• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB IV. HASIL DAN PEMB AHASAN

C. Uji Pendahuluan

3. Kontrol FHEMM dosis 137,14 mg/KgBB 62-

Kelompok III merupakan kelompok kontrol FHEMM dosis tertinggi yaitu 137,14 mg/KgBB. Kontrol ini bertujuan untuk melihat pengaruh FHEMM terhadap sel hati tikus tanpa perlakuan CCl4. Kadar bilirubin yang terukur pada

62

kelompok ini adalah 0,19 ± 0,032 mg/dl. Berdasarkan uji statistik, hasil kontrol FHEMM menunjukkan perbedaan bermakna (p=0,008) terhadap kontrol CMC-Na dengan kadar bilirubin terukur pada kontrol FHEMM lebih tinggi dibandingkan kontrol CMC-Na. Hasil pengukuran bilirubin pada kontrol FHEMM menunjukkan perbedaan tidak bermakna (p=0,530) dengan kontrol CCl4, dengan kadar bilirubin terukur pada kontrol FHEMM lebih rendah dibandingkan kontrol CCl4. Hasil tersebut menunjukkan adanya kecenderungan peningkatan kadar bilirubin pada pemberian FHEMM dosis 137,14 mg/KgBB.

Peningkatan kadar bilirubin pada kontrol FHEMM dapat terjadi karena berbagai sebab. Salah satu penyebabnya diduga karena dosis pemberian FHEMM terlalu tinggi sehingga kemudian sifatnya berbalik menjadi prooksidan. Bilirubin dalam tubuh dapat bersifat sebagai antioksidan. Pada pemberian dosis FHEMM yang terlalu tinggi, diduga sifatnya berbalik menjadi prooksidan sehingga sebagai proses normal bilirubin akan menetralkannya. Proses penetralan tersebut yang diduga memicu kadar bilirubin menjadi semakin tinggi seiring dengan pemberian dosis tinggi FHEMM. Oleh karena itu disarankan uji toksisitas subakut untuk mengetahui potensi toksik FHEEM.

Uji toksisitas subakut adalah uji ketoksikan suatu senyawa yang diberikan dengan dosis berulang pada hewan uji tertentu selama kurang dari satu bulan. Uji ini ditujukan untuk mengungkapkan spektrum efek toksik senyawa uji serta untuk menunjukkan keterkaitan spektrum efek toksik dengan takaran dosis. Hasil uji ini memberikan informasi tentang efek utama senyawa uji dan organ sasaran yang dipengaruhi (Donatus, 2001). Tujuan utama dari uji ini adalah untuk

63

mengungkapkan dosis tertinggi yang diberikan tanpa memberikan efek merugikan serta untuk mengetahui pengaruh senyawa kimia terhadap tubuh dengan pemberian berulang (Eatau dan Klaassen, 2001).

Penyebab lain peningkatan kadar bilirubin pada kontrol FHEMM yaitu diduga hal tersebut sebagai mekanisme kerja FHEMM dalam melindungi hati. Proses ini dapat dikaitkan dengan sifat bilirubin sebagai antioksidan. Bilirubin dalam tubuh dapat bersifat sebagai antioksidan dan bekerja secara komplementer bersama dengan glutathione (GSH). Bilirubin yang bersifat lipofilik akan berperan melindungi lipid sedangkan GSH yang lebih hidrofilik berperan melindungi protein (Sedlak, et al., 2009). Senyawa yang terkandung pada FHEMM yaitu Macatannin

A, Macatannin B, dan Chebulagic acid bersifat non polar. Senyawa tersebut diduga dapat berinteraksi dengan bilirubin kemudian memicu peningkatan produksi bilirubin. Ketika kadar bilirubin yang merupakan antioksidan menjadi tinggi maka dapat mencegah terjadinya stres oksidatif.

Bilirubin berasal dari katabolisme biliverdin oleh biliverdin reduktase. Ketika mengalami oksidasi bilirubin akan kembali menjadi biliverdin. Apabila terdapat oksidan yang bersifat lipofil, bilirubin dapat berperan sebagai antioksidan kemudian teroksidasi menjadi biliverdin (Gambar 15) (Sedlak dan Snyder, 2004). Kadar bilirubin berkebalikan dengan kadar albumin dalam darah. Kondisi bilirubin yang tinggi tidak selalu merupakan kondisi buruk karena sifat antioksidan yang dimilikinya, tetapi apabila terlalu tinggi dapat menyebabkan penimbunan di otak dan menyebabkan kernicterus.

