• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kontribusi Harga Garam Alkali terhadap Harga Mie

C. PENGAMATAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

3. Kontribusi Harga Garam Alkali terhadap Harga Mie

Harga Na2CO3 relatif lebih murah dibandingkan dengan harga STPP di pasar. Daftar harga dan kontribusi harga Na2CO3 dan STPP pada pembuatan mie dapat dilihat pada Tabel 15.

Tabel 15. Daftar harga dan kontribusi harga Na2CO3 dan STPP pada pembuatan mie

Harga (Rp/Kg) Kontribusi Harga (Rp/kg mie) Na2CO3 STPP Na2CO30,6% STPP 0,2%

4000 15000 19,20 24,00

Kontribusi harga (Rp/kg mie) dihitung berdasarkan jumlah BTP yang digunakan pada pembuatan mie, rendemen mie yang dihasilkan dan harga BTP di pasar. Berdasarkan hasil pengamatan, rendemen mie yang dihasilkan sekitar 125% yang artinya, bobot mie yang dihasilkan sebanyak 125 g mie dari penggunaan 100 g terigu (Lampiran 7). Untuk selanjutnya, perhitungan kontribusi harga mengacu pada hasil rendemen ini.

Harga satu kg STPP dapat mencapai Rp. 15.000,-/kg sedangkan harga satu kg Na2CO3 hanya Rp. 4.000-/kg. Selisih harga yang cukup besar ini dapat mempengaruhi harga produksi mie. Penambahan Na2CO3 dalam pembuatan mie hanya memerlukan biaya sebesar Rp. 19,20/kg mie sedangkan penambahan STPP dapat mencapai Rp. 24,00/kg mie. Perhitungan kontribusi harga dapat dilihat pada Lampiran 8.

B. PENGARUH PENAMBAHAN HIDROKOLOID TERHADAP MUTU MIE

Elastisitas mie merupakan salah satu parameter mutu mie. Untuk memperbaiki elastisitas mie, di industri sering ditambahkan bahan tambahan pangan hidrokoloid seperti CMC, gum Arab dan karagenan yang dapat memberikan elastisitas mie yang lebih baik. Menurut Sunaryo (1985), penambahan CMC dalam pembuatan mie bertujuan untuk mempercepat pengembangan adonan. Akan tetapi, masih banyak industri yang menggunakan zat terlarang boraks untuk meningkatkan elastisitas mie. Berdasarkan hasil penelitian Oktaviani (2005), penggunaan boraks sebanyak 300 ppm pada pembuatan mie dapat meningkatkan elastisitas mie dari 22,5 gf hingga menjadi 31,96 gf. Pengamatan yang dilakukan terhadap mie dengan penambahan hidrokoloid meliputi pengamatan umur simpan secara subyektif dengan indikator bau asam yang dilakukan setiap 4 jam sekali, pengamatan mutu fisik yaitu kekerasan, kelengketan dan elastisitas serta analisis kontribusi harga masing-masing hidrokoloid. Pengamatan mutu fisik warna tidak dilakukan karena penambahan hidrokoloid tidak mempengaruhi warna mie.

1. Umur Simpan Mie dengan Penambahan Hidrokoloid

Pengukuran umur simpan mie dilakukan secara subyektif dengan indikator ada/tidaknya bau asam karena bau asam merupakan indikator awal terjadinya kerusakan mie. Pengukuran ini dilakukan setiap 4 jam sekali hingga bau asam muncul. Umur simpan mie dengan penambahan CMC, gum Arab atau karagenan dapat dilihat pada Gambar 11.

44 48 48 48 0 10 20 30 40 50 60

kontrol CMC 0.2% Gum Arab 0.5% Karagenan 0.5% jenis mie um ur s im p an ( ja m

Gambar 11. Umur simpan mie berdasarkan munculnya bau asam dengan penambahan berbagai jenis hidrokoloid

Penambahan hidrokoloid ke dalam mie ternyata tidak meningkatkan umur simpan yang cukup tinggi. Berdasarkan Gambar 11, umur simpan mie dengan penambahan CMC, gum Arab atau karagenan memiliki umur simpan yang sama yaitu 48 jam. Hal ini menunjukkan bahwa penambahan tiga jenis hidrokoloid tersebut tidak berbeda umur simpannya, meskipun ketiga jenis hidrokoloid ini memberikan umur simpan yang lebih lama 4 jam dibandingkan dengan mie kontrol (44 jam). Oleh karena itu, pemilihan hidrokoloid terbaik akan dilihat dari segi mutu fisik dan kontribusi harga.

