• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kriminalisasi merupakan bagian dari kebijakan kriminal (criminal policy) dengan menggunakan sarana hukum pidana (penal) dan oleh karena itu termasuk bagian dari kebijakan hukum pidana (penal policy).35

Bertolak dari pendekatan kebijakan itu pula, Sudarto berpendapat bahwa dalam kebijakan penegakan hukum dalam rangka penanggulangan kejahatan dengan menggunakan hukum pidana harus diperhatikan hal-hal sebagai berikut:

a. Penggunaan hukum pidana harus memperhatikan tujuan pembangunan nasional, yaitu mewujudkan masyarakat adil dan makmur yang merata materiel dan spiritual berdasarkan Pancasila; sehubungan dengan ini maka (penggunaan) hukum pidana bertujuan untuk menanggulangi kejahatan dan mengadakan pendekatan terhadap tindakan penanggulangan itu sendiri demi kesejahteraan dan pengayoman masyarakat.

b. Perbuatan yang diusahakan untuk dicegah atau ditanggulangi dengan hukum pidana harus merupakan perbuatan yang tidak dikehendaki, yaitu perbuatan yang mendatangkan kerugian (material dan atau spiritual) atas warga masyarakat.

Berbicara mengenai syarat kriminalisasi pada hakikatnya berbicara tentang kriteria untuk menjadikan suatu perbuatan sebagai kejahatan. Oleh karena terlebih

35

dahulu harus diketahui apa yang disebut sebagai kejahatan. Mengenai kejahatan ada banyak pendapat. Menurut Roeslan Saleh menyatakan :36

“Sejak lama orang menaruh perhatian terhadap pertanyaan : syarat-syarat apakah yang harus dipenuhi, baru pembentuk undang-undang dapat menentukan suatu perbuatan atau perbuatan-perbuatan sebagai perbuatan pidana atau delik? Mencari jawaban atas pertanyaan ini mengakibatkan pula bahwa haruslah dipersoalkan terlebih dahulu mengenai tujuan apakah pada umumnya akan dicapai pembentuk undang-undang dengan menentukan suatu perbuatan sebagai perbuatan pidana. Selagi mengenai tujuan dari hukum pidana orang masih berbeda pendapat, selama itu pula pembentuk undang- undang pun akan menghadapi kesulitan untuk menetapkan apakah bentuk- bentuk baru dari kelakuan yang dipandang mengganggu ketenteraman masyarakat, akan dinyatakan suatu perbuatan pidana.”

Hukum Pidana juga mengakui adanya bantuan dari kriminologi, dalam menentukan kriteria suatu perbuatan sebagai kejahatan. J.M van Bammelen menetapkan kriteria suatu perbuatan sebagai kejahatan, yaitu :37

“Kejahatan adalah tiap-tiap kelakuan yang berbahaya dan juga tidak susila, yang menimbulkan begitu banyak ketidaktenangan dalam suatu masyarakat tertentu, sehingga masyarakat itu berhak untuk menyatakan celaan dan perlawanannya terhadap kelakuan itu dalam bentuk sengaja membebankan derita yang dikaitkan dengan kelakuan tersebut.”

Sejak defenisi yang mengacu pada pandangan kriminilogi ini maka muncul berbagai defenisi tentang kejahatan, antara lain pandangan yang menyatakan bahwa perbuatan jahat adalah perbuatan yang lebih dari sekedar licik atau akal-akalan

36

Roselan Saleh, Dari Lembaran Kepustkaan Hukum Pidana.(Jakarta, Sinar Grafitia : 1998), hal 73-74.

