• Tidak ada hasil yang ditemukan

Serbuk sari CB 005 yang digunakan berasal dari satu lot. Kemudian digunakan sebagai bahan untuk pengujian daya berkecambah serbuk sari secara in vitro dan penyerbukan. Pengujian diawali dengan pengujian daya berkecambah serbuk sari yang telah disimpan selama empat hari (ultra freezer (-790C ± 2)). Rancangan yang digunakan adalah Rancangan Acak Lengkap (RAL) satu faktor.

Faktor yang diuji adalah media perkecambahan serbuk sari (PGM 1, PGM 4 (PGM F), dan Ewid 1).

Model linear yang digunakan adalah:

Yijk= µ + αi+ εij

Yij = Nilai pengamatan pengaruh perlakuan media ke-i dan ulangan ke-j µ = Nilai tengah umum

αi = Pengaruh media ke-i

εij = Pengaruh galat percobaan pada media ke-i dan ulangan ke-j

Dari faktor tersebut, diperoleh tiga perlakuan dan diulang enam kali, sehingga diperoleh 18 satuan percobaan. Dalam tiap satuan percobaan terdiri atas dua deck glass, sehingga total 36 deck glass yang diamati.

Data dianalisis dengan menggunakan uji F. Jika berbeda nyata, diiuji lanjut dengan DMRT pada taraf α = 0.05 (Gomez dan Gomez, 1995).

Serbuk sari diserbukkan pada tetua betina CB 005 yang telah dipersiapkan sebelumnya. Penyerbukan diulang enam kali dengan 12 tanaman setiap ulangan, sehingga total tanaman yang digunakan sebanyak 72 tanaman. Peubah yang diamati adalah pembentukan buah, pembentukan biji, daya berkecambah benih, dan bobot 1000 butir. Pada pengamatan pembentukan biji, jumlah ovul (153 butir) per buah dihitung dari rata-rata 10 bunga tetua betina CB 005. Pengujian daya berkecambah benih dilakukan dengan uji media pasir diulang enam kali, dalam tiap ulangan sebanyak 400 butir benih. Perhitungan bobot 1000 butir diulang enam kali.

Korelasi antara daya berkecambah serbuk sari dengan persentase pembentukan buah, pembentukan biji, daya berkecambah benih, dan bobot 1000 butir dianalisis berdasarkan persamaan sidik korelasi regresi linier sederhana.

Metode Pelaksanaan

Percobaan I. Penentuan Media yang Sesuai untuk Perkecambahan Serbuk Sari Cabai Besar (CB 005) dan Cabai Rawit (CR 002)

Bunga jantan (CB 005 dan CR 002) dipanen pada saat bunga belum mencapai masa antesis (A-1). Bunga jantan yang sudah dipanen, dikumpulkan pada ruang khusus untuk CB 005 dan CR 002. Bunga tetua jantan (CB 005 dan

CR 002) dikeringkan dalam ruang AC (200C) RH 60% selama 12 jam. Kemudian dilakukan sortasi dari kotoran. Bunga yang sudah bersih, segera di ekstrak. Ekstraksi bertujuan untuk memisahkan anter dari mahkota bunga dan pistil. Proses ekstaksi dilakukan dengan cara pengayakan pada screen. Anter yang telah dipisahkan, langsung dikeringkan pada ruang AC (200C) selama 24 jam.

Anter diekstraksi untuk menghasilkan serbuk sari. Ekstraksi dilakukan dengan wadah, dimana pada bagian tutup wadah terdapat saringan berupa kain kasa. Pengocokan wadah dilakukan untuk mendapatkan serbuk sari. Serbuk sari yang sudah diperoleh, kemudian dikeringkan pada box (34x26x7 cm3) yang didalamnya terdapat MgCl2 (Magnesium Cloride) dengan volume 2 liter dan beratnya 1.6 kg. Pengeringan serbuk sari dalam MgCl2 (RH 35-45%) dilakukan selama 24 jam. Pengeringan serbuk sari bertujuan untuk menurunkan kadar air serbuk sari. Setelah itu, serbuk sari dimasukkan dalam cryovial (2ml). Serbuk sari tersebut segera disimpan dalam ultra freezer (-790C ± 2).

