• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kritik Terhadap Pendekatan Behavioristik (Perilaku) 1. Kekuatan Teori Belajar Behavioristik

Prinsip-prinsip dasar teori belajar behavioristik (perilaku) mempunyai kedudukan yang kuat seperti teori-teori lain dalam psikologi. Prinsip teori belajar behavioristik bermanfaat untuk menjelaskan banyak hal tentang perilaku manusia dan bermanfaat untuk mengubah perilaku.27 Unsur yang mempengaruhi perubahan perilaku tersebut yaitu unsur lingkungan dan pengkondisian (conditioning). Seorang individu bisa dikondisikan, bisa dibentuk oleh lingkungan sekitarnya. Maka lingkungan yang baik akan membentuk kepribadian yang baik juga.

Teori behavioristik mempelajari terbentuknya perilaku manusia atas dasar konsep stimulus respons yang berarti perilaku manusia sangat terkondisi oleh lingkungan. Lingkungan yang buruk akan menghasilkan manusia yang buruk, sebaliknya lingkungan yang baik menghasilkan manusia yang baik. Pendekatan ini juga memandang bahwa perilaku manusia terbentuk karena adanya pengaruh dari penguatan (reinforcement). Dalam hal ini tidak diperbincangkan adanya makna perilaku baik dan buruk, kecuali hasil dari reinforcement sebagai penguat positif atau negatif. Teori ini juga memandang motivasi untuk mendorong manusia bertingkah laku adalah penyesuaian diri dengan lingkungan. Konsep ini

mengisyaratkan bahwa ketika manusia dilahirkan, ia tidak membawa bakat apa – apa karena manusia berkembang atas dasar stimulasi dari lingkungannya. Pandangan ini beranggapan bahwa manusia tidak memiliki kesempatan untuk menentukan dirinya sendiri, oleh karena itu aliran ini memiliki kecenderungan untuk mereduksi manusia. Artinya, manusia tidak memiliki jiwa kemauan dan kebebeasan untuk menentukan pilihannya sendiri. Dalam hal ini kiranya perlu dipertimbangkan bahwa manusia sebagai makhluk hedonis, padahal manusia juga memiliki kehendak untuk mengabdi pada Tuhannya dengan tulus ikhlas dan penuh kesadaran.

Aliran behavioristik mempelajari terbentuknya perilaku manusia atas dasar konsep stimulus-respons yang berarti perilaku manusia sangat terkondisi oleh lingkungan. Lingkungan yang buruk akan menghasilkan manusia yang buruk, sebaliknya lingkungan yang baik menghasilkan manusia yang baik. Dengan demikian nampak bahwa prinsip teori belajar behavioristik cukup relevan dengan Islam karena mengajarkan besarnya pengaruh lingkungan terhadap manusia sebagaimana ungkapan sebuah hadits:

“Manusia dilahirkan dalam keadaan suci, maka kedua orang tuanyalah yang menjadikannya Yahudi, Nasroni atau Majusi.” (H.R.Bukhari).

Perilaku manusia mengikuti hukum sebab-akibat, dimana sebab-sebab itu sendiri dapat dikontrol dan diciptakan. Para ahli aliran behaviouristik berhasil menemukan kaidah-kaidah belajar yang

melandasi perubahan perilaku. Kaidah dan hukum belajar ini dapat dianggap sebagai keunggulan dari aliran behavioristik dalam menelaah konsep manusia yang dikaitkan dengan firman Allah dalam surat Ar – Ra’d ayat 11 yaitu bahwa manusia dapat mengubah nasib dirinya sendiri. Petunjuk Tuhan bagi mereka yang ingin mengubah nasib dirinya tentunya dapat menggunakan metode dan teknik belajar dengan memanfaatkan temuan-temuan aliran behavioristik.28

Dari uraian diatas, dapat diambil beberapa kekuatan teori belajar behavioristik yaitu:

a. Menjelaskan banyak hal tentang perilaku sehingga bermanfaat untuk memodifikasi atau merubah perilaku siswa.

b. Menyajikan banyak tekhnik pemberian hadiah dan hukuman untuk memperkuat dan memperlemah perilaku siswa.

c. Teori behavioristik cocok untuk penegakan kedisiplinan karena memandang bahwa pengetahuan telah terstruktur rapi dan teratur, maka pebelajar atau orang yang belajar harus dihadapkan pada aturan-aturan yang jelas dan ditetapkan terlebih dulu secara ketat. Pembiasaan dan disiplin menjadi sangat esensial dalam belajar, sehingga pembelajaran lebih banyak dikaitkan dengan penegakan disiplin. Kegagalan atau ketidakmampuan dalam penambahan pengetahuan dikategorikan sebagai kesalahan yang perlu dihukum

28 Rifaat Syauqi Nawawi, Metodologi Psikologi Islami (Pustaka Pelajar: Yogyakarta, 2000), hlm.61-62.

dan keberhasilan belajar atau kemampuan dikategorikan sebagai bentuk perilaku yang pantas diberi hadiah.

