• Tidak ada hasil yang ditemukan

KOORDINASI DAN SUPERVISI MINERBA KPK SEKTOR BATUBARA

1. Latar Belakang dan Cakupan Korsup Minerba KPK

Korsup Minerba merupakan bagian dari Gerakan Nasional Penyelamatan Sumber Daya Alam (GN-PSDA) yang dinisiasi KPK awal tahun 2014, diawali dengan kick-of meeting antara KPK dan jajaran Kementerian/Lembaga dan Penegak Hukum terkait yang dihadiri oleh kepala-kepala daerah di bulan Februari 2014. Pada awalnya, wilayah cakupan Korsup Minerba terbatas di 12 provinsi dengan izin pertambangan minerba terbanyak di Indonesia2. Namun, setelah diadakan pertemuan puncak pada akhir 2014, cakupan wilayah Korsup bertambah 19 provinsi lainnya, 3 sehingga total menjadi 31+1 Provinsi (ditambah Kalimantan Utara yang merupakan pemekaran dari Provinsi Kalimantan Timur). Total cakupannya mencapai 162 Kabupaten/Kota penghasil Minerba terlibat dalam Korsup ini. Terdapat lima (5) sasaran utama yang harus dilakukan pemerintah provinsi dan kabupaten/kota dalam Korsup Minerba, antara lain:

• Pelaksanaan Penataan IUP

• Pelaksanaan Kewajiban keuangan pelaku IUP

• Pelaksanaan pengawasn produksi dan penjualan minerba • Pelaksanaan kewajiban pengolahan dan pemurnian • Pelaksanaan kewajiban pengelolaan lingkungan

Pelaksanaan Korsup Minerba ini meliputi studi awal sebagai baseline, rapat koordinasi, penyusunan rencana aksi bersama instansi terkait, serta melakukan monitoring, koordinasi, dan supervisi capaian rencana aksi yang telah disusun oleh berbagai instansi terkait. Hingga sekarang, Korsup Minerba masih berlangsung, dan sejak Februari 2016 bertansformasi menjadi bagian dari Korsup Energi dengan perluasan cakupan sektor yang meliputi Migas, Kelistrikan, serta Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi (EBTKE). Gambar 4 adalah lini masa dari perjalanan Korsup Minerba hingga Korsup Energi KPK.

2 12 Provinsi: Kepulauan Riau, Jambi, Sumatera Selatan, Kepulauan Bangka Belitung, Kalimantan Barat, Kalimantan Timur, Kalimantan Selatan, Kalimantan Tengah, Sulawesi Selatan, Sulawesi Tengah, Sulawesi Tenggara, dan Maluku Utara

3 19 Provinsi: Banten, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Daerah Istimewa Yogyakarta, Nusa Tenggara Timur, Nusa Tenggara Barat, Maluku, Nanggroe Aceh Darussalam, Sumatera Utara, Sumatera Barat, Riau, Bengkulu, Lampung, Sulawesi Barat, Gorontalo, Sulawesi Utara, Papua dan Papua Barat

Gambar 4.

Perjalanan Proses Korsup Minerba 2014-sekarang

Sumber: Korsup Minerba KPK

2. Temuan, Tindak Lanjut dan Capaian Korsup

Pola umum permasalahan perizinan pertambangan batubara secara umum meliputi aspek administratif seperti kelengkapan syarat izin, alamat perusahaan yang tidak jelas, tumpang tindih perizinan, problem tata ruang dan kewilayahan, kewajiban inansial, serta ketidakpatuhan ketentuan reklamasi dan pasca-tambang. Persoalan administrasi dan kewilayahan sebagian besar disebabkan oleh kelemahan dan ketidaksinkronan database antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah. Di bawah ini adalah tabel perizinan batubara saat pertama kali Korsup Minerba dilakukan pada 2014 dan tiga tahun setelahnya. Secara umum, dapat terlihat kinerja Korsup Minerba, yakni terjadinya penurunan jumlah IUP Batubara pasca-adanya Korsup Minerba.

Tabel 1.

