• Tidak ada hasil yang ditemukan

Ruang Lingkup Penyakit tidak Stroke

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Ruang Lingkup Penyakit tidak Stroke"

Copied!
20
0
0

Teks penuh

(1)

TUGAS ISU TERKINI PENYAKIT NON MENULAR

PENYAKIT STROKE

Disusun oleh:

1. Alifia Ardyara 25010113130261

2. Jihan Annisa 25010113130262

3. Yustina Hartiana L. 25010113140263

4. Tiara Tidy 25010113140264

5. Distia Hayyudini 25010113140265 6. Cristin Oktaviana G.Y.A 25010113140266 7. Soraya Hidayati 25010113130267 8. Faraskia Kenan D. 25010113140268

9. Atikah 25010113140269

10. Febri Iswanto 25010113140313

11. Ahmad Sa’roni 25010115183025

KELAS D 2013

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT UNIVERSITAS DIPONEGORO

(2)

1. PENGERTIAN STROKE

Stroke (berasal dari kata strike) berarti pukulan pada sel otak. Biasanya terjadi karena adanya gangguan distribusi oksigen ke sel otak. Hal ini disebabkan gangguan aliran darah pada pembuluh darah otak, mungkin karena aliran yang terlalu perlahan, atau karena aliran yang terlalu kencang sehingga pecah (perdarahan), akhirnya sel-sel otak yang diurus oleh pembuluh darah tersebut mati ( Yatim F, 2005 ).

Stroke adalah kondisi yang terjadi ketika sebagian sel-sel otak mengalami kematian akibat gangguan aliran darah karena sumbatan atau pecahnya pembuluh darah di otak. Aliran darah yang terhenti membuat suplai oksigen dan zat makanan ke otak juga terhenti, sehingga sebagian otak tidak

dapat berfungsi sebagaimana mestinya ( Utami P, 2009 ).

2. RIWAYAT ALAMIAH STROKE

Proses suatu penyakit dimulai dari seseorang yang rantan penyakit dan di serang oleh agen patogenik yang cukup virulen untuk menimbulkan penyakit, perjalanan alami penyakit ini juga disebut dengan riwayat alamiah penyakit (Timmreck, 2005).

1.Tahap Pre-patogenesis

Tahap Pre pathogenesis meliputi orang-orang yang sehat, tetapi mempunyai faktor resiko atau predisposisi untuk terkena penyakit Stroke. Faktor-faktor resiko dari penyakit tersebut adalah; usia dan jenis kelamin, genetika, ras, mendengkur dan sleep apnea, inaktivitas fisik, hipertensi, merokok, diabetes militus, penyakit jantung, arteriosklerosis, dislipidemi, alcohol dan narkoba, kontrasepsi oral, serta obesitas (Dewanto, 2009).

2.Tahap Sub-klinis

Pada penyakit non-infeksi merupakan periode terjadinya perubahan anatomi dan histology mis : terjadinya aterosklerotik pada pembuluh darah koroner yang mengakibatkan penyempitan pembuluh darah. Pada tahap ini sulit untuk diagnose secara klinis (Budiarto, 2001).

(3)

ditandai dengan penebalan berupa bercak daru intima yang mengandung endapan lipidintrasel dan ekstrasel.

Jadi proses utama yang terlibat dalam aterosklerosis agaknya adalah poiferasi setempat dari sel-sel otot polos, kelebihan produksi matriks eksternalnya, dan penimbunan lipid intra dan ekstrasel, penelitian tentang pathogenesis penyakit ini terpusat pada peran kolesterol, berbagai lipoprotein plasma, dan yang dibebaskan setempat oleh trombosit yang diaktifkan.

Kelainan pembuluh darah yang sering menimbulkan hipertensi dan stroke adalah stenosis (penyempitan) karena aterosklerosis, displasia (stenosis non aterosklerosis) dinding arteri di lapisan intima, lapisan

media dan adventisia juga turut berperan. Di dalam lapisan intima terjadi fibroplasia intima, yaitu penimbunan jaringan fibrous sehingga lumen

arteri menyempit. Pada lapisan media terjadi fibroplasias media, yaitu penimbunan jaringan fibrous dan atrofi otot polos, sehingga lumen arteri menyempit. Pada lapisan adventisia, terjadi penggantian dengan jaringan kolagen yang meluas ke jaringan ikat sehingga menjadi kaku dan sempit.

