• Tidak ada hasil yang ditemukan

Korelasi Antara Kekuatan Impak, Kekuatan Transversal dan Modulus Elastisitas Basis Gigi Tiruan Resin Akrilik Polimerisasi Panas yang

ditambah E-glass fiber 1% dan 1,5%

Hasil pengukuran kekuatan impak, kekuatan transversal dan modulus elastisitas dari 9 kelompok sampel dianalisis secara statistik menggunakan uji Korelasi Pearson untuk melihat korelasi antara kekuatan impak, kekuatan transversal dan modulus elastisitas pada basis gigi tiruan resin akrilik polimerisasi panas yang ditambah E-glass fiber 1% dan 1,5%. Berdasarkan hasil uji korelasi Pearson, tidak ada korelasi antara kekuatan impak dengan kekuatan transversal (r=0,311 dan p=0,094), tidak ada korelasi antara kekuatan impak dan modulus elastisitas (r=0,284 dan p=0,128), serta tidak ada korelasi antara kekuatan transversal dengan modulus elastisitas (r=-0,044 dan p=0,816) (Tabel 4.7).

Tabel 4.7 Korelasi antara kekuatan impak, kekuatan transversal dan modulus elastisitas basis gigi tiruan resin akrilik polimerisasi panas yang ditambah E-glass fiber 1% dan 1,5%

Korelasi n r p

Kekuatan Impak dengan Kekuatan Transversal 30 0,311 0,094 Kekuatan Impak dengan Modulus Elastisitas 30 0,284 0,128 Kekuatan Transversal dengan Modulus Elastisitas 30 -0,044 0,816 Keterangan: * : Signifikan (p<0,05)

Rancangan penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah eksperimental laboratoris yaitu kegiatan percobaan yang bertujuan untuk mengungkapkan gejala atau pengaruh yang timbul akibat adanya perlakuan tertentu. Penelitian ini menyelidiki kemungkinan adanya pengaruh antara beberapa kelompok eksperimen dengan cara memberikan perlakuan kepada satu atau lebih kelompok eksperimen, kemudian hasil dari kelompok yang diberi perlakuan tersebut dibandingkan satu dengan yang lain. Desain penelitian yang digunakan adalah complete randomized design (Budiharto 2008).

5.1 Pengaruh Penambahan E-glass fiber 1% dan 1,5% terhadap Kekuatan Impak Basis Gigi Tiruan Resin Akrilik Polimerisasi Panas

Berdasarkan hasil penelitian ini nilai kekuatan impak yang diperoleh memenuhi persyaratan kekuatan impak menurut ISO 1567:1999 yaitu 2 x 10-3J/mm2. Pada tabel 4.1 terlihat nilai kekuatan impak basis gigi tiruan resin akrilik polimerisasi panas pada masing-masing kelompok penelitian, nilai kekuatan impak terbesar dari kelompok resin akrilik polimerisasi panas tanpa E-glass fiber adalah 8,336 x 10-3 J/mm2 dan nilai terkecil adalah 3,255 x 10-3J/mm2. Kekuatan impak terbesar pada kelompok resin akrilik polimerisasi panas dengan penambahan E-glass fiber 1% adalah 8,994 x 10-3 J/mm2 sedangkan nilai terkecil adalah 5,455 x 10-3 J/mm2.

penambahan E-glass fiber 1,5% adalah 10,863 x 10-3J/mm2 dan nilai terkecil adalah 7,469 x 10-3J/mm2. Nilai kekuatan impak bervariasi pada setiap sampel, hal ini dapat disebabkan karena beberapa faktor yang tidak dapat dikendalikan selama penelitian berlangsung antara lain kandungan monomer sisa, teknik pengadukan secara manual yang kecepatan pengadukannya tidak dapat dikendalikan dengan sempurna dan internal porositas yang tidak terlihat (Powers & Sakaguchi 2009; Alla dkk. 2013).