Rekapitulasi IUP Batubara CnC dan Non-CnC Se- Indonesia, 2014 & 2017

 

Status

IUP Batubara (Desember 2014) IUP Batubara (April 2017)

Eksplorasi Operasi Produksi

(OP) Eksplorasi Operasi Produksi (OP) CNC 1.391 1.028 899 1.300 Non-CNC 991 382 535 236 Sub Total 2.382 1.410 1.434 1.536 TOTAL 3.792 2.970

Sumber: Ditjen Minerba, 2014 & 2017

Jan-Feb 2014 Kick of meeting Korsup Minerba di KPK Agu-Des 2015 Pelaksanaan Monev Korsup di 19 Provinsi Feb-Jul 2014 Kick of Korsup Minerba di 12 Provinsi 31 Okt 2015 Keputusan dan Rekomendasi Final Tindak Lanjut Korsup Minerba di 32 Provinsi Agu-Nov 2014 Monev Korsup Minerba di 12 Provinsi Feb 2016-sekarang Korsup Energi: Minerba, Migas, Kelistrikan dan EBTKE Jan-Jul 2015 Kick of Pelaksanaan Korsup Minerba di 19 Provinsi

3. Aspek Administrasi dan Kewilayahan

a. Tumpang Tindih Antar Konsesi/Izin

Basis data yang lemah menyebabkan banyak terjadinya tumpang tindih antar izin/konsesi serta lambatnya tindak lanjut dari pengakhiran dan pencabutan izin-izin yang telah berakhir atau habis masa berlakunya. Hal tersebut juga dikarenakan lemahnya koordinasi antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah, sehingga IUP yang dikeluarkan oleh Pemda ternyata masih masuk dalam wilayah izin yang dikelola oleh pusat seperti KK/ PKP2B. Berikut adalah dua contoh model kasus yang saling tumpang tindih antar izin:

Tumpang Tindih IUP dengan PKP2B

Berdasarkan temuan Korsup KPK tahun 2014, tumpang tindih IUP dengan PKP2B jumlahnya mencapai 50-an izin, sebagian besar berada di wilayah Kalimantan dan sebagian kecil di Sumatera Selatan. Hal itu terutama terjadi pada saat terjadi konversi dari KK menjadi IUP, dimana wilayah/area IUP yang diterbitkan oleh Pemda tersebut ternyata masih menjadi area PKP2B.

Tabel 2.

Tumpang Tindih IUP dengan PKP2B (2014)

NO PKP2B Lokasi Penerbit IUP

(Prov/Kab/Kota)

Jumlah IUP

1 Tanjung Alam Jaya Banjar Banjar (1 IUP) 1

2 Ekasatya Yanatama Tanah Bumbu Kotabaru (2 IUP) 2

3 Kadya Caraka Mulia Banjar Banjar (1 IUP) 1

4 Trubando Coal Mining Kutai Barat Barito Utara (1 IUP) 1 5 Borneo Indobara Tanah Bumbu SK Menteri (1

kk:Pelsart)

1 6 Bharinto Ekatama Barito Utara & Kutai Barat Kutai barat (1 IUP) 1 7 Asmin Bara Bronang Kapuas dan Murungraya Kapuas (7 IUP) 7 8 Antang Gunung

Meratus

Hulu sungai selatan, Hulu sungai tengah, Banjar, Taipin

Hulu Sungai (1 IUP) 1

9 Suprabari Mapindo Mineral

Barito Utara Barito Utara (1 IUP) 1 10 Interex Sacra Raya Pasir dan Tabalong Tabalong (1 IUP) 1 11 Bangun Banua Persada

Kalimantan

Banjar dan Tapin Tapin (1 IUP) 1

12 Intitirta Primasakti Sarolangun, Batanghari, Musi Banyuasin

Batanghari (4 IUP) Sarolangun (6 IUP)

10 13 Firman Ketaun Perkasa Kutai barat Kutai Barat (2 IUP) 2

14 Nusantara Termal Coal Bungo Bungo (1 IUP) 1 15 Singlurus Pratama Kutai Kartanegara; Kota

Balikpapan; Penajam Paser Utara

Penajam Paser Utara (1 IUP)

