• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II DASAR TEORI

2.8. Korosi

Korosi (karat) gejala destruktif yang mempengaruhi semua logam. Walaupun besi bukan logam pertama yang dimanfaatkan, tetapi besi paling banyak digunakan dan paling awal menimbulkan korosi.

Pencegahan korosi atau karat sejak awal sampai sekarang, banyak membebani peradaban manusia dikarenakan :

a. Biaya korosi sangat mahal, baik akibat korosi maupun pencegahannya. b. Korosi sangat memboroskan sumber daya alam.

c. Korosi sangat membahayakan manusia, bahkan mendatangkan maut. Definisi korosi adalah rusaknya suatu bahan atau menurunnya kualitas bahan karena terjadi reaksi dengan lingkungan.

Kebanyakan proses korosi adalah melalui proses elektrokimia beberapa secara kimiawi. Korosi terjadi pada logam, karena kebanyakan logam ditemukan dialam dalam bentuk oksida atau logam cenderung kembali ke keadaan pada saat ditemukan. Logam adalah konduktor listrik, sehingga memungkinkan terjadi proses elektrokimia.

Plastik tidak ada kecenderungan kembali ke kondisi alam. Korosi pada plastik terjadi karena reaksi dengan lingkungannya. Reaksi elektrokimia pada korosi logam biasanya secara elektrokimia yaitu dari Anoda menuju Katoda. Oksidasi adalah kehilangan elektron (terjadi di Anoda), sedangkan reduksi adalah mengembalikan ion menjadi atom (terjadi di Katoda).

Korosi dapat dibedakan menjadi dua macam, yaitu : a. Korosi Logam Sejenis

b. Korosi Logam Tak Sejenis

Adalah korosi karena tergantung dari logam yang berlainan, disebut juga korosi dwilogam atau korosi galvanis. Terjadinya korosi galvanis tergantung pada posisi relatif logam – logam tersebut pada deret galvanik.

Deret galvanik menyatakan potensial relatif antara logam – logam pada kondisi tertentu.

Perbedaan deret galvanik (DG) dengan deret elektrokimia (DEK) : a. DEK : data elektrokimia yang mutlak, untuk perhitungan yang teliti

DG : data hubungan antara logam yang satu dengan lainnya dari hasil kualitatif

b. DEK : memuat data dari unsur – unsur logam

DG : logam – logam murni dan campuran lebih bersifat praktis c. DEK : diukur pada kondisi standar

DG : diukur pada kondisi sembarang yang tertentu

2.8.1 Macam – Macam Korosi

Korosi dibedakan atau diklasifikasikan menurut penampakan logam yang terkorosi, adapun macam – macam korosi adalah sebagai berikut :

a. Korosi Merata

Adalah proses kimiawi atom elektrokimia berlangsung secara diseluruh permukaan logam yang berhadapan dengan lingkungan pengkorosi.

Korosi ini mudah dikontrol dengan cara coating, inkibitor (memakai bahan kimia), proteksi katodik.

b. Korosi Dwi Logam

Diakibatkan adanya dua logam yang tak sejenis. c. Korosi Pitting (kondisi pada air laut)

Adalah korosi dipermukaan benda kerja yang berbentuk lubang – lubang karena sangat distruktif (bahaya), sulit dicek, dapat

menyebabkan runtuhnya konstruksi dengan tak terduga. Dan untuk menghindari dipakai bahan – bahan yang tidak mempunyai korosi pitting antara lain : baja tahan karat 304, baja tahan karat 316, tembaga, incoloy, besi tuang, kuningan, perunggu, titanium dan masih banyak bahan yang tahan tehadap korosi pitting.

d. Korosi Crevice (Korosi Celah)

Adalah korosi yang terjadi secara lokal didalam sela – sela antara logam dan permukaan logam yang terlindungi, dimana larutan didalamnya tidak bisa keluar dan banyak terjadi dibawah gasket, keling, baut, katub dan sebagainya.

Untuk menghindari korosi celah adalah menggunakan sambungan las, bahan keling atau baut serta menggunakan gasket yang tidak menyerap cairan (memakai teflon).

e. Korosi Intergranler (antar butir atau batas butir)

Terjadi karena pada daerah batas butir akibat adanya endapan atau mengandung senyawa lain. Adapun cara untuk menghindari korosi ini adalah menggunakan perlakuan panas dengan cairan yang bertemperatur tinggi sesudah pengelasan dan menurunkan kadar karbon, misalnya sampai 0,03% sehingga tidak terbentuk Cr C seperti pada stainless steal 304 (Fe, 18Cr, 8Ni).