Kandungan monomer sisa yang berlebihan dapat bertindak sebagai plasticizer sehingga menyebabkan resin akrilik polimerisasi panas menjadi lebih plastis dan mempengaruhi kekuatan impak (Bayraktar dkk. 2003; Salim 2010). Raszewski dan Nowakowska (2013) dalam penelitiannya melaporkan bahwa kandungan monomer sisa serta mikro porositas yang tidak terlihat dapat menyebabkan kekuatan yang bervariasi pada setiap sampel. Vojvodic (2008) dalam penelitiannya menggunakan resin akrilik polimerisasi panas (meliodent) yang ditambahkan E-glass unidirectional fiber (Kelteks) dan membandingkannya dengan high impact strength resin menyatakan teknik pengadukan manual dapat menyebabkan campuran antara E-glass fiber dengan polimer tidak homogen dan terperangkapnya udara di dalam matriks resin akrilik polimerisasi panas sehingga menyebabkan porositas yang dapat mempengaruhi kekuatan impak resin akrilik polimerisasi panas.

Faktor lain yang dapat menyebabkan bervariasinya nilai kekuatan impak yang dihasilkan setiap sampel pada penelitian ini adalah terbuangnya bahan resin akrilik polimerisasi panas yang berlebih dari mold pada saat pengepresan sehingga

tidak dapat dikendalikan dan tidak terdistribusi dengan merata. Hal ini didukung oleh Alla dkk. (2013) yang menyatakan bahwa teknik compression molding dapat menyebabkan terbuangnya bahan resin akrilik polimerisasi panas yang berlebih dari mold dan distribusi fiber pada setiap sampel menjadi tidak homogen akibat pengepresan yang dilakukan. Karacaer (2003) meneliti pengaruh dan konsentrasi glass fiber terhadap sifat mekanis basis gigi tiruan yang diproses dengan injection dan compression molding, ia melaporkan bahwa kekuatan impak basis gigi tiruan polimer yang diproses dengan injection molding signifikan meningkat dengan menggunakan E-glass fiber berbentuk potongan kecil.

Pada tabel 4.2 terlihat nilai rerata kekuatan impak sampel resin akrilik polimerisasi panas tanpa penambahan E-glass fiber adalah 5,689 ± 1,597 x 10-3 J/mm2, nilai rerata kekuatan impak sampel resin akrilik polimerisasi panas dengan penambahan E-glass fiber 1% adalah 7,221 ± 1,440 x 10-3J/mm2dan untuk sampel resin akrilik polimerisasi panas dengan penambahan E-glass fiber 1,5% diperoleh nilai rerata 8,691 ± 1,171 x 10-3J/mm2. Besar nilai rerata kekuatan impak basis gigi tiruan resin akrilik polimerisasi panas dengan penambahan E-glass fiber 1% dan 1,5% lebih tinggi dibandingkan kelompok tanpa penambahan E-glass fiber, dan nilai kekuatan impak basis gigi tiruan resin akrilik polimerisasi panas yang ditambahkan E-glass fiber 1,5% lebih besar dari resin akrilik polimerisasi panas yang ditambahkan E-glass fiber 1%. Hasil penelitian ini sesuai dengan hasil penelitian terdahulu yang dilakukan Uzun (1999) menggunakan resin akrilik polimerisasi panas (Trevalon,

penambahan glass fiber pada bahan basis gigi tiruan dapat meningkatkan kekuatan impak. Valittu (1996) (dikutip dari Uzun dkk. 1999; Mahalistiyani & Ratwati 2006) menyatakan bahwa kekakuan glass fiber adalah sifat yang penting untuk meningkatkan kekuatan impak pada bahan yang rapuh seperti resin akrilik.