1

16 Arutmin Indonesia Tanah Bumbu; Tanah Laut; Kotabaru

Tanah Bumbu (8 IUP) Kotabaru (3 IUP)

11 17 Multi Tambangjaya

Utama

Barito Selatan; Bario Utara; Barito Timur

Barito Timur (3 IUP) 3 18 Perkasa Inakakerta Kutai Timur Kutai Timur (2 IUP) 2

19 Juloi Coal Murungraya Murungraya (1 IUP) 1

20 Kalimantan Energi Lestari Kotabaru SK Menteri (1KK: Pelsart) 1 Jumlah 50

Sumber: Bahan Paparan Dirjen Minerba, Jakarta, 27 Agustus 2014

Tumpang Tindih Antar IUP

Antar IUP juga mengalami tumpang tindih. Hal ini sebagian besar disebabkan oleh permasalahan batas wilayah, dimana belum adanya penetapan batas wilayah dari suatu kabupaten/kota maupun provinsi. Kasus Kalimantan Timur dan Kalimantan Utara di bawah ini menggambarkan kondisi tersebut (Ditjen Minerba, 2016).

Kalimantan Timur

Terdapat permasalahan batas wilayah antara IUP batubara di Kabupaten Kutai Kartanegara dengan IUP batubara di Kabupaten Kutai Timur. Sejumlah upaya untuk menengahi persoalan tersebut telah dilakukan sebelumnya, yaitu dengan adanya kesepakatan Tim Penegasan Batas Daerah Kabupaten Kutai Kartanegara dan Tim Penegasan Batas Daerah Kabupaten Kutai Timur yang mana kesepakatan tersebut dituangkan dalam Berita Acara Kesepakatan Batas tanggal 3 Desember 2010, dan Surat Penegasan Batas Gubernur Kalimantan Timur No. 136/9187/BPPWK-C/X/2012 tanggal 31 Oktober 2012 (Dirjen Minerba). Sebagai upaya tindak lanjut penyelesaiaanya, Kementerian ESDM membentuk Tim Kordinasi yang terdiri dari Ditjen Minerba, Jamdatun Kejaksaan Agung, Jamintel Kejaksaan Agung, Bareskrim POLRI dan BPKP. Tim ini merekomendasikan: “Dalam hal belum ditetapkannya batas administratif Kab. Kutai Kartanegara dan Kab. Kutai Timur, permohonan CnC PT. XXX dapat diproses mengacu pada batas indikatif wilayah yang dikeluarkan oleh Badan Informasi dan Geospasial (BIG)”

Kalimantan Utara

Tumpang tindih IUP terjadi akibat belum adanya penetapan batas wilayah administratif deinitif antara Kabupaten Tana Tidung dengan Kabupaten Nunukan. Penyelesaiannya mengikuti penyelesaian kasus tumpang tindih batas administrasi IUP di Provinsi Kalimantan Timur sesuai kesepakatan Tim Koordinasi Penyelesaian permasalahan IUP yang dibentuk

oleh Kementerian ESDM. Selanjutnya Gubernur Kalimantan Utara (Kaltara) melalui surat tanggal 3 Mei 2016 kepada Menteri ESDM, meminta penerbitan Sertiikat CnC PT. XXX sepanjang tidak bertentangan dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Surat Dirjen Minerba ke Gubernur Kalimantan Utara pada bulan Juni 2016 menyampaikan bahwa Penetapan CnC PT. XXX akan dilakukan setelah Gubernur Kaltara memproses penciutan wilayah yang tumpang tindih; menerbitkan SK penciutan; dan menyampaikan hasil penyelesaian tumpang tindih WIUP. Namun, berdasarkan laporan Kementerian ESDM ke KPK per 15 September 2016, SK penyelesaian tumpang tindih belum juga diterbitkan oleh Gubenur Kaltara.

b. Masa Berlaku IUP Berakhir

Korsup Minerba juga telah merekomendasikan untuk mendapatkan data perizinan yang lengkap, termasuk mengenai periode perizinan yang telah berakhir masa berlakunya. Dari total 8.524 IUP di sektor Minerba yang tersisa di awal April 2017, terdapat 2.996 IUP Batubara. Dari jumlah itu, 1.561 IUP diantaranya telah habis masa berlakunya, sedangkan sisanya 1.405 IUP masih aktif. Dari SK yang aktif, 217 IUP diantaranya berstatus Non-CnC dan 1.188 diantaranya berstatus CnC. Sedangkan dari IUP yang SK nya habis, 1.007 IUP diantaranya CnC dan 554 diantaranya Non-CnC. Gambar 5 mengilustrasikan IUP batubara dan status berakhirnya SK Izin per April 2017.

