• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGENALAN METODE PRODUKSI ARTIFICIAL LIFT 3.1. Metoda Produksi Pengangkatan Buatan ( Artificial Lift )

E. Tingkat Heterogenitas Reservoir

3.2.2.3. Penentuan Laju Produksi Optimum

3.2.2.3.1. Kontrol Produksi

Untuk memperoleh minyak yang sebesar-besarnya perlu dilakukan pemilihan laju pengurasan,karena laju pengurasan yang benar akan mengurangi effisiensi recovery minyak.Tentu saja banyak pertimbangan-pertimbangan yang perlu dilakukan untuk pemilihan laju pengurasan ini agar dicapai ultimate recovery.Bukan laju pengurasan maksimum yang diinginkan,akan tetapi laju pengurasan optimum.Penyebab berkurangnya recovery minyak karena laju pengurasan adalah : - Laju produksi yang terlalu besar akan menyebabkan terjadinya penurunan tekanan

dengan cepat serta akan menurunkan harga produktivitas formasi sehingga akhirnya akan memperkecil recovery yang didapat.

- Air akan melewati minyak jika laju pengurasan terlalu cepat,sehingga air akan lebih banyak terproduksi dan akan mengurangi keefektifan pendorong minyak.

- Laju pengurasan yang terlalu besar dapat pula menyebabkan terbentuknya water atau gas coning pada sumur serta dapat menyebabkan fingering.

Besarnya draw down (PDD) PI dipengaruhi oleh besarnya permeabilitas batuan,ketebalan lapisan produktif dan sifat-sifat fisik fluida dan batuan reservoir.Besarnya PDD dipengaruhi oleh panjang tubing,diameter tubing,diameter choke,kekasaran pipa,kekentalan cairan dan density cairan.Lamanya pengurasan dari suatu sumur tergantung pada letak sumur tersebut terhadap WOC dan GOC,dimana sumur yang terletak dekat dengan dua bidang kontak akan cepat dijenuhi oleh gas dan air sehingga mempunyai GOR dan water cut yang tinggi.

Untuk mendapatkan laju produksi optimum tersebut,maka dalam perencanaannya perlu dikontrol terhadap besaran laju produksi kritis,dimana laju prodiksi tersebut dalam perencanaannya jangan sampai terjadi melebihi dari laju produksi kritisnya.

3.2.2.3.1.1. Penentuan Laju Produksi Kritis Tanpa Terjadi Kepasiran

Sand free flow rate merupakan besarnya laju aliran kritis,dimana apabila sumur tersebut diproduksikan melebihi laju kritisnya akan timbul masalah kepasiran.Strein

memberikan besarnya laju aliran kritis yang diperkenankan,dimana ia memberikan persamaan sebagai berikut :

QZ = BzUzAt KzNzGzAz 10 025 , 0 ...(3-46) Dimana :

Qz = Laju pengurasan atau produksi kritis,stb/day Kz = Permeabilitas formasi,md

Bz = Faktor volume formasi,bbl/stb Zz = Jumlah lubang formasi

Uz = Viscositas fluida,centipoise

At = Luas kelengkungan butir pasir pada kondisi test,sq-ft

Az = Luas kelengkungan butir pasir pada kondisi pengamanan,sq-ft 3.2.2.3.1.2. Penentuan Laju Aliran Kritis Tanpa Terjadi Coning

Pengaturan laju pengukuran perlu dilakukan agar hasil perolehan yang maksimum (ultimate recovery) laju pengurasan tersebut merupakan laju pengurasan optimum.Laju pengurasan yang terlalu tinggi dapat mengakibatkan penurunan tekanan reservoir terlalu cepat,sehingga gas akan membebaskan diri dari minyak.Adanya gas bebas akan menurunkan tenaga pendorong dan permeabilitas efektif minyak sehingga laju pengurasan minyak akan berkurang,maka akan terjadi gas dan water coning reservoir rate sensitif.Dari kenyataan ini maka harus ditentukan besarnya laju pengurasan agar tidak terjadi coning,yaitu tidak melebihi kapasitas aliran kritisnya,kapasitas aliran kritis merupakan laju pengurasan tertinggi tanpa terjadi coning.