37

Roeslan Saleh, Perbuatan Pidana Dan Pertanggungjawaban Pidana, Dua Pengertian Dasar

(criminal conduct more than slippery still), dan perbuatan itu dinyatakan melanggar hukum dan dapat dikenai pidana.38

Sedangkan Moelyatno menyatakan bahwa perbuatan yang oleh hukum pidana dinyatakan sebagai perbuatan yang dilarang dinamakan perbuatan pidana. Selanjutnya, dikatakan pula bahwa menurut wujud dan sifatnya, perbuatan ini adalah perbuatan melawan hukum, merugikan masyarakat, dalam arti bertentangan dengan atau menghambat terlaksananya tata pergaulan masyarakat dan disebut juga sebagai anti sosial.39

Namun yang penting dalam mengukur suatu perbuatan sebagai kejahatan tergantung dari sudut pandang mana melihatnya. Hal ini dinyatakan pula oleh Roeslan Saleh :40

“Istilah kejahatan tidak dapat digunakan begitu saja untuk mengganti perbuatan pidana-pengertian perbuatan pidana lain isinya dari pengertian starbaar feit-Perbuatan pidana hanya menunjukkan sifatnya perbuatan yang terlarang-Dalam merumuskan perbuatan pidana hendaknya diperhatikan… Oleh karena perbuatan pidana ini sehari-hari juga disebut dengan “kejahatan” maka isitlah kejahatan lalu tidak dapat digunakan begitu saja dalam hukum pidana.”

Selain itu ada pula yang menyatakan kejahatan adalah bentuk prilaku penyimpangan dari aturan normatif yang berlaku, yang dipandang membahayakan norma-norma sosial yang melandasi kehidupan atau keteraturan sosial yang dapat

38

Hyaman Gross, A Theory Of Criminal Justice. (New York, Oxford University Press : 1979), hal 48-49.

39

Moeljatno, Perbuatan Pidana Dan Pertanggungjawaban Dalam Hukum Pidana. Pidato Dies Natalis Universitas Gajah Mada Tahun 1995, hal 9

40

menimbulkan ketegangan-ketegangan sosial dan mengancam terjaminnya ketertiban dalam dalam masyarakat.41

Uraian mengenai kejahatan diatas bagaimana dengan pencucian uang, apakah perbuatan ini dapat dikatagorikan sebagai kejahatan? Menyatakan pencucian uang sebagai kejahatan dapat dilihat dari proses tujuan menyimpang, misalnya, dengan menggelapkan identitas dan asal-usul uang dicuci. Dari sudut tujuan jelas sekali bahwa pencucian uang tersebut dimaksudkan untuk mengelak beberapa kewajiban, misalnya, berkaitan dengan pajak, atau untuk menyamarkan agar sumber uang yang berasal dari kejahatan yang tidak diketahui. Sedangkan dari sudut kerugian jelas bahwa perbuatan tersebut sangat merugikan masyarakat karena berkembangnya kejahatan pokok. Dari uraian mengenai indikasi yang ada maka praktik pencucian menyalahi norma yang ada dalam masyarakat, menimbulkan kerugian dan mendatangkan pencelaan. Selain itu membiarkan praktik pencucian uang berarti mengijinkan atau memungkinkan kejahatan yang mendasarinya tetap berkembang dengan subur. Berkaitan dengan hal itu dinyatakan bahwa praktik pencucian uang sangat erat kaitannya dengan kelangsungan kejahatan lain, yaitu bahwa hasil pencucian uang untuk membiayai kejahatan lain.

42

41

Sapirah Sadli, Persepsi Sosial Mengenai Perlakuan Menyimpang. (Jakarta, Bulan Bintang : 1996), hal 56.

42

Sarah N Welling, Smurf. Money Laundering And The U.S Fed. Criminal Law : The Crime Of Structuring Transactions. (Flo. L. Rev. Vol 41 : 1989), hal 291.