2. Kelemahan Teori Belajar Behavioristik

Teori-teori belajar perilaku mempunyai ruang lingkup yang terbatas. Keterbatasannya yaitu hanya terfokus pada perilaku yang dapat diamati, proses belajar yang kurang terlihat seperti pembentukan konsep, pembelajaran dari teks, dan pemecahan masalah.29 Terdapat hal yang berseberangan antara pendidikan Islam dengan teori belajar behavioristik, yaitu ada faktor lain yang tidak kalah penting dari lingkungan, pengkondisian, dan berbagai pembiasaan atau latihan. Faktor tersebut adalah faktor bawaan, keturunan atau hereditas. Akan tetapi di dalam Islam, ada yang lebih penting diatas semuanya yaitu faktor kehendak atau iradah Allah, dan persetujuan atau taufiq dari Allah. Biarpun seseorang sudah berada di lingkungan yang terbaik, berasal dari keturunan terbaik, tetap saja semuanya bergantung pada kehendak dan persetujuan Allah. Disinilah do’a sangat berperan penting.

Ajaran Islam mengkaji perilaku dengan cara mempertimbangkan jiwa, perilaku manusia hanya merupakan interpretasi dari kejiwaan manusia. Jadi tidak hanya dari aspek stimulus-respon saja seperti yang diungkapkan teori behavioristik. Iman Al Ghozali mendefinisikan jiwa dengan istilah nafs (jiwa), qalbu

29 Robert E. Slavin, Loc. Cit.

(hati), roh dan aql (akal). Dalam teori behavioristik, istilah tadi tidak nampak sama sekali. Teori psikologi behavioristik tidak mengkaji jiwa tetapi akibatnya yaitu tingkah laku. Unsur rohaniah manusia sudah tidak dianggap penting dalam kesehatan mentalnya.30

Dari penjelasan di atas dapat diambil kelemahan-kelemahan yang terdapat dalam teori behavioristik yaitu:

a. Hanya menjelaskan proses belajar yang dapat diamati, tidak mencakup proses kegiatan mental (kognitif).

b. Peristiwa belajar bersifat otomatis-mekanis, padahal seseorang belajar itu memiliki sifat self control (kontrol diri) untuk menolak atau merespon sesuatu bila tidak ia kehendaki.31

c. Pembelajaran siswa yang berpusat pada guru (teacher centered learning), bersifat mekanistik, dan hanya berorientasi pada hasil yang diamati dan diukur.

d. Tidak mampu menjelaskan situasi belajar yang kompleks, sebab hal-hal yang berkaitan dengan pendidikan atau belajar yang tidak dapat diubah menjadi sekedar hubungan stimulus dan respon. e. Tidak mampu menjelaskan alasan-alasan yang mengacaukan

hubungan antara stimulus dan respon ini dan tidak dapat menjawab hal-hal yang menyebabkan terjadinya penyimpangan antara stimulus yang diberikan dengan responnya.

30

Hasan Langgulung, Manusia dan Pendidikan (Jakarta: PT Al Husna Zikra, 1995), hlm. 308.

31 Abdul Rahman Saleh, Psikologi: Suatu Pengantar Dalam Perspektif Islam (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2009), hlm. 216.

f. Pandangan behavioristik juga kurang dapat menjelaskan adanya variasi tingkat emosi siswa, walaupun mereka memiliki pengalaman penguatan yang sama.

g. Teori behavioristik juga cenderung mengarahkan pebelajar untuk berfikir linier, konvergen, tidak kreatif dan tidak produktif. Pandangan teori ini bahwa belajar merupakan proses pembentukan (shaping), yaitu membawa pebelajar menuju atau mencapai target tertentu, sehingga menjadikan peserta didik tidak bebas berkreasi dan berimajinasi. Padahal banyak faktor yang mempengaruhi proses belajar, tidak sekedar pembentukan (shaping).