3.2.2.3.1.3. Penentuan Berdasarkan Rate Water Influx

Pada reservoir di bawah kondisi water drive untuk mencegah penurunan yang terlalu cepat dari tekanan reservoir akibat proses produksi,maka rate produksi harus

dibatasi jangan melebihi rate water influx-nya,dapat juga digunakan metode material balance,dimana metode ini berdasarkan keseimbangan volume fluida reservoir,dengan anggapan bahwa volune adalah tetap.Jadi jumlah minyak,air dan gas yang terproduksi harus diimbangi oleh volume air yang sama besar dari water influx dan dinyatakan dalam aturan yang sama misalnya barrel.

Secara matematis pernyataan di atas dapat dituliskan sebagai :

V = We ...(3-47) Dimana :

We = Volume water influx,bbl

V = Volume pengosongan selama produksi,bbl

Besarnya water influx dapat ditentukan dengan tiga cara yang masing-masing tergantung pada kondisi alirannya.

1. Aliran steady state (Schiltuhuis)

( dWe / dt ) = k (P1 – P) ...(3-48) dimana :

k = Konstanta water influx,bbl/day/psi

(P1-P) = Perbedaan tekanan antara tekanan reservoir mula-mula dengan tekanan reservoir pada saat tertentu P,psi.

2. Aliran semi steady state (Hurst)

We = C

t dt dt P P 0 log ) , ( ...(3-49) Dimana :

C = konstanta water influx,bbl/day/psi

3. Aliran Unsteady State (Hurrst-Van Everdingen)

Dimana :

B = Konstanta Water Influx,bbl/day/psi  P = Perbedaan Tekanan,psi

Q (tD) = Dimensionless Water Influx,merupakan fungsi dari re/rw dan tD,dimana td adalah dimensionless time.

Harga tD dapat dicari dengan persamaan :

T = 6.323 . 10-3 Cerw w kwt ...(3-51) B = 1.119 Cw rw hf ...(3-52) Dimana :

Kw = Permeabilitas efektif air,md

T = Waktu,day

= Viscositas air,cp = Porositas,fraksi

Ce = Kompresibilitas air dalam formasi,psi Rw = Jari-jari sumur,ft

Harga B ditentukan dengan persamaan : H = Tebal rata-rata dari aquifer,ft

F = Keliling reservoir yang dimasuki air,fraksi 3.2.2.3.2. Kapasitas Aliran Kritis

Seperti halnya pada pembatasan laju produksi reservoir untuk laju produksi sumur pada reservoir,rate sensitif juga harus ditentukan besarnya laju produksi agar tidak terjadi coning.

Kapasitas aliran kritis adalah Laju produksi tertinggal tanpa terjadi coning,untuk menghitungnya dapat dilakukan dengan metode Chierichi,dengan persamaan :

Qoc,g = 3.073

10-3

hBoogkoh

(rDe,

, g)... (3-53)

Agar tidak terjadi gas coning,besarnya laju produksi harus lebih kecil daripada aliran kritis,Qo<Q(oc,g).Harga ini berlaku untuk reservoir jenis gas cap.

3.2.2.3.2.2. Kapasitas Aliran Kritis Terhadap Water Coning

MER untuk suatu reservoir water drive tergantung pada rate yang dapat memberikan keseimbangan pada permukaan minyak-air.Sehingga tidak sampai terbentuk water coning.Suatu cara untuk mengindikasikan agar tidak sampai terjadi water coning yaitu dengan penyelidikan terhadap performance produksi dari tiap-tiap sumurnya.