Yadav dkk. (2014) dalam penelitiannya mengevaluasi dan membandingkan kekuatan impak resin akrilik polimerisasi panas yang diperkuat glass fiber menyatakan bahwa peningkatan konsentrasi glass fiber dapat meningkatkan kekuatan impak dan peningkatan kekuatan impak maksimum diperoleh dengan penambahan E-glass fiber 3%. Gutteridge (1988) (dikutip dari Yadav dkk. 2014) menyatakan bahwa penambahan E-glass fiber tidak dapat dilakukan lebih dari 4% karena dapat terjadi peningkatan viskositas sejumlah fiber dan manipulasi resin akrilik polimerisasi panas menjadi lebih sulit. Konsentrasi glass fiber yang tinggi dapat berperan sebagai inclusion bodies di dalam polimer dan merusak matriks resin akrilik polimerisasi panas yang homogen. Dari tabel 4.2 hasil uji ANOVA satu arah menunjukkan bahwa ada pengaruh penambahan E-glass fiber 1% dan 1,5% pada bahan basis gigi tiruan resin akrilik polimerisasi panas terhadap kekuatan impak karena diperoleh signifikansi nilai p=0,0001 (p<0,05).

Gambar 4.1 menunjukkan gambaran makrostruktur permukaan fraktur salah satu sampel pada kelompok kekuatan impak basis gigi tiruan resin akrilik polimerisasi panas dengan penambahan E-glass fiber, terlihat sampel terpisah menjadi dua bagian dengan bentuk patahan atau kerusakan yang tidak beraturan atau

ductile fracture dimana sampel fraktur terjadi setelah deformasi plastik dan adanya slow propagation crack.

Gambar 4.2 menunjukkan analisis Scanning Electron Micrograph (SEM) permukaan fraktur sampel kekuatan impak basis resin akrilik polimerisasi panas tanpa penambahan E-Glass Fiber. Pada analisis SEM sampel kekuatan impak basis resin akrilik polimerisasi panas tanpa penambahan E-Glass Fiber terlihat adanya void dan tekstur permukaan compression side lebih kasar sementara pada tension side tekstur permukaan resin akrilik polimerisasi panas lebih halus. Pada gambar 4.3 terlihat analisis SEM pada sampel kekuatan impak dengan penambahan E-glass fiber 1% dimana terlihat adanya void atau porositas pada permukaan resin akrilik polimerisasi panas, perlekatan E-glass fiber kurang adekuat dan distribusi E-glass fiber yang tidak merata pada resin akrilik polimerisasi panas selain itu juga terlihat tekstur permukaan compression side lebih kasar sementara pada tension side tekstur permukaan resin akrilik polimerisasi panas lebih halus. Pada gambar 4.4 terlihat analisis SEM pada sampel kekuatan impak dengan penambahan E-glass fiber 1,5% dimana terdapat void atau porositas yang cukup besar pada permukaan resin akrilik polimerisasi panas, perlekatan E-glass fiber kurang adekuat pada resin akrilik polimerisasi panas dimana perlekatan pada sisi tension side lebih rapat daripada compression side. Terlihat distribusi E-glass fiber yang tidak merata pada resin akrilik polimerisasi panas. Tekstur permukaan compression side lebih kasar sementara pada tension side tekstur permukaan resin akrilik polimerisasi panas lebih

Hal yang dapat menjelaskan gambaran analisis SEM diatas kemungkinan karena void atau mikro porositas berhubungan dengan shrinkage polimerization akibat monomer sisa. Tekstur permukaan compression side yang lebih kasar dari pada tension side kemungkinan disebabkan karena gaya yang diberikan langsung pada sisi kompresi sehingga benturan langsung mengenai permukaan resin akrilik polimerisasi panas sehingga terjadi kerusakan yang lebih parah pada compression side. Pada analisis SEM terlihat juga distribusi serat yang tidak merata, hal ini kemungkinan disebabkan karena menyebarnya E-glass fiber saat proses pengepresan atau compression molding resin akrilik polimerisasi panas dilakukan sehingga konsentrasi E-glass fiber pada sampel berbeda-beda.

5.2 Pengaruh Penambahan E-glass fiber 1% dan 1,5% terhadap Kekuatan Transversal Basis Gigi Tiruan Resin Akrilik Polimerisasi Panas

Menurut ISO 1567:1999 kekuatan transversal basis gigi tiruan resin akrilik polimerisasi panas tidak kurang dari 662 kg/cm2 (65 MPa) (McCabe & Walls 2008). Pada penelitian ini nilai kekuatan transversal yang dihasilkan masing-masing sampel memenuhi nilai kekuatan transversal berdasarkan standar ISO 1567:1999.