3.Tahap Klinis

Tahap klinis merupakan kondisi ketika telah terjadi perubahan fungsi organ yang terkena dsn menimbulksn gejala. Tahap klinis pada penyakit Stroke tergantung pada neuroanatomi dan Vaskularisasinya. Gejala klinis dan deficit neurologic yang ditemukan berguna menilai lokasi iskemi (Dewanto, 2009).

a. Gangguan peredaran darah arteri serebri anterior menyebabkan hemiparesis dan hemihipestesis kontralateral yang terutama melibatkan tungkai.

(4)

c. Gangguan peredaran darah arteri serebri prosterior menimbulkan menianopsi homonym atau kuadrantanopsi kontralateral tanpa disertai gangguan motorik maupun sensorik. Gangguan daya ingat terjadi apabila terjadi infark pada lobus temporaliss medial. Aleksia tanpa agrafia timbul bila infark terjadi pada korteks visual dominan dan splenium korpus kalosum. Agnosia dan porosopagnosia (ketidakmampuan mengenali wajah) timbul akibat infark pada korteks rooksipitalis inferior.

d. Gangguan peredaran darah batang otak menyebabkan gangguan saraf cranial seperti disartri, diplopi dan vertigo; gangguan serebral, seperti ataksia atau hilang keseimbangan; atau penurunan kesadaran.

e. Infark lekunar merupakan infark kecil dengan klinis gangguan mumi motorik atau sensorik tanpa disertai gangguan fungsi luhur.

(Dewanto, 2009)

4.Tahap Penyakit Lanjut

Salah atu aspek yang tidak menguntungkan dan menghancurkan dari beberapa penyakit akut dan kronis adalah hasil akhir yang berupa kecacatan atau ketidakmampuan. Pada stroke dapat menyebabkan penderitanya menjadi lumpuh (Timmreck, 2005).

5.Tahap Akhir Penyakit

Perjalanan penyakit pada suatu saat akan berakhir. Berakhirnya perjalanan penyakit tersebut dapat berada dalam lima keadaan, yaitu :

a. Sembuh sampurna

b. Sembuh dengan cacad (fisik, fungsional, dan social)

Kecacatan ada stroke umumnya dinilai dengan kemampuan pasien untuk melanjutkan fungsinya kembali seperti sebelum sakit dan kemampuan pasien untuk mandiri. Salah satu skala ukur yang aling sering dipakai untuk menggambarkan kecacatan akibat stroke adalah skala Raknin, sebagai berikut:

(5)

ii) Distabilitas ringan, tidak dapat melakukan beberapa aktivitas seperti sebelum sakit, namun dapat memenuhi kebutuhannya sendiri tanpa bentuan

iii) Distabilitas sedang berat, tidak dapat berjalan tanpa bantuan dan tidak dapat memenuhi kebutuhannya sendiri tanpa bantuan iv) Distabilitas berat, di tempat tidur, inkontinisia, memerlukan

perawatan dan perhatian (Pinzon, 2010).

Penelitian di Amerika Serikat memperlihatkan bahwa lebih dari separuh (55%) pasien stroke sumbatan dapat mandiri dalam waktu 3 bulan pascaserangan. Ada 18% pasien yang mengalami kecacatan berat dan memerlukan bantuan dalam banyak aspek kehidupannya.

Faktor yang berperan adalah keparahan stroke pada saat awal. Stroke yang menunjukan derajat keparahan yang tinggi saat serangan lebih

sering dihubungkan dengan kecacatan pascastroke (Pinzon, 2010).

c. Karier

Bagi para stroke survivor, masalah belum selesai. Stroke dapat memberikan gejala sisa atau dampak lanjut. Bagi para stroke surviver, pencegahan serangan ulang pada penanganan gejala sisa stroke merupakan hal yang utama (Pinzon, 2010).

d. Penyakit berlangsung kronik e. Berakhir dengan kematian

(6)

Berbagai dampak pascastroke adalah depresi, kepikunan, gangguan gerak, nyeri, epilepsy, tulang keropos, dan gangguan menelan. Penanganan bersifat individual sesuai kondisi pasien (Pinzon, 2010).

3. LEVEL OF PREVENTION STROKE 1. Pencegahan Primordial

Pencegahan primodial dilakukan untuk mempertahankan keadaan risiko rendah terhadap penyakit stroke atau mencegah timbulnya faktor risiko stroke bagi individu yang belum mempunyai faktor risiko. Pencegahan primordial dapat dilakukan dengan cara melakukan promosi kesehatan, seperti berkampanye tentang bahaya rokok terhadap stroke

dengan membuat selebaran atau poster yang dapat menarik perhatian masyarakat. Selain itu, promosi kesehatan lain yang dapat dilakukan

adalah program pendidikan kesehatan masyarakat, dengan memberikan informasi tentang penyakit stroke melalui ceramah, media cetak, media elektronik dan billboard.