Gambar 5.

IUP Batubara dan Status Berakhirnya SK Izin

Sumber: Ditjen Minerba Kementerian ESDM, April 2017

c. Konsesi/ Izin di Kawasan Hutan Konservasi dan Hutan Lindung

Salah satu temuan penting dari Korsup Minerba adalah banyaknya izin pertambangan batubara yang berada di kawasan hutan yang tidak boleh dilakukan kegiatan pertambangan (no go zone), yakni hutan konservasi dan hutan lindung (secara penambangan terbuka). Hal ini terungkap dalam rapat koordinasi bersama Ditjen Minerba, Kementerian ESDM dan Ditjen Planologi, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) pada awal tahun 2014. 2.966 IUP Batubara SK Aktif 1.405 IUP SK Habis 1.561 IUP 554 IUP Non-CnC 217 IUP Non-CnC 1.007 IUP C&C 1188 IUP CnC

Berdasarkan ketentuan UU Nomor 41/1999 tentang Kehutanan, aktivitas pertambangan di kawasan hutan tidak boleh dilakukan di kawasan hutan konservasi dan hutan lindung. Penggunaan kawasan hutan untuk kegiatan pertambangan sesuai dengan ketentuan Pasal 38 UU Kehutanan, dapat dilakukan dengan ketentuan: (1) Jika dalam kawasan hutan produksi, dapat dilakukan dengan pola pertambangan terbuka (open pit); dan atau dengan pola penambangan bawah tanah (underground); sedangkan (2) Jika dalam kawasan hutan lindung, hanya dapat dilakukan penambangan dengan pola underground, dengan ketentuan dilarang mengakibatkan turunnya permukaan tanah, berubahnya fungsi pokok kawasan hutan secara permanen, dan terjadinya kerusakan akuifer air tanah (lapisan bawah tanah yang mengandung air dan dapat mengalirkan air). Tabel 3 menggambarkan kerangka ‘Go’ dan ‘No Go Zone’ bagi kegiatan industri ekstraktif di kawasan hutan.

Pada era pemerintahan Presiden Megawati, dikeluarkan Keputusan Presiden No. 41 Tahun 2004 tentang Perizinan atau Perjanjian di Bidang Pertambangan yang Berada di Kawasan Hutan yang memberikan penetapan kepada 13 izin atau perjanjian di bidang pertambangan yang telah ada sebelum berlakunya UU Nomor 41/1999. Dari ke-13 izin tambang itu, hanya satu yang komoditasnya batubara yaitu milik PT Interex Sacra Raya.

Tabel 3.

Kerangka ‘Go’ dan ‘No Go Zone’ Kawasan Hutan bagi Kegiatan Industri Ekstraktif

(Berdasarkan Ketentuan UU Nomor 41/1999 tentang Kehutanan)

Jenis Hutan Konsesi Tambang Konsesi

Kelapa Sawit Konsesi Kawasan Kehutanan Konsensi Penebangan Hutan Hutan Konservasi No Go No Go No Go No Go Hutan Lindung No Go (diizinkan apabila

melakukan penambangan bawah tanah)

No Go No Go No Go

Hutan Produksi

Go (dengan persetujuan Kementerian KLHK berupa Izin Pinjam Pakai Kawasan Hutan)

No Go No Go Go

Sumber: Radjawali, 2014,

Konsesi Minerba di Hutan Konservasi dan Hutan Lindung

Hasil temuan Korsup tahun 2014 mencatat, jumlah seluruh izin tambang baik mineral maupun batubara yang berada di kawasan hutan hampir mencapai sekitar 26 juta hektar, dimana 6,3 juta hektar di antaranya berada di kawasan hutan konservasi dan hutan lindung. Tabel 3 menguraikan konsesi pertambangan mineral dan batubara di kawasan hutan dan area penggunaan lain (APL).