Untuk mencegah terproduksinya air akibat water coning,maka sumur harus diproduksi tidak melebihi kapasitas aliran kritis (rate maksimum) sumur tersebut.Kapasirtas maksimum disini adalah rate produksi terbesar dimana minyak dapat diproduksi tanpa air yang berasal dari coning (tidak sampai terjadi water coning).Untuk menentukan kapasitas maksimum ini dapat dipakai antara lain persamaan yang diberikan oleh Chierichi.

Anggapan-anggapan yang berlaku pada metode Chierichi adalah : - Batuan reservoir bersifat homogen (baik isotropik maupun unisotropik)

- Ukuran aquifer terbatas homogen sehingga tidak merupakan energi pendorong reservoir yang sangat kuat.

- Kontak antara fluida adalah horizontal dibawah kondisi statis - Fluida reservoir tidak bisa dimampatkan

Untuk kapasitas maksimum setiap sumur minyak,metode Chierichi memberikan persamaan sebagai berikut :

Qoc,w = 307.10-3 [ h2 o Bo kh ow ](rD,

,d) ...(3-54) Dimana :

Qoc,w = Kapasitas aliran kritis minyak tanpa terjadinya water coning,STB/day H = Ketebalan total pasir yang mengandung minyak,ft.

  ow = Perbedaan berat jenis air-minyak,gr/cc Kh = Permeabilitas horizontal,md

RDe = (re/h (kv/kh) ) Re = Jari-jari pengurasan,ft

Kh = Permeabilitas efektif arah vertikal,md

= Interval Perforasi,fraksi dari h

hwc = Jarak dari batas air-minyak (WOC) ke dasar interval perforasi,ft  = hcw/h

Bo = Faktor volume formasi minyak,bbl/STB o = Viscositas minyak di reservoir,cp Syarat tidak terjadinya water coning

Qo (rate produksi minyak)< Qoc,w

Besarnya aliran kritis untuk setiap sumur berbeda-beda,tergantung dari besarnya jarak perforasi ke batas minyak-air (WOC).Jadi besarnya kapasitas aliran kritis reservoir adalah jumlah Q kritis masing-masing sumur.Sedangkan besarnya rate optimum biasanya diambil yang terkecil di antara penentuan-penentuan rate produksi.

BAB IV PEMBAHASAN

Dalam merencanakan suatu metoda produksi yang akan diterapkan pada suatu lapangan minyak dan gas bumi haruslah ditunjang dengan pengetahuan yang memadai tentang karakteristik reservoir pada lapangan tersebut. Karakteristik reservoir disini menjadi sangat penting untuk diketahui sebagai bahan acuan atau landasan pemikiran dalam pemilihan metoda produksi yang akan digunakan sehingga diharapkan dapat memperoleh hasil yang optimal dalam pengelolaan atau pengusahaan lapangan migas.

Reservoir sendiri adalah bagian dari kerak bumi yang merupakan tempat terakumulasinya minyak dan gas bumi. Secara garis besar reservoir memiliki tiga kompenen utama yang saling berkaitan satu dengan yang lain. Komponen-komponen reservoir itu meliputi komponen wadah, komponen isi dan komponen kondisi.

Kompenen wadah disini adalah merupakan batuan reservoir itu sendiri. Batuan reservoir adalah batuan yang menjadi tempat terakumulasinya fluida reservoir. Pada umumnya batuan reservoir adalah batuan sedimen, namun demikian batuan beku dan batuan metamorf dapat juga menjadi batuan reservoir. Batuan reservoir haruslah memiliki kemampuan untuk menyimpan fluida dan juga mengalirkan fluida yang dikandungnya. Kemampuan batuan reservoir dalam

menyimpan fluida erat kaitannya dengan sifat porositas, sedangkan kemampuan mengalirkan fluida erat kaitannya dengan sifat permeabilitas. Reservoir yang baik adalah reservoir yang mempunyai porositas besar dan permeabilitas yang besar. Porositas yang besar menggambarkan kemampuan reservoir menyimpan fluida dalam jumlah yang besar, sedangkan tingkat permeabilitas yang besar menggambarkan kemampuan dari reservoir tersebut yang dapat mengalirkan fluida yang dikandungnya dengan baik. Disamping porositas dan permeabilitas juga terdapat sifat-sifat batuan reservoir yang lain seperti wettabilitas, tekanan kapiler, saturasi fluida dan kompresibilitas batuan yang juga parameter penting dalam pendiskripsian reservoir.