Kriminalisasi termasuk salah satu dari masalah pokok dalam hukum pidana.43 Menganalisis syarat kriminalisasi, tidak mungkin lepas dari konsepsi integral antar kebijakan kriminal dan kebijakan sosial. Berkaitan dengan hal tersebut diatas terdapat syarat kriminalisasi yanag harus didahalui pertimbangan-pertimbangan :44

a. Penggunaan Hukum Pidana harus memperhatikan tujuan pembangunan nasional;

b. Penggunaan Hukum Pidana bertujuan untuk menanggulangi kejahatan dan mengadakan pengugeran terhadap tindakan penaggulangan itu sendiri, demi kesejahteraan dan pengayoman itu sendiri;

c. Perbuatan yang diusahakan untuk dicegah atau ditanggulangi harus merupakan perbuatan yang tidak dikehendaki karena perbuatan mendatangkan kerugian bagi masyarakat;

d. Penggunaan Hukum Pidana harus pula menggunakan prinsip biaya dan hasil (cost and benefit principle)

Dari pertimbangan tersebut diatas maka syarat kriminal pada umumnya meliputi :45

1. adanya korban;

2. kriminalsasi bukan semata-mata ditujukan untuk pembalasan; 3. harus berdasarkan azas ratio principle dan;

4. adanya kesepakatan sosial (public support)

Syarat yang menyebutkan adanya korban ini menyiratkan bahwa perbuatan tersebut harus menimbulkan sesuatu yang buruk atau menimbulkan kerugian. Berkaitan dengan pencucian uang, setelah perdebatan panjang maka disepakati bahwa

43

Muladi dan Barda Nawawi, Teori-Teori dan Kebijakan Pidana. (Bandung, Alumni : 1992), hal 160.

44

Sudarto, Op. Cit, hal 14-18 45

Muladi, Pembaharuan Hukum Pidana Yang Berkualitas Indonesia. Makalah Dalam Rangka Hari Ulang Tuhan Fakultas Hukum UNDIP, (11 Januari 1998), hal 22-23.

pencucian uang tidak merugikan individu secara langsung tetapi berdampak pada munculnya kerugian keuangan nasional bahkan dianggap membahayakan keuangan global.46

Berkaitan dengan pandangan bahwa masyarakat (awam) secara individu tidak merasa dirugikan, hal itu tidak benar.47 Bagaimanapun juga kerana pencucian uang melibatkan uang dalam jumlah besar, akan mempengaruhi perekonomian secara nasional bahkan internasional. Oleh karenanya seharusnyalah masyarakat berkepentingan merasa menjadi korban.48

Selain itu kejahatan ini sangat merugikan lembaga keuangan, terutama perbankan. Karena pada umumnya mereka menggunakan sarana ini untuk melakukan proses pencucian uang. Apabila suatu bank terbukti digunakan untuk proses pencucian uang, maka bank tersebut akan kehilangan kepercayaan dari nasabahnya. Dengan memanfaatkan sarana lembaga keuangan mereka membangun jaringan bisnis sehingga mengakibatkan kerugian ekonomi. Oleh karena itu pencucian uang juga dimasukkan sebagai kejahatan ekonomi bahkan ada yang menyatakan pencucian uang sebagai economic crime industry, bila dikaitkan dengan pernyataan :49

“What is the economic crime industry? Or what does it consist? The activities, which make up economic crime, as a broad as the expression it self. The industriy comprises all nation of mafia, drug dealers, or any Organized criminal activity involving the funneling of money out of legitimate hands into criminal hands within the economic an umbrella”

46

Scott Sultzer, “Op Cit.”, hal 144. 47

Rajeev Savena, Cyber Laundering : The Next Step For Money Launders? (St.Thomas L. Rev. Vol 10 : 1998), hal 687.

48

Fletcher N Baldwin Jr, Money Laundering And Wire Transfer : When The New

RegulationTake Affect. Will They Help?. (DICK. J. Int’l, Vol 14 : 1996), hal 413.