Pada percobaan Ia, serbuk sari yang digunakan adalah serbuk sari yang berada dalam penyimpanan ultra freezer (-790C ± 2). Media yang diuji yaitu media PGM F dengan BK, PGM F dengan Ewid 1, dan PGM F dengan PGM D. Setiap tahap pengujian media menggunakan serbuk sari yang memiliki umur simpan yang sama, tetapi berasal dari lot yang berbeda. Umur simpan serbuk sari yang digunakan adalah 4 HSS. Pengujian percobaan 1a bertujuan untuk melihat pengaruh media terhadap perkecambahan serbuk sari CB 005 dan CR 002. Media yang menunjukkan daya berkecambah yang tertinggi dari setiap pegujian, akan digunakan sebagai media dasar untuk percobaan Ib.

Percobaan Ib menggunakan serbuk sari dari lot yang berbeda, tetapi memiliki masa simpan serbuk sari yang sama (4 HSS). Pengujian serbuk sari CB 005 dan CR 002 menggunakan media yang telah ditentukan komposisinya.

Percobaan Ic menggunakan sumber serbuk sari berasal dari satu lot serbuk sari. Satu lot serbuk sari, dibagi ke dalam enam cryovial (2 ml) sebanyak ± 1 ml. Satu cryovial akan digunakan untuk satu kali pengujian umur simpan, dan disimpan didalam ultra freezer (-790C ± 2).

Persiapan pengujian, dilakukan dengan cara serbuk sari didefrosting selama 15 menit pada kondisi ruang 250C. Serbuk sari dikecambahkan pada

deck glass dengan media yang sesuai pengujian. Setelah itu, serbuk sari diinkubasi pada box pengujian. Untuk serbuk sari cabai periode inkubasi dilakukan selama 6 jam (Mercado et al., 1994; Warid, 2009). Pengamatan dilakukan dengan mikroskop cahaya perbesaran 200X (Warid, 2009) dengan enam bidang pandang.

Percobaan II. Korelasi Viabilitas Serbuk Sari dengan Produksi dan Mutu Benih pada Cabai Besar (CB 005)

Serbuk sari CB 005 yang digunakan berasal dari satu lot, kemudian digunakan sebagai bahan untuk pengujian daya berkecambah serbuk sari secara in vitro dan penyerbukan. Percobaan ini diawali dengan pengujian daya berkecambah serbuk sari CB 005 yang telah disimpan selama empat hari (ultra freezer (-790C ± 2)). Serbuk sari untuk penyerbukan berasal dari lot pengujian daya berkecambah serbuk sari CB 005 yang sama.

Pengujian daya berkecambah serbuk sari menggunakan media yang diperoleh dari percobaan I (PGM 1, PGM 4 (PGM F)), serta menggunakan media PT. East West Seed Indonesia (Ewid 1). Derajat keasaman (pH) ketiga media tersebut adalah 5. Inkubasi dilakukan selama 6 jam (Warid, 2009) dan pengamatan dilakukan dengan mikroskop cahaya dengan perbesaran 200X (Warid, 2009) dengan 6 bidang pandang.

Penyerbukan dilakukan pada umur tanaman 38 hari setelah tanam, pada pukul 07.11-09.00 WIB. Tanaman yang sudah diserbuki, pada bagian tangkai bunga diikat dengan benang wol. Tanaman betina CB 005 dipelihara sesuai dengan standar budidaya perusahaan, buah CB 005 dipanen 48 hari setelah penyerbukan.

Peubah yang diamati adalah pembentukan buah, pembentukan biji, daya berkecambah benih, dan bobot 1000 butir. Nilai persentase daya berkecambah (in vivo) dikorelasikan dengan nilai persentase pembentukan buah, pembentukan biji, daya berkecambah benih dan bobot 1000 butir. Hasil korelasi yang bersifat nyata merupakan media yang menunjukkan hasil produksi dan mutu benih.

Metode Pengamatan

Percobaan I. Penentuan Media yang Sesuai untuk Perkecambahan Serbuk Sari Cabai Besar (CB 005) dan Cabai Rawit (CR 002)

Serbuk sari yang berkecambah yang dihitung adalah serbuk sari yang memiliki tabung serbuk sari sedikitnya dua kali diameter serbuk sari (Perveen dan Khan, 2009; Khan dan Perveen, 2010).

Perhitungan daya berkecambah serbuk sari (DB) dilakukan dengan rumus:

Percobaan II. Korelasi Viabilitas Serbuk Sari dengan Produksi dan Mutu Benih pada Cabai Besar (CB 005)

Untuk melihat hasil korelasi dilakukan dengan beberapa pengujian, yaitu: a. Pembentukan buah (fruit set)

Persentase pembentukan buah dihitung berdasarkan perbandingan banyaknya buah yang terbentuk dari keseluruhan bunga yang diserbuki (Rosati et al., 2010).

b. Pembentukan biji (seed set)

Persentase pembentukan biji dihitung berdasarkan proporsi biji yang terbentuk dengan rata-rata ovul yang dimiliki CB 005 (Garcia, 2011). c. Daya berkecambah benih (DB)

Pengamatan kecambah normal dilakukan pada hari ke-6 dan ke-12 setelah benih dikecambahkan.