Komponen isi merupakan komponen yang mengisi pori batuan reservoir, yaitu fluida reservoir. Fluida yang mengisi pori-pori batuan ini dapat berupa hidrokarbon ( minyak dan gas ) dan dapat juga berupa air yang biasanya disebut dengan air formasi. Fluida hidrokarbon yang terdapat di dalam reservoir pada kondisi tekanan dan temperature tertentu merupakan campuran yang komplek dalam komposisi kimianya dan dapat berupa gas, cair maupun zat padat tergantung dari komposisi kimianya dan juga kondisi tekanan dan temperatur yang mempengaruhinya.

Pada umumnya dalam suatu reservoir terdapat lebih dari satu macam fasa fluida, dimana salah satu dari fasa fluida tersebut berperan sebagai fasa pendorong bagi fasa yang lain. Hal ini dapat kita lihat pada reservoir yang memiliki mekanisme pendorong water drive dimana air berperan sebagai fasa pendorong bagi minyak. Ditinjau dari sifat-sifat fisik dan kimianya, fluida reservoir mempunyai sifat-sifat yang berbeda satu denga yang lain. Perbedaan dari sifat-sifat fisik dan kimia dari fluida reservoir tersebut memberikan dampak yang berbeda-beda. Salah satu yang dapat diamati secara jelas adalah perbedaan densitas antara air, minyak dan gas. Perbedaan densitas dari air, minyak dan gas mengakibatkan terjadinya pemisahan ke tiga fasa tersebut ( air, minyak dan gas ) secara gravitasi, dimana air yang memiliki densitas paling besar menempati posisi paling bawah disusul minyak dan gas yang berada diatasnya yang memiliki densitas lebih kecil. Kondisi ini secara tidak

langsung mengakibatkan terbentuknya mekanisme pendorong yang disebut gravitational segregation drive reservoir.

Viscositas dari fluida reservoir merupakan salah satu pertimbangan dalam pemilihan metoda produksi yang akan diterapkan. Viscositas fluida yang tinggi akan mengakibatkan banyaknya jumlah pasir yang akan ikut terproduksi, sehingga dapat menimbulkan problem kepasiran. Tingkat salinitas yang tinggi dari air formasi juga perlu diperhatikan, dengan tingkat salinitas yang tinggi hal ini akan lebih mudah menyebabkan terjadinya korosi pada peralatan produksi yang digunakan, sehingga dapat memperpendek umur produktif dari alat-alat tersebut. Demikian pula halnya dengan perbandingan jumlah gas dan fluida ( GLR ) didalam reservoir, hal ini perlu diperhatikan karena semua metoda pengangkatan mengalami penurunan efisiensi dengan bertambahnya GLR.

Komponen kondisi di dalam reservoir minyak dan gas bumi dinyatkan dalam tekanan ( P ) dan temperatur ( T ). Besarnya nilai tekanan dan temperatur di dalam reservoir sangat dipengaruhi oleh faktor kedalaman dari reservoir dan juga letak dari lapisan serta kandungan fluidanya. Faktor tekanan adalah kunci dari pemecahan persoalan tentang pergerakan minyak dan gas bumi di dalam reservoir. Adanya gradien tekanan yang ditunjukkan dengan perbedaan tekanan antara suatu daerah dengan daerah lainya di dalam reservoir merupakan penyebab utama timbulnya aliran fluida, dimana fluida bergerak dari daerah dengan tekanan tinggi menuju daerah dengan tekanan yang lebih rendah, atau dengan kata lain dari formasi menuju lubang sumur. Data tekanan ini sangat diperlukan guna menentukan produktifitas formasi produktif serta dalam pemilihan metoda produksi yang akan digunakan , sehingga dapat diperoleh recovery hidrokarbon yang optimum tanpa mengakibatkan kerusakan formasi. Ketersediaan data tekanan dan temperatur yang memadai juga akan sangat membantu dalam memperkirakan ulah kerja dari reservoir. Selain itu juga akan memudahkan dalam mengevaluasi parameter-parameter fluida reservoir seperti faktor volume formasi, kelarutan gas dalam minyak, viscositas dan sebagainya.