2. Pencegahan Primer

Pencegahan primer dilakukan untuk mengontrol factor-faktor risiko yang dimiliki individu, tetapi belum terkena stroke dengan cara melaksanakan gaya hidup sehat bebas stroke, antara lain:

a. Menghindari: rokok, stress, alkohol, kegemukan, konsumsi garam berlebihan, obat-obatan golongan amfetamin, kokain dan sejenisnya. b. Mengurangi: kolesterol dan lemak dalam makanan.

c. Mengendalikan: Hipertensi, DM, penyakit jantung (misalnya fibrilasi atrium, infark miokard akut, penyakit jantung reumatik), dan penyakit vaskular aterosklerotik lainnya.

d. Menganjurkan konsumsi gizi yang seimbang seperti, makan banyak sayuran, buah-buahan, ikan terutama ikan salem dan tuna, minimalkan junk food dan beralih pada makanan tradisional yang rendah lemak dan gula, serealia dan susu rendah lemak serta dianjurkan berolah raga secara teratur.

(7)

Pencegahan sekunder diberikan kepada penderita yang baru terkena atau terancam akan menderita stroke melalui diagnosis dini serta pemberian pengobatan yang cepat dan tepat untuk mencegah stroke berulang atau agar stroke tidak berlanjut menjadi kronis. Tindakan yang dilakukan adalah:

a. Obat-obatan, yang digunakan: asetosal (asam asetil salisilat) digunakan sebagai obat antiagregasi trombosit pilihan pertama dengan dosis berkisar antara 80-320 mg/hari, antikoagulan oral diberikan pada penderita dengan faktor resiko penyakit jantung (fibrilasi atrium, infark miokard akut, kelainan katup) dan kondisi koagulopati yang lain.

b. Clopidogrel dengan dosis 1x75 mg. Merupakan pilihan obat antiagregasi trombosit kedua, diberikan bila pasien tidak tahan atau

mempunyai kontra indikasi terhadap asetosal (aspirin).

c. Modifikasi gaya hidup dan faktor risiko stroke, misalnya mengkonsumsi obat antihipertensi yang sesuai pada penderita hipertensi, mengkonsumsi obat hipoglikemik pada penderita diabetes, diet rendah lemak dan mengkonsumsi obat antidislipidemia pada penderita dislipidemia, berhenti merokok, berhenti mengkonsumsi alkohol, hindari kelebihan berat badan dan kurang gerak.

4. Pencegahan Tersier

(8)

a. Rehabilitasi Fisik

Pada rehabilitasi ini, penderita mendapatkan terapi yang dapat membantu proses pemulihan secara fisik. Adapun terapi yang diberikan yaitu yang pertama adalah fisioterapi, diberikan untuk mengatasi masalah gerakan dan sensoris penderita seperti masalah kekuatan otot, duduk, berdiri, berjalan, koordinasi dan keseimbangan serta mobilitas di tempat tidur. Terapi yang kedua adalah terapi okupasional (Occupational Therapist atau OT), diberikan untuk melatih kemampuan penderita dalam melakukan aktivitas sehari-hari seperti mandi, memakai baju, makan dan buang air. Terapi yang ketiga adalah terapi wicara dan bahasa, diberikan untuk melatih

kemampuan penderita dalam menelan makanan dan minuman dengan aman serta dapat berkomunikasi dengan orang lain.

b. Rehabilitasi Mental

Sebagian besar penderita stroke mengalami masalah emosional yang dapat mempengaruhi mental mereka, misalnya reaksi sedih, mudah tersinggung, tidak bahagia, murung dan depresi. Masalah emosional yang mereka alami akan mengakibatkan penderita kehilangan motivasi untuk menjalani proses rehabilitasi. Oleh sebab itu, penderita perlu mendapatkan terapi mental dengan melakukan konsultasi dengan psikiater atau ahki psikologi klinis.

c. Rehabilitasi Sosial

Pada rehabilitasi ini, petugas sosial berperan untuk membantu penderita stroke menghadapi masalah sosial seperti, mengatasi perubahan gaya hidup, hubungan perorangan, pekerjaan, dan aktivitas senggang. Selain itu, petugas sosial akan memberikan informasi mengenai layanan komunitas lokal dan badan-badan bantuan sosial.