Penghitungan daya berkecambah benih, dilakukan dengan rumus:

d. Bobot 1000 Butir

Penentuan berat 1000 butir benih dengan cara menimbang per 100 butir sebanyak 10 kali.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Percobaan I. Penentuan Media yang Sesuai untuk Perkecambahan Serbuk Sari Cabai Besar (CB 005) dan Cabai Rawit (CR 002)

a. Pengaruh Media terhadap Perkecambahan Serbuk Sari Cabai Besar (CB 005) dan Cabai Rawit (CR 002)

Hasil pengujian dari setiap perbandingan media menunjukkan bahwa media berpengaruh terhadap daya berkecambah serbuk sari CB 005 dan CR 002 (Lampiran 1, 2, 3, 4, 5, 6). Rata-rata nilai daya berkecambah serbuk sari pada setiap pengujian berbeda, diduga karena pengaruh kondisi lingkungan perkecambahan yang berbeda.

Pengujian pertama (PGM F dengan BK) menunjukkan rata-rata daya berkecambah PGM F lebih tinggi dari pada media BK, baik pada CB 005 (13.99%) dan CR 002 (7.31%) (Tabel 2). Hasil ini sesuai dengan penelitian Warid (2009) yang menunjukkan hampir semua spesies (Jatropha curcas, Jatropha pandurifolia, Codiaeum variegatum, Capsicum annuum, Nicotiana tabacum, Solanum torvum, Oryza sativa, Sorghum bicolor, Zea mays, dan Psidium guajava) menghasilkan daya berkecambah yang lebih baik pada PGM dari pada media BK, kecuali Syzygium aquaea dan Eugenia jambolana (Myrtaceae). Perbedaan PGM F dan BK yaitu terdapatnya PEG 4000 dalam PGM F. Penambahan PEG 4000 dalam media, bertujuan untuk mencegah ekstrusi sitoplasma serbuk sari, yang dapat menyebabkan serbuk sari pecah (Sakhanokho dan Rajasekaran, 2009), sehingga dapat meningkatkan daya berkecambah serbuk sari.

Pada pengujian kedua (PGM F dengan Ewid 1), PGM F menghasilkan rata-rata daya berkecambah CB 005 (7.81%) dan CR 002 (3.95%) (Gambar 1) yang lebih tinggi dari pada rata-rata daya berkecambah CB 005 (2.12%) dan CR 002 (1.07%) pada media Ewid 1 (Tabel 2). Pada pengujian ketiga (PGM F dengan PGM D), PGM F menunjukkan daya berkecambah lebih tinggi dari pada PGM D. Perkecambahan serbuk sari CB 005 pada PGM D mencapai 9.17%, sedangkan serbuk sari CR 002 hanya mencapai 2.72% (Tabel 2). Perbedaan antara PGM F dan PGM D adalah PGM F mengandung H3BO3 dan CaCl2 yang tidak terdapat dalam PGM D. Sebaliknya, PGM D mengandung asam giberelin yang tidak

terdapat dalam PGM F. Boron dan kalsium pada PGM F diperlukan untuk perkecambahan serbuk sari (Richards, 1997). Berdasarkan hasil penelitian Hecker dan McClintock (1988) pada serbuk sari bitgula (Beta vulgaris L.), penambahan boron dan kalsium dapat meningkatkan perkecambahan serbuk sari.

Tabel 2. Pengaruh media perkecambahan (PGM F dengan Ewid 1, PGM F dengan BK, dan PGM F dengan PGM D) pada serbuk sari cabai besar (CB 005) dan cabai rawit (CR 002)

Media DB CB 005 (%) DB CR 002 (%) PGM F 13.99 (3.76) a 7.31 (2.71) a BK 9.12 (2.91) b 2.53 (1.61) b PGM F 7.81 (2.81) a 3.95 (2.04) a Ewid 1 2.12 (1.45) b 1.07 (1.13) b PGM F 13.70 (3.71) a 5.84 (2.45) a PGM D 9.17 (2.95) b 2.72 (1.50) b