Pada tabel 4.3 terlihat bahwa nilai kekuatan transversal terbesar pada kelompok sampel resin akrilik polimerisasi panas tanpa penambahan E-glass fiber adalah 108,710 MPa, dan nilai terkecil adalah 78,230 MPa. Nilai kekuatan transversal terbesar pada kelompok resin akrilik polimerisasi panas dengan penambahan E-glass fiber 1% adalah 117,624 MPa, sedangkan nilai terkecil adalah 102,653 MPa. Nilai

penambahan E-glass fiber 1,5% adalah 113,520 MPa, sedangkan nilai terkecil adalah 90,481 MPa. Nilai kekuatan transversal yang bervariasi pada setiap sampel dapat disebabkan karena, perpaduan dua atau lebih bahan akan menghasilkan bahan yang mempunyai perpaduan sifat kedua komponen, sehingga beberapa sifat dapat menjadi superior. Selain itu juga dapat disebabkan karena faktor yang mempengaruhi pada proses pembuatan sampel, yang tidak dapat dikendalikan selama penelitian berlangsung antara lain kandungan monomer sisa dan pengadukan (Mahalistiyani & Ratwati 2006).

Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian terdahulu yang dilakukan oleh Stipho (1998) dan menyatakan bahwa penambahan glass fiber 1% pada bahan basis gigi tiruan resin akrilik polimerisasi panas dapat meningkatkan kekuatan transversal tetapi bila konsentrasi glass fiber lebih dari 1% dapat melemahkan kekuatan transversal basis gigi tiruan resin akrilik polimerisasi panas. Menurut Stipho penambahan glass fiber lebih dari 1% dapat mengakibatkan penggumpalan glass fiber sehingga campuran antara polimer, monomer dan glass fiber menjadi tidak homogen. Yondem (2011) dalam penelitiannya melaporkan bahwa peningkatan kekuatan transversal terjadi pada resin akrilik polimerisasi panas yang ditambahkan glass fiber. Hal ini disebabkan karena adhesi antara permukaan glass fiber dengan matriks polimer resin akrilik polimerisasi panas sehingga beban dapat disalurkan dengan baik saat diberikan. Adhesi yang baik antara glass fiber dapat disebabkan juga karena surface treatment glass fiber sebelum dilakukan pencampuran dengan

polimer dan monomer resin akrilik polimerisasi panas menggunakan silane coupling agent.

Tabel 4.4 menunjukkan nilai rerata dan standar deviasi kekuatan transversal kelompok resin akirilik polimerisasi panas tanpa E-glass fiber adalah 92,788 ± 13,855 MPa. Nilai rerata dan standar deviasi kekuatan transversal kelompok resin akirilik polimerisasi panas dengan penambahan E-glass fiber 1% adalah 109,000 ± 4,536 MPa. Nilai rerata dan standar deviasi kekuatan transversal kelompok resin akirilik polimerisasi panas dengan penambahan E-glass fiber 1,5% adalah 102,334 ± 6,412 MPa.

Hasil yang diperoleh pada penelitian ini sesuai dengan penelitian terdahulu oleh Orsi (2012) yaitu nilai kekuatan transversal resin akrilik polimerisasi panas dengan merek QC 20 yang sama dipakai dalam penelitian ini yaitu 947,7 kg/cm2 (92,874 MPa). Peningkatan kekuatan transversal terjadi pada basis resin akrilik polimerisasi panas yang ditambahkan E-glass fiber 1%, namun pada basis resin akrilik polimerisasi panas yang ditambahkan E-glass fiber 1,5% terjadi penurunan nilai kekuatan transversal hal ini kemungkinan disebabkan karena konsentrasi E-glass fiber lebih dari 1% dapat mengakibatkan terjadinya penggumpalan E-glass fiber sehingga campuran antara polimer, monomer dan E-glass fiber menjadi tidak homogen (Stipho 1998). Terjadinya peningkatan kekuatan transversal basis gigi tiruan resin akrilik polimerisasi panas dapat disebabkan juga karena adhesi yang baik antara E-glass fiber dengan matriks resin akrilik polimerisasi panas (Loncar 2008).