2.8.2 Laju Korosi

Laju korosi untuk baja yang terendam dalam air maupun yang terletak di pantai dipengaruhi oleh interaksi berbagai faktor antara lain :

a. Karbon dioksida.

Karbon dioksida sangat mudah larut dalam air dingin, dan membentuk asam karbonat dengan pH 5,5 sampai 6.

b. Oksigen.

Oksigen akan meningkatkan efisiensi reaksi katoda dalam kondisi – kondisi basa yang selalu dijumpai pada ketel – ketel baja. Oksigen juga dapat menimbulkan sumuran atau peronggaan ketika terlempar keluar dari air saat temperatur naik dan masuk kedalam sistem.

c. Garam – garam magnesium dan kalsium.

Garam magnesium dan kalsium yang terlarut mengendap dari air ketika menguap, membentuk selapis kerak pada permukaan logam. Ketika kerak menebal, laju perpindahan panas menurun sehingga efisiensi hilang dan mendatangkan resiko terjadinya pelekukan atau distorsi serta terbentuknya endapan kerak kosong.

Mutu air juga merupakan peranan yang besar. Meningkatnya laju aliran, khususnya ditempat terjadi olakan, juga meningkatkan laju korosi.

Dalam air tawar, laju korosi sebesar 0,05 mm per tahun sudah biasa, walaupun mungkin laju itu turun hingga 0,01 mm per

tahun bila endapan mengandung kapur sudah terbentuk. Dalam air laut laju korosi rata – rata agaknya berada didaerah antara 0,1 – 0,15 mm per tahun.

2.8.3 Faktor – faktor yang mempengaruhi korosi Alluminium di air laut

a. Ion kloroda.

Sangat korosif terhadap logam yang mengandung besi. Baja karbon dan logam – logam besi biasa tidak dapat dipasifkan. Karena garam laut mengandung klorida lebih dari 55 %.

b. Hantaran listrik.

Hantaran yang tinggi memungkinkan anoda dan listrik katoda tetap bekerja kendati terpisah jauh, jadi peluang terkena korosi meningkat dan serangan total mungkin jauh lebih parah dibandingkan struktur yang sama pada air tawar.

c. Oksigen.

Korosi pada baja semakin besar dikendalikan secara katudik. Oksigen dengan mendeplorasikan katoda, mempermudah serangan; jadi kandungan oksigen yang tinggi akan meningkatkan korosi.

d. Kecepatan.

Laju korosi meningkat, khususnya bila ada aliran olakan. Air laut yang bergerak mungkin :

- Mengandung lebih banyak oksigen.

Selain itu benturan-benturan mempercepat penetrasi, sedangkan peronggan memperbanyak permukaan baja yang tersingkap sehingga korosi berlanjut.

e. Temperatur.

Peningkatan temperatur sekitar cenderung mempercepat serangan korosi. Air laut yang menjadi panas mungkin mengendapkan lapisan kerak yang protektif atau kehilangan sebagian oksigennya.

2.8.4 Lelah korosi ( corrosion fatigue )

Antara lelah korosi ( corrosion fatigue ) dan retak korosi tegangan ( SCC ) memang banyak miripnya, tetapi antara keduanya juga terdapat perbedaan sangat nyata, yakni bahwa lelah korosi sangat tidak spesifik.

Lelah mekanik dapat dialami semua logam, yaitu menyebabkan logam gagal pada tingkat tegangan jauh dibawah tingkat tegangan statik yang dapat membuatnya gagal.

Di lingkungan basah kita sering menjumpai bahwa ketahanan logam terhadap lelah menurun. Sehingga membuat lelah korosi menjadi bentuk korosi yang lazim dijumpai dan berbahaya.

Tahapan – tahapan perkembangan retak lelah kurang lebih sebagai berikut : a. Pembentukan pita – pita sesar yang menimbulkan intrusi atau

b. Nukleasi bakal retakan kurang lebih sepanjang 10 µm c. Pemanjangan bakal retakan ke arah paling disuka

d. Perambatan retak makroskopik ( 0,1 sehingga 1 mm ) dalam arah tegak lurus terhadap tegangan utama maksimum dan sehingga menyebabkan kegagalan.

Contoh – contoh lelah korosi ada tiga kategori, antara lain :

1. Aktif : terkorosi dengan bebas, baja karbon dalam air laut

2. Imun : logam dalam keadaan terlindung baik secara katodik maupun dengan pengecatan

3. Pasif : logam dalam keadaan terlindung oleh selaput permukaan yang dibangkitkan oleh korosi sendiri yaitu selaput oksida.

Dokumen terkait