Keterangan : Nilai rataan pada masing-masing perlakuan yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama, tidak berbeda nyata berdasarkan uji lanjut DMRT pada taraf 5%; Angka di dalam kurung merupakan hasil setelah ditransformasi; DB= daya berkecambah serbuk sari

Gambar 1. Serbuk sari CR 002 pada PGM F (A) dan Ewid 1 (B); b= serbuk sari berkecambah; tb= serbuk sari tidak berkecambah; Perbesaran 200X

Berdasarkan hasil pengujian tersebut, media PGM F menunjukkan nilai daya berkecambah serbuk sari yang konsisten lebih tinggi dari pada BK, Ewid 1, dan PGM D. Oleh karena itu, media PGM F digunakan sebagai media dasar dalam percobaan modifikasi media (Percobaan Ib).

A B

b

tb

b. Modifikasi Media untuk Pengujian Serbuk Sari Cabai Besar (CB 005) dan Cabai Rawit (CR 002)

Hasil uji kontras ortogonal menunjukkan konsentrasi berpengaruh terhadap daya berkecambah serbuk sari CB 005 (Lampiran 17). Konsentrasi sukrosa 5 g/50 ml (3.14%) menunjukkan rata-rata daya berkecambah yang lebih tinggi dari pada konsentrasi sukrosa 7.5 g/50 ml (2.16%). Konsentrasi H3BO3 0.005 g/50 ml (2.43%) menghasilkan rata-rata daya berkecamah yang lebih rendah dari pada konsentrasi H3BO3 0.01 g/50 ml (2.70%) dan 0.02 g/50 ml (2.81%). Rata-rata daya berkecambah serbuk sari CB 005 pada konsentrasi CaCl2

0.025 g/50 ml (4.18%) tidak berbeda dengan konsentrasi CaCl2 0.055 g/50 ml (3.07%) dan 0.111 g/50 ml (0.70%). Konsentrasi CaCl2 0.055 g/50 ml (3.07%) memiliki rata-rata daya berkecambah yang lebih tinggi dari pada konsentrasi CaCl2 0.111 g/50 ml (0.70%) (Tabel 3).

Tabel 3. Rekapitulasi daya berkecambah serbuk sari cabai besar (CB 005) dan uji kontras untuk konsentrasi beberapa senyawa pada media modifikasi

Perlakuan DB (%) Kontras Ortogonal Keterangan

PGM 1 5.69 (2.41) a Sukrosa 5 g vs Sukrosa 7.5 g PGM 2 3.99 (2.00) b 3.14 > 2.16 * PGM 3 0.29 (0.82) c H3BO3 0.005 g vs H3BO3 0.01 g PGM 4 6.37 (2.57) a 2.43 < 2.70 ** PGM 5 2.86 (1.75)b H3BO3 0.005 g vs H3BO3 0.02 g PGM 6 0.30 (0.83) c 2.43 < 2.81 ** PGM 7 4.66 (2.20) a H3BO3 0.01 g vs H3BO3 0.02 g PGM 8 3.71 (1.94) b 2.70 2.81 tn PGM 9 0.38 (0.89) c CaCl2 0.025 g vs CaCl2 0.055 g PGM 10 2.68 (1.71) a 4.18 3.07 tn PGM 11 1.93 (1.45) b CaCl2 0.025 g vs CaCl2 0.111 g PGM 12 0.04 (0.72) c 4.18 0.70 tn PGM 13 4.57 (2.16) a CaCl2 0.055 g vs CaCl2 0.111 g PGM 14 2.06 (1.51) b 3.07 > 0.70 * PGM 15 0.06 (0.73) d PGM 16 1.14 (1.16) c PGM 17 3.88 (2.01) a PGM 18 3.13 (1.81) a

Keterangan : * = berbeda nyata pada taraf 5%; ** = berbeda nyata (signifikan) pada taraf 1%; tn = tidak berbeda nyata pada taraf 5%; Nilai rataan pada masing-masing perlakuan yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama, tidak berbeda berdasarkan uji lanjut DMRT pada taraf 5%; Angka di dalam kurung merupakan hasil setelah ditransformasi