Fluida reservoir terakumulasi di bawah permukaan bumi dalam suatu perangkap. Secara umum perangkap reservoir ini dibedakan menjadi perangkap struktur, perangkap stratigrafi dan perangkap kombinasi. Masing-masing jenis perangkap memiliki karakteristik yang berbeda tergantung dari proses geologi yang terjadi. Besar-kecilnya perangkap akan berkaitan secara langsung dengan kemampuan perangkap tersebut untuk menampung fluida, sehingga juga berkaitan dengan jumlah minyak dan gas bumi yang dapat ditampung di dalamnya. Banyaknya jumlah minyak dan gas yang dikandung akan menentukan nilai ekonomis suatu lapangan. Kemudian dapat ditentukan apakah lapangan tersebut menguntungkan untuk dikelola lebih lanjut atau tidak. Selain itu juga dapat dipilih metoda produksi yang sesuai untuk memproduksikan lapangan tersebut dan umur ekonomi dari lapangan tersebut.

Perkiraan perilaku reservoir adalah suatu usaha untuk mendiskripsikan dinamika yang terjadi di dalam reservoir dengan menggunakan beberapa parameter yang berkaitan langsug dengan ulah kerja reservoir. Parameter yang digunakan untuk memperkirakan perilaku reservoir adalah tekanan, laju produksi, WOR dan GOR. Laju produksi adalah merupakan besaran yang menunjukkan kemampuan suatu lapisan untuk memproduksikan fluida yang dikandungnya. Laju produksi ini menggambarkan produktivitas suatu formasi yang biasanya dinyatakan dalam productivity index yang besarnya dipengaruhi oleh sifat fisik batuan, sifat fisik fluida, pressure drowdown, ketebalan formasi dan radius pengurasan. Laju produksi merupakan salah satu parameter yang menjadi pertimbangan layak atau tidaknya suatu sumur untuk dikembangkan. Dengan mengetahui laju produksi dari suatu sumur dapat diperkirakan problem produksi yang mungkin terjadi serta cara mengatasinya, serta dapat pula dijadikan bahan pertimbangan untuk menentukan kebijakan produksi selanjutnya.

GOR ( Gas Oil Ratio ) dan WOR ( Water Oil Ratio ) adalah merupakan besaran yang menunjukkan perbandingan volume gas dan air terhadap volume minyak di dalam reservoir. GOR sangat dipengaruhi oleh faktor tekanan yang ada dalam reservoir. Apabila tekanan reservoir berada di atas titik gelembung ( Buble

Point ) gas akan sangat sulit untuk membebaskan diri dari minyak, sedangkan bila tekanan reservoir berada di bawah titik gelembung maka jumlah gas yang akan terbebas dari dalam minyak akan semakin bertambah. Hal ini terjadi seiring dengan turunnya tekanan reservoir akibat adanya proses produksi. Bertambah besarnya nilai GOR mengindikasikan bahwa tenaga alamiah reservoir untuk mengangkat fluida ( minyak ) ke permukaan semakin kecil, sehingga perlu di rencanakan suatu metoda pengangkatan buatan ( Artificial Lift ) untuk dapat memproduksikan minyak yang tersisa ke permukaan bila dinilai masih cukup ekonomis. Pada reservoir yang memiliki mekanisme pendorong water drive, diawal proses produksi air berfungsi sebagai fasa pendorong bagi minyak. Adanya proses produksi yang berlangsung terus-menerus mengakibatkan jumlah minyak yang terkandung di dalam reservoir semakin sedikit, air yang pada mulanya berfungsi sebagai fluida pendesak pada akhirnya juga ikut terproduksi ke permukaan. Semakin banyak jumlah air yang terproduksi ke permukaan menunjukkan tingkat ke ekonomisan sumur semakin menurun.