2. Tekstur

Penambahan hidrokoloid ke dalam mie ternyata dapat mempengaruhi mutu fisik mie. Hasil analisis kekerasan mie dengan berbagai jenis hidrokoloid ditunjukkan pada Gambar 12 berikut dan Lampiran 9.

10291.75 10310.43 9821.58 7513.43 0 2000 4000 6000 8000 10000 12000

kontrol CMC 0.2% Gum Arab 0.5% Karagenan 0.5% jenis mie keker asan (g f)

Kekerasan mie yang ditambahkan CMC atau gum Arab tidak berbeda secara signifikan dengan mie kontrol pada selang kepercayaan 95%, sedangkan kekerasan mie yang ditambahkan karagenan lebih rendah dan berbeda secara signifikan dengan mie kontrol (Lampiran 10). Mie dengan penambahan karagenan memiliki kekerasan yang lebih baik dibandingkan dengan mie dengan penambahan hidrokoloid lainnya karena nilai kekerasan mie karagenan (7513,43 gf) lebih rendah. Hasil analisis kelengketan dan elastisitas mie yang ditambahkan hidrokoloid dapat dilihat pada Gambar 13.

14.26 41.96 19.11 23.45 18.43 12.91 12.06 16.8 0 10 20 30 40 50

kontrol CMC 0.2% Gum Arab 0.5% Karagenan 0.5% jenis mie gf Kelengketan Elastisitas

Gambar 13. Nilai kelengketan dan elastisitas mie dengan penambahan berbagai hidrokoloid

Penambahan CMC, gum Arab atau karagenan ternyata tidak memberikan pengaruh nyata terhadap kelengketan mie dengan mie kontrol pada selang kepercayaan 95% (Lampiran 10) meskipun kelengketan mie gum Arab sangat tinggi. Kelengketan mie gum Arab sebesar 41,96 gf sedangkan kelengketan mie CMC dan mie karagenan berturut-turut sebesar 18,43 gf dan 19,11 gf.

Penambahan CMC dapat meningkatkan elastisitas mie dan berbeda nyata dengan mie kontrol pada selang kepercayaan 95%. Sedangkan penambahan gum Arab atau karagenan tidak memberikan pengaruh nyata terhadap elastisitas mie dengan mie kontrol pada selang kepercayaan 95% (Lampiran 10).

Mie dengan penambahan CMC memiliki elastisitas yang lebih baik dibandingkan dengan penambahan hidrokoloid lainnya karena mutu mie yang baik dan yang diinginkan oleh konsumen adalah semakin elastis. Selain itu, nilai elastisitas mie CMC, yaitu 23,45 gf mendekati nilai elastisitas mie yang dijual di pasar, yaitu 25,74 gf (Indrawan, 2005).

3. Kontribusi Harga Hidrokoloid terhadap Harga Mie

Berdasarkan umur simpan, ketiga jenis hidrokoloid yang ditambahkan pada mie memiliki umur simpan yang sama, yaitu 48 jam. Berdasarkan mutu fisiknya, mie karagenan lebih baik dibandingkan dengan mie CMC atau mie gum Arab untuk parameter kekerasan. Sedangkan untuk parameter elastisitas, mie CMC lebih baik dibandingkan dengan mie karagenan dan mie gum Arab. Untuk parameter kelengketan, ketiga jenis mie hidrokoloid ini tidak berbeda nyata dengan mie kontrol. Oleh karena itu, pemilihan hidrokoloid terbaik pada tahapan ini mengacu pada kontribusi harga yang diberikan oleh masing-masing hidrokoloid karena kontribusi harga akan sangat mempengaruhi harga produksi dan harga jual mie jika akan diaplikasikan ke dalam industri.

Harga hidrokoloid di pasar ternyata sangat beragam tergantung dari asal bahan dan proses pengolahannya. Karagenan merupakan hidrokoloid yang paling mahal dan cukup sulit dicari di pasar dibandingkan dengan dua hidrokoloid lainnya, yaitu gum Arab dan CMC. Harga pasar CMC, gum Arab dan karagenan serta kontribusi harganya dalam pembuatan mie dapat dilihat pada 16 berikut ini.