Hasil uji kontras ortogonal menunjukkan konsentrasi berpengaruh terhadap daya berkecambah serbuk sari CR 002 (Lampiran 18). Konsentrasi sukrosa 5 g/50 ml (6.24%) menghasilkan rata-rata daya berkecambah yang lebih tinggi dari pada konsentrasi sukrosa 7.5 g/50 ml (4.15%). Rata-rata daya berkecambah yang dihasilkan konsentrasi H3BO3 0.005 g/50 ml (6.88%) lebih tinggi dari pada konsentrasi H3BO3 0.01 g/50 ml (5.69%) dan 0.02 g/50 ml (3.01%). Konsentrasi CaCl2 0.025 g/50 ml menghasilkan rata-rata daya berkecambah yang lebih tinggi (9.03%) dari pada CaCl2 dengan konsentrasi 0.055 g/50 ml (4.28%), tetapi tidak berbeda dengan konsentrasi CaCl2 0.111 g/50 ml (1.41%). Konsentrasi CaCl2 0.055 g/50 ml (4.28%) menghasilkan rata-rata daya berkecambah yang lebih tinggi dari pada konsentrasi CaCl2 0.111 g/50 ml (1.41%) (Tabel 4).

Tabel 4. Rekapitulasi daya berkecambah serbuk sari cabai rawit (CR 002) dan uji kontras untuk konsentrasi beberapa senyawa pada media modifikasi

Perlakuan DB (%) Kontras Ortogonal Keterangan

PGM 1 16.75 (4.12) a Sukrosa 5 g vs Sukrosa 7.5 g PGM 2 7.10 (2.68) c 6.24 > 4.15 ** PGM 3 1.30 (1.23) d H3BO3 0.005 g vs H3BO3 0.01 g PGM 4 13.12 (3.59) b 6.88 > 5.69 ** PGM 5 4.22 (2.01) b H3BO3 0.005 g vs H3BO3 0.02 g PGM 6 1.79 (1.39) c 6.88 > 3.01 ** PGM 7 8.08 (2.88) a H3BO3 0.01 g vs H3BO3 0.02 g PGM 8 2.27 (1.53) c 5.69 3.01 tn PGM 9 1.51 (1.31) c CaCl2 0.025 g vs CaCl2 0.055 g PGM 10 9.84 (3.15) a 9.03 > 4.28 ** PGM 11 5.71 (2.31) b CaCl2 0.025 g vs CaCl2 0.111 g PGM 12 0.61 (0.96) d 9.03 1.41 tn PGM 13 8.67 (2.87) a CaCl2 0.055 g vs CaCl2 0.111 g PGM 14 4.23 (2.06) b 4.28 > 1.41 * PGM 15 2.11 (1.42) c PGM 16 2.96 (1.67) c PGM 17 2.13 (1.53) a PGM 18 1.12 (1.17) b

Keterangan : ** = berbeda nyata (signifikan) pada taraf 1%; * = berbeda nyata pada taraf 5%; tn = tidak berbeda nyata pada taraf 5%; Nilai rataan pada masing-masing perlakuan yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama, tidak berbeda berdasarkan uji lanjut DMRT pada taraf 5%; Angka di dalam kurung merupakan hasil setelah ditransformasi

Daya berkecambah serbuk sari CB 005 dan CR 002 pada media yang menggunakan sukrosa dengan konsentrasi 5 g/50 ml, menghasilkan daya berkecambah yang lebih tinggi dari pada konsentrasi sukrosa 7.5 g/50 ml. Hasil ini sesuai dengan penelitian Mercado et al. (1994), yang menyatakan konsentrasi sukrosa yang terbaik untuk serbuk sari Capsicum annuum L. (F1 hibrid ‘Latino’)

adalah 5-10% (2.5-5 g/50 ml). Berdasarkan hasil ini, konsentrasi sukrosa 5 g/50 ml yang digunakan untuk pengujian daya berkecambah serbuk sari CB 005

dan CR 002.

Perbedaan konsentrasi H3BO3 menunjukkan pengaruh yang nyata terhadap daya berkecambah serbuk sari CB 005 dan CR 002. Konsentrasi H3BO3 yang terbaik untuk pengujian serbuk sari CB 005 yaitu 0.01 g/50 ml dan 0.02 g/50 ml. Pada serbuk sari CR 002, konsentrasi H3BO3 yang terbaik adalah 0.005 g/50 ml. Rendahnya daya berkecambah serbuk sari CR 002 pada konsentrasi 0.02 g/50 ml, diduga kerena konsentrasi H3BO3 yang terlalu tinggi sehingga menekan perkecambahan serbuk sari CR 002. Mercado et al. (1994) menyatakan bahwa persentase perkecambahan serbuk sari Capsicum annuum L. (F1 hibrid ‘Latino’) tertinggi pada media yang mengandung konsentrasi H3BO3 0.1 mM (0.00031 g/50 ml), tetapi tidak berbeda nyata dengan konsentrasi H3BO3 1 mM (0.0031 g/50 ml). Konsentrasi H3BO3 100 mM (0.31 g/50 ml) menghambat perkecambahan serbuk sari, sedangkan H3BO3 10 mM (0.031 g/50 ml) menekan pertumbuhan tabung serbuk sari. Berdasarkan hasil ini, konsentrasi H3BO3 yang digunakan untuk pengujian daya berkecambah CB 005 dan CR 002 adalah 0.005 g/50 ml dan 0.01 g/50 ml.

