• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN DASAR TEORI

2.6 Kualitas Air Sungai

digunakan sebagai pendukung keputusan untuk menilai jumlah klasteryang paling cocok digunakan.

2.6 Kualitas Air Sungai 2.6.1 Pencemaran Air Sungai

Mengacu pada Undang-Undang Nomer 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, pencemaran lingkungan hidup adalah masuk atau dimasukkannya makhluk hidup, zat, energi atau komponen lain ke dalam lingkungan hidup oleh kegiatan manusia sehingga melampaui baku mutu lingkungan hidup yang telah ditetapkan. Pencemaran air didefinisikan sebagai pembuangan substansi dengan karakteristik dan jumlahnya yang menyebabkan estetika, bau dan rasa menjadi terganggu dan atau menimbulkan potensi kontaminasi (Suripin, 2002).

Permasalahan air limbah yang menurunkan kualitas badan air perlu diperhatikan karena sebagian besar limbah cair sisa aktivitas manusia langsung dibuang ke saluran. Maka dari itu seiring dengan bertambahnya penduduk bertambah pula beban pencemaran air sungai. Sumber pencemaran merupakan komponen yang mengakibatkan polusi atau pencemaran di dalam air. Ciri-ciri air yang mengalami pencemaran sangat bervariasi, tergantung jenis air dan polutannya. Polusi air dapat disebabkan oleh sumber dan jenis polutan yang sangat bervariasi (Sunu, 2001).

Laporan penelitian menunjukkan bahwa terdapat 483 industri yang terletak di sepanjang Sungai Brantas membuang limbah langsung ke sungai. Beban pencemaran Kali Surabaya diperkirakan mencapai 125 ton BOD/hari. Sebayak 96% dari total beban tersebut berasal dari 45 industri dengan potensi pencemar sangat berat (Status Lingkungan Hidup Kota Surabaya, 2013).

Studi kualitas lingkungan hidup di Jawa Timur yang dilakukan oleh Bappedal dan Lembaga Penelitian ITS Surabaya menyatakan bahwa pencemaran berat yang terjadi pada bagian hilir Kali Surabaya disebabkan oleh limbah industri dan limbah domestik di daerah padat penduduk. Pada studi pemetaan industri, lokasi yang berpotensi tercemar yang dilakukan oleh Dinas Perindustrian dan Perdagangan Jawa Timur dan Jurusan Teknik Lingkungan menyatakan bahwa

22

pencemaran air Kali Surabaya terjadi dimulai pada DAM Jagir/Ngagel dan tingkat pencemaran tertinggi adalah setelah ada masukan dari Kali Tengah (Masduqi dan Apriliani, 2008).

2.6.2 Sumber Pencemaran Air Sungai

Secara umum pencemaran air berdasarkan sumbernya dapat dikategorikan menjadi dua, yaitu sumber kontaminan langsung dan tidak langsung. Sumber langsung meliputi efluen yang keluar dari industri, TPA (Tempat Pembuangan Akhir) sampah, dan sebagainya. Sumber tidak langsung merupakan kontaminan yang memasuki badan air dengan cara merembes dari tanah, atmosfer berupa hujan, maupun pembuangan langsung lainnya ke badan sungai yang dilakukan sewaktu-waktu (Status Lingkungan Hidup Kota Surabaya, 2012).

Penyebab pencemaran air juga dapat digolongkan berdasarkan aktifitas manusia dalam memenuhi kebutuhan hidupnya, yaitu limbah yang berasal dari industri, rumah tangga ataupun pertanian. Polutan air merupakan komponen yang mengakibatkan polusi atau pencemaran di dalam air. Ciri-ciri air yang mengalami pencemaran sangat bervariasi, tergantung dari jenis dan polutannya. Polusi air dapat disebabkan oleh sumber dan jenis polutan yang sangat bervariasi.

Menurut Effendi (2003) terdapat 2 bentuk pencemar, yaitu:

1. Point Sources (Sumber Tertentu) ; merupakan sumber pencemar yang membuang efluen (limbah cair) melaui pipa, selokan atau saluran air kotor ke dalam badan air pada lokasi tertentu. Misalnya pabrik, tempat-tempat pengolahan limbah cair (yang menghilangkan sebagian tetapi tidak seluruh zat pencemar), tempat-tempat penambangan yang aktif dan lain-lain. Karena lokasinya yang spesifik, sumber-sumber ini relatif lebih mudah diidentifikasi, dimonitor, dan dikenakan peraturan-peraturan.

2. Non-point Sources (Sumber tak Tentu) ; terdiri dari banyak sumber yang tersebar yang membuang efluen, baik ke dalam badan air maupun tanah pada suatu daerah yang luas. Contohnya adalah limpasan air dari ladang-ladang pertanian, peternakan, lokasi pembuangan, tempat parkir dan jalan raya. Pengendalian sumber pencemar ini cukup sulit dan membutuhkan biaya yang tinggi untuk mengidentifikasi dan mengendalikan sumber-sumber pencemar

23

yang tersebar tersebut. Oleh karena itu, dibutuhkan suatu pendekatan terpadu dengan penekanan pada pencegahan pencemar. Pencegahan tersebut dapat dilakukan salah satunya melalui pantauan ruang yang baik.

Secara umum penyebab pencemaran air dapat digolongkan berdasarkan aktifitas manusia dalam memenuhi kebutuhan hidupnya, yaitu limbah yang berasal dari industri, rumah tangga dan pertanian (Effendi, 2003). Dalam inventarisasi sumber pencemar air diperlukan data dan informasi untuk mengenali, mengelompokkan serta memperkirakan