Tabel 16. Harga hidrokoloid serta kontribusi harganya Harga (Rp/Kg) Kontribusi Harga

(Rp/kg mie)

CMC GA KA CMC 0,2% GA 0,5% KA 0,5% 60.000 130.000 600.000 96 520 2.400

Hidrokoloid yang memberikan kontribusi harga terbesar yaitu karagenan sebesar Rp. 2.400,-/kg mie sedangkan kontribusi harga terkecil berasal dari CMC yaitu hanya sebesar Rp. 96,-/kg mie. Sementara, kontribusi harga gum Arab sebesar Rp. 520,-/kg mie (Lampiran 11). Oleh

karena itu, hidrokoloid terbaik yang akan digunakan pada tahapan berikutnya adalah CMC karena memberikan kontribusi harga terkecil.

C. PENGARUH PENYANGRAIAN TAPIOKA TERHADAP MUTU MIE Penambahan bahan pemupur dalam pembuatan mie berfungsi agar benang-benang mie tidak saling menempel satu sama lain. Bahan pemupur yang sering digunakan di pasar adalah tapioka karena memberikan warna yang jernih pada saat dimasak menjadi mie basah mentah yang dimatangkan.

Ada dua jenis tapioka yang digunakan yaitu tapioka tidak bermerek dan tapioka bermerek. Tapioka tidak bermerek sering dijumpai di pasar-pasar tradisional. Sebenarnya, tapioka ini memiliki merek tertentu, akan tetapi dalam kemasan karungan sedangkan ketika di pasar, tapioka ini dijual dalam bentuk kemasan yang lebih kecil ukuran satu kg dan tidak dikemas secara higienis. Sementara, tapioka bermerek dijual dalam kemasan kecil ukuran 500 gram dan telah dikemas secara higienis.

1. Mutu Mikrobiologi Tapioka

Tapioka tidak bermerek diberi perlakuan penyangraian pada suhu 80oC selama 15 detik, 30 detik, dan 60 detik dan dihitung jumlah Total Plate Count (TPC) masing-masing perlakuan. Sementara, tapioka bermerek tidak diberi perlakuan penyangraian. Hasil analisis TPC tapioka dalam berbagai jenis perlakuan dapat dilihat pada Gambar 14 dan Lampiran 12.

5.38 4.54 3.36 3.36 3.36 0.00 2.00 4.00 6.00 TTB0 TTB15 TTB30 TTB60 TGA jenis mie log T P C ( C F U /g ) Keterangan :

TTB0 : tapioka tidak bermerek yang tidak disangrai

TTB15 : tapioka tidak bermerek yang disangrai pada suhu 80oC selama 15 detik TTB30 : tapioka tidak bermerek yang disangrai pada suhu 80oC selama 30 detik TTB60 : tapioka tidak bermerek yang disangrai pada suhu 80oC selama 60 detik TGA : tapioka bermerek

Gambar 14. Total Plate Count (TPC) tapioka dengan berbagai waktu penyangraian

Berdasarkan hasil pengamatan pada Gambar 14, penyangraian tapioka dapat mengurangi jumlah mikroba pada tapioka. Semakin lama waktu penyangraian, semakin sedikit jumlah TPC tapioka karena semakin banyak mikroba yang tidak tahan panas dan mati.

Tapioka tidak bermerek yang disangrai selama 60 detik (80oC) memiliki TPC paling kecil dibandingkan dengan tapioka tidak bermerek yang disangrai selama 15 detik (80oC) karena waktu penyangraian tapioka tidak bermerek yang disangrai selama 60 detik (80oC) lebih lama dibandingkan dengan tapioka tidak bermerek yang tidak disangrai dan tapioka tidak bermerek yang disangrai selama 15 detik (80oC).

Nilai TPC tapioka tidak bermerek yang disangrai selama 60 detik (80oC) sama dengan nilai TPC tapioka tidak bermerek yang disangrai selama 30 detik (80oC) dan nilai TPC tapioka bermerek. Tapioka bermerek dikemas secara higienis sehingga tidak mudah terkontaminasi.