Konsentrasi CaCl2 memberikan pengaruh yang nyata terhadap daya berkecambah serbuk sari CB 005 dan CR 002. Pada serbuk sari CB 005, konsentrasi CaCl2 0.055 g/50 ml menghasilkan daya berkecambah lebih tinggi dari pada konsentrasi CaCl2 0.111 g/50 ml, tetapi konsentrasi CaCl2 0.025 g/50 ml tidak berbeda dengan konsentrasi CaCl2 0.055 g/50 ml dan CaCl2 0.111 g/50 ml. Pada serbuk sari CR 002, konsentrasi CaCl2 0.025 g/50 ml menghasilkan daya berkecambah lebih tinggi dari pada konsentrasi CaCl2 0.055 g/50 ml. Daya berkecambah pada konsentrasi CaCl2 0.025 g/50 ml tidak berbeda dengan konsentrasi CaCl2 0.111 g/50 ml. Berdasarkan nilai ekonomisnya, bahan yang

digunakan untuk konsentrasi CaCl2 0.025 g/50 ml lebih sedikit dari pada konsentrasi CaCl2 0.111 g/50 ml. Oleh karena itu, konsentrasi CaCl2 yang digunakan untuk pengujian serbuk sari CB 005 dan CR 002 adalah 0.025 g/50 ml. Mercado et al. (1994) menambahkan, konsentrasi CaCl2 10 mM (0.0555 g/50 ml) dan 100 mM (0.555 g/50 ml) menekan perkecambahan serbuk sari Capsicum annuum L. (F1 hibrid ‘Latino’). Schreiber dan Dresselhaus (2003) melaporkan bahwa pada serbuk sari jagung, konsentrasi CaCl2 yang tinggi mencapai 100 mM (0.555 g/50 ml) dapat menyebabkan tabung serbuk sari bercabang.

Dari percobaan diatas, dua media terbaik adalah PGM 1 (Sukrosa 5 g, H3BO3 0.005 g, CaCl2 0.025 g, KH2PO4 0.032 g, PEG 4000 3 g, dan 50 ml aquadest) dan PGM 4 (PGM F) (Sukrosa 5 g, H3BO3 0.01 g, CaCl2 0.025 g, KH2PO4 0.032 g, PEG 4000 3 g, dan 50 ml aquadest). Media tersebut digunakan sebagai media untuk pengujian serbuk sari CB 005 dan CR 002 pada berbagai periode simpan (Percobaan Ic).

Hasil yang diperoleh pada setiap pengujian baik pada serbuk sari CB 005 dan CR 002, masih diperoleh serbuk sari yang pecah (Gambar 2) meskipun media mengandung PEG. Menurut Fariroh et al. (2011), pecahnya serbuk sari pada media diduga terjadi karena plasmolisis akibat perlakuan preconditioning yang terlalu singkat dan pengaruh konsentrasi PEG yang terlalu rendah atau tinggi.

Menurut Alcaraz et al. (2011), media perkecambahan serbuk sari yang efektif adalah ketika diperoleh perkecambahan serbuk sari maksimum dan serbuk sari yang pecah minimum. Dalam penelitian ini, tidak dilakukan penghitungan terhadap serbuk sari yang pecah, melainkan hanya serbuk sari yang mengalami perkecambahan.

Gambar 2. Serbuk sari CR002 pada PGM 4 (PGMF); b= serbuk sari berkecambah; p= serbuk sari pecah; Perbesaran 200X

b

p

c. Pengaruh Media terhadap Daya Berkecambah Serbuk Sari Cabai Besar (CB 005) dan Cabai Rawit (CR 002) pada berbagai Periode Simpan

Hasil pengujian serbuk sari CB 005 menunjukkan bahwa daya berkecambah pada berbagai umur simpan yang diuji menggunakan PGM 1 dan PGM 4 (PGM F) secara umum tidak berbeda nyata. Hal ini memberikan indikasi bahwa kedua media tidak berbeda dalam pengujian serbuk sari CB 005 (Tabel 5). Media 1 dan PGM 4 (PGM F), digunakan pada percobaan II untuk melihat kemampuan media dalam mempresentasikan hasil produksi dan mutu benih.