Tabel 4.

Izin/Konsesi Pertambangan Minerba di Kawasan Hutan & Area Penggunaan Lain

Kategori Konsesi Hutan Konservasi (A) Hutan Lindung (B) Hutan Produksi (C) Kawasan Hutan (D=A+B+C) Area Peng-gunaan Lain (E) Grand Total (D+E)           IUP 1,160,181 3,922,584 17,909,481 22,992,246 11,735,091 34,727,338 Operasi Produksi 18,819 173,196 2,022,352 2,214,367 2,232,884 4,447,250 C&C 10,852 75,068 1,612,090 1,698,010 1,730,613 3,428,623 Non-C&C 7,967 98,128 410,262 516,357 502,271 1,018,627 Survei/ Explorasi 1,141,363 3,749,388 15,887,130 20,777,880 9,498,814 30,276,694 C&C 119,499 1,380,574 8,057,850 9,557,924 5,125,754 14,683,678 Non-C&C 1,021,863 2,368,814 7,829,279 11,219,956 4,373,060 15,593,016         KK 110,219 890,541 837,558 1,838,318 372,380 2,210,698 Operasi Produksi 10,166 236,046 285,484 531,696 151,654 683,350 Survei/ Explorasi 100,053 654,496 552,075 1,306,624 220,725 1,527,348         PKP2B 101,998 123,752 927,171 1,152,921 803,274 1,956,194 Operasi Produksi 10,074 16,695 539,780 566,549 698,355 1,264,904 Survei/ Explorasi 91,924 107,056 387,390 586,370 104,919 691,290 Grand Total 1,372,398 4,936,878 19,674,211 25,983,486 12,910,744 38,894,231

Sumber: Ditjen Planologi, KLHK, Diolah (2014)

Konsesi/Izin Batubara di Hutan Konservasi dan Hutan Lindung

Sedangkan konsesi batubara jenis PKP2B mencapai 1,2 juta hektar, dimana 102 ribu hektarnya di hutan konservasi, dan 123,8 ribu hektar di hutan lindung. Sedangkan konsesi jenis IUP, terdapat 194,8 ribu hektar di kawasan hutan konservasi dan 519,8 ribu hektar di kawasa hutan lindung. Dengan demikian, konsesi/izin batubara di kawasan hutan konservasi dan hutan lindung total hampir mencapai 940,4 ribu hektar atau 15 % dari seluruh luasan konsesi minerba di kawasan hutan konservasi dan hutan lindung. Gambar 6 merupakan komposisi luasan masing-masing konsesi IUP dan PKP2B di hutan konservasi dan hutan lindung.

Gambar 6.

Luas Konsesi Batubara di Hutan Konservasi dan Hutan Lindung Tahun 2014 (dalam Ha)

Sumber: Ditjen Planologi, KLHK, Diolah (2014)

Berdasarkan proses diskusi dan pembahasan-pembahasan yang diikuti oleh PWYP Indonesia dalam Korsup Minerba, dapat dianalisa bahwa keberadaan konsesi/izin batubara di Hutan Konservasi dan Hutan Lindung tersebut antara lain disebabkan oleh:

a. Lemahnya database pertambangan, terutama yang berkaitan dengan informasi peta wilayah dan titik koordinat. Di mana, peta wilayah hutan konservasi dan hutan lindung yang bisa jadi tidak dimiliki oleh Pemda/Kementerian terkait, dimiliki namun tidak update, atau data tersebut tidak sinkron dengan data yang ada di Kementerian ESDM dan KLHK,

b. Izin yang seharusnya telah berakhir namun belum dicabut, atau sudah dicabut namun databasenya tidak sama antara Pemda dan Kementerian di tingkat pusat seperti ESDM dan KLHK,

c. Pada saat mengajukan izin, para pemegang konsesi tidak mengurus Izin Pinjam Pakai Kawasan Hutan (IPPKH) ke KLHK, atau IPPKH belum disetujui/belum keluar namun WIUP dan IUP telah dikeluarkan oleh Pemda/Kementerian Teknis terkait.

d. Adanya potensi modus korupsi, misalnya berupa suap atau kick back dalam proses alih fungsi lahan atau perolehan izin, sehingga meski di wilayah hutan konservasi, izin tetap saja dikeluarkan.

