• Tidak ada hasil yang ditemukan

Konvensi Chicago Tahun 1944 tentang Penerbangan

BAB II : PENGATURAN KESELAMATAN PENERBANGAN SIPIL

C. Konvensi Chicago Tahun 1944 tentang Penerbangan

Penerbangan khususnya dan transportasi umumnya memang harus dikelola berlandaskan kebenaran-kebenaran dari bangsa yang beradab yang telah dituangkan dalam berbagai SARPs (Standart and Recommended Practicengas)27 keamanan dan keselamatan transportasi.

Untuk itu Konvensi Chicago Tahun 1944 yang mengatur tentang penerbangan sipil internasional tampak dengan jelas pada pembukaan Konvensi Chicago Tahun 1944.28

Konvensi Chicago 7 Desember 1944 mulai berlaku tanggal 7 April 1947. Uni Soviet baru menjadi Negara pihak pada tahun 1967. Konvensi ini membatalkan konvensi Paris 1919, demikian juga konvensi Inter Amerika Havana 1928. Seperti Konvensi Paris 1919, Konvensi Chicago mengakui validitas kesepakatan bilateral yang sesuai dengan ketentuan-ketentuan yang ada. Sekarang ini jumlah kesepakatan-kesepakatan tersebut sudah melebihi angka 2000.29

Konvesi Chicago 1944 adalah instrument hukum internasional khususnya hukum internasional Publik 30 . Konvensi Chicago 1944 termasuk sebagai instrument hukum internasional serta hubungan antar lembaga dan lembaga yang dibentuk oleh Konvensi Chicago 1944. Selain itu Konvensi Chicago merupakan       

27

Kebijalan ICAO yang dituangkan dalam 18 Annex dan berbagai dokumen turunannya yang selalu dan terus menerus diperbarui oleh ICAO

28

Convention on International Civil Aviation, signed at Chicago 7 December 1944

29

http://eezcyank.blogspot.com Diunduh Pada Tanggal 3 Februari 2014 

30

Mochtar Kusumaadmaja, Pengantar Hukum Internasional, Binacipta, Bandung 1996 hal 1

sumber hukum untuk Penerbangan Sipil internasional maupun penerbanagan Sipil Nasional.

Menjelang berakhirnya Perang Dunia Kedua (PD II), Presiden Amerika Serikat Roosevelt mengundang sekutu-sekutunya pada Perang Dunia Kedua untuk mengadakan konferensi Penerbangan Sipil Internasional di Chicago Pada tahun 1944. Hadir dalam konferensi tersebut lima puluh empat delegasi, kedua delegasi dalam kapasitasnya sebagai pribadi sedangkan lima puluh dua delegasi mewakili Negara masing-masing. Namun Saudi Arabia dan Uni Soviet tidak hadir dalam konferensi penerbangan Sipil Internasional tersebut.31

Spekulasi Uni Soviet tidak hadir dalam konferensi Penerbangan Sipil Internasional dengan alas an keamanan nasional (national security), sebab Uni Soviet tidak menghendaki adanya pesawat udara asing terbang diatas Uni Soviet tanpa melakukan pendaratan. Hal ini dibuktikan bahwa setiap perjanjian angkutan udara internasional timbal balik, posisi Uni Soviet selalu tidak menukarkan hak- hak penerbangan pertama (first freedom of the air) yang member hak pesawat udara terbang diatas Negara yang bersangkutan tanpa pendaratan (over flaying), pada umumnya sebelum mempertukarkan hak-hak penerbangan (traffic right), ketiga ( 3rdfreedom pf the air) dan hak-hak penerbangan (traffic right), keempat ( 4th freedom of the air), selalu didahului dengan pertukaran hak-hak penerbangan

       31

H.K.Martono dan Ahmad Sudiro, Hukum Udara Nasional dan Internasional public, Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2012 hal 55

kesatu ( 1st freedom of the air) dan kebebasan udara kedua ( 2nd freedom of the air).32

Spesikulasi pendapat yang menyatakan Uni Soviet lebih mengutamakan pertahanan keamanan tersebut mungkin ada benarnya karena perjanjian yang dibuat antara Indonesia dengan Unii Soviet walaupun ditandatangani pada tahun 1961 tetapi tidsk menukarkan kebebasan udara kesatu ( first freedom of the air) seperti layaknya perjanjian angkutan udara lainnya.33 (bab I perkmbgn perjanjian angkutan udara bilateral).

Konvensi internasional yang mengatur penerbangan sipil internasional dan telah mengikat 190 negara adalah Convention on International Civil Aviation atau sering dikenal dengan sebutan Konvensi Chicago 1944 (Chicago Convention).