Tabel 5. Pengaruh media (PGM 1 dan PGM 4 (PGM F)) terhadap daya berkecambah serbuk sari cabai besar (CB 005) pada berbagai periode simpan HSP CB 005 (%) PGM 1 PGM 4 (PGM F) Rata-rata ...%... 4 8.79 (2.97) a 5.96 (2.45) bc 7.37 8 3.33 (1.87) ef 4.06 (2.05) def 3.69 12 4.35 (2.11) cde 7.76 (2.78) ab 6.05 16 3.56 (1.91) ef 3.23 (1.85) ef 3.39 20 5.35 (2.36) cd 5.97 (2.47)bc 5.66 24 2.42 (1.67) f 4.16 (2.10) cde 3.29 Rata-rata 4.63 (2.15) A 5.19 (2.28) A

Keterangan : Nilai rataan yang diikuti huruf kecil yang sama pada kolom dan baris yang sama dan nilai rataan yang diikuti huruf kapital yang sama pada baris yang sama, tidak berbeda nyata berdasarkan uji lanjut DMRT pada taraf 5%; Angka di dalam kurung merupakan hasil setelah ditransformasi

Hasil pengujian serbuk sari CR 002, tidak ada interaksi antara periode simpan dengan media perkecambahan (Lampiran 21). Rata-rata daya berkecambah serbuk sari yang diuji pada berbagai umur simpan, menunjukkan PGM 1 (7.08%) menghasilkan rata-rata daya berkecambah yang lebih tinggi dari pada PGM 4 (PGM F) (5.55%) (Tabel 6). Berdasarkan hasil ini, PGM 1 lebih baik dari pada PGM 4 (PGM F) dalam menunjukkan daya berkecambah serbuk sari CR 002.

Tabel 6. Pengaruh media (PGM 1 dan PGM 4 (PGM F)) terhadap daya berkecambah serbuk sari cabai rawit (CR 002) pada berbagai periode simpan HSP CR 002 (%) PGM 1 PGM 4 (PGM F) Rata-rata ...%... 4 4.58 3.11 3.84 (2.00) c 8 6.07 2.90 4.48 (2.13) c 12 10.69 8.18 9.43 (3.09) a 16 7.18 5.92 6.55 (2.59) b 20 4.60 3.62 4.11 (2.10) c 24 9.41 9.59 9.50 (3.09) a Rata-rata 7.08 (2.65) A 5.55 (2.35) B

Keterangan : Nilai rataan yang diikuti huruf kecil yang sama pada kolom yang sama dan nilai rataan yang diikuti huruf kapital yang sama pada baris yang sama, tidak berbeda nyata berdasarkan uji lanjut DMRT pada taraf 5%; Angka di dalam kurung merupakan hasil setelah ditransformasi

Penelitian ini, memperoleh rata-rata daya berkecambah serbuk sari CB 005 pada media PGM 1 dan PGM 4 (PGM F) hanya mencapai 4.63% dan 5.19%, sedangkan serbuk sari CR 002 hanya mencapai 7.08% dan 5.55%. Hasil pengujian ini, jauh dari nilai rata-rata daya berkecambah serbuk sari dari variestas maupun spesies lain. Beberapa pengujian yang telah dipublikasikan yaitu serbuk sari Vitis vinifera L. disimpan pada freeze drier (-600C) selama 48 minggu, daya berkecambah yang diperoleh 26.30% dengan metode BK (Perveen dan Khan, 2010); serbuk sari Jasminum sambuc L. and Nycanthes arbor-tristis L. disimpan pada freeze drier (-600C) selama 48 minggu, daya berkecambah yang diperoleh masing-masing adalah 40.60% dan 37.00% dengan metode BK (Perveen dan Sarwar, 2011). Rendahnya nilai daya berkecambah serbuk sari pada CB 005 dan CR 002, diduga karena terjadi penururan viabilitas serbuk sari selama pengeringan (AC, 200C, 24 jam).