Naiknya fluida reservoir ( minyak dan gas ) ke permukaan dipengaruhi oleh mekanisme pendorong yang bekerja di reservoir tersebut. Setiap mekanisme pendorong memiliki karakteristik tertentu yang membedakan satu dengan yang lain. Dengan mengetahui mekanisme pendorong yang bekerja pada suatu reservoir dapat diramalkan perilaku reservoir dimasa yang akan datang sehingga dapat direncanakan suatu program produksi dengan lebih dini dengan memperhitungkan kemungkinan problem produksi yang mungkin terjadi sesuai dengan mekanisme pendorong yang bekerja.

Dalam proses pemilihan metoda produksi aspek karakteristik dan perilaku reservoir mutlak untuk diketahui guna mempermudah dalam proses pengambilan keputuasan. Pada awal proses produksi minyak biasanya digunakan metoda sembur alam. Metoda sembur alam adalah metoda produksi yang paling ekonomis bila dibandingkan dengan metoda-metoda yang lain ( artificial lift ). Metoda sembur alam merupakan metoda pengangkatan fluida reservoir yang menggunakan tenaga alamiah dari reservoir itu sendiri. Sumber tenaga ini dapat berasal dari tekanan

reservoir yang disebabkan oleh adanya pendesakan oleh air, gas terlarut dan tudung gas ( gas cap ). Seiring dengan berlangsungnya proses produksi maka produksi komulatif akan bertambah dan tekanan dari reservoir akan berkurang sehingga metoda sembur alam tidak ekonomis lagi untuk diterapkan.

Secara umum metoda produksi dapat dikelompokkan ke dalam dua jenis yaitu, metoda pengangkatan sembur alam ( Natural Flow ) dan metoda pengangkatan buatan ( Artificial Lift ). Beberapa metoda artificial lift yang banyak digunakan diantaranya adalah sucker rod, gas lift dan pompa reda ( ESP ). Hal penting yang perlu diperhatikan dalam penerapan metoda produksi adalah faktor kehilangan tekanan dalam pipa vertikal ( vertical lift performance ). Faktor parameter batuan reservoir dan fluida reservoir serta produktivitas formasi juga perlu diperhatikan, karena faktor-faktor ini berkaitan erat dengan besarnya kehilangan tekanan dalam pipa vertikal.

Dalam merencanakan suatu metoda produksi diperlukan data tentang perilaku reservoir. Hal ini penting guna melakukan peramalan terhadap laju produksi dari sumur dimasa yang akan datang, perkiraan recovery factor serta untuk menentukan kapan sumur tidak lagi berproduksi baik secara teknis maupun secara ekonomis

Pada metoda sembur alam tekanan reservoir akan terus menurun seiring dengan bertambahnya waktu produksi. Guna mengoptimalkan kinerja dari sumur sembur alam ini diperlukan perencanaan yang baik mengenai ukuran panjang tubing dan diameter tubing Hal ini perlu dilakukan guna meminimalkan kehilangan energi yang terjadi sepanjang aliran fluida dari formasi ke kepala sumur. Adapun kegunaan dari perhitungan kehilangan tekanan aliran dalam pipa vertikal adalah untuk menentukan tekanan discharge baik untuk sumur pompa sucker rod ataupun submersible pump dan juga untuk menentukan jumlah gas injeksi, sehingga dapat diperoleh kehilangan tekanan aliran yang minimum ataupun penempatan katub unloading dan operasi dalam sumur gas lift.