49

Terjemahan bebas oleh Penulis :

“Apa saja kejahatan ekonomi industri? Atau terdiri dari apa yang dilakukan? Merupakan kegiatan yang melakukan kejahatan atas ekonomi, yang luas sebagaimana ungkapan kejahatan ekonomi industri itu sendiri. Industri yang terdiri dari semua bangsa mafia, bandar narkoba, atau apapun yang diselenggarakan, kegiatan kriminal yang melibatkan penyaluran uang dari tangan ke tangan dengan payung hukum pidana ekonomi. ”

Dimasukkan pencucian uang dalam kriteria kejahatan tersebut karena perbuatan itu menimbulkan kerugian. Kerugian perekonomian akan semakin meningkat manakala dihubungkan dengan globalisasi. Globalisasi telah memacu tidak saja aktifitas ekonomi antar negara yang sah tetapi juga memicu aktifitas yang ilegal.50

Kejahatan pencucian uang dalam konsep akutansi internasional juga mengakibatkan adanya defisit neraca transaksi berjalan, menimbulkan statistical error dan tidak mustahil menimbulkan secret money.51

Pencucian uang adalah suatu proses untuk menyembunyikan sumber uang yang berasal dari kejahatan, sehingga para pelaku kejahatan dengan leluasa bisa menggunakan uang tersebut dengan aman. Dalam hal ini termasuk juga untuk membiayai kejahatan tertentu seperti yang dilakuakan organized crime. Pencucian

50

Wolfgang H Reinicke, Global Public Policy : Governing Without Government. (Brookings Institution Pess : 1998), hal 135.

51

Hariyiadi Ramelan dan Delfiano Ras, Buletin Ekonomi Moneter Dan Perbankan. (Vol 1 No.4 : Maret 1999).

dengan demikian mendukung berkembangnya suatu kejahatan, artinya akan mengakibatkan kerugian besar bagi masyarakat.52

Kriminalisasi dilakukan tidak semata-mata ditujukan untuk membalas dendam, artinya bahwa dalam melihat permasalahan tidak hanya untuk memberikan suatu sanksi saja tetapi lebih dari itu, harus dipikirkan efektifitas pemberian sanksi. Selain itu kriminalisasi harus mempunyai tujuan yang lebih luas, seperti menjaga stabilisasi keuangan, kepercayaan terhadap lembaga keuangan.53

Mengingat sifatnya sebagai follw up crimes maka kriminalsasi pada akhirnya diharapkan untuk menanggulangi tidak saja kejahatan pencucian uang, tetapi juga menanggulangi kejahatan utamanya (core crimes). Misalnya, dengan menangkap pelaku pencucian uang dari hasil kejahatan organized crime diharapkan dapat pula ditangkap pelaku kejahatan utamanya. Selain itu sebagaimana disebutkan dalam konvensi-konvensi internasional, kriminalisasi pencucian uang tidak hanya ditujukan untuk menghukum pelaku tetapi juga harus diupayakan untuk melakukan penyitaan.54

Selanjutnya kriminalsasi tetap harus memperhatikan ratio principle, artinya kriminalsasi harus benar-benar menunjang tujuan yang dicapai. Harus

52

Yenti Garnasih, Kriminalsasi Pencucian Uang (Money Laundering)”. Cet.1, (Jakarta), Perpustakaan Nasional-Katalog Dalam Terbitan (KDT) : 2003, hal 72-73.

53

Fletcher N Baldwin Jr, Op Cit , hal 413. 54

Andrew Haynes, Money Laundering And Changes In International Banking Regulation. J.Int’l Banking Law, (1993), hal 454.

memperhitungkan prinsip keuntungan bila dibandingkan dengan kerugian yang timbul kalau tidak dilakukan kriminalisasi.55

Dalam kaitan dengan ini jelas sekali betapa kerugian yang diakibatkan oleh pencucian uang. Begitu besar angka pencucian uang di seluruh dunia telah memperlihatkan pentingnya dilakukan krimilasasi. Kemudian begitu gencar perhatian internasional tehadap masalah ini, termasuk munculnya desakan bagi Indonesia untuk melakukan kriminalsasi terhadap pencucian uang. Sekilas memang nampak adanya dilema, kalau melakukan kriminalsasi, berarti dana yang diharapkan masuk akan berkurang. Sebaliknya kalau tidak dilakukan kriminalsasi, Indonesia akan berhadapan dengan sanksi ekonomi dari masyarakat internasional. Indonesia tidak mempunyai pilihan lain kecuali melakukan kriminalisasi. Selain secara moral sangatlah tidaklah terpuji, menutup mata atas modal yang tidak jelas asalnya, masuk dan turut membiayai pembangunan nasional Indonesia. Membiarkan modal yang berasal dari kejahatan masuk ke Indonesia berarti juga membiarkan berkembangnya kejahatan yang melandasi (underlying crime) pencucian uang tersebut.56