h. Skinner dan tokoh-tokoh lain pendukung teori behavioristik memang tidak menganjurkan digunakannya hukuman dalam kegiatan pembelajaran. Namun apa yang mereka sebut dengan penguat negatif (negative reinforcement) cenderung membatasi siswa untuk berpikir dan berimajinasi.

i. Implikasi dari teori behavioristik dalam proses pembelajaran dirasakan kurang memberikan ruang gerak yang bebas bagi pebelajar untuk berkreasi, bereksperimentasi dan mengembangkan kemampuannya sendiri.

j. Evaluasi menekankan pada respon pasif, ketrampilan secara terpisah, dan biasanya menggunakan paper and pencil test. Evaluasi hasil belajar menuntut jawaban yang benar. Maksudnya bila pebelajar menjawab secara “benar” sesuai dengan keinginan guru,

hal ini menunjukkan bahwa pebelajar telah menyelesaikan tugas belajarnya. Teori ini hanya menekankan evaluasi pada kemampuan pebelajar secara individual.

Berdasarkan uraian di atas, terlihat dengan jelas bahwa pemikiran pendidikan behavioristik tidak sepenuhnya dapat diterima dalam ajaran pendidikan Islam. Pemikiran pendidikan tersebut hanya berdasarkan pada pandangan filsafat manusia yang dilihat hanya dalam segi luarnya saja, dan kurang melihat dari segi dalam diri manusia itu sendiri. Dalam pandangan behavioristik manusia dianggap sebagai tong kosong, makhluk yang tidak berjiwa, atau seperti robot yang dapat digerakkan sepenuhnya oleh keinginan sang dalang. Ini menjadikan manusia yang hanya melakukan sesuatu karena hadiah atau pahala sebagai upah perbuatan baik dan hukuman atau dosa sebagai balasan perbuatan buruk. Dan hal ini bertentangan dengan pandangan Islam yang melihat manusia sebagai makhluk yang memiliki hati nurani, fikiran, perasaan, dan kebebasan menentukan jalan hidupnya sendiri. Sedangkan kalau kita fahami, bahwa pandangan Skinner hanya mendasarkan diri tentang manusia, dan tidak dibarengi dengan pandangan tentang Tuhan sebagaimana telah dikemukakan di atas. Hal ini menunjukkan tentang kedangkalan pandangan behavioristik.

3. Sikap Terhadap Teori Behavioristik

Perlu diingat bahwa psikologi modern tidaklah semuanya Barat. Ia merupakan pengalaman berpuluh abad lamanya. Banyak ide-ide yang berasal dari Aristoteles dan berbagai filosof Yunani lama biarpun pada cabang yang mutakhir dari psikologi pendidikan. Dalam bidang pribadi, sosial, dan pengobatan jiwa terdapat ide-ide yang telah disumbangkan oleh pemikir-pemikir Islam seperti Ibn Sina, Ibn Sireen, Al Ghozali, dan lain-lain. Jadi kalau kita buang keseluruhan psikologi Barat mungkin kita akan membuang sebagian warisan kita sendiri. Yang perlu dilakukan adalah bersikap waspada dan berjaga-jaga.32 Terkait dengan teori belajar behavioristik, kita tidak perlu menerima atau menolak suatu teori secara keseluruhan. Yang perlu diingat bahwa prinsip-prinsip teori ini khususnya dalam pemberian hadian dan hukuman hanya sebatas alat atau instrument penunjang dalam pembelajaran, bukan sebagai tujuan pendidikan.

Teori belajar behavioristik mereduksi manusia hanya terbatas pada mekanikal-pragmatis dan menjadikan individu berorientasi pada materi (hadiah). Meskipun demikian, tidak semua konsep teori belajar behavioristik itu bersifat destruktif atau bertentangan dengan Islam. Teori-teori pembelajaran perilaku sangat penting bagi penerapan psikologi pendidikan dalam pengelolaan ruang kelas, disiplin, motivasi,

model pengajaran, dan bidang-bidang lain.33 Di sisi lain, masih terdapat beberapa pemikiran yang tidak bertentangan dengan Islam, sehingga perlu diadakan sintesa. Dari sintesa teori belajar tersebut diharapkan muncul teori belajar terpadu yang selaras dengan idealisme Islam, yaitu kumpulan dari beberapa prinsip yang berkaitan dengan belajar yang bersumber dari Al-Qur’an, hadist, khazanah pemikiran intelektual muslim, dan mengadopsi teori belajar barat yang relevan dengan Islam. Harapannya dengan teori belajar terpadu ini memberikan implikasi pada proses pembelajaran yang efektif dan efisien.

Dokumen terkait