64

Gambar 15. Siklus bilirubin sebagai antioksidan (Sedlak dan Snyder, 2004)

4. Pengaruh pemberian jangka panjang FHEMM dosis 34,28; 68,57; 137,14

mg/KgBB terhadap kadar bilirubin tikus

Kelompok IV merupakan kelompok praperlakuan FHEMM dosis rendah 34,28 mg/KgBB. Kadar bilirubin terukur pada kelompok ini sebesar 0,04 ± 0,005 mg/dl lebih rendah dibandingkan kelompok kontrol CCl4 yaitu 0,22 ± 0,022 mg/dl. Penurunan bilirubin yang ditunjukkan oleh kelompok ini sebesar 103,37%. Uji statistik menunjukkan perbedaan yang bermakna (p=0,009) terhadap kelompok kontrol CCl4. Hasil uji statistik menunjukkan perbedaan tidak bermakna (p=0,381) dengan kontrol CMC-Na 1% yang menunjukkan bahwa kadar bilirubin pada kelompok perlakuan FHEMM dosis rendah mendekati nilai normal. Hal tersebut

65

menunjukkan bahwa praperlakuan FHEMM dengan dosis rendah 34,28 mg/KgBB dapat memberikan efek penurunan kadar bilirubin yang setara dengan normal.

Kelompok V merupakan kelompok praperlakuan FHEMM dosis sedang 68,57 mg/KgBB. Kadar bilirubin terukur pada kelompok ini sebesar 0,05 ± 0,004 mg/dl lebih rendah dibandingkan dengan kelompok kontrol CCl4 yaitu 0,22 ± 0,022 mg/dl. Penurunan bilirubin yang ditunjukkan oleh kelompok ini sebesar 98,88%. Uji statistik menunjukkan perbedaan yang bermakna (p=0,009) terhadap kelompok kontrol CCl4. Hasil uji statistik menunjukkan perbedaan tidak bermakna (p=0,650) terhadap kontrol CMC-Na 1% yang menunjukkan bahwa kadar bilirubin pada kelompok praperlakuan FHEMM dosis sedang mendekati nilai normal. Hal ini menunjukkan bahwa praperlakuan FHEMM dengan dosis 68,57 mg/KgBB dapat memberikan efek penurunan kadar bilirubin yang setara dengan normal.

Kelompok VI merupakan kelompok praperlakuan FHEMM dosis tinggi 137,14 mg/KgBB. Kadar bilirubin terukur pada kelompok ini sebesar 0,05 ± 0,004 mg/dl. Hasil uji statistik menunjukkan perbedaan bermakna (p=0,009) terhadap kontrol CCl4 dengan penurunan bilirubin pada kelompok praperlakuan FHEMM dosis tinggi sebesar 98,88%. Uji statistik menunjukkan perbedaan tidak bermakna (p=0,650) antara kadar bilirubin pada kelompok praperlakuan FHEMM dosis tinggi terhadap kontrol CMC-Na. Hasil tersebut menunjukkan bahwa kadar bilirubin kelompok praperlakuan FHEMM dosis tinggi mendekati nilai normal sehingga dapat dikatakan bahwa praperlakuan FHEMM dengan dosis tinggi 137,14 mg/KgBB dapat memberikan efek penurunan kadar bilirubin yang setara dengan normal.

66

Hasil pengujian pemberian FHEMM dosis tinggi pada tikus terinduksi CCl4 menunjukkan penghambatan kenaikan bilirubin padahal hasil kontrol FHEMM dosis tinggi menunjukkan peningkatan bilirubin. Fenomena ini menunjukkan pemberian FHEMM dosis tinggi dapat meningkatkan bilirubin tikus, tetapi ketika diberikan CCl4 justru dapat menurunkan bilirubin tikus setara dengan normal. Berdasarkan fenomena tersebut perlu dilakukan uji toksisitas untuk mengetahui potensi ketoksikan FHEMM dan dosis tertinggi yang masih aman diberikan untuk jangka panjang. Selain itu, perlu juga dilakukan pengujian pengaruh pemberian FHEMM terhadap kadar bilirubin dengan penginduksi lain untuk mengetahui potensi hepatoprotektif FHEMM melalui penurunan bilirubin serta untuk melihat terjadi atau tidaknya fenomena kenaikan bilirubin pada kontrol FHEMM. Contoh penginduksi kerusakan hati yang biasa digunakan adalah parasetamol dengan dosis tinggi, untuk induksi pada tikus contoh dengan dosis 2,5 g/kgBB (Nugraha, 2011).

Berdasarkan hasil pengukuran kadar bilirubin dan uji statistik pada kelompok praperlakuan FHEMM dengan tiga peringkat dosis yang dibandingkan dengan kontrol CMC-Na 1% dan kontrol CCl4 dapat dinyatakan bahwa praperlakuan FHEMM dapat memberikan efek penurunan kadar bilirubin yang mendekati normal. Penurunan kadar bilirubin yang dihasilkan oleh ketiga dosis FHEMM yang diuji memiliki hasil yang bervariasi. Hasil uji statistik menunjukkan perbedaan tidak bermakna (p=0,228) antara kelompok IV dengan kelompok V. Hal ini menunjukkan penurunan kadar bilirubin yang dihasilkan oleh praperlakuan FHEMM dosis rendah 34,28 mg/KgBB relatif sama dengan praperlakuan FHEMM