panas menyebabkan penyatuan densitas atau kerapatan komposisi kedua bahan, dengan adanya penambahan E-glass fiber rongga-rongga kosong pada resin akrilik polimerisasi panas yang densitasnya relatif lebih rendah dapat meningkatkan kekuatan bahan resin akrilik polimerisasi panas (Khindria 2009). Glass fiber dapat berfungsi memberikan kekuatan pada bahan matriks dengan memindahkan gaya beban yang dikenakan dari matriks yang lebih lemah kepada glass fiber yang lebih kuat.

Pada tabel 4.4 hasil uji ANOVA satu arah menunjukkan ada pengaruh penambahan E-glass fiber 1% dan 1,5% pada bahan basis gigi tiruan resin akrilik polimerisasi panas terhadap kekuatan transversal karena diperoleh signifikansi nilai p=0,002 (p<0,05). Hasil ini sesuai dengan yang diperoleh pada penelitian Tacir (2006) bahwa ada pengaruh yang signifikan penambahan E-glass fiber potongan kecil terhadap kekuatan transversal resin akrilik polimerisasi panas. Adanya peningkatan kekuatan transversal pada kelompok resin akrilik yang ditambahkan E-glass fiber 1% dan 1,5% dapat disebabkan karena komposisi utama glass fiber yang terdiri dari silika dioksida (SiO2) yang memiliki sifat kaku dan kekuatan yang tinggi, menjadikan struktur glass fiber menjadi padat dan kuat sehingga mampu menyerap beban yang diterima resin akrilik polimerisasi panas. Ketika beban berhasil ditransfer dari resin akrilik polimerisasi panas kepada glass fiber maka akan terjadi peningkatan kekuatan transversal basis gigi tiruan resin akrilik polimerisasi panas (Monaco 2005; Mowade dkk. 2012).

Pada penelitian ini kekuatan transversal kelompok resin akrilik yang ditambahkan E-glass fiber 1% lebih besar dibandingkan tanpa penambahan E-glass fiber dan dengan penambahan E-glass fiber 1,5%. Hal ini kemungkinan disebabkan karena E-glass fiber memiliki kekakuan yang tinggi sehingga dapat mempengaruhi kelenturan bahan yang ditambahkan E-glass fiber. Kekuatan transversal merupakan kombinasi tekanan kompresi dan tarik yang dipengaruhi oleh kelenturan bahan. Semakin besar konsentrasi E-glass fiber yang ditambahkan maka bahan semakin kaku sehingga dapat melemahkan kekuatan transversal (Watri 2010, Mareti 2014). Salim (2010) menyatakan bahwa monomer sisa yang berlebihan dapat bertindak sebagai plasticizer yang menyebabkan resin akrilik polimerisasi panas menjadi lebih plastis dan mempengaruhi kekuatan transversal yang dhasilkan .

Gambar 4.5 menunjukkan gambaran makrostruktur permukaan fraktur salah satu sampel kekuatan transversal basis gigi tiruan resin akrilik polimerisasi panas tanpa penambahan E-glass fiber yang cenderung berbentuk complete straight fracture (CSF). Karakteristik fraktur pada sampel ini dapat dikategorikan pada brittle fracture dimana sampel patah menjadi dua bagian dengan bentuk patahan yang halus dan terjadi karena adanya minimum deformasi plastis.