60.000,00 50.000,00 40.000,00 30.000,00 20.000,00 10.000,00 -IUP PKP2B Hutan Lindung 5.198.825,14 123.751,78 Hutan Konservasi 194.795,38 101.998

Secara kewilayahan, sebaran konsesi batubara yang berada di kawasan hutan konservasi dan hutan lindung di seluruh Indonesia sebagian besar berada di wilayah Papua, Kalimantan Timur, Papua Barat, Kalimantan dan Aceh. Gambar 7 dan 8 merupakan komposisi sebaran wilayah konsesi batubara di hutan konservasi dan hutan lindung tersebut pada awal pelaksanaan korsup di tahun 2014.

Gambar 7.

Sebaran Konsesi/Izin Batubara (IUP & PKP2B) di Hutan Konservasi (2014)

Sumber: Korsup Minerba, diolah dari Surat Edaran KLHK kepada Pemda, 2014 Gambar 8.

Sebaran Konsesi/Izin Batubara (IUP & PKP2B) di Hutan Lindung (2014)

Sumber: Korsup Minerba, diolah dari Surat Edaran KLHK kepada Pemda, 2014 33% 60% Papua Kalimantan Timur Kalimantan Selatan Sumatera Selatan Bengkulu Papua Barat Lainnya 2014 Papua Papua Barat Kalimantan Tengah Kalimantan Timur Kalimantan Selatan Aceh Lainnya 14% 14% 18% 37% 2014

d. IUP Non-Clean and Clear

Penertiban IUP dalam Korsup Minerba sejak awal telah seiring dan sejalan dengan proses Clean and Clear yang tengah berlangsung. Sebagai tindak lanjut dalam mempercepat penertiban IUP dan khususnya melalui mekanisme CnC, pada awal tahun 2016 Menteri ESDM menerbitkan Permen Nomor 43 Tahun 2015 tentang Tata Cara Evaluasi dan Penertiban IUP Sektor Minerba oleh Pemerintah Daerah. Permen ini mencakup evaluasi dalam aspek administrasi, kewilayahan, teknik, lingkungan dan aspek inansial. Di bawah ini adalah alur mekanisme Permen No 43/2015 sejak disahkan hingga masa berlakunya berakhir di Januari 2017.

Gambar 9.

Alur Perkembangan Permen 43/2015

Sumber: Ditjen Minerba, 2017

Terdapat sejumlah isu yang menjadi perhatian khusus atas pelaksanaan Permen ESDM 43/2015, diantaranya:

1. Rekomendasi yang disampaikan oleh Gubernur tidak memenuhi ketentuan Permen 43 Tahun 2015

2. Rekomendasi yang masih belum lengkap/salah

3. Sebagian besar surat rekomendasi C&C diterbitkan oleh Kepala Dinas bukan Gubernur (kecuali Kalbar, Sulteng, dan Jambi)

30 Des 2015 5 Jan 2016 12 Mei 2016 ... Mei 2016 2 Okt 2016 2 Jan 2017 Surat Edaran Dirjen

Minerba No. 01.E/30/ DJB/2016 Perihal Pelaksanaan Evaluasi Penerbitan IUP Mineral

dan Batubara

Ditjen Minerba akan mengumumkan IUP Non CNC bagi IUP yang tidak direkomendasikan oleh Gubernur pada

tanggal ...Mei 2016 Permen ESDM Nomor

43 Tahun 2015 tentang Tata Cara Evaluasi Dokumen Izin Usaha Pertambangan Mineral

dan Batubara

Batas waktu penyerahan rekomendasi IUP

Clear and Clean dari Gubernur kepada Direktur Jenderal adalah 90 hari kerja sejak terbitnya Permen ESDM 43/2015 (paling lambat tanggal 12 Mei 2016) apabila telah dilakukan serah

terima dokumen IUP dari Bupati kepada gubernur sebelum penandatanganan Permen

ESDM 43 Tahun 2015

Hasil Evaluasi Gubernur yang sudah disampaikan kepada pusat meliputi:

1. Rekomendasi IUP status C&C (sudah dievaluasi administrasi dan kewilayahan)

2. Rekomendasi sertiikat C&C (sudah dievaluasi administrasi, kewilayahan, teknis dan lingkungan serta sudah lunas PNBP)

3. Laporan Pemberian Sanksi Administrasi bagi perusahaan yang tidak melaksanakan kewajiban inansial, teknis dan lingkungan 4. Laporan pencabutan IUP

Terhadap IUP yang direkomendasikan CNC oleh Gubernur, tapi masih memiliki permasalahan tumpang tindih (aspek kewilayahan) tidak akan diumumkan CNC dan penyelesaiannya akan dilakukan oleh Ditjen Minerba bersama-sama dengan Tim Penyelesaian IUP Non CNC Tim Penyelesaian IUP Non CNC merupakan Tim lintas kementerian yang beranggotakan stakeholder termasuk KPK, yang bertugas melakukan penyelesaian IUP Non CNC bersama dengan pemerintah provinsi

Batas waktu penyerahan rekomendasi IUP

Clear and Clean dari Gubernur setelah Permen ESDM 43 Tahun 2015 diundangkan adalah 90 hari sejak dilakukan serah terima dokumen IUP dari bupati kepada gubernur paling lambat 2 Oktober 2016 s/d 2 Januarai 2017 (sesuai Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014)

4. Beberapa provinsi ada yang belum menyerahkan kembali hasil evaluasi terhadap IUP sesuai batas waktu Pasal 25 Permen ESDM 43 Tahun 2015 (12 Mei 2016) seperti Provinsi Kalimantan Tengah, Sumatera Selatan, Sulawesi Barat, Jawa Tengah.

5. Banyak Bupati/Walikota yang belum menyerahkan dokumen perizinan ke provinsi Untuk melihat tren dari capaian penertiban izin batubara yang dilakukan oleh Korsup dapat dilihat pada gambar berikut. Secara umum

Gambar 10.

Perkembangan Jumlah IUP Batubara Non-CnC

Sumber: PWYP Indonesia, 2017 (Diolah dari Paparan Korsup Minerba KPK)

Masalah dalam Pengajuan Rekomendasi CnC

Beberapa permasalahan yang menjadi kendala dalam proses evaluasi CnC, terutama berkaitan dengan rekomendasi status CnC yang diajukan oleh Pemda serta gambaran tindak lanjut yang diambil oleh Ditjen Minerba dipaparkan pada pada Tabel 5 di bawah ini.

2014 2015 2016 2017 1600 1400 1200 1050 800 600 400 200 0

C&C Non C&C C&C Non C&C

Tabel 5.

Masalah dan Tindak Lanjut dalam Evaluasi CnC sektor Batubara

No Masalah Tindak Lanjut Minerba

1. Sesuai evaluasi yang dilakukan oleh Dirjen Minerba, surat penyataan dan/ atau rekomendasi IUP CnC yang disampaikan Pemprov tidak memenuhi ketentuan Permen 43/2015

• Ditjen Mineral dan Batubara tetap melakukan evaluasi aspek kewilayahan dan administrasi.

• Ditjen Minerba telah menyurati ke Pemprov untuk perbaikan

2. Rekomendasi yang masih belum lengkap/salah dan/atau rekomendasi ulang yang melewati batas 12 Mei 2016

Batas waktu sesuaikan dengan UU 23 tahun 2014 yaitu Oktober 2016

3. Ada beberapa Gubernur yang sampai dengan saat ini belum menyelesaikan permasalahan tumpang tindih IUP batas administrasi dimana batas administrasi masih indikatif.

