hal ini dijelaskan dengan kenyataan bahwa tidak semua stroke berhubungan dengan atherosclerosis. Penelitian lain menemukan bahwa HDL memiliki efek perlindungan terhadap stroke; adanya hubungan antara plak karotis atau penebalan tunika intima dan fraksi lipoprotein serta penurunan signifikan terhadap risiko stroke pada pasien yang diobeti dengan obat penurun kolesterol generasi terbaru yaitu statin.

PENURUNAN KESADARAN PADA PENDERITA STROKE

Beberapa kemungkinan yang dapat menyebabkan penurunan kesadaran pada penderita stroke ( Warlo, 1996 ), yaitu :

1. lesi primer pada struktur subkortikal (thalamus) atau ARAS ( ascending retikucular activating system) dalam batang otak (perdarahan)

2. Lesi sekunder pada batang otak karena herniasi transtentorial

3. Ko-eksistensi gangguan metabolik hipoglikemi, gagal ginjal, gagal hati 4. Obat-obatan

Penurunan kesadaran pada perdarahan intrakranial biasanya terjadi sejak saat awitan sedangkan pada infark otak pada hari ketiga sampai kelima dari awitan

V. PEMERIKSAAN FISIK PADA PENDERITA STROKE 1. Kesadaran

Penentuan status kesadaran pada pasien stroke sangat penting, penurunan kesadaran pada penderita stroke terjadi karena Tekanan Tinggi Intrakranial yang sangat hebat sehingga mampu menekan bagian ARAS yang merupakan pusat

(13)

kesadaran. Penurunan kesadaran menjadi tolok ukur pada penentuan jenis stroke dengan menggunakan skoring baik dengan Sirijaj-Stroke-Score maupun Gajah mada Stroke Score.

2. Tensi (Tekanan darah)

Salah satu faktor resiko mayor dari Stroke adalah Hipertensi. Pembagian Grade Hipertensi :

Stage TDS TDD

Stage I 140 – 149 mmHg 90 – 99 mmHg

Stage II > 160 mmHg > 100 mmHg

Pengukuran tekanan darah sebaiknya dibandingkan dengan tangan disebelahnya. Apakah terdapat perbedaan. Jika terdapat perbedaan yang besar maka kemungkinan terjadi kelainan pembuluh darah (arteritis)

3. Nadi 4. Heart Rate

Pengukuran ini sangat penting, jumlah kontraksi jantung yang dihitung dibandingkan dengan Nadi yang di ukur. Pulsus defisit terjadi jika Perbedaan heart rate dan nadi ≥20 x/mnt. Pulsus derfisit dapat ditemukan pada artrial fibrilasi yang kemungkinan menjadi pencetus stroke.

5.Pernafasan 6. Suhu

7. Turgor dan gizi

Berperan dalam menentukan keadaan fisik dari pasien apakah termasuk golongan obesitas (faktor resiko minor), dan turgor apakah pada pasien tersebut terjadi dehidrasi atau tidak .

STATUS INTERNA YANG PENTING

1. Kepala : Apakah terdapat sianosis pada wajah dan lidah karena kemungkinan akibat kelainan jantungnya maka dapat berkomplikasi menjadi stroke.

(14)

Apakah terdapat peningkatan JVP?, Terdapat Bruit? hal ini menunjukkan terdapat gangguan aliran pada pembuluh darah yang dapat menjadi faktor pencetus stroke (emboli)

3. Paru-paru :Penting pada pasien stroke yang sedang dirawat, karena komplikasi non

neurologis stroke salah satunya Pneumonia dan edema paru.

Jantung : Apakah ada pembesaran jantung? Bunyi Murmur? Kelainan katup jantung.?

(Penyakit Jantung merupakan faktor resiko mayor terjadinya stroke)

VI. PATOFISIOLOGI DAN GEJALA KLINIS Stroke infark

Metabolisme dan Aliran darah

Otak merupakan organ yang sangat aktif secara metabolik, memerlukan glukosa sebagai energi utama untuk metabolisme. Glukosa dihasilkan dari oksidasi karbondioksida dan air. Metabolisme glukosa mengacu pada konversi ADP menjadi ATP. Suplai ATP secara konstan diperlukan dalam mempertahankan integritas neuron dan menjaga kation ekstraseluler mayor Ca2+ dan Na+ tetap di luar sel, dan kation intraseluler K+ di dalam sel. Produksi ATP lebih efisien dengan adanya oksigen. Otak memerlukan dan menggunakan kira-kira 500 ml oksigen dan 75 – 100 mg glukosa tiap menit, dengan total 125 gr glukosa sehari.

Jika CBF menurun sampai 15-18 ml/100gr/menit hal ini akan mengakibatkan kegagalan elektrolit, jika CBF dibawah 15 ml/100gr/menit maka akan mengakibatkan perubahan dalam potensial yang dibangkitkan oleh somato-sensoris. Bila dibawah 10ml/100gm/menit akan mengakibatkan kegagalan ionik, dimana konsentrasi kalium ekstraseluler akan meningkat, kalsium intraseluler meningkat, asam lemak bebas dibebaskan, pemecahan ATP yang mengakibatkan asidosis intraseluler yang mengakibatkan kematian sel saraf. Dalam 10-15 ml/100gr/menit (antara electrical and ionic failure), neuron tidak berfungsi tapi masih viable. Neuron-neuron ini berada di perifer sekeliling area infark (perifokal

(15)

area) dan eksistensinya ditentukan system kolateral. Area ini dinamakan daerah Penumbra. Daerah penumbra ini merupakan target pengobatan.

Faktor-faktor yang mempengaruhi CBF

Faktor-faktor yang mempengaruhi CBF adalah regional CBF, autoregulasi, perubahan metabolik dan neurokimia. Cerebral blood flow (CBF) secara normal adalah sekitar 50 ml/100gr jaringan otak per menit, dan konsumsi oksigen otak (dikenal juga dengan cerebral metabolic rate for oxygen – CMRO2) biasanya sekitar 3,5 ml/100gr/menit. Dengan meningkatkan ekstraksi oksigen dari aliran darah, kompensasi dapat terjadi untuk mempertahankan CMRO2 sampai CBF diturunkan sampai ke level 20 – 25 ml/100gr/menit. Kapasitas sirkulasi cerebral untuk mempertahankan level konstan CBF dengan tekanan yang berubah-ubah disebut dengan autoregulasi. CBF tetap relatif konstan saat mean arterial blood pressure antara 50 – 150 torr. Saat tekanan darah secara kronis meningkat, level bawah dan atas autoregulasi akan meningkat, mengindikasikan toleransi yang tinggi terhadap hipertensi tetapi juga peningkatan sensitivitas terhadap hipotensi. Normalitas autoregulasi dan sistem kolateral memegang peranan penting dalam terjadinya serangan stroke. Bilamana tensi meningkat pembuluh darah akan vasokontriksi dan bila tensi menurun akan terjadi vasodilatasi. Gangguan pada autoregulasi dan system kolateral akan menurunkan regional CBF, iskemia dan akhirnya menyebabkan infark otak.

Iskemia akan menyebabkan gangguan hemostasis ion, terutama ion kalium dan kalsium. Ion kalium yang meninggi di ruang ekstraseluler akan menyebabkan pembengkakan sel astroglia, sehingga mengganggu transport oksigen dan bahan makanan ke otak. Sel yang mengalami iskemia akan melepaskan neurotransmitter glutamat dan aspartat yang akan menyebabkan influx natrium dan kalsium ke dalam sel. Keadaan inilah yang mendorong jejas sel menjadi irreversibel. Kalsium yang tinggi di intraseluler akan menghancurkan membran fosfolipid sehingga terjadi asam lemak bebas, antara lain asam arakhidonat. Asam arakhidonat merupakan prekursor dari prostasiklin dan tromboksan A2. Prostasiklin merupakan vasodilator yang kuat dan mencegah agregasi trombosit, sedangkan

(16)

tromboksan A2 merangsang terjadinya agregasi trombosit. Pada keadaan normal, prostasiklin dan tromboksan A2 berada dalam keseimbangan sehingga agregasi trombosit tidak terjadi. Bila keseimbangan ini terganggu, akan terjadi agregasi trombosit. Prostaglandin, leukotrien, dan radikal bebas terakumulasi. Protein dan enzim intraseluler terdenaturasi, setelah itu sel membengkak (edema seluler). Akumulasi asam laktat pada jaringan otak berperan dalam perluasan kerusakan sel. Akumulasi asam laktat yang dapat menimbulkan neurotoksik terjadi apabila kadar glukosa darah otak tinggi sehingga terjadi peningkatan glikolisis dalam keadaan iskemia.

A. Infark Atherotrombotik

Kebanyakan penyakit serebrovaskular dapat dikaitkan dengan atherosklerosis dan hipertensi kronis. Keduanya saling mempengaruhi. Atherosklerosis akan mengurangi kelenturan arteri besar, dan stenosis atherosklerotik yang terjadi pada arteri ginjal, keduanya dapat mengakibatkan tekanan darah yang meningkat. Sedangkan hipertensi akan ”mendorong” atherosklerosis ke dinding arteri cabang kecil.

Proses atheromatous pada arteri otak identik dengan yang terjadi pada aorta, arter koroner, dan arteri besar lainnya. Proses ini terjadi dengan progresif, berkembang tanpa gejala dalam waktu puluhan tahun, dan dapat dipercepat oleh hipertensi, hiperlipidemia, dan diabetes. Profil lipoprotein darah dengan kadar HDL (High Density Lipoprotein) kolesterol yang rendah dan LDL (Low Density Lipoprotein) kolesterol yang tinggi juga mempercepat proses terjadinya plak atheromatous. Faktor resiko lainnya adalah merokok, yang akan menurunkan kadar HDL kolesterol darah dan aliran darah otak.

Terdapat kecenderungan plak atheromatous untuk terbentuk pada percabangan dan cekungan arteri otak. Tempat yang paling sering adalah:

 A. carotis interna, pada pangkalnya yang berasal dari a. carotis communis.

 A. vertebralis pars cervicalis dan pada peralihannya yang membentuk a. basiler

(17)

 Pada batang maupun percabangan utama a. cerebri medial  Pada a. cerebri posterior yang memutar di otak tengah

 A. cerebri anterior di lengkungan yang memutari corpus callosum Gambaran Klinis

 Harus terdapat riwayat episode prodromal sebelumnya untuk menegakkan diagnosis trombosis otak, berupa serangan yang sifatnya sementara dan reversibel.

 Bila sumbatan terjadi pada a. carotis dan a. cerebri media, gejala yang mungkin timbul pada serangan awal adalah kebutaan sebelah mata, hemiplegia, hemianesthesia, gangguan bicara dan bahasa, bingung dan lain-lain.

 Bila sumbatan terjadi pada sistem vertebrobasiler, terjadi episode pusing, diplopia, kebas, hendaya penglihatan pada kedua lapang pandang dan dysarthria.

 Serangan awal tersebut dapat terjadi dalam rentang wakt beberapa menit hingga beberapa jam, umumnya tidak lebih dari 10 menit.  Stroke trombotik, dapat berkembang dengan berbagai cara, yaitu:

a. Stroke parsial dapat terjadi, alau berkurang sementara untuk beberapa jam, setelahnya terjadi perubahan cepat menuju stroke lengkap. Episode awal dapat berlangsung lebih lama dan berulang sebelum terjadi stroke yang lengkap.

b. Stroke trombotik dapat terjadi waktu tidur, pada saat terjaga, pasien lumpuh pada tengah malam atau pagi. Pasien dapat bangkit dari tempat tidur, lalu terjatuh dan tidak berdaya. c. Gambaran stroke trombotik dapat terjadi sangat lamabt,

sehingga menyerupai tumor otak, abses ataupun subdural hematoma. Untuk menegakkan diagnosis stroke pada kasus ini, riwayat penyakit terdahulu harus didapat dengan lengkap.

 Trombosis arterial basanya tidak disertai nyeri kepala. Bila ada, lokasi nyeri berhubungan dengan lokasi sumbatan arteri. Intensitas

(18)

nyeri tidak parah dan rlebih regional dibandingkan dengan perdarahan intraserebral maupun perdarahan subarachnoid.

 Hipertensi, diabetes, kebiasaan merokok dan hiperlipidemia umum ditemukan apda pasien dengan stroke infark atherotrombotik.

B. Infark Embolik

Stroke dapat ditimbulkan oleh emboli yang bersumber dari trombus di jantung. Trombus yang terlepas akan terbawa oleh aliran pembuluh darah sampai pada percabangan arteri yang terlalu kecil untuk dilewati.

Emboli yang berasal dari jantung dapat disebabkan oleh:

 Fibrilasi atrial dan aritmia lainnya (dengan penyakit jantung rematik, atherosklerotik, hipertensi, kongenital aupun sifilis)

 Infark miokard dengan trombus mural  Endokarditis bakterial akut dan sub aut

 Penyakit jantung tanpa aritmia maupun trombus mural(stenosis mitral, miokarditis)

 Komplikasi bedah jantung  Katup jantung buatan

 Vegetasi trombotik endokardial non bakterial  Prolaps katup mitral

 Emboli paradoks dengan penyakit jantung kongenital (cont: patent foramen ovale)

 Myxoma

Emboli yang tidak berasal dari jantung antara lain:  Atherosklerosis aorta dan a. carotis

 Dari tempat pembelahan atau displasia a. carotis dan a. vertebrobasiler

 Trombus pada v. pulmonalis  Lemak, tumor, udara

(19)

 Komplikasi bedah leher dan thoraks

 Trombosis pada panggul dan ekstremitas bawah pada right-to-left cardiac shunt

Gejala Klinis

 Dari seluruh jenis stroke, kardioemboli merupakan jenis yang berkembang paling cepat. Biasanya timbul pada saat beraktivitas, dan timbul mendadak, seperti saat di kamar mandi.

 Kadang ditemukan; isolated homonymous hemianopsia atau isolated aphasia

 Pada pencitraan otak :

o Melibatkan korteks, umumnya pada distribusi percabangan a. cerebri medial

o Terdapat kemungkinan infark perdarahan C. Infark Lakuner

Stroke ini mempunyai kumpulan gejala klinis yang jelas dengan daerah kecil yang mengalami iskemia dan terbatas pada daerah pembuluh darah tunggal yaitu pembuluh darah yang berpenetrasi ke otak yang menembus kapsula interna, basal ganglia, thalamus, korona radiata, dan daerah paramedian dari batang otak.

Stroke lakuner biasanya berhubungan dengan kombinasi antara hipertensi, atherosklerosis dengan diabetes melitus.

Stroke lakuner dapat didiagnosa hanya melalui karakteristik gejala klinisnya yaitu hemiparesis motorik murni, sindrom sensorik murni, clumsy hand, dysarthria, hemiparesis dengan ataksia, sindrom sensorimotor.

Stroke Perdarahan Intraserebral

Merupakan 10% dari seluruh kasus yang ada. Perdarahan intraserebri ditandai oleh adaya perdarahan ke dalam parenkim otak akibat pecahnya arteri penetrans yang merupakan cabang dari pembuluh darah superficial dan berjalan tegak lurus menuju parenkim otak yang di bagian distalnya berupa anyaman

(20)

kapiler. Atherosklerosis yang terjadi dengan meningkatnya usia dan adanya hipertensi kronik, maka sepanjang arteri penetrans ini terjadi aneurisma kecil – kecil (mikroaneurisma) dengan diameter sekitar 1 mm disebut aneurismas Charcot-Bouchard. Pada suatu saat aneurisma ini dapat pecah oleh tekanan darah yang meningkat sehingga terjadilan perdarahan ke dalam parenkim otak. Darah ini mendorong struktur otak dan merembes ke sekitarnya bahkan dapat masuk ke dalam ventrikel atau ke ruangan subaraknoid yang akan bercampur dengan cairan serebrospinal dan merangsang meningens.

Onset perdarahan intraserebri sangat mendadak, seringkali terjadi saat beraktivitas dan disertai nyeri kepala berat, muntah dan penurunan kesadaran, kadang-kadang juga disertai kejang. Distribusi umur biasanya pada usia pertengahan sampai tua dan lebih sering dijumpai pada laki-laki. Hipertensi memegang peranan penting sebagai penyebab lemahnya dinding pembuluh darah dan pembentukan mikroaneurisma. Pada pasien nonhipertensi usia lanjut, penyebab utama terjadinya perdarahan intraserebri adalah amiloid angiopathy. Penyebab lainnya dapat berupa aneurisma, AVM, angiopati kavernosa, diskrasia darah, terapi antikoagulan, kokain, amfetamin, alkohol dan tumor otak. Dari hasil anamnesa tidak dijumpai adanya riwayat TIA.

Lokasi perdarahan umumnya terletak pada daerah ganglia basalis, pons, serebelum dan thalamus. Perdarahan pada ganglia basalis sering meluas hingga mengenai kapsula interna dan kadang-kadang rupture ke dalam ventrikel lateral lalu menyebar melalui system ventrikuler ke dalam rongga subarachnoid. Adanya Perluasan intraventrikuler sering berakibat fatal. Perdarahan pada lobus hemisfer serebri atau serebelum biasanya terbatas dalam parenkim otak.

Apabila pasien dengan perdarahan intraserebri dapat bertahan hidup, adanya darah dan jaringan nekrotik otak akan dibersihkan oleh fagosit. Jaringan otak yang telah rusak sebagian digantikan pleh jaringan ikat, lia dan pembuluh darah baru, yang meninggalkan rongga kecil yang terisi cairan. .

Gambaran klinis tergantung dari lokasi dan ukuran hematoma. Karakteristiknya berupa sakit kepala, muntah-muntah dan kadang-kadang kejang pada saat permulaan. Kesadaran dapat terganggu pada keadaan awal dan menjadi

(21)

jelas dalam waktu 24-48 jam pertama bila volume darah lebih dari 50 cc. Karena jaringan otak terdorong, maka timbul gejala defisit neurologik yang cepat menjadi berat dalam beberapa jam.

Dari hasil pemeriksaan didapatkan CSS seperti air cucian daging (xanthocrome) pada pungsi lumbal dan adanya perdarahan (hiperdens) pada CT Scan.

Stroke Perdarahan Subarachnoid

Ditandai dengan perdarahan yang masuk ke dalam rongga subarachnoid. Onsetnya sangat mendadak dan disertai nyeri kepala hebat, penurunan kesadaran dan muntah. Distribusi umur penderita ini umumnya terjadi pada usia muda dan lebih banyak pada wanita.

Pada 10-15% kasus penyebabnya tidak diketahui, Umumnya akibat rupture aneurisma, kadang-kadang juga karena pecahnya malformasi arterivenosa, dan terapi antikoagulan. Aneurisma biasanya berlokasi di sirkulus Willisi dan percabangannya. Bila aneurisma pecah, darah segera mengisi ruang subarakhnoid atau merembes ke dalam parenkim otak yang letaknya berdekatan.

Gejala klinis perdarahan subarachnoid berupa sakit kepala kronik akibat penekanan aneurisma yang besar terhadap organ sekitar, akibat pecahnya aneurisma mendadak dirasakan sakit kepala hebat, muntah dan penurunan kesadaran. Biasanya ditemukan rangsang meningen positif berupa kaku kuduk akibat darah dalam likuor dan Kernig’s sign, Perdarahan subhialoid pada funduskopi, CSS gross hemorrhagic pada pungsi lumbal dan CT scan menunjukkan adanya darah dalam rongga subarachnoid. Komplikasi berupa vasospasme dapat terjadi > 48 jam setelah onset dengan akibat terjadinya infark otak dan deficit neurologik fokal. Perdarahan ulang kadang-kadang terjadi dalam beberapa mingu setelah kejadian pertama. Angka kematian cukup tinggi 30-70% dan tergantung beratnya penyakit pada saat pertama kali muncul.

(22)

Perdarahan Intraserebri Perdarahan Subarachnoid Onset Usia pertengahan - usia tua Usia muda

Jenis Kelamin >> ♂ >> ♀

Etiologi Hipertensi Ruptur aneurisma

Lokasi Ganglia basalis, pons,

thalamus, serebelum

Rongga subarachnoid Gambaran klinik Penurunan kesadaran, nyeri

kepala, muntah Defisit neurologis (+)

Penurunan kesadaran, nyeri kepala, muntah

Deficit neurologist (-)/ ringan Rangsang meningen (+) Pemeriksaan Penunjang - CSS seperti air

cucian daging/ xantochrome (Pungsi lumbal) - Area hiperdens pada CT Scan - Perdarahan subhialoid (Funduskopi) - CSS gross hemorrhagic (Pungsi lumbal)

- Perdarahan dalam rongga subarachnoid (CT Scan)

(23)
(24)

VII. PEMERIKSAAN PENUNJANG 1. CT scan

• Pemeriksaan ini merupakan pemeriksaan baku emas untuk membedakan stroke infark dengan stroke perdarahan.

• Pada stroke karena infark, gambaran CT scannya secara umum adalah didapatkan gambaran hipodense sedangkan pada stroke perdarahan menunjukkan gambaran hiperdens.

2. Pemeriksaan MRI

Pemeriksaan ini sangat baik untuk menentukan adanya lesi di batang otak (sangat sensitif).

3. Pemeriksaan Angiografi.

Pemeriksaan ini digunakan untuk menentukan apakah lokasi pada sistem karotis atau vertebrobasiler, menentukan ada tidaknya penyempitan, oklusi atau aneurisma pada pembuluh darah.

(25)

4. Pemeriksan USG

Pemeriksaan ini untuk menilai pembuluh darah intra dan ekstra kranial , menentukan ada tidaknya stenosis arteri karotis.

5. Pemeriksaan Pungsi Lumbal

Pemeriksaan ini digunakan apabila tidak adanya CT scan atau MRI. Pada stroke PIS didaptkan gambaran LCS seperti cucian daging atau berwarna kekuningan.

(26)

Pada PSA didapatkan LCS yang gross hemorragik. Pada stroke infark tidak didapatkan perdarahan (jernih).

6. Pemeriksaan Penunjang Lain.

Pemeriksaan untuk menetukan faktor resiko seperti darah rutin, komponen kimia darah (ureum, kreatinin, asam urat, profil lipid, gula darah, fungsi hepar), elektrolit darah, Thoraks Foto, EKG, Echocardiografi.

Cara penghitungan :

SSS = (2,5 x kesadaran)+(2 x muntah)+(2 x nyeri kepala)+(0,1 x tekanan diastolik)-(3 x atheroma) – 12

• Nilai SSS Diagnosa

• > 1 Perdarahan otak

• < -1 Infark otak

• -1 < SSS < 1 Diagnosa meragukan (Gunakan kurva atau CT Scan)

(27)

Menggunakan 3 variabel pemeriksaan yaitu : – Penurunan Kesadaran

– Nyeri Kepala – Refleks Babinski

VIII. KOMPLIKASI STROKE 1. Komplikasi neurologik : A. Edema otak (herniasi otak)

Merupakan komplikasi yan penting stok akibat infark maupun karena perdarahan. Pada kasus infark, edema terjadi secara vasogenik dan sitoksik, pada intra dan extraseluler. Edema mencapai maksimum setelah 4-5 hari paska infark, diikuti dengan mengaburnya alur gyrus kortikal dan seiring pembesaran infak, terjadi pergeseran garis tengah otak (midline shift). Setelah terjadi midline shift, herniasi transtentorial pun terjadi dan mengakibatkan iskemia serta perdarahan di batang otak bagian rostral.

B. Infark berdarah (pada emboli otak)

Emboli otak pada prinsipnya berasal dari jantung dan pembuluh darah besar ekstrakranial. Emboli yang berasal dari pembuluh darah arteri leher, biasanya dibentuk dari kombinasi keping darah dan fibrin atau dengan kolesterol.

(28)

Atheroma akan mengenai intima, awalnya terdapat deposit dari fatty streak, lalu diikuti oleh plak fibromuskuloelastis pada sel otot intima yang diisi lemak. Atheroma ini biasanya memiliki ukuran yang lebih besar daripada ukuran pembuluh darah. Jika terjadi pelebaran yang mendadak dari plak akibat meningkatnya perdarahan pada tempat tersebut, maka endotel yang mengandung fibrin dan bekuan darah tadi akan robek, dan terjadi perdarahan. Kebanyakan cenderung sepanjang perbatasan yang diperdarahai oleh anastomosis A.meningeal atau bila di A.serebri media terdapat di ganglia basalis. Kesadaran pasien tiba-tiba menurun dan pernafasan mengorok. Pada pemeriksaan pungsi lumbal ditemukan cairan serebrospinal berdarah.

C. Vasospasme (terutama pada PSA)

Fisher dkk, menemukan bahwa spasme sering terjadi pada pembuluh darah arteri yang dikelilingi oleh sejumlah besar darah subarachnoid. Vasospasme ini timbul sebagai akibat langsung dari darah atau sebagian produk darah, seperti hematin atau produk keping darah, pada dinding adventitia dari pembuluh darah arteri. Gejala vasospasme berupa penurunan kesadaran (misalnya bingung, disorientasi, ”drowsiness”) dan defisit neurologis fokal tergantung pada daerah yang terkena. Gejala-gejala berfluktuatif dan dapat menghilang dalam beberapa hari atau secara gradual menjadi lebih berat.

Mekanisme lain terjadinya vasospasme ialah sebagai respon miogenik langsung terhadap pecahnya pembuluh darah serta adanya substansi vasotaktif seperti serotonin, prostaglandin dan katekolamin.

D.Hidrosefalus

Jika sejumlah besar darah, sebagai akibat ruptur pembuluh darah, merembes ke dalam sistem ventrikel atau membanjiri ruang subarachnoid bagaian basal, darah tersebut akan memasuki foramen Luschka dan Magendie. Dimana pasien akan mengalami penurunan kesadaran hingga pingsan sebagai akibat dari hidrosefalus akut. Gejala akan membaik jika dilakukan draining ventrikel, dengan ventrikulostomi eksternal, atau pada beberapa kasus dapat dilakukan punksi

(29)

lumbal. Hidrosefalus sub akut dapat terjadi akibat blokade jalur cairan serebrospinal oleh darah setelah 2 hingga 4 minggu. Keadaan ini biasanya didahului oleh nyeri kepala, penurunan kesadaran dan inkontinen.

E. Higroma

Terjadinya pengumpulan darah intrasecerbral di suatu tempat akibat kelainan osmotik.

2. Komplikasi non-neurologik (Akibat proses di otak) : Akibat proses di otak :

A. Tekanan darah meninggi

Peninggian tekanan darah pada fase akut merupakan respon fisiologis terhadap iskemia otak, dan tekanan darah akan turun kembali setelah fungsi oatk membaik kembali. Selian itu tekanan darah tinggi intrakranial, dimana terjadi iskemia batang otak atau penekanan batang otak. Bila neuron yang menghambat aktivitas simpatis di batang otak menjadi tidak aktif karena penekanan batang otak maka akan terjadi hipertensi.

B. Hiperglikemi

Pada stroke, sama seperti iskemi daerah hipothalamus, dapat terjadi reaksi hiperglikemi. Kadar gula darah sampai 150-175 mg% pada fase akut tidak memerlukan pengobatan. Penderita dengan perdarahan subarakhnoid ditemukan gangguan fungsi vegetatif yang bersifat glukosuria dan keadaan ini berhubungan dengan konsentrasi katekolamin yang tinggi dalam sirkulasi.

C. Edema paru

Edema paru dapat terjadi pada penderita perdarahan intraserebral dan perdarahan subarakhnoid. Edema paru akut dapat didahului oleh disfungsi kardiovaskuler secara primer, misalnya infark miokard atau sekunder akibta kelainan susunan saraf pusat; atau edema paru akibat langsung dari pusat ”edemagenic” seebral. Proses terjadinya edema paru akibat kelaianan susunan saraf pusat yaitu secara langsung melalui sistem saraf otonom terutama mekanisme vagal. Mekanisme lain disebutkan, bahwa edema paru merupakan

(30)

akibat pelepasan simpatis berlebihan disertai hipertensi sistemik dan hipertensi pulmonal mengakibatkan peninggian permeabilitas vaskuler pada paru. Pelepasan simpatis tersebut dicetuskan oleh tekanan tinggi intrakranial, hipoksia otak atau lesi di hipothalamus.

D. Kelainan jantung

Kelainan jantung berupa gangguan ritme jantung atau aritmia jantung, terjadi pada strok fase akut. Sebanyak 50% menunjukkan ventrikuler ektopik berat, kelainan lain berupa ventrikuler takikardia, blok AV komplit, dan asistolik. Kelainan ini lebh sering pada gangguan sirkulasi anterior (sistem karotis). Pada penderita perdarahan subarakhnoid, aritmia jantung dapat menyebabkan kematian. Kelainan jantung lainnya pada penderita strok fase akut berupa kerusakan miokard disertai peninggian kadar enzim jantung pada serum, aritmia jantung dan peninggian kadar katekolamin plasma.

E. Kelainan EKG

Perubahan EKG yang ditemukan pada penderita dengan kerusakan susunan saraf pusat terutama perdarahan subarakhnoid yaitu ST-T abnormal, gelombang T besar atau terbalik, pemanjangan interval QT dan gelombang U yang menonjol. Kelainan EKG sering menyerupai penyakit jantung iskemia dan kadang miokard infark. Frekuensi saat dan lamanya kelainan tersebut tidak dapat dipastikan, dan dalam pengalaman biasanya timbul selambat-lambatnya dalam 8 hari setelah onset.

(31)

ST-T abnormal

Biasanya terlihat terutama pada hipokalemi dan berbagai gangguan metabolik. Gelombang T besar atau terbalik

T terbalik biasanya menandakan adanya suatu iskemia miokard transmural atau aneurisma

Gelombang T yang sangat tinggi paling sering ditemukan pada hiperkalemia dan hiper kalsemia. Juga ditemukan pada bradikardi,iskemi subendokardi, cerebrovaskular accident dan left ventricle overload

(32)

Pemanjangan interval QT

pemanjangan interval QT disebabkan oleh obat-obatan seperti Type 1A antiarrhythmic agents (quinidine, procainamide, disopyramide) & tricyclic antidepressants/phenothiazines (hipnotik dan major tranquilizer)

gangguan keseimbangan elektrolit Hypokalemia, hypocalcemia atau hypomagnesemia juga menyebabkan pemanjangan interval QT

untuk CNS, cerbrovaskular accidents, stroke, seizure, coma, intracerebral or brainstem bleeding. Hipertensi,hipotermi dan diet protein cair juga dapat menyebabkan pemanjangan interval QT

Gelombang U yang menonjol.

Gelombang u yang terbalik paling sering disebabkan oleh penyakit jantung koroner dan hipertensi.

F.”Syndrome Inappropiate Anti Diuretik Hormon” (SIADH)

Rangsangan lesi pada daerah hipothalamus dapat menyebabkan diabetes insipidus atau SIADH, dengan gejala sebagai berikut:

Gejala intoksikasi air (anoreksia, mual, muntah, letargi, hiperiritabilitas, delirium, bahkan koma).

G. Natriuresis.

Perdarahan subarakhnoid pada binatang percobaan, menimbulkan hiponatremia dan natriuresis disertai gangguan sekresi hormon anti diuretik. Keadaan ini terjadi pada hari ke 5-6 setelah onset dan dapat dijumpai pada setiap penderita dengan kelainan intrakranial.

(33)

H. Retensi cairan tubuh. I . Hiponatremia.

Komplikasi non-neurologik (Akibat imobilisasi) : A. Bronkopneumonia

Merupakan infeksi paru dan sebagai penyebab kematian tersering pada strok. Keadaan ini sering terjadi pada penderita yang berbaring terus, terutama disertai gangguan menelan, gangguan reflek muntah dan reflek batuk dan akibat gerakan paru yang berkurang. Riwayat merokok dan infeksi paru misalnya bronkhitis kronis dakan meningkatkan resiko terjadinya bronkopneumonia.

B.Tromboplebitis

Trombosis vena dalam menimbulkan gejala klinik berupa pembengkakan pada paha dan betis, sering disertai pitting edem, nyeri lokal dengan peninggian suhu. Trombosis vena dalam paha pada penderita strok sering terjadi pada tungkai yang lumpuh dan sering bersifat subklinis. Tetapi edem pada tungkai yang lumpuh dan disertai nyeri belum tentu suatu trombosis vena dalam. Insidensi kelainan ini terjadi pada penderita strok fase akut. Trombosis vena dalam terjadi selama 14 hai sesudah onset strok dengan puncaknya pada hari ke-5 atau sekitar hari ke-10 setelah onset. Pada penderita yang dirawat di rumah sakit, hampir 50% terjadi pada betis, 35% pada paha dan 15% mulai betis yang menjalar ke paha. Trombosis vena dalam dapat menyebabkan bekuan dalam darah dan bila menjalar ke kranial dapat menyebabkan emboli paru.

C. Emboli paru

Insiden emboli paru yang berasal dari vena femoralis dan vena bagian ilio-ingiuinal lebih tinggi dibandingkan vena di betis. Emboli paru biasanya terjadi secara mendadak dan merupakan kasus darurat medik. Emboli paru ditemukan pada 50% penderita strok yang meninggal dan kadang-kadang sebagai penyebab kematian.

D. Depresi

Gangguan emosi terutama kecemasan, frustasi, dan depresi merupakan masalah tersering pada penderita strok. Depresi sering disalahtaksirkan dengan

(34)

motivasi yang kurang, terutama pada penderita dengan gangguan komunikasi bermakna. Umumnya depresi yang terjadi karena adanya masalah-masalah yang kompleks misalnya biaya, pekerjaan, kemungkinan cacat seumur hidup (menetap) dan hubungan dalam perkawinan. Depresi dapat dijumpai walaupun pada penderita strok dengan cacat yang ringan, karean apada dasarnya setiap cacat akan mengganggu kehidupan normal yang ada sebelumnya.

E. Nyeri dan kaku pada bahu

Nyeri dan kaku pada bahu sisi tubuh yang hemiplegi sangat sering dijumpai dan biasanya akibat kesalahan berbaring serta kesalahan letak/posisi anggota gerak yang lumpuh pada fase akut. Nyeri dan kaku pada bahu dapat terjadi akibat:

 Kontraktur akibat spastis

 ”shoulder-hand syndrome” atau ”post-hemiplegic reflex sympathetic dystrophy”. Pada kasus berat terjadi demineralisasi kaput dan kollum humerus.

 Inflamasi pada jaringan lunak disekeliling sendi. Keadaan ini terjadi di akromio-klavikula, sendi gleno-humeral, tendon biseps dan bursa subdeltoid.

 Kalsifikasi ektopik pada jaringan periartikuler  Fraktur kollum humerus.

 Dislokasi sendi bahu, terutama terjadi pada keadaan flasid. F. Spastisitas umum

Biasanya bersifat ringan, ditemukan pada penderita strok fase kronik/lanjut.

G. Radang kandung kemih

Infeksi traktus urinarius terutama pada penderita yang menggunakan kateter.

H. Kelumpuhan saraf tepi

Pada penderita strok dapat terjadi lesi kompresi radiks dan saraf tepi yang bervariasi, terutama akibat anggota gerak yang lumpuh, tidak diletakkan dalam posisi yang baik. Saraf tepi yang sering terkena adalah N. Radialis, N. Ulnaris, N. Peroneus komunis dan N. Iskhiadikus.

(35)

I. Kontraktur dan deformitas

Kontraktur dapat terjadi mengikuti spastisitas berat yang berlangsung lama. Terjadinya kontraktru akibat adanya perubahan jaringan lunak disekitar sendi yang bersifat ireversibel. Kadang-kadang dijumpai keadaan kombinasi kontraktur dan spastisitas, misalnya deformitas equinovarus dan deformitas pronasi-fleksi lengan dan tangan.

J. Dekubitus

Dekubitus terjadi pada pasien yang berbaring lama. K. Atrofi otot

Akibat pasien terlalu lama tidak menggunakan ototnya.

Penatalaksanaan ensefalopati hipertensif biasanya dengan pemberian antihipertensi dan berespon baik terhadap pengobatan tersebut dalam satu sampai dua hari.

IX. PENATALAKSANAAN

Penatalaksanaan Hipertensi Pada Stroke Akut 1. Pedoman Pada Stroke Iskemik Akut

Penatalaksaan hipertensi yang tepat pada stroke akut mempengaruhi morbiditas dan mortalitas pada stroke. Terapi stroke hipertensi direkomendasi pada stroke iskemik akut bila hipertensi berat menetap dengan sistole >220 mmHg dan diastole >120 mmHg. Obat anti hipertensi yang sudah ada sebelum stroke tetap diteruskan pada fase awal stroke dan menunda pemberian obat baru sampai 7 – 10 hari pasca serangan.

Pada diastole >140 mmHg (atau >110 mmHg bila telah diberikan terapi trombolisis), diberikan drip kontinyu Nikardipin, diltiazem, nimodipin, dll. Bial di sistole >230 mmHg dan atau diastole 121 – 145 mmHg, diberikan labetolol IV 1-2 menit. Dosis labetolol dapat diulang atau digandakan sampai penurunan tekanan darah yang memuaskan atau sampai dosis kumulatif 300 mg yang diberikan bolus mini. Setelah dosis awal, labetolol dapat diberikan 6 – 8 jam bila diperlukan.

Jika sistole 180 – 230 mmHg dan atau diastole 105 – 120 mmHg, terapi darurat ditunda kecuali adanya bukti perdarahan intraserebral, gagal ventrikel kiri,

(36)

gagal ginjal akut, edema paru, diseksi aorta, ensefalopati, hipertensi dan sebagainya. Batas penurunan tekanan darah sebanyak sampai 20 – 25 % dari tekanan arterial rata-rata.

2. Pedoman Pada Stroke Perdarahan Intraserebral (PIS)

Bila sistole >220 mmHg dan diastole >120 mmHg, tekanan darah harus diturunkan sedini dana secepat mungkin untuk membatasi pembentukan edema vasogenik. Penurunan tekanan darah dapat menurunkan resiko perdarahn yang terus menerus atau berulang. Anti hipertensi diberikan bila sistole >180 mmHg atau diastole >100 mmHg.

Bila sistole >230 mmHg atau diastole >140 mmHg, dapat diberikan nikardipin, diltiazem, atau nimodipin.

Bila sistole 180 – 230 mmHg atau diastole 105 – 140 mmHg atau MAP 130 mmHg :

 Labetolol 10 – 20 mg IV selama 1- 2 menit, ulangi atau gandakan setiap 10 menit sampai dosis maksimum 300 mg atau dosis awal bolus diikuti labetolol drip 2 – 8 mg per menit, atau ;

 Nikardipin, atau ;  Diltiazem atau ;  Nimodipin

Pada fase akut tekanan darah tidak boleh diturunkan lebih dari 20 – 25 % dari tekanan MAP. Bila tekanan sistolik < 180 mmHg dan diastole <105 mmHg, pemberian obat ditangguhkan. Tekanan perfusi dipertahankan >70 mmHg. Pada penderita dengan riwayat hipertensi, penurunan tekanan darah MAP harus dipertahankan 130 mmHg. Bila sistole turun <90 mmHg, harus diberikan vasopresor untuk menaikkan tekanan darah.

(37)

Obat Parenteral untuk terapi hipertensi pada stroke akut

1. labetolol, dosis : 20-80 mg setiap 10 menit atau 2 mg per menit infus kontinyu, onset : 5 - 10 menit, lama kerja 3 – 6 jam, efek samping mual, muntah, hipotensi, blok atau gagal jantung, kerusakan hati, bronkospasme. 2. Nikardipin, 5 -15 mg perjam infus kontinyu, onset 5 – 15 menit, lama

kerja tergantung lamanya infus, efek samping takikardi, sakit kepala, fatigue disebabkan penurunan tekanan darah, konstipasi.

3. Diltiazem, dosis : 5 – 40 mg/KgBB/menit infus, onset 5 – 10 menit, lama kerja 4 jam, efek samping : blok nodus A-V, denyut prematur atrium, terutama pada usia lanjut.

4. Esmolol, dosis : 200 – 500 μg/KgBB/menit untuk 4 menit, selanjutnya 50 – 300 μg/KgBB/menit IV, onset 1 – 2 menit, lama kerja 10 – 20 menit, efek samping : hipotensi, mual.

3 Pedoman Pada Stroke Perdarahan Subarachnoid Terapi Medikamentosa

 Ditujukan untuk mencegah peningkatan tekanan arterial atau intrakranial yang mungkin dapat menyebabkan terjadinya kembali ruptur aneurisma, dengan cara :

 Tirah baring total dengan posisi kepala ditinggikan 15-200

paling sedikit 3 minggu

 Fisioterapi pasif beberapa kali sehari, Fisioterapi aktif tidak dilakukan dalam 3 minggu pertama.

 Monitoring tanda-tanda vital

 Pemberian sedasi misalnya Diazepam 5 mg tiap 6 jam

 Phenobarbital 30-60 mg po/IV tiap 6 jam, Untuk pasien yang gelisah  Analgetika untuk nyeri kepala

 Nyeri kepala hebat  narkotika. Misalnya Demetol 100-150 mg im tiap 4 jam. Dapat digunakan kodein 30-60 mg po tiap 2-3 jam bila perlu, atau meperidine.

(38)

 Pemakaian obat yang mempengaruhi fungsi platelet sebaiknya dihindari karena dapat memperpanjang perdarahan.

 Penurunan tekanan darah dianjurkan pada fase akut , dikontrol agar tidak terjadi hipotensi. Pada pasien normotensif atau hipertensi ringan (MABP < 120) tidak perlu diberi terapi, cukup dengan pemberian obat sedatif.  Pasien yang membutuhkan terapi adalah pasien dengan MABP > 120 atau

tekanan sistolik > 180 mmHg dan MABP dipertahankan antara 100-120  Untuk kelainan jantung akibat PSA dapat diberikan B-bloker seperti

Propanolol yang dilaporkan dapat menurunkan efek samping ke jantung.  Untuk perdarahan saluran cerna dapat dilakukan lavage lambung dengan

NaCl, tranfusi, pemberian cairan yang adekuat, dan antasida.

 H2-bloker misalnya ranitidin untuk mengurangi resiko terjadinya stress ulcer

 Untuk mual dan muntah dapat diberikan antiemetik

 Bila kejang dapat diberikan anti konvulsan : Phenytoin 10-15 mg/kg IV (loading dose), kemudian diturunkan menjadi 100 mg/8 jam atau Phenobarbital 30-60 mg tiap 6-8 jam.

Terapi Pembedahan

Dilakukan dalam keadaan darurat untuk penanganan tekanan tinggi intra kranial, mengeluarkan hematoma dan penanganan hidrosefalus akut, juga untuk mencegah perdarahan ulang dan meminimalkan terjadinya vasospasme.

 Untuk hidrosefalus akut dapat dilakukan pemasangan Ventriperitoneal shunt. Hidrosefalus akut dapat diterapi dengan steroid, manitol atau pungsi lumbal berulang

 AVM  Tindakan pembedahan berupa en block resection atau obliterasi dengan cara ligasi pembuluh darah atau embolisasi melalui kateter intra arterial lokal. Kala resiko perdarahan sekunder lebih kecil pada AVM dibandingkan aneurisma, maka tindakan pembedahan dilakukan secara elektif setelah episode perdarahan.

(39)

 Aneurisma  Terapi pembedahan definitif terdiri dari clipping atau wrapping aneurisma. Pada pasien dengan kesadaran penuh atau hanya penurunan kesadaran ringan, tindakan pembedahan memperlihatkan hasil yang baik. Sebaliknya pada pasien yang stupor atau koma tidak diperoleh keuntungan dari tindakan tersebut.

Pedoman tatalaksana hiperglikemi pada stroke akut  Indikasi dan syarat pemberian insulin:

1. Stroke hemoragik dan non hemoragik dengan IDDM atau NIDDM 2. Bukan stroke lakunar dengan diabetes mellitus

 Kontrol gula darah selama fase akut stroke

Tabel insulin reguler dengan Skala Luncur

Glukosa (mg/ dl) Insulin tiap 6 jam subkutan <80 Tidak diberikan insulin 80-150 Tidak diberikan insulin 151-200 2 unit 201-250 4 unit 251-300 6 unit 301-350 8 unit 351-400 10 unit >400 12 unit

1. Bila kadar gula darah sulit dikendalikan dengan skala luncur, diperlukan infus kontinyu dengan dosis dimulai dengan 1 unit/ jamdan dapat

dinaikkan sampai 10 unit/ jam. Kadar gula darah harus dimonitor dengan ketat setiap 1-2 jam sehingga kecepatan infus dapat disesuaikan.

2. Bila hiperglikemia hebat >500 mg/ dl diberikan bolus pertama 6-10 unit insulin reguler tiap jam

3. Setelah kadar glukosa darah stabil dengan insulin skala luncur atau infus kontinyu maka dimulai pemberian insulin reguler subkutan.

 Kontrol gula darah masa kesembuhan

Bila penderita stabil makan biasa, dan motorik dan kognitif sudah pulih, mulai berikan insulin basal (NPH atau lente insulin)

(40)

1. NPH insulin diberikan tiap 12 jam dengan dosis awal kira-kira 0,2-0,3 unit/ kgBB/ hari

2. Insulin reguler tambahan sebelum makan dapat diteruskan untuk disesuaikan tergantung pada kadar glukosa darah waktu puasa (sasaran kadar glukosa darah 100-200 mg/ dl)

3. Bila kadar gula darah pada pemantauan stabil (<200 mg%) dengan

kebutuhan insulin <15 unit/ hari, terapi dimulai dengan anti diabetika oral sebelumnya (pada penderita DM tipe II)

X. PENCEGAHAN STROKE Mengatur Pola Makan Yang Sehat

1. Makan yang membantu menurunkan kadar kolesterol

 Serat larut yang banyak terdapat dalam biji-bijian seperti beras merah, jagung dan gandum.

 Obat akan menurunkan kadar kolesterol total dan LDL, menurunkan tekanan darah dan menekan nafsu makan bila dimakan di pagi hari (memperlambat pengosongan usus)

 Kacang kedele beserta produk olahannya dapat menurunkan lipid serum, menurunkan kolesterol total, kolesterol LDL dan trigliserida.

 Mekanisme kerja : menambah ekskresi asam empedu, meningkatkan aktivitas estrogen dari isoflavon, memperbaiki elastisitas arterial dan meningkatkan aktivitas antioksidan yang menghalangi oksidasi LDL

 Kacang-kacangan : menurunkan kolesterol LDL dan mungkin mencegah aterosklerosis.

2. Makanan Lain Yang Berpengaruh Terhadap Prevensi Stroke

 Makanan/zat yang membantu memecah homosistein seperti asam folat vitamin B6, B12 dan riboflavin

 Susu dan kalsium mempunyai efek protektif terhadap stroke

 Ikan terutamanya yang berlemak (tuna,salmon) mangandung omega-3, eicosapentenoic (EPA) dan docosahexonoeic acid (DHA) yang merupakan pelindung jantung dengan efek melindungi terhadap risiko kematian

(41)

mendadak, mengurangi risiko aritmia, menurunkan kadar trigliserida, menurunkan kecenderungan adhesi platelet, sebagai prekursor

prostaglandin, inhibisi sitokin, anti inflamasi dan stimulasi NO endothelial. Dianjurkan untuk mengkonsumsi 2 kali/minggu.

 Makanan yang kaya vitamin C, E dan beta karoten buahan dan biji-bijian adalah sebagai sumber antioksidan

 Buah-buahan dan sayuran. 3. Rekomendasi Tentang Makanan :

 Menambah asupan kalium dan mengurangi asupan natrium

 Minimalkan makanan tinggi lemak jenuh dan mengurangi asupan trans fatty acids seperti kue-kue, krakers, makan yang digoreng dan mentega.

 Mengutamakan makanan yang mengandung poly unsaturated fatty acids, monosaturated fatty acids, makanan berserat dan protein nabati.

 Jangan makan berlebihan dan perhatikan menu seimbang

 Makanan sebaiknya bervariasi dan tidak tunggal

 Hindari makan dengan densitas kalori rendah dan kualitas nutrisi rendah

 Utamakan makanan yang mengandung polisakarida (nasi, roti, pasta, sereal dan kentang)

Menghentikan Rokok

 Bisa menyebabkan peninggian koagubilitas, viskositas darah,

meninggikan tekan darah, menaikkan hematokrit dan menurunkan HDL. Menghindari Minum Alkohol dan Penyalahgunaan Obat.

 Penyalahgunaan obat seperti kokain, heroin penilpropanolamin dan mengkonsumsi alkohol dalam dosis berlebihan dan jangka panjang (abuse alcohol) akan memudahkan terjadinya stroke.

Melakukan Olahraga Yang Teratur

 Melakukan aktivitas fisik aerobik (jalan cepat, bersepeda, berenang dll) secara teratur minimum 3 kali seminggu akan dapat menurunkan tekanan darah, memperbaiki kebiasaan makan dan menurunkan berat badan.

 Efek biologis: penurunan aktivitas platelet, reduksi fibrinogen plasma dan menaiknya aktivitas tissue plasminogen activator dan konsentrasi HDL.

(42)

Menghindari Stres dan Beristirahat Yang Cukup

 Istirahat yang cukup dan tidur teratur 6-8 jam sehari

 Mengendalikan stress dengan cara berfikir positif sesuai dengan jiwa sehat menurut WHO, menyelesaikan pekerjaan satu demi satu, bersikap ramah dan mendekatkan diri pada Tuhan YME.

TINDAKAN MEDIS PADA PREVENSI SEKUNDER STROKE

Sebagian penderita stroke atau dengan riwayat TIA berisiko untuk terserang stroke atau TIA kembali, untuk itu diperlukan upaya untuk mencegah terjadinya TIA atau stroke berulang dan kejadian vaskular lainnya.

Upaya untuk mencegah serangan ulang stroke selain dari pengendalian dengan gaya hidup sehat, juga mengendalikan faktor risiko yang dapat diubah, terapi farmakologi dan terapi bedah

Obat-Obatan Anti Trombotik Untuk Prevensi Sekunder Stroke 1. Antiplatelet

a) Aspirin

 Dosis dan cara pemberian: 50-325 mg peroral sekali sehari

 Mekanisme kerja: anti platelet, menghambat jalur siklooksigenase

 Efek samping: iritasi dan atau perdarahan gastrointestinal b) Clopidogrel

 Dosis dan cara pemberian: 75mg peroral sekali sehari

 Mekanisme kerja: antiplatelet, inhibisi reseptor adenosine difosfat

 Efek samping: rash, diare, netropenia, iritasi gastrointestinal, perdarahan gastrointestinal, purpura trombotik trombositopenia.

c) Ticlopidin

 Dosis dan cara pemberian: 250 mg peroral 2 kali sehari

 Mekanisme kerja: antiplatelet, inhibisi reseptor adenosine difosfat

 Efek samping: rash, diare, netropenia, iritasi gastrointestinal, perdarahan gastrointestinal, purpura trombotik trombositopenia.

(43)

d) Aspirin + Dipiridamol

 Dosis dan cara pemberian: aspirin 25mg + Dipiridamol SR 200mg 2 kali sehari

 Mekanisme kerja: antiplatelet, inhibisi jalur siklooksigenase, fosfodiesterase, dan ambilan kembali adenosin

 Efek samping: sakit kepala, diare, netropenia, iritasi gastrointestinal e) Cilostazol

 Dosis dan cara pemberian : 100mg peroral 2 kali sehari

 Mekanisme kerja: anti platelet, meningkatkan siklik AMP dengan cara menghambat aktivitas fosfodiesterase III

 Efek samping: palpitasi, infak miokad, unstable angina, sakit kepala, mual, gangguan fungsi hati, rash.

2. Anti Koagulan

Tujuan: pencegahan sekunder stroke dengan factor risiko fibrilasi atrium

 Warfarin  Dikumarol 3. Lain-lain:  Statin  Ace inhibitor. XI. PROGNOSIS

I. Prognosa Jangka Pendek

Sekitar 30-60% penderita stroke meninggal dalam 3-4 minggu pertama setelah onset (Marquadsen 1976). Herman dkk (1982) melaporkan dalam 3 minggu pertama kematian penderita stroke sebanyak 30%. Angka kematian penderita stroke berbeda-beda pada beberapa jenis stroke. Angka kematian tertinggi dijumpai pada PIS sekitar 60-90% meskipun dilakukan operasi kemungkinan hidup tidak lebih dari 50% (Marquadsen 1976). Sedangkan emboli otak 60% dan trombosis otak 30% (Marshall 1975).

(44)

Herman dkk (1982) melaporkan kemungkinan hidup dalam 1 minggu penderita PIS sebanyak 28%, penderita PSA 46% dan penderita infark otak (trombosis otak) 80%.

Faktor-faktor yang mempengaruhi prognosa jangka pendek : 1. Tipe stroke

Kematian penderita PIS lebih tinggi daripada penderita infark otak, dan prognosa fungsional PIS kurang baik dibandingkan infark otak. Sedangkan penyembuhan PSA umumnya baik.

2. Luas dan daerah lesi

Lesi di batang otak akan menimbulkan gangguan motorik yang lebih berat daripada lesi supratentorial, sebaiknya lesi supratentorial menimbulkan gangguan fungsi luhur.

3. Defisit Neurologik - Defisit Motorik :

Bila dalam 1 bulan tanpa perbaikan menunjukkan prognosa yang buruk, dan kemampuan dapat berjalan sendiri hanya 15% pada penderita yang anggota gerak atasnya belum ada perbaikan sampai akhir minggu ke-4 atau tidak ada gerakan dalam 3 minggu biasanya prognosanya buruk.

- Defisit Sensorik :

Hubungan defisit sensorik dengan penyembuhan masih belum jelas. - Gangguan Visual :

Akan mempersulit penyembuhan - Kesadaran

Pada penderita koma dalam beberapa jam setalah onset hampir seluruhnya meninggal. Sedangkan pada penderita sopor sebanyak 10%

(45)

dapat bertahan hidup, dan pada komposmentis 72% dapat bertahan hidup.

II. Prognosa Jangka Panjang Dipenganruhi oleh :

1. Umur

Kematian penderita stroke dalam 1 tahun setalah onset umur 70-79 tahun dua kali lebih tinggi dibandingkan penderita yang 20 tahun lebih muda (Marquadsen 1976)

2. Hipertensi

Prognosa akan bertambah buruk bila tekanan sistolik tinggi, tapi bila tekanan darah terkontrol dengan baik, prognosa akan lebih baik. Kematian jangka panjang penderita stroke yang disertai tekanan diastolik > 110 mmHg secara bermakna lebih tinggi daripada tekanan diastolik yang lebih rendah.

3. Penyakit jantung

Adanya kelainan EKG dalam bentuk apapun akan menurunkan kemungkinan hidup penderita dalam 3 tahun setelah onset stroke. Kebanyakan penderita penyakit jantung berat akan meninggal dalam waktu 1 tahun setalah onset.

Psikososial

Stroke mempengaruhi kualitas hidup penderita baik dari sisi fisikal ataupun psikososial. Depresi adalah hal yang sering mengikuti stroke, yang berhubungan dengan kognitif, komunikasi dan gangguan neurologi dan fungsional. Di bawah ini digambarkan hasil dari penelitian-penelitian yang berhubungan dengan kualitas hidup para penderita stroke:

(46)

1. Lebih dari setengah pasien menderita depresi setelah stroke. Meskipun kelainan tersebut kebanyakan berupa tingkatan minor, frekuensi depresi yang mayor terlihat meningkat selama tahun pertama. Depresi pasca stroke berhubungan dengan defisit kognitif seperti memory, penyelesaian masalah nonverbal, perhatian dan kecepatan psikomotor.

2. Sepertiga dari pasien stroke mendapatkan aphasia pada fase akut dan dua pertiga selama beberapa tahun kemudian. Adanya aphasia meningkatkan defisit kognitif non-verbal.

3. Stroke mempunyai pengaruh negatif terhadap kualitas hidup pasien baik secara fisikal dan psikososial. Rendahnya kualitas hidup tidak akan meningkat pada tahun pertama pasca stroke. Pada penderita yang sudah menikah, juga menimbulkan rendahnya kualitas hidup penderita dibandingkan dengan yang belum, dihubungkan dengan adanya depressi. 4. Gangguan seksual termasuk di dalamnya penurunan libido dan gairah

seksual, serta ketidakpuasan dalam kehidupan seksual, dapat terlihat pada penderita stroke baik pria maupun wanita. Hal ini tidak hanya disebabkan karena gangguan sensoris yang disebabkan oleh stroke, tapi juga aspek psikososial pasca stroke merupakan hal yang turut mendukung.

(47)

DAFTAR PUSTAKA

Rumantir, U, C; 1986; Pola Penderita Stroke RSHS periode 1984-1985; Lab/UPF Ilmu Penyakit Saraf UNPAD RSHS, Bandung

Merritt’s Textbook of Neurology 9th Ed. Williams & Wilkins. 1995

Mosby Clinical Neurology CDROM

Victor, M, Ropper, A. Adams and Victor’s Principles Of Neurology 7th Ed. McGraw Hill. 2001

Gambar

Tabel insulin reguler dengan Skala Luncur

Referensi

Dokumen terkait

Perdarahan di daerah korteks lebih sering disebabkan oleh sebab lain, misalnya tumor otak yang berdarah, malformasi pembuluh darah otak yang pecah atau penyakit pada dinding

Stroke adalah suatu penyakit defisit neurologis akut yang disebabkan oleh gangguan pembuluh darah otak yang terjadi secara mendadak dan menimbulkan gejala dan tanda

Stroke iskemik disebabkan oleh sumbatan setempat pada suatu pembuluh darah tertentu di otak yang sebelumnya sudah mengalami proses aterosklerosis (pengerasan dinding pembuluh

Stroke juga dapat terjadi akibat hipertensi karena danya perdarahan tekanan tinggi pada otak maupun adanya embolus yang terlepas dari pembuluh darah non otak yang

1 Kasus 1 Gangguan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan diskrasis darah terjadi thrombus mengakibatkan embolus otak terjadi penyumbatan pembuluh darah otak

§ Maka dapat ditarik kesimpulan bahwa stroke hemoragik adalah salah satu jenis stroke yang disebabkan karena pecahnya pembuluh darah di otak sehingga darah

Merupakan perdarahan serebral dan mungkin perdarahan subarachnoid. Disebabkan oleh pecahnya pembuluh darah otak pada daerah otak tertentu. Biasanya kejadiannya saat melakukan

Hemoragik serebral (pecahnya pembuluh darah serebral sehingga terjadi perdarahan ke dalam jaringan otak atau area sekitar), hemoragik dapat terjadi