Gambar 4.6 menunjukkan analisis SEM sampel kekuatan transversal, dimana terlihat adanya void, tekstur permukaan compression side lebih kasar dibandingkan tension side, juga terlihat distribusi E-glass fiber yang tidak merata. Gambar 4.7 menunjukkan gambaran analisis SEM pada sampel kekuatan transversal dengan

panas lebih rapat namun masih terdapat adanya void atau porositas pada permukaan resin akrilik polimerisasi panas, perlekatan E-glass fiber dan distribusi E-glass fiber tidak terlihat jelas pada gambaran SEM. Tekstur permukaan compression side lebih kasar sementara pada tension side tekstur permukaan resin akrilik polimerisasi panas lebih halus. Gambar 4.8 menunjukkan gambaran analisis SEM pada sampel kekuatan transversal dengan penambahan E-glass fiber 1,5% dimana terlihat matriks resin akrilik polimerisasi panas lebih rapat namun masih terdapat adanya void atau porositas pada permukaan resin akrilik polimerisasi panas, perlekatan E-glass fiber dengan resin akrilik polimerisasi panas terlihat cukup adekuat namun distribusi E-glass fiber tidak terlihat jelas pada gambaran SEM. Tekstur permukaan compression side lebih kasar dari pada tension side.

Hal yang dapat menjelaskan gambaran analisis SEM diatas kemungkinan adalah karena shrinkage polimerization akibat monomer sisa yang berhubungan dengan void atau mikro porositas. Tekstur permukaan compression side yang lebih kasar dibandingkan tension side kemungkinan disebabkan karena gaya yang diberikan langsung pada sisi kompresi sehingga benturan langsung mengenai permukaan resin akrilik polimerisasi panas sehingga terjadi kerusakan yang lebih parah pada compression side. Pada analisis SEM terlihat juga distribusi serat yang tidak merata, hal ini kemungkinan disebabkan karena menyebarnya E-glass fiber saat proses pengepresan atau compression molding resin akrilik polimerisasi panas dilakukan sehingga konsentrasi E-glass fiber pada sampel berbeda-beda.

5.3 Pengaruh Penambahan E-glass fiber 1% dan 1,5% terhadap Modulus Elastisitas Basis Gigi Tiruan Resin Akrilik Polimerisasi Panas

Berdasarkan International Standard Organization (ISO), syarat basis gigi tiruan yang ideal adalah memiliki modulus elastisitas paling sedikit 2000 MPa untuk polimer yang dipolimerisasi panas, sementara itu berdasarkan referensi American Society for Testing and Material (ASTM) D638 atau setara dengan ISO 527 adalah 1264-3530 MPa, sedangkan menurut referensi Engineering Tralbox sebesar 3200 MPa.

Pada tabel 4.5 terlihat nilai modulus elastisitas basis resin akrilik polimerisasi panas tanpa penambahan E-glass fiber terbesar adalah 3136,78 MPa, sedangkan nilai terkecil adalah 1535,58 MPa, modulus elastisitas basis resin akrilik polimerisasi panas dengan penambahan E-glass fiber 1% terbesar adalah 3644,50 MPa, sedangkan nilai terkecil adalah 2733,10 MPa, nilai modulus elastisitas basis resin akrilik polimerisasi panas dengan penambahan E-glass fiber 1,5% terbesar adalah 4040,99 MPa, sedangkan nilai terkecil adalah 3033,26 MPa.

Nilai rerata dan standar deviasi modulus elastisitas basis resin akrilik polimerisasi panas tanpa penambahan E-glass fiber adalah 2788,84 ± 460,376 MPa, nilai rerata dan standar deviasi modulus elastisitas basis resin akrilik polimerisasi panas dengan penambahan E-glass fiber 1% adalah 3221,87 ± 234,206 MPa, nilai rerata dan standar deviasi modulus elastisitas basis resin akrilik polimerisasi panas dengan penambahan E-glass fiber 1,5% adalah 3381,79 ± 283,338 MPa.