Ditjen Minerba sudah menyampaikan surat kepada Gubernur bahwa proses CnC dapat diproses setelah Gubernur menyelesaikan tumpang tindih dan menerbitkan SK penciutan

Sumber: Dirjen Minerba dalam Rapat Korsup Minerba (2016)

Tabel 6 menyajikan rekapitulasi secara detail kategori masalah dari rekomendasi CnC yang disampaikan Pemerintah Daerah (Status Per 15 September 2016), terutama dalam aspek administrasi dan kewilayahan yang mengacu pada pelaksanaan Permen 43/2015.

Tabel 6.

Penertiban IUP Batubara: Kategori Masalah Administrasi dan Kewilayahan dalam Rekomendasi CnC Yang Diajukan oleh Pemda

No KATEGORI ASPEK PERMASALAHAN JUMLAH IUP

A KATEGORI ASPEK ADMINISTRASI

1 Sesuai Ketentuan Peraturan 97

2

Pengajuan permohonan perpanjangan/peningkatan KP atau IUP setelah masa berlaku KP atau IUP berakhir

18 3 IUP terbit sebelum WP dan/atau dispensasi /IUP terbit setelah UU

No. 4/2009

8

4 Melebihi batas waktu 10

5 Format tidak sesuai SE Dirjen 01.e/30/DJB/2016 0

6 Rekomendasi tidak lengkap 50

7 IUP baru, tidak perlu CnC

9 Sudah CnC 34 10 Kronologis SK tidak lengkap

11 KP eksploitasi/IUP OP bukan peningkatan dari KP/IUP eksplorasi 5*)

12 Tidak ada SK 68

13 Tidak ada pencadangan wilayah 101**)

14 SK habis masa berlaku 93

TOTAL 485

*Proses CnC tetap dilakukan apabila IUP memiliki persetujuan FS dan Lingkungan ** Proses CnC tetap dilakukan apabila IUP tidak memiliki pencadangan wilayah selama WIUP tidak tumpang tindih

B KATEGORI ASPEK KEWILAYAHAN

1 Sesuai Ketentuan 79

2 Masuk WPN 1

3 Belum Cek Wilayah 93

4 Perluasan/Pergeseran 2

5 Sudah CnC 34

6 SK habis masa berlaku 34

7 Tumpang tindih sama komoditas 26

8 Blok tidak tegak lurus 0

9 Tidak perlu CnC 0

10 Koordinat salah 2

11 Pencadangan pada KK/PKP2B/IUP/KP 0

12 IUP dicabut 0

TOTAL 271

e. Tindak Lanjut dan Capaian Penataan

Sebagai tindak lanjut dari hasil temuan Korsup mengenai persoalan izin/konsesi batubara, KPK bersama Kementerian/Lembaga dan Pemda melakukan koordinasi untuk menyusun rencana aksi yang disertai dengan pembagian peran dan kesepakatan kerangka. KPK berperan dalam melakukan supervisi atas pelaksanaan rencana aksi tersebut, serta memantau sampai sejauh mana capaian-capaiannya. Klasiikasi pola umum temuan dan rencana aksi yang disepakati dalam Korsup digambarkan pada Tabel 7.

Tabel 7.

Pola Umum Temuan dan Tindak Lanjut/Rencana Aksi

No Pola Umum Temuan Tindak Lanjut/Rencana Aksi

1. Terdapat IUP status CnC di Kementerian ESDM namun tidak tercatat di Pemda (Kabupaten dan Provinsi)

Bupati/Walikota diminta untuk menyampaikan Surat Keterangan ke Dirjen

Minerba-Kementerian ESDM, ditembuskan ke KPK 2. Terdapat IUP yang diterbitkan

Pemda tidak tercatat di Kementerian ESDM, namun direkomendasikan untuk CnC ke Provinsi

Pemerintah Provinsi dan Dirjen Minerba diminta untuk memastikan keabsahan dokumen dari kemungkinan adanya IUP yang di back date, agar ditelusuri dan dilakukan langkah-langkah hukum

3. Terdapat IUP yang sudah berakhir masa berlakunya, namun belum dicabut/diakhiri.

Gubernur/Bupati/Walikota diminta untuk segera menagih semua kewajibannya dan segera dibuatkan Surat Keputusan (SK) Pengakhiran/

Dokumen terkait