Percobaan II. Korelasi Viabilitas Serbuk Sari dengan Produksi dan Mutu Benih pada Cabai Besar (CB 005)

Media pengujian berpengaruh terhadap daya berkecambah serbuk sari CB 005 (Lampiran 22). PGM 1 (9.02%) dan PGM 4 (PGM F) (8.81%) menghasilkan rata-rata daya berkecambah yang lebih tinggi dari pada Ewid 1

(1.88%) (Tabel 7). Hasil pengamatan secara in vivo menunjukkan bahwa serbuk sari yang diuji menghasilkan pembentukan buah 93.29±4.96%, pembentukan biji 61.45±4.90%, daya berkecambah benih 88.21±3.17%, dan bobot 1000 butir 5.29±0.37 g. Daya berkecambah serbuk sari (PGM 1, PGM 4 (PGM F), dan Ewid 1) tidak berkorelasi dengan pembentukan buah, pembentukan biji, daya berkecambah benih dan bobot 1000 butir (Tabel 8).

Tabel 7. Pengaruh daya berkecambah serbuk sari cabai besar (CB 005) terhadap produksi dan mutu benih

Media DB (%) PBU (%) PBI (%) DBB (%) BB (g) PGM 1 9.02 (3.05) a 93.29±4.96 61.45±4.90 88.21±3.17 5.29±0.37 PGM 4 (PGM F) 8.81 (2.99) a Ewid 1 1.88 (1.41) b

Keterangan : DB: daya berkecambah serbuk sari; PBU: pembentukan buah; PBI: pembentukan biji; DBB: daya berkecambah benih; BB: bobot 1000 butir; Nilai rataan yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama, tidak berbeda nyata berdasarkan uji lanjut DMRT pada taraf 5%; Angka di dalam kurung merupakan hasil setelah ditransformasi

Tabel 8. Korelasi daya berkecambah serbuk sari cabai besar (CB 005) dengan produksi dan mutu benih

Media

Korelasi (r) Pembentukan

buah

Pembentukan

biji DB benih Bobot 1000 butir

PGM 1 0.15tn 0.37tn 0.48tn 0.75tn

PGM 4 (PGM F) -0.53tn -0.32tn -0.57tn -0.20tn

Ewid 1 0.37tn 0.50tn -0.19tn 0.32tn

Keterangan : tn= tidak nyata berdasarkan korelasi pearson

Pengujian daya berkecambah (in vitro) dengan ketiga media (PGM 1, PGM 4 (PGM F), dan Ewid 1) tidak dapat memberikan indikasi potensi lot serbuk sari dalam produksi dan mutu benih hibrida. PGM 1 dan PGM 4 (PGM F) merupakan media yang paling baik dalam menduga daya berkecambah serbuk sari CB 005 dan CR 002, akan tetapi perkecambahan serbuk sari pada stigma diduga lebih tinggi dari pada perkecambahan serbuk sari pada media. Hasil serupa diperoleh França et al. (2009) yang melaporkan bahwa viabilitas serbuk sari segar

perkecambahan pada stigma (in vivo) mencapai 66%, sehingga perkecambahan serbuk sari in vitro tidak mencerminkan perkecambahan secara in vivo.

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

PGM 1 (Sukrosa 5 g, H3BO3 0.005 g, CaCl2 0.025 g, KH2PO4 0.032 g, PEG 4000 3 g, dan 50 ml aquadest) dan PGM 4 (PGM F) (Sukrosa 5 g, H3BO3 0.01 g, CaCl2 0.025 g, KH2PO4 0.032 g, PEG 4000 3 g, dan 50 ml aquadest) merupakan media paling baik untuk pengujian daya berkecambah serbuk sari CB 005. PGM 1 merupakan media yang menghasilkan daya berkecambah paling tinggi untuk pengujian serbuk sari CR 002. Daya berkecambah serbuk sari CB 005 dalam media PGM 1, PGM 4 (PGM F), dan Ewid 1 tidak berkorelasi dengan pembentukan buah, pembentukan biji, daya berkecambah benih, dan bobot 1000 butir.

Saran

Perlu dicari media yang menunjukkan korelasi antara pengujian daya berkecambah serbuk sari dengan produksi dan mutu benih. Daya berkecambah serbuk sari pada stigma (in vivo germination test) perlu diketahui untuk menentukan viabilitasnya selama proses fertilisasi.

DAFTAR PUSTAKA

Adaniya, S. 2001. Optimal pollination environment of tetraploid ginger (Zingiber officinale Roscoe) evaluated by in vitro polllen germination and pollen tube growth in styles. Sci. Hort. 90:219-226.

Alcaraz, M. L., M. Montserrat, and J. I. Hormaza. 2011. In vitro pollen germination in avocado (Persea americana Mill.): Optimization of the

Dokumen terkait