Pada tabel 4.6 berdasarkan hasil uji ANOVA satu arah diperoleh signifikansi p=0,002 (p<0,05) yang menunjukkan adanya pengaruh penambahan E-glass fiber 1% dan 1,5% terhadap modulus elastisitas basis gigi tiruan resin akrilik polimerisasi panas. Orsi dkk. (2012) melaporkan bahwa nilai modulus elastisitas signifikan lebih tinggi pada kelompok yang ditambahkan glass fiber dibandingkan kontrol. Glass fiber meningkatkan kekakuan polimer yang digunakan dalam penelitian tersebut. Resin akrilik polimerisasi panas sangat mempengaruhi derajat konversi matriks polimer yang dicapai, dimana semakin tinggi derajat konversi polimer maka semakin kaku suatu bahan.

Larson dkk. dan Inamura dkk. (dikutip dari Valittu dkk. 1994) dalam penelitiannya melaporkan bahwa terjadi peningkatan modulus elastisitas dengan penambahan glass fiber pada resin akrilik polimerisasi panas. Modulus elastisitas merupakan sifat mekanis yang penting dalam menerima beban pengunyahan. Untuk mengurangi penyusutan polimerisasi maka komponen polimer dari bahan basis gigi tiruan perlu dimodifikasi menggunakan bahan yang memiliki kekakuan atau modulus elastisitas yang lebih tinggi (Polat dkk. 2013). Glass fiber memiliki kekakuan atau modulus elastisitas yang tinggi yang dapat mempengaruhi kelenturan basis gigi tiruan, sehingga tekanan yang diterima basis gigi tiruan tidak menimbulkan perubahan bentuk atau deformasi (Tandon dkk. 2010).

Gambar 4.9 menunjukkan gambaran makrostruktur permukaan fraktur salah satu sampel modulus elastisitas basis gigi tiruan resin akrilik polimerisasi panas yang

sampel ini dapat dikategorikan pada brittle fracture dimana sampel patah menjadi dua bagian dengan bentuk patahan yang halus dan kemungkinan terjadi karena adanya minimum deformasi plastis.

Gambar 4.10 menunjukkan gambaran SEM pada sampel modulus elastisitas tanpa E-glass fiber dimana terlihat adanya void dan tekstur permukaan compression side yang lebih kasar dari pada tension side. Gambar 4.11 menunjukkan gambaran SEM pada sampel modulus elastisitas dengan penambahan E-glass fiber 1% terlihat matriks resin akrilik polimerisasi panas lebih rapat namun masih terdapat adanya void atau porositas pada permukaan resin akrilik polimerisasi panas, perlekatan E-glass fiber dan distribusi E-glass fiber tidak terlihat jelas pada gambaran SEM. Tekstur permukaan compression side lebih kasar sementara pada tension side tekstur permukaan resin akrilik polimerisasi panas lebih halus. Gambar 4.12 menunjukkan analisis SEM pada sampel modulus elastisitas dengan penambahan E-glass fiber 1,5% yang terlihat matriks resin akrilik polimerisasi panas lebih rapat namun masih terdapat adanya void atau porositas pada permukaan resin akrilik polimerisasi panas, perlekatan E-glass fiber dengan resin akrilik polimerisasi panas terlihat cukup adekuat namun distribusi E-glass fiber tidak terlihat jelas pada gambaran SEM. Tekstur permukaan compression side lebih kasar sementara pada tension side tekstur permukaan resin akrilik polimerisasi panas lebih halus.

Hal yang dapat menjelaskan gambaran analisis SEM diatas kemungkinan adalah karena shrinkage polimerization akibat monomer sisa yang berhubungan

kasar dari pada tension side kemungkinan disebabkan karena gaya yang diberikan langsung pada sisi kompresi sehingga benturan langsung mengenai permukaan resin akrilik polimerisasi panas sehingga terjadi kerusakan yang lebih parah pada compression side. Pada analisis SEM terlihat juga distribusi serat yang tidak merata, hal ini kemungkinan disebabkan karena menyebarnya E-glass fiber saat proses pengepresan atau compression molding resin akrilik polimerisasi panas dilakukan sehingga konsentrasi E-glass fiber pada sampel berbeda-beda.

5.4 Korelasi antara Kekuatan Impak, Kekuatan Transversal dan Modulus

Dokumen terkait