Pada penggunaan metoda artificial lift perlu juga dipertimbangkan kemungkinan problem produksi yang dapat terjadi berdasarkan data parameter reservoir yang ada. Pada problem korosi yang disebabkan oleh adanya gas yang

bersifat korosif yang pada umunya terjadi pada reservoir yang memiliki mekanisme pendorong gas cap drive, maka penggunaan metoda gas lift adalah yang lebih tepat. Hal ini dikarenakan gas injeksi yang diinjeksikan sudah direncanakan terlebih dahulu sehingga tidak bersifat korosif terhadap perlatan yang digunakan.

Problem scale yang biasanya terjadi pada batuan pasir yang memiliki mekanisme pendorong water drive dan juga biasanya juga terjadi pada reservoir minyak jenuh, maka pemakaian metoda produksi yang paling tepat adalah dengan menggunakan sucker rod. Untuk mengatasi problem kepasiran yang biasanya terjadi pada formasi yang tidak kompak atau unconsolidated, metoda produksi yang cocok untuk diterapkan adalah gas lift. Penggunaan pompa untuk problem kepasiran kurang cocok karena terproduksinya pasir akan mengikis peralatan pompa dan pasir yang terkumpul diperlatan akan menimbulkan masalah tersendiri bila tidak segera diatasi. Problem paraffin yang biasanya terjadi pada fluida reservoir yang mengandung minyak berat lebih cocok menggunakan metoda pompa submersible bila dibandingkan dengan penggunaan metoda sucker rod atau gas lift.

Dalam pemilihan metoda produksi artificial lift perlu juga dipertimbangkan beberapa faktor yaitu faktor GLR, PI, konsturksi dan kedalaman sumur. Untuk sumur yang mempunyai konstruksi vertikal dengan kedalaman 10.000-12.000 ft, lebih cocok untuk menggunakan metoda gas lift dan sucker rod. Sedangkan untuk kedalaman lebih besar dari 12.000 ft, metoda yang cocok digunakan adalah hydraulic pump ( tidak dibahas ). Sementara untuk kedalaman yang dangkal, yaitu kurang dari 8.000 ft, maka semua metoda artificial lift dapat digunakan.

Faktor Gas Liquid Ratio ( GLR ) juga merupakan faktor yang menjadikan pertimbangan dalam pemilihan jenis metoda produksi artificial lift. Hal ini dikarenakan semua metoda produksi artificial lift akan mengalami penurunan efisiensi pengangkatan fluida dengan bertambahnya nilai GLR. Sucker rod memiliki pengurangan efisiensi sekitar 40% bila nilai GLR lebih dari 200 SCF/bbl. Untuk nilai GLR antara 2.000-5.000 SCF/bbl akan lebih efisien bila menggunakan metoda produksi intermitten gas lift, hal ini dikarenakan gas keluar sejalan dengan sirkulasi gas ( injeksi gas ). Untuk nilai GLR diatas 2.000 SCF/bbl dapat ditangani oleh semua

metoda pengangkatan. Semakin tinggi nilai GLR maka kemungkinan timbulnya problem produksi bagi metoda-metoda pengangkatan buatan akan semakin besar.

Sifat fisik minyak seperti viscositas dan berat jenis minyak juga memegang andil dalam menentukan pemilihan metoda artificial lift yang akan digunakan. Minyak dengan harga viscositas yang tinggi lebih cocok untuk diproduksikan dengan menggunakan metoda pompa bila dibandingkan dengan menggunakan metoda gas lift. Hal ini dikarenakan minyak dengan nilai viscositas yang tinggi memerlukan jumlah gas yang banyak untuk dapat menurunkan nilai viscositasnya sehingga dapat dialirkan kepermukaan.

Berdasarkan berat jenisnya fluida reservoir ( minyak ) dibagi kedalam jenis minyak ringan, minyak menengah dan minyak berat. Minyak ringan adalah minyak yang mempunyai berat jenis 30 oAPI, minyak sedang 20 oAPI dan minyak ringan

Dokumen terkait