Nilai TPC tapioka tidak bermerek yang disangrai selama 60 detik (80oC) sebesar 2,3 x 103 CFU/g sedangkan nilai TPC tapioka tidak bermerek yang tidak disangrai dan tapioka tidak bermerek yang disangrai selama 15 detik (80oC) berturut-turut adalah 2,4 x 105 CFU/g dan 3,5 x 104 CFU/g . Meskipun nilai TPC tapioka tidak bermerek yang tidak disangrai cukup tinggi, tetapi nilai TPC tapioka tidak bermerek yang tidak

disangrai masih memenuhi persyaratan SNI TPC tapioka yaitu sebesar 1,0 x 106 CFU/g.

2. Umur Simpan Mie dengan Aplikasi Bahan Pemupur

Untuk meningkatkan umur simpan mie, digunakan dua jenis tapioka yaitu tapioka tidak bermerek dan tapioka bermerek. Untuk meningkatkan mutu tapioka yang tidak bermerek, maka tapioka yang tidak bermerek disangrai pada suhu 80oC dengan dengan berbagai waktu. Tapioka yang telah diberi berbagai perlakuan diaplikasikan ke dalam mie sebagai bahan pemupur kemudian diamati umur simpan mie yang telah dipupur ini. Umur simpan dilakukan secara subyektif berdasarkan ada/tidaknya bau asam setiap 4 jam sekali. Hasil analisis umur simpan mie dengan berbagai jenis bahan pemupur dapat dilihat pada Gambar 15.

44

44

48

52

52

0

10

20

30

40

50

60

TTB0

TTB15

TTB30

TTB60 TGA

jenis mie

um

ur

s

im

pa

n

(a

m

Keterangan :

TTB0 : tapioka tidak bermerek yang tidak disangrai

TTB15 : tapioka tidak bermerek yang disangrai pada suhu 80oC selama 15 detik

TTB30 : tapioka tidak bermerek yang disangrai pada suhu 80oC selama 30 detik TTB60 : tapioka tidak bermerek yang disangrai pada suhu 80oC selama 60 detik TGA : tapioka bermerek

Gambar 15. Umur simpan mie dengan berbagai jenis bahan pemupur

Mie dengan tapioka tidak bermerek yang disangrai selama 15 detik (80oC) umur simpannya sama dengan mie dengan tapioka tidak bermerek yang tidak disangrai, yaitu 44 jam. Sedangkan mie dengan tapioka tidak bermerek yang disangrai selama 30 detik (80oC) atau tapioka tidak bermerek yang disangrai selama 60 detik (80oC) memiliki umur simpan

yang lebih lama dibandingkan dengan tapioka tidak bermerek yang tidak disangrai. Umur simpan mie dengan tapioka tidak bermerek yang disangrai selama 30 detik (80oC) yaitu 48 jam dan umur simpan mie dengan tapioka tidak bermerek yang disangrai selama 60 detik (80oC) yaitu 52 jam. Perbedaan umur simpan ini disebabkan karena jumlah TPC tapioka tidak bermerek yang disangrai selama 30 detik (80oC) atau tapioka tidak bermerek yang disangrai selama 60 detik (80oC) lebih sedikit dibandingkan dengan tapioka tidak bermerek yang tidak disangrai. Semakin banyak jumlah TPC suatu produk, umur simpan produk tersebut akan semakin cepat karena asam yang terbentuk oleh mikroba pembentuk asam selama penyimpanan semakin banyak.

Mie dengan tapioka bermerek memiliki umur simpan yang sama dengan mie dengan tapioka tidak bermerek yang disangrai selama 60 detik (80oC) yaitu 52 jam. Hal ini berarti bahwa, proses penyangraian tapioka tidak bermerek selama 60 detik (80oC) dapat mengurangi jumlah TPC tapioka tidak bermerek yang menyerupai dengan jumlah TPC tapioka bermerek yang telah dikemas higienis. Akan tetapi, proses penyangraian dianggap tidak praktis karena membutuhkan biaya dan energi tambahan yang dapat mempengaruhi harga produksi mie.

3. Kontribusi Harga Tapioka terhadap Harga Mie

Penggunaan tapioka dapat mempengaruhi harga produksi mie. Harga tapioka yang tidak bermerek jauh lebih murah dibandingkan dengan tapioka bermerek. Akan tetapi, umur simpan mie tapioka tidak bermerek lebih cepat dibandingkan dengan mie tapioka bermerek. Hasil analisis harga dan kontribusi harga tapioka dapat dilihat pada Tabel 17.