Dalam Pasal 37 dengan jelas dikatakan, bahwa untuk meningkatkan keamanan dan keselamatan penerbangan Negara peserta konvensi Chicago 1944 harus berupaya mengelola penerbangan sipil (personil, pesawat, jalur penerbnagan dan lain-lain) dengan peraturan, standar, prosedur dan organisasi yang sesuai (uniform) dengan standart yang dibuat International Civil Aviation Organization (ICAO). Untuk itu ICAO selalu membuat dan memperbarui standar and

recommended practices (SARPs) yang dituangkan dalam Annexes 1-18 dengan

berbagai dokumen dan circular penjabarannya yang harus dipatuhi oleh Negara peserta Konvensi Chicago.34

       32

Ibid hal 56

33

K.Martono dan Usman Melayu, Perjanjian Angkutan Udara di Indonesia, Mandar Maju, Jakarta, 1996

34

Yaddy Supriadi, Keselamatan Penerbangan Teori & Problematika, Telaga Ilmu Indonesia, Tanggerang, 2012, hal.5

Konvensi Penerbangan Sipil Internasional sebagaimana diatur dalam Pasal 43 sampai pasal 63 Konvensi Chicago 1944. Organisasi yang terdiri dari sidang umum (general assembly), dewan harian (council), dan badab-badan lain yang dipandang perlu35 tersebut bertujuan untuk36:

Konvensi Chicago 1944 membahas 3 konsep yang saling berbeda yaitu; 1. Konsep internasionalisasi yang disarankan Australi dan Selandia Baru. 2. Konsep Amerika yang bebas untuk semua. Konsep persaingan bebas

atau free enterprise.

3. Konsep intermedier inggris yang menyangkut pengaturan dan pengawasan.

Setelah melalui perdebatan yang cukup panjang dan menarik akhirnya konsep inggris diterima oleh konferensi. Pada akhir konverensi sidang menerima 3 (tiga) instrumen yaitu;

- Konvensi mengenai penerbangan sipil internasional - Persetujuan mengenai transit jasa-jasa udara internasional - Persetujuan mengenai alat angkutan udara internasional.37

Tujuan konferensi Penerbangan Sipil Internasional tampak dengan jelas pada pembukaan konvensi Penerbangan Sipil Internasional yang ditandatangani di Chicago pada tahun 1944.38 Dimanfaatkan untuk meningkatkan persahabatan, memelihara perdamaian dan saling mengerti antar bangsa, saling mengunjungi masyarakat dunia dan dapat mencegah dua kali perang dunia yang sangat

       35

Pasal 43 Konvensi Chicago 1944

36

Pasal 44 Konvensi Chicago 1944

37

http://eezcyank.blogspot.com/Diunduh Pada Tanggal 3 Februari 2014 

38

mengerikan, dapat mencegah friksi dan dapat digunakan untuk kerjasama antar bangsa yang dapat memelihara perdamaian dunia.

Oleh karena itu, Negara-negara peserta konferensi sepakat mengatur prinsip- prinsip dasar Penerbangan Sipil Internasional, menumbuh kembangkan Penerbangan Sipil yang aman, lancer, teratur dan member kesempatan yang sama kepada Negara anggota untuk menyelenggarakan angkutan Udara Internasional dan mencegah adanya persaingan yang tidak sehat.

Pasal 1 konvensi Chicago mengakui bahwa setiap Negara berdaulat mempunyai kedaulatan yang utuh dan penuh atas ruang diatas wilayahnya.39 Kosekuensi prinsip kedaulatan di udara tersebut adalah tidak ada pesawat udara yang terbang di atau kea tau melalui ruang udara nasional Negara anggota tanpa memperoleh izin terlebih dahulu betapa tinggi atau rendahnya pesawat udara melakukan penerbangan

Berdasarkan prinsip kedaulatan diudara tersebut, pesawat udara asing bersama dengan awak pesawat udara, penumpangnya tetap harus mematuhi hukum dan regulasi nasional Negara tempat pesawat udara tersebut melakukan penerbangan. Konsekuensi kedaulatan diudara tersebut tampak dari ketentuan-ketentuan mengenai cabotace, pengawasan pesawat udara tanpa awak pesawat udara, kewenangan menetapkan daerah terlarang (prohibited area), penetapan Bandar udara (airport) yang boleh didarati oleh penerbangan internasional, izin masuk Negara anggota-anggota, pencarian dan pertolongan serta pendaratan dan tinggal

      

39

The contracting Parties recognize that every sovereign state has complete and exclusive sovereignty over the airspace above its teritory 

landas, bantuan dalam hal pesawat udara menghadapi bahaya, investigasi menghadapi bahaya, investigasi kecelakaan pesawat udara.40

Dalam Pasal 37 Konvensi Chicago dinyatakan bahwa;

Each contracting State Undertakes to collaborate in securing the hiedghest practicable degree of uniformity in regulation, standards, procedures, and Organization inrelation to aircraft, personnel, airways and auxiliary services in all matters in which such uniformity will facilitate and improve navigation.41

Apabila diartikan kedalam Bahasa Indonesia yaitu bahwa untuk meningkatkan keamanan dan keselamatan penerbangan Negara peserta Konvensi Chicago 1944 Apabila diartikan kedalam Bahasa Indonesia yaitu       

40

Ibid hal 17

41

Chapter VI International Standard and Recommended Practices Article 37:

To This end the International Civil Aviation Organization Shall adopt and amend from time to time, as may be necessary, international standards and recommended practices and procedure dealing with:

a. Communications systems and air navigation aids, including ground making; b. Characteristics of airports and landings area;

c. Rules of The air and air traffic control practices; d. Licensing of operating and mechanical personnel; e. Airworthinness of aircraft;

f. Registration and identification of of aircraft;

g. Collection and exchange of meteorological information; h. Log book;

i. Aeronautical Maps;

j. Customs and immigration procedures;

k. Aircraft in distress and investigation of accident;

bahwa untuk meningkatkan keamanan dan keselamatan penerbangan Negara peserta Konvensi Chicago 1944 harus berupaya mengelola penerbangan sipil (personil, pesawat, jalur penerbangan dan laim-lain) dengan peraturan standar, prosedur dan organisasi yang sesuai (uniform) dengan standar International Civil Aviation Organization (ICAO).

BAB III

PENGATURAN KESELAMATAN PENERBANGAN BERDASARKAN KETENTUAN HUKUM NASIONAL INDONESIA

D. Undang-undang Penerbangan Nasional Nomor 1 Tahun 2009 Tentang Penerbangan

Undang-Undang Nomor 15 Tahun 1992 tentang penerbangan sudah tidak sesuai lagi dengan kondisi perubahan lingkungan strategis, dan kebutuhan penyelenggaraan penerbangan saat ini hingga perlu diganti dengan Undang- Undang yang baru yaitu Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2009.42

Undang- undang Nomor 1 Tahun 2009 disusun dengan mengacu pada Konvensi Chicago 1944 dan memperhatikan kebutuhan pertumbuhan transportasi udara di Indonesia, karena itu undang-undang Nomor 1 Tahun 2009 mengatur kedaulatan atas wilayah udara Indonesia, pelanggaran wilayah kedaulatan, produksi pesawat udara, pendaftaran, dan kebangsaan pesawat udara, kelaikudaraan dan pengoperasian pesawat udara, keselamatan dan keamanan didalam pesawat udara, indepensi investigasi kecelakaan pesawat udara, pembentukan majelis profasi penerbangan, lembaga penyelenggara pelayanan umum, berbagai jenis angkutan udara baik niaga berjadwal, tidak berjadwal maupun bukan niaga dalam negeri maupun luar negeri dan pengaturan lainnya

      

42

yang mengatur ketentuan baru yang sebelumnya tidan diatur guna mendukung keselamatan transportasi udara nasional maupun internasional.43

Dalam rangka penyelenggaraan kedaulatan kedaulatan Negara atas wilayah udara Negara Kesatuan Republik Indonesia, pemerintah melaksanakan wewenang dan tanggung jawab pengaturan ruang udara untuk kepentingan penerbangan, perekonomian Nasional, pertahanan dan keamanan Negara, sosial budaya serta lingkungan udara.44

Sesuai dengan Pasal 3 Undang-undang Nomor 1 Tahun 2009 sebenarnya penerbangan diselenggarakan dengan tujuan;

a. Mewujudkan penyelenggaraan penerbangan yang tertib, teratur, selamat, aman, nyaman, dengan harga yang wajar, dan menghindari praktekpersaingan usaha yang tidak sehat;

b. Memperlancar arus perpindahan dan / atau barang melalui udara dengan mengutamakan dan melindungi angkutan udara dalam rangka memperlancar kegiatan perekonomian nasional;

c. Membina jiwa kedirgantaraan; d. Menjunjung kedaulatan negara;

e. Menciptakan daya saing dengan mengembangkan teknologi dan industri sengketa udara nasional;

f. Menjunjung, menggerakkan, dan mendorong pencapaian tujuan pembangunan nasional;

       43

H.K.Martono S.H, L.L.M, DKK, Hukum Udara Nasional dan Internasional Publik, Raja Grafindo Persada, Jakarta,2012.

44

g. Memperkukuh kesatuan dan persatuan bangsa dalam rangka perwujudan wawasan Nusantara;

h. Meningkatkan ketahanan nasional; dan i. Mempererat hubungan antar bangsa

Ketentuan lebih lanjut mengenai pelanggaran wilayahkedaulatan, penetapan kawasan udara terlarang, kawasanudara terbatas, pelaksanaan tindakan terhadap pesawat udaradan personel pesawat udara, serta tata cara dan prosedurpelaksanaan tindakan pemaksaan oleh pesawat udara Negara diatur dengan Peraturan Pemerintah.45

Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2009 tentang Penerbangan ini berlaku untuk;

a. Semua kegiatan penggunaan wilayah udara, navigasi penerbangan, pesawat udara, bandar udara, pangkalanudara, angkutan udara, keselamatan dan keamananpenerbangan, serta fasilitas penunjang dan fasilitas umum lain yang terkait, termasuk kelestarianlingkungan di wilayah Negara Kesatuan RepublikIndonesia;

b. Semua pesawat udara asing yang melakukan kegiatandari dan/atau ke wilayah Negara Kesatuan RepublikIndonesia; dan

c. Semua pesawat udara Indonesia yang berada di luarwilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia.46

      

45

Pasal 9 Undang-undang Nomor 1 tahun 2009

46

Dokumen terkait