67

dosis sedang 68,57 mg/KgBB. Hasil uji statistik menunjukkan perbedaan tidak bermakna (p=0,228) antara kelompok IV dengan kelompok VI. Hal ini menunjukkan penurunan kadar bilirubin yang dihasilkan oleh praperlakuan FHEMM dosis rendah 34,28 mg/KgBB berbeda tidak bermakna dengan praperlakuan FHEMM dosis tinggi 137,14 mg/KgBB. Hasil uji statistik menunjukkan perbedaan tidak bermakna (p = 1) antara kelompok V dan kelompok VI. Hal ini menunjukkan penurunan kadar bilirubin yang dihasilkan oleh praperlakuan FHEMM dosis sedang 68,57 mg/KgBB setara dengan praperlakuan FHEMM dosis tinggi 137,14 mg/KgBB. Hasil tersebut belum menunjukkan pengaruh tingkat dosis pemberian FHEMM terhadap efek penghambatan kenaikan kadar bilirubin. Hal ini diduga karena adanya kejenuhan aktivitas antioksidan dalam menetralkan radikal bebas sehingga kecepatan reaksi penetralan tetap dan bahkan melambat. Berdasarkan hasil tersebut dapat dinyatakan bahwa tidak ada kekerabatan antara dosis pemberian FHEMM terhadap penurunan kadar bilirubin, sehingga dapat dilakukan penelitian lebih lanjut pada dosis yang lebih rendah dari 34,28 mg/kgBB. Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif sehingga untuk penelitian lebih lanjut disarankan untuk melakukan uji histopatologi hati sebagai data pendukung kualitatif untuk melihat kerusakan yang ditimbulkan.

Hasil penelitian menunjukkan pemberian praperlakuan FHEMM berpengaruh pada penurunan kadar bilirubin tikus terinduksi CCl4. Kerusakan hati berupa perlemakan hati yang terjadi pada tikus akan menyebabkan enzim yang berfungsi sebagai penetral senyawa radikal bebas yaitu glutation S-transferase

68

pada sel hati dapat mempengaruhi proses pembersihan bilirubin dari darah sehingga kadar bilirubin dalam darah meningkat.

FHEMM mengandung senyawa yang bersifat sebagai antioksidan. Praperlakuan FHEMM akan menyebabkan senyawa antioksidan dalam hati bertambah sebelum terjadinya perusakan oleh hepatotoksin CCl4. Ketika senyawa hepatotoksin CCl4 masuk dalam tubuh dan dimetabolisme menjadi radikal bebas oleh hati, hati sudah memiliki perlindungan antioksidan baik dari enzim glutation S-transferase (GSH) maupun antioksidan dari FHEMM. Hal ini menyebabkan hati dapat bertahan dari kerusakan lebih lanjut yang ditimbulkan oleh pemejanan hepatotoksin CCl4.

E. Rangkuman Pembahasan

Penelitian ini bertujuan untuk melihat efek pemberian jangka panjang FHEMM terhadap kadar bilirubin tikus terinduksi CCl4 dan kekerabatan antara pemberian tingkat dosis FHEMM terhadap penurunan kadar bilirubin. Dosis FHEMM yang digunakan 34,28; 68,57; dan 137,14 mg/KgBB. Indikator kerusakan hati yang digunakan dalam penelitian adalah aktivitas serum ALT dan AST yang diambil pada jam ke-24, bilirubin akan meningkat seiring meningkatnya ALT dan AST. Pada kondisi steatosis peningkatan bilirubin dapat terjadi sebesar 3-5 kali normal. Parameter yang dilihat perubahannya terhadap pemberian FHEMM adalah bilirubin.

Hasil penelitian menyatakan bahwa pemberian FHEMM pada dosis 137,14 mg/KgBB p.o tanpa disertai pemberian hepatotoksin CCl4 meningkatkan

69

kadar bilirubin. Hal tersebut diduga terjadi karena dosis FHEMM yang diberikan terlalu tinggi sementara kondisi hati tikus tidak mengalami kerusakan sehingga toksik atau karena kondisi patologis yang hewan uji. Kontrol CMC-Na 1% dengan dosis 2 mL/350gBB digunakan sebagai acuan nilai normal bilirubin karena CMC- Na 1% tidak memberikan pengaruh terhadap kadar bilirubin. Pengukuran bilirubin pada kontrol CMC-Na 1% sebesar 0,05 ± 0,00400 mg/dl. Kontrol CCl4 dengan dosis 2 mL/KgBB i.p menunjukkan kenaikan kadar bilirubin dibandingkan dengan CMC- Na 1%, hal ini menujukkan bahwa kerusakan hati yang ditimbulkan memang disebabkan oleh hepatotoksin CCl4. Pengukuran kadar bilirubin pada kontrol CCl4 sebesar 0,22 ± 0,022 mg/dl.

Hasil pengukuran kadar bilirubin pada kelompok praperlakuan FHEMM pada dosis 34,28; 68,57; dan 137,14 mg/KgBB menunjukkan penurunan bilirubin sebesar 103,37; 98,88; dan 98,88%. Pada ketiga peringkat dosis pemberian FHEMM menunjukkan perbedaan tidak bermakna sehingga tidak dapat menunjukkan kekerabatan antara dosis pemberian terhadap penurunan kadar bilirubin. Penelitian lebih lanjut dapat dilakukan pada dosis yang lebih rendah dari 34,28 mg/kgBB untuk melihat pengaruh dosis terhadap penurunan kadar bilirubin.

70

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

Dokumen terkait