Dalam menyusun suatu ketentuan perundang-undangan baru, antara lain harus dipikirkan mengenai anggaran untuk menegakkan peraturan perundang-undangan tersebut.57

55

Muladi, Op Cit , hal 24.

Misalnya dalam melaksanakan peraturan perbankan biaya penegakkan

56

Yenti Garnasih, Op Cit , hal 74. 57

John Braithwaite, Following The Money Trail To What Desnatioan? An Introdiction To The Symposium. Ala. L. Rev Vol 44 : 3 : 657 (1993), hal 658.

peraturan tersebut harus diperhitungkan pula.58 Selain itu juga harus diperhitungkan anggaran untuk penegakkan hukum pencucian uang dan diperhitungkan mengenai pendapatan pajak yang hilang karena ulah para penjahat.59

Sama pentingnya juga harus dipertimbangkan adanya kemungkinan hak pribadi yang hilang pada nasabah yang tidak bersalah, yang informasi keuangannya telah dilaporkan kepada pihak yang berwajib. Kesepakatan sosial yang diperlukan untuk melakukan kriminalisasi pencucian uang sangatlah jelas. Berbagai konvensi telah membahas tentang pentingnya kriminalisasi. Berbagai diskusi dalam seminar- seminar baik nasional maupun internasiomal diadakan untuk mendorong dilakukannya kriminalisasi. Berbagai pandangan muncul berkaitan tentang kesepakatan tentang sifat tercela dan merugikannya pencucian uang. Pentingnya kesepakatan sosial, adalah adanya suatu penilaian yang sama terhadap suatu perbuatan yang sudah sepantasnya dianggap sebagai perbuatan yang anti sosial.

Terlebih lagi kalau ada kecendrungan internasioanl yang mendorong negara- negara di dunia melakukan kriminalisasi pencucian uang, walaupun dibatasi hanya terhadap hasil kejahatan yang berkaitan dengan hasil kejahatan yang berkaitan dengan obat bius.60

58

John J. Byrne, The Bank Secrecy Act, Do Reporting Requirments Really Assist The Government?. Ala L. Rev, Vol 44 (1993), hal 801.

59

John Braithwaite, Op Cit, 658. 60

Demikian juga adanya dorongan dari Financial Action Task Force, yang antara lain menyatakan :61

“Each country should consider extending the offences of drug money laundering to any other crimes for which there is a link to narcotics : an alternative approach is to criminalize money laundring based on serious offences, and / or on all offences that generate a significant amount of proceeds, or on certain serious offences”.

Terjemahan bebas oleh Penulis :

“Setiap negara harus mempertimbangkan memperluas pelanggaran pencucian uang dari narkoba kepada kejahatan lainnya yang terdapat hubungan dengan perdagangan ilegal : alternatif pendekatan adalah untuk kriminalisasi pencucian uang berdasarkan pelanggaran serius, dan / atau pada semua pelanggaran yang menghasilkan sejumlah besar hasil, atau pada beberapa pelanggaran serius”.

Selain keempat syarat tersebut, upaya kriminalsasi tersebut harus dilakuakan dilakukan dengan cepat dan analisis yang mendalam. Ketidakcermatan dalam melakukan kriminalisasi hanya akan menimbulkan permasalahan dalam penegakannya.62

61

Financial Action Task Force On Money Laundering,, Report (1990), hal 16. 62

Dokumen terkait