Tabel 17. Harga tapioka dan kontribusi harganya

Jenis tapioka Harga (Rp/kg) Kontribusi Harga Tapioka (Rp/kg mie) Tidak bermerek Rp.3500/kg 105

Penggunaan tapioka tidak bermerek memerlukan biaya yang lebih kecil dibandingkan dengan tapioka bermerek, yaitu hanya sebesar Rp.105,-/kg mie sedangkan tapioka bermerek memerlukan biaya sebesar Rp.150,-/kg mie (Lampiran 13). Akan tetapi, untuk mendapatkan hasil maksimal dari penggunaan tapioka tidak bermerek diperlukan energi dan biaya tambahan untuk proses penyangraian sehingga tapioka terbaik sebagai bahan pupuran mie adalah tapioka bermerek.

D. PENGARUH CARA PENYIMPANAN TERHADAP MUTU MIE

Ada dua keknologi yang dilakukan pada tahapan ini, yaitu penyimpanan pada suhu rendah dan teknologi kemas vakum dengan menggunakan dua jenis kemasan. Kedua teknologi ini dilakukan untuk melihat pengaruh suhu penyimpanan terhadap umur simpan mie.

Tujuan utama dari pengemasan pangan adalah untuk melindungi produk dari lingkungan sekitarnya dalam rangka peningkatan mutu simpan. Kemasan yang digunakan ada dua jenis, yaitu kemasan LDPE dan kemasan PP. Kemasan yang biasa digunakan di pasar untuk membungkus mie yaitu LDPE, sedangkan tidak semua kemasan dapat dijadikan kemas vakum. Oleh karena itu, pada pengemasan vakum, digunakan kemasan PP.

Proses pengemasan vakum sebaiknya diikuti dengan penyimpanan pada suhu rendah karena mikroba yang dapat tumbuh pada kondisi anaerob seperti Clostridium botulinum dapat hidup pada kisaran suhu 10oC hingga 50oC. Clostridium botulinum merupakan bakteri berbahaya yang dapat menghasilkan protein toksin yang bersifat letal bagi manusia dan hewan dengan dosis cukup 0,1-1 µg/kg berat badan. Clostridium botulinum juga dapat hidup pada lingkungan dengan pH di atas 4.6 (Johnson, 1999).

1. Umur Simpan

Penyimpanan suhu rendah dan pengemasan vakum dapat mempengaruhi umur simpan mie karena dapat menghambat pertumbuhan mikroorganisme. Hasil analisis umur simpan mie dengan berbagai aplikasi teknologi dan kemasan dapat dilihat pada Tabel 18.

Tabel 18. Hasil analisis umur simpan mie dengan aplikasi teknologi Suhu (oC) Kemasan Umur Simpan

(bau asam) Suhu ruang (30oC) LDPE 44 jam

PP

Suhu rendah (13oC) LDPE 13 hari PP

Suhu rendah (6oC)

LDPE

Lebih dari 4 minggu PP

Kemas vakum + PP

Mie yang disimpan pada suhu 13oC hanya bertahan hingga 13 hari saja, baik itu dengan kemasan LDPE atau dengan kemasan PP. Indikator kerusakan yang pertama kali terjadi pada kondisi ini adalah timbulnya bintik-bintik hitam dan merah pada permukaan mie meskipun bau asam belum terbentuk. Bintik-bintik hitam dan merah ini diduga merupakan miselium dari mikroorganisme jenis kapang. Jenis-jenis kapang yang banyak terdapat pada tepung antara lain Aspergillus, Rhizopus, Mucor, Fusarium dan Penicillium (Christensen, 1974). Timbulnya kapang pada permukaan mie disebabkan karena refrigerator yang digunakan sebagai tempat penyimpanan mie telah terkontaminasi oleh berbagai macam bahan penelitian lain yang juga terdapat dalam refrigerator tersebut. Oleh karena itu, kebersihan tempat penyimpanan sangat mempengaruhi umur simpan mie.

Untuk selanjutnya, mie disimpan pada suhu yang lebih rendah yaitu suhu 6oC dan diletakkan pada tempat yang tidak mudah terkontaminasi oleh bahan lain. Mie yang disimpan pada suhu 6oC memiliki umur simpan yang dapat mencapai lebih dari 4 minggu baik itu dengan kemasan LDPE atau dengan kemasan PP. Sedangkan umur simpan mie yang disimpan pada suhu ruang hanya mencapai 44 jam. Hal ini disebabkan karena pada suhu rendah, aktivitas enzim dan pertumbuhan mikroorganisme terhambat bahkan terhenti. Semakin rendah suhu yang digunakan semakin lambat

terjadi aktivitas enzim dan pertumbuhan mikroorganisme (Buckle et. al.,

1985).

Pengunaan dua jenis kemasan LDPE atau kemasan PP tidak memberikan pengaruh yang nyata terhadap umur simpan mie karena kedua jenis kemasan ini memberikan umur simpan yang sama baik itu pada suhu ruang (30oC) atau pada suhu rendah (13oC dan 6oC). Hal ini dapat disebabkan karena LDPE dan PP memiliki permeabilitas gas uap air

yang hampir sama. Permeabilitas gas uap air LDPE mencapai 800 x 1011 (cc/cm/cm2/cmHg) sedangkan permeabilitas gas uap air PP

mencapai 600 x 1011 (cc/cm/cm2/cmHg) (Syarief et. al., 1989).

Pengemasan vakum dapat memperpanjang umur simpan mie hingga mencapai lebih dari satu bulan. Pengemasan vakum dapat menghambat pertumbuhan mikroorganisme karena kandungan oksigen yang rendah sehingga sebagian besar mikroorganisme aerobik (memerlukan oksigen) tidak dapat tumbuh (Johnson, 1999 Aplikasi teknologi kemas vakum harus disertai dengan penyimpanan pada suhu rendah karena untuk mencegah pertumbuhan bakteri Clostridium botulinum yang bersifat anaerob. Bakteri ini sangat berbahaya karena dapat menghasilkan toksin yang berbahaya bagi manusia.

2. Kontribusi Harga Kemasan terhadap Harga Mie

Kemasan digunakan untuk melindungi bahan pangan dari kotoran agar tetap higienis dan tahan lama. Harga kemasan yang digunakan dapat mempengaruhi harga produksi mie. Di pasar, mie biasa dikemas dengan kemasan plastik LDPE berukuran 1 kg. Kontribusi harga kemasan LDPE atau PP dapat dilihat pada Tabel 19 di bawah ini. Cara perhitungan kontribusi harga kemasan dapat dilihat pada Lampiran 14.

Tabel 19. Harga kemasan dan kontribusi harga berbagai jenis kemasan Kemasan Ukuran

(gram)

Harga Kontribusi Harga Kemasan (Rp/kg mie)

LDPE 100 Rp.4.000/100 buah 400 PP 100 Rp.12.000/100 buah 1.200 Kemas vakum+ PP 100 Rp.2.500/100 gram 26.200

Penggunaan kemasan plastik LDPE memerlukan biaya sebesar Rp.400,-/kg mie sedangkan kemasan PP sebesar Rp.1.200,-/kg mie. Besarnya perbedaan kontribusi harga ini disebabkan karena harga kemasan PP jauh lebih mahal dibandingkan dengan kemasan LDPE. Sementara proses pengemasan vakum memerlukan biaya yang sangat tinggi yaitu Rp.26.200,-/kg mie karena diperlukan alat untuk membuat kemasan tersebut hampa udara serta kemasan PP yang dapat digunakan dalam pengemasan vakum.

Meskipun penyimpanan pada suhu rendah dapat memperpanjang umur simpan mie hingga lebih dari satu bulan, akan tetapi pengaplikasiannya dalam industri memerlukan biaya tambahan yaitu biaya pembelian refrigerator untuk tempat penyimpanan suhu rendah dan juga biaya listrik. Biaya tambahan ini dapat mempengaruhi harga produksi mie. Tipe dan harga refrigerator kulkas di pasar saat ini sangat bervariasi, mulai dari harga Rp. 1.000.000,- (kapasitas 190 liter) hingga Rp. 7.120.000,- (kapasitas 590 liter).

E.PENGARUH PENGGUNAAN BAHAN PENGAWET TERHADAP MUTU MIE

Ada tiga jenis bahan pengawet yang digunakan pada tahapan ini, yaitu natrium asetat (Na-asetat), kalsium propionat (Ca-propionat) dan kalium sorbat (K-sorbat). Ketiga jenis bahan pengawet ini digunakan secara kombinasi sehingga menghasilkan tujuh kombinasi dengan berbagai konsentrasi.

Pemakaian tiga jenis pengawet ini berdasarkan pada hasil penelitian Chamdani (2005) yang dimodifikasi. Penelitian Chamdani menggunakan 4 jenis pengawet, yaitu parabens, Ca-propionat, Na-asetat dan monolaurin.

Berdasarkan penelitian Chamdani (2005), mie yang diberi pengawet Ca-propionat 0,075% + parabens 0,025% + Na-asetat 2,5% dari bobot tepung dapat memperpanjang umur simpan mie hingga 76 jam. Parabens dan monolaurin tidak digunakan pada penelitian ini karena parabens sedang dikaji ulang oleh FDA tentang keamanannya bagi kesehatan, sedangkan monolaurin sangat langka di pasar dan harganya sangat mahal sehingga akan sulit diterapkan di industri kecil.

Pengamatan yang dilakukan meliputi pengaruh bahan pengawet terhadap umur simpan mie dengan parameter bau asam serta pengaruh bahan pengawet terhadap mutu fisik mie, yaitu kekerasan, kelengketan, elastisitas dan warna yang dilakukan secara obyektif.

1. Optimasi Bahan Pengawet a. Umur Simpan

Tujuh formula pengawet selanjutnya diaplikasikan ke dalam mie untuk mengetahui efektivitasnya. Hasil analisis umur simpan mie berdasarkan munculnya bau asam dengan berbagai formula pengawet dapat dilihat pada Gambar 16.

44 64 52 60 44 44 66 52 0 10 20 30 40 50 60 70

kontrol NC 11 NC 31 NK 11

CK 11 CK 31

NCK

121

NCK

211

jenis mie u m u r s im p an ( jam Keterangan :

NC 11 : mie dengan pengawet Na-asetat 50% + Ca-propionat 50% NC 31 : mie dengan pengawet Na-asetat 75% + Ca-propionat 25% NK 11 : mie dengan pengawet Na-asetat 50% + K-sorbat 50% CK 11 : mie dengan pengawet Ca-propionat 50% + K-sorbat 50% CK 31 : mie dengan pengawet Ca-propionat 75% + K-sorbat 25%

NCK 121 : mie dengan pengawet Na-asetat 25%+Ca-propionat 50%+K-sorbat 25% NCK 211 : mie dengan pengawet Na-asetat 50%+Ca-propionat 25%+K-sorbat 25%

Na-asetat yang digunakan pada penelitian ini berspesifikasi PA sedangkan Ca-propionat dan K-sorbat yang digunakan berspesifikasi teknis. Ketidakseragaman jenis pengawet ini disebabkan karena kelangkaan Na-asetat berspesifikasi teknis. Tujuan penggunaan pengawet teknis adalah agar mudah diaplikasikan ke dalam industri kecil.

Dari Gambar 16, mie terbaik diperoleh dari hasil kombinasi pengawet Na-asetat 25%+Ca-propionat 50%+K-sorbat 25% karena memiliki umur simpan yang paling lama dibandingkan dengan kombinasi pengawet lainnya yaitu dapat mencapai 66 jam. Sedangkan, kombinasi pengawet yang tidak memberikan pengaruh yang cukup nyata dengan mie kontrol adalah kombinasi pengawet Ca-propionat 50%+ K-sorbat 50% dan kombinasi pengawet Ca-propionat 75%+K-sorbat 25% karena keduanya memiliki umur simpan yang sama dengan mie kontrol, yaitu 44 jam. Selanjutnya, mie dengan pengawet Na-asetat 25%+Ca-propionat 50%+K-sorbat 25% akan digunakan pada tahapan berikutnya sebagai mie dengan pengawet terbaik.

Berdasarkan hasil pengamatan, ternyata penambahan Na-asetat meskipun dalam jumlah kecil dapat memperpanjang umur simpan mie. Sedangkan penambahan Ca-propionat atau K-sorbat tanpa penambahan Na-asetat tidak dapat memperpanjang umur simpan mie. Na-asetat

Dokumen terkait