4. PATOGENESIS STROKE

Stroke memiliki beberapa macam klasifikasi.

(9)

1. Stroke Iskemik

a. Transient Ischemic Attact

b. Trombosis serebri c. Emboli serebri 2. Stroke Hemoragik

II. Berdasarkan stadium/pertimbangan waktu 1. Transient Ischemic Attack

2. Stroke in evolution

3. Completed Stroke

III.Berdasarkan sistem pembuluh darah 1. Sistem Karotis

2. Sistem vertebro – basiler

Stroke Ishkemik dapat terjadi berdasarkan 3 mekanisme yaitu trombosis serebri, emboli serebri dan pengurangan perfusi sistemik umum. Trombosis serebri adalah obstruksi aliran darah yang terjadi pada proses oklusi satu atau lebih pembuluh darah lokal. Emboli serebri adalah pembentukan material dari tempat lain dalam sistem vaskuler dan tersangkut dalam pembuluh darah tertentu sehingga memblokade aliran darah. Pengurangan perfusi sistemik dapat mengaibatkan kondisi iskemik karena kegagalan pompa jantung atau proses perdarahan atau hipovolemik.

Stroke hemoragik terjadi akibat pecahnya pembuluh darah baik didalam jaringan otak yang mengakibatkan perdarahan intraserebral, atau di ruang subarakhnoid yang menyebabkan perdarahan subarakhnoid (Heart and Stroke Foundation, 2003).

1. Patofisiologi Stroke Non Hemoragik

Iskemik otak mengakibatkan perubahan sel neuron otak secara bertahap (Sjahrir, 2003)

Tahap 1

(10)

d. Terminal depolarisasi dan kegagalan homeostasis ion Tahap 2

a. Eksitoksisitas dan kegagalan homeostasis ion

b. Spreading depression

Tahap 3 Inflamasi Tahap 4 Apoptosis

Proses patofisiologi pada cedera SSP akut sangat kompleks dan mengakibatkan permeabilitas patologi dari sawar darah otak, kegagalan energi, hilangnya homeostasis ion sel, asidosis, peningkatan kalsium

ekstraseluler, eksitotoksisitas dan tokisitas yang diperantarai oleh radikal bebas (Sherki, 2002).

2. Patofisiologi Stroke Hemoragik

Perdarahan intraserebral biasanya timbul karena pecahnya mikroaneurisma (Berryaneurysm) akibat hipertensi maligna. Hal ini paling sering terjadi di daerah subkortikal, serebelm, batang otak. Hipertensi kronik menyebabkan pembuluh arteriola berdiameter 100 – 400 mikrometer mengalami perubahan patologi pada dinding pembuluh darah tersebut berupa lipohialinosis, nekrosis fibrinoid serta timbulnya aneurisma tipe Bouchard.

Pada kebanyakan pasien, peningkatan tekanan darah yang tiba – tiba menyebabkan upturnya penetrating arteri yang kecil. Keluarnya darah dari pembuluh darah kecil membuat efek penekanan pada arteriole dan pembuluh kapiler akhirnya membuat pembuluh ini pecah juga. Hal ini mengakibatkan volume perdarahan semakin besar (Caplan, 2000)

(11)

subarachnoid umumnnya disebabkan oleh rupturnya aneurisma sakular atau perdarahan dari arteriovenous malformantion (AVM).

5. FAKTOR RISIKO STROKE

Faktor risiko stroke yang tidak dapat dimodifikasi:

- Usia

- Jenis kelamin - Ras atau etnis - Riwayat keluarga

Faktor risiko stroke yang dapat dimodifikasi:

a.Faktor risiko yang sudah terbukti (intervensi bermanfaat)

- Hipertensi - Fibrilasi atrium

- Merokok - Diabetes - Hiperlipidemia

- Riwayat serangan iskemik sepintas - Obesitas

- Penyakit sel sabit

b.Faktor risiko yang belum terbukti (intervensi belum terbukti bermanfaat) - Penyakit jantung: infark myokard, disfungsi ventrikel kiri, penyakit

katup jantung, hipertrofi ventrikel kiri, patensi foramen ovale, aneurisma septum atrium, kalsifikasi mitral anuler)

- Ruptur katup mitral - Ateroma arkus aorta - Inaktivitas fisik - Pola diet buruk

- Lipoprotein (Imelda Cristy, 2011)

6. DAMPAK STROKE

(12)

pencegahan serangan stroke ulang dan penanganan gejala sisa stroke merupakan hal yang utama (Pinzon dan Laksmi, 2010).

Berbagai dampak pasca stroke adalah depresi, kepikunan, gangguan gerak, nyeri, epilepsi, tulang keropos, dan gangguan menelan. Penanganganan bersifat individual sesuai kondisi pasien (Pnzon dan Laksmi, 2010).

Komplikasi Stroke

Serangan stroke tidak berakhir dengan akibat pada otak saja. Gangguan emosional dan fisik akibat berbaring lama tanpa dapat bergerak di tempat tidur adalah bonus yang tak dapat dihindari. Setelah mengalami stroje,

beberapa penderita juga mengalami gangguan kesehatan yang lain seperti berikut:

a.Depresi

Penderita stroke umumnya mengalami stres berat atau depresi ketika kembali dari rumah sakit setelah menjalani perawatan. Hal ini biasanya disebabkan karena rata- rata penderita stroke tidak sembuh total.

b.Darah beku

Darah beku mudah terbentuk pada jaringan yang lumpuh, terutama pada kaki sehingga menyebabkan pembengkakan yang mengganggu. Selain itu, pembekuan darah juga dapat terjadi pada arteri yang mengalirkan darah ke paru- paru (emboli paru- paru) sehingga penderita sulit bernapas dan dalam beberapa kasus sering mengalami kematian.

c.Memar (dekubis)

Jika penderita stroke menjadi lumpuh, penderita harus sering dipindahkan dan digerakkan secara teratur agar bagian pinggul, pantat, sendi kaki dan tumit tidak terluka akibat terhimpit alas tempat tidur. Keadaan akan makin memburuk biala penderita dibiarkan terbaring di tempat tidur yang basah karena keringat.

d.Otot mengerut dan sendi kaku

(13)

Ketidakmampuan untuk bergerak setelah mengalami stroke membuat pasien mungkin mengalami kesulitan menelan dengan sempurna atau sering terbatuk- batuk sehingga cairan terkumpul di paru- paru dan selanjutnya dapat terjadi pneumonia.

f. Nyeri pundak

Otot- otot di sekitar pundak yang mengontrol sendi- sendi pundak akan mudah cedera pada waktu penderita diganti pakaian, diangkat, atau ditolong untuk berdiri.

(Mahendra dan Evi, 2007)

Akibat dan Dampak Stroke

Akibat stroke ditentukan oleh bagian otak yang cedera. Namun perubaahan- perubahan yang terjadi setelah stroke, baik yang mempengaruhi

bagian kanan dan kiri otak, pada umumnya adalah sebagai berikut:

1.Kelumpuhan

Kelumpuhan bagian tubuh yang hanya sebelah (hemiplegia) adalah cacat yang paling umum akibat stroke. Bila stroke menyerang bagian kiri otak, terjadi hemiplegia kanan. Kelumpuhan terjadi dari wajah bagian kanan hingga kaki sebelah kanan, termasuk tenggorokan dan lidah. Bila yang terserang otak bagian kanan, terjadi hemiplegia kiri dan hemipaaresis kiri.

Bila kerusakan terjadi pada bagian bawah otak (cerebellum), kemampuan seseorang untuk mengkoordinasikan gerakan tubuhnya akan berkurang. Seperti kesulitan melakukan aktivitas yang berhubungan dengan kegiatan sehari- hari, misalnya bangun dari tempat tidur, duduk, berjalan, atau meraih gelas. Ada juga pasien stroke yang mengalami disfagia (dysphagia) atau kesulitan makan dan menelan. Disfagia terjadi karena bagian otak yang mengendalikan otot- otot telah rusak dan tidak berfungsi (Mahendra dan Evi, 2007).

(14)

Akibat serangan stroke dapat terjadi gangguan pada daya pikir, kesadaran, konsentrasi, kemampuan belajar, dan intelektual. Semua hal tersebut mempengaruhi penderita. Marah, sedih, dan tidak berdaya seringkali menurunkan semangat hidup penderita stroke sehingga muncul dampak emosional yang lebih berbahaya.

Ini juga disebabkan penderita kehilangan kemampuan- kemampuan tertentu, misalnya sebagai berikut:

 Agnosia: Kehilangan kemampuan untuk mengenali orang dan benda  Anasonia: Koordinasi gerakan dan ucapan yang buruk

 Ataksia: Tidak mampu melakukan suatu gerakan atau menyusun kalimat yang diinginkannya.

 Distosi spasial: Tidak mampu mengukur jarak atau ruang yang dijangkaunya.

(Mahendra dan Evi, 2007)

7. EPIDEMIOLOGI STROKE

Stroke ditemukan pada semua golongan usia, namun sebagian besar akan dijumpai pada usia di atas 55 tahun. Ditemukan kesan bahwa insiden stroke meningkat secara eksponensial dengan bertambahnya usia, dimana akan terjadi peningkatan 100 kali lipat pada mereka yang berusia 80-90 tahun. Insiden usia 80-80-90 tahun adalah 300/10.000 dibandingkan dengan 3/10.000 pada golongan usia 30-40 tahun. Stroke banyak ditemukan pada pria dibandingkan pada wanita. Variasi gender ini bertahan tanpa pengaruh umur (Bustan, 2007). Tetapi perempuan, khususnya perempuan yang pada menopause (usia 40-55 tahun) lebih beresiko terserang stroke dibandingkan laki-laki (Utama, 2008).

(15)

Di Indonesia, diperkirakan setiap tahun terjadi 500.000 penduduk terkena serangan stroke, sekitar 2,5% atau 125.000 orang meninggal, dan sisanya cacat ringan maupun berat (Anonym, 2008). Stroke merupakan penyakit nomor tiga yang mematikan setelah jantung dan kanker. Bahkan menurut survey tahun 2004, stroke merupakan pembunuh nomor satu di RS Pemerintah di seluruh penjuru Indonesia (Anonym, 2007). Jumlah penderita stroke di Rumah Sakit Syaiful Anwar (RSSA) Malang tercatat sebanyak 56 orang pada Januari dan 63 orang pada Februari 2007. Jumlah ini naik lagi pada Mei hingga mencapai 76 orang (Bintariadi, 2007).

8. KEBIJAKAN PENGENDALIAN DAN PENANGGULANGAN STROKE

Hasil Riskesdas tahun 2007 menunjukkan :

 Proporsi kematian akibat penyakit tidak menular di Indonesia meningkat dari 41,4% pada tahun 2005 menjadi 59,5% pada tahun 2007.

 Prevalensi penyakit tidak menular di Indonesia seperti : hipertensi 31,7%, penyakit sendi 30,3%, cedera lalu lintas darat 25,9%, penyakit jantung 7,2%, asma 3,5%, DM 1,1%, stroke 8,3% dan kanker/tumor 4,3%.

PTM berpotensi besar menghambat pertumbuhan ekonomi dan pencapaian target MDGs karena tingginya beban biaya yang dibutuhkan untuk mengobati PTM. Oleh karena itu PTM perlu mendapatkan perhatian yang serius dari pemerintah disemua tingkat, dengan prioritas utama adalah upaya pencegahan dan pengendalian PTM.

Kebijakan dan strategi PPTM tergantung dari kebijakan dan strategi masing-masing daerah termasuk penerapannya, dengan didasari sbb :

1. Mengembangkan dan memperkuat program pencegahan dan pengendalian faktor risiko (FR) PTM.

2. Mengembangkan dan memperkuat deteksi dini FR-PTM.

3. Meningkatkan dan memperkuat manajemen, ekuitas dan kualitas peralatan untuk deteksi dini FR-PTM.

(16)

5. Mengembangkan dan memperkuat system surveilans epidemiologis FR-PTM.

6. Meningkatkan pemantauan program pencegahan dan pengendalian FR-PTM.

7. Mengembangkan dan memperkuat pencegahan dan pengelolaan system informasi PTM.

8. Mengembangkan dan memperkuat jaringan untuk pencegahan dan pengendalian FR-PTM.

9. Meningkatkan advokasi dan diseminasi pencegahan dan pengendalian FR-PTM.

10.Mengembangkan dan memperkuat system pendanaan pencegahan dan

pengendalian FR-PTM.

Strategi Pengendalian PTM, meliputi :

1. Memobilisasi dan memberdayakan masyarakat dalam pencegahan dan pengendalian factor risiko PTM melalui program yang berbasis masyarakat, seperti Posbindu PTM (Pos Pembinaan Terpadu PTM) 2. Meningkatkan akses yang berkualitas kepada masyarakat untuk deteksi

dini dan tindak lanjut dini factor risiko PTM terintegrasi.

3. Meningkatkan tatalaksana penderita PTM (kuratif-rehabilitatif) yang efektif dan efisien.

4. Memperkuat jejaring kerja dan kemitraan PTM.

5. Mengembangkan penelitian dan pengembangan kesehatan terkait PTM. 6. Mengembangkan dan memperkuat system surveilans epidemiologi factor

risiko PTM termasuk monitoring dan system informasi. Dioptimalkan untuk surveilans factor risiko PTM berbasis masyarakat dan registry PTM.

7. Meningkatkan dukungan dana yang efektif untuk pencegahan dan pengen dalian PTM berdasarkan kebutuhan dan prioritas.

9. PENCEGAHAN DAN PENGENDALIAN STROKE

(17)

Pengendalian stroke berdasarkan Kemenkes 2013 meliputi:

1. Pelayanan Pra Stroke

Kegiatan deteksi dini, penemuan, dan monitoring faktor resiko stroke pada individu sehat dan beresiko di masyarakat. Pelayanan ini dilakukan di Puskesmas, Klinik Kesehatan, Posbindu PTM. Dengan sasaran yaitu individu yang memiliki faktor resiko stroke, yang dilakukan oleh dokter, perawat, kader kesehatan.

2. Pelayanan Serangan Stroke

Pelayanan serangan stroke ini dilakukan di Rumah Sakit yang dipusatkan pada unit stroke atau pojok stroke dan juga Rumah Sakit khusus. Dengan kasusu stroke yang dilayani yaitu seluruh tingkatan

kasus stroke (TIA, RIND, Stroke in evolution, Complete Stroke) yang meliputi pelayanan rawat inap, alur pelayanan klinis, serta kegiatan

restorasi dan rehabilitasi medik. Tenaga kesehatan seperto Dokter Neurolog (konsultan), Dokter umum beserta perawat yang terlatih, rehab medik/keterapian fisik.

3. Pelayanan Pasca Stroke

Pelayanan tersebut dilakukan di Rumah Sakit, Puskesmas, dan posbindu PTM. Dengan sasaran pelayanan Pasien paska perawatan stroke dirujuk balik ke Puskesmas atau Rumah Sakit serta pasien paska stroke yang tidak dirawat yang ditangani oleh tenaga kesehatan seperti Dokter Umum terlatih dibawah pengawasan dokter neurolog.

(Kemenkes, 2013)

Pencegahan Stroke

(18)

1.Periksa tekanan darah secara rutin

Riset menunjukkan bahwa rajin mengontrol tekanan darah sejak usia muda dapat mengurangi 40 persen resiko stroke.

2.Singkirkan Rokok

Hasil studi memperlihatkan bahwa menjauhi rokok dapat mengurangi resiko stroke sampai 33 persen.

3.Olahraga

Riset menunjukkan bahwa mereka yang mulai latihan olahraga pada usia antara 25-40 tahun, resiko terserang penyakit stroke berkurang 57 persen. Sedangkan yang mulai latihan berolahraga pada usia 40- 55 tahun, kesempatannya hanya 37 persen lebih baik untuk terhindar dari stroke.

4.Konsumsi Sayur dan Buah

Konsumsi sayuran/ buah setiap hari sangat baik untuk mencegah stroke

5.Konsumsi Kalium

Riset menunjukkan bahawa mengkonsumsi makanan kaya mineral kalium sehari- hari dapat mengurangi terserang stroke sebesar 40 %. Kentang adalah sumber kalium yang baik, selain avokad, kedelai, pisang, salmon, dan tomat.

6.Kurangi Lemak

Menjaga kadar kolesterol berarti menghambat aterosklerosis dan stroke. Konsumsi lemak tidak lebih dari 25 persen kebutuhan kalori.

7.Jauhi Alkohol

Konsumsi alkohol dapat meningkatkan tekanan darah yang mempengaruhi kekentalan dan penggumpalan darah yang menjurus ke pendarahan di otak serta meningkatkan resiko stroke iskemik.

8.Membiasakan diri dengan makanan sehat

Makanan sehat yaitu makanan yang mengandung serat,protein, mineral, karbohidrat yang baik bagi tubuh.

(19)

DAFTAR PUSTAKA

Anonym. 2007. Stroke Mengancam Usia Produktif. (online) http://mediastore.com/stroke diakses pada tanggal 12 September 2015

Anonym. 2008. Sepuluh Langkah Cegah Stroke. (online)

http://www.kompas.com/read/php diakses pada tanggal 12 September 2015

Bintariadi, B. 2007. Penderita Stroke di RSSA Malang Terus Meningkat. (online) http://www.tempointeraktif.com diakses pada tanggal 12 September 2015

Budiarto, Eko dan Dewi Anggraeni. 2001. Pengantar Epidemiologi II. Jakarta: Buku Kedokteran EGC.

Bustan, M. N., 2007. Epidemiologi Penyakit Tidak Menular. Jakarta: Rineka

Cipta.

Cristy, Imelda. 2011. Asosiasi Genotip Apolipoprotein E Dengan Fugnsi Kognitif

Pada Pasien Pasca Stroke Iskemik. Semarang: Universitas Diponegoro

Dewanto, G., Suwono, W.J., Riyanto, B., Turana, Y., 2009. Panduan Praktis Diagnosis & Tata Laksana Penyakit Saraf. Jakarta: EGC.

Effendy, Nasrul. 1998. Dasar-Dasar Keperawatan Kesehatan Masyarakat. Jakarta: EGC

Fadilah, H. 2004. 7 Tahapan Terapi Stroke Akut. (online) http://[email protected] diakses pada tanggal 12 September

2015

Holistic Health Solution, 2011. Stroke di Usia Muda. Jakarta: PT. Gramedia Widiasarana Indonesia

http://dawan1.diskesklungkung.net/?p=3047 diakses pada tanggal 13 September

2015

http://library.usu.ac.id/download/fk/bedah-iskandar%20japardi31.pdf diakses

tanggal 13 September 2015

http://marketplus.co.id/2010/07/stroke-gejala-dan-pencegahannya/ diakses pada

(20)

http://perpustakaan.depkes.go.id:8180/bitstream//123456789/1807/5/BK2013-467.pdf diakses pada tanggal 13 September 2015

http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/16617/4/Chapter%20II.pdf

diakses pada tanggal 12 September 2015

http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/18925/1/ikm-des2006-10%20(3).pdf diakses tanggal 13 September 2015

http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/19551/4/Chapter%20II.pdf

diakses tanggal 14 september 2015

Mahendra, B dan Evi Rachmawati. 2007. Atasi Stroke dengan Tanaman Obat. Jakarta: penebar Swadaya

Pinzon, Rizaly, Asanti, Lakasmi, Sugianto, Widyo, Kriswanto. 2010. Awas

Stroke: Pengertian, Gejala, Tindakan, Perawatan & Pencegahan.

Yogyakarta: Penerbit ANDI.

Timmreck, T., 2005. Epidemiologi Suatu Pengantar. Jakarta: EGC

Utama, S. 2003. Resiko Stroke dan Penyakit Jantung Perempuan Menopause. (online) http://www.pdpersi.co.id diakses pada tanggal 12 September 2015 Utami, P. 2009. Solusi Sehat Mengatasi Stroke. Jakarta: Agromedia Pustaka. Yatim, F. 2005. Waspadai Jantung Koroner, Stroke, Meninggal Mendadak : Atasi

Referensi

Dokumen terkait

membayarkan kerugian PENGGUGAT (PT. Chiesa Baja Indonesia) sebesar Rp.136.330.000,00 (Seratus tiga puluh enam juta tiga ratus tiga puluh tiga ribu rupiah) tersebut beserta

Unlevered beta rata-rata perusahaan pembanding yang diperoleh dari perhitungan ini kemudian di-relever dengan tingkat leverage yang berlaku pasar untuk memperoleh beta

[r]

dimanfaatkan masyarakat serta jumlah produk inovasi dengan sasaran menguatnya kapasitas inovasi yang dihasilkan oleh dosen UNIMAL. Peningkatan daya saing atau daya

Dengan kualitas yang didapatkan setelah hasil pengujian dan adanya penurunan cost tersebut, dengan menggunakan metode value analysis terjadi peningkatan value

Tulungagung GURU KELAS RA Lulus 163 13051602820220 BINTI MASLIHAH MI Swasta TARBIYATUL ISLAMIYAH Kab.. Trenggalek GURU KELAS RA Lulus 176 13051702820183 INAKA DWI MARDIYANI

Sentra Bisnis UKM dalam era perdagangan bebas apabila dilihat dari dimensi sosial politik, dapat dipandang sebagai satu hakekat dan pendekatan untuk mempromosikan

Santoso hingga sekarang beliau yang selalu menetapkan jumlah persediaan barang termasuk jenis barang baru apa yang akan ditambahkan karena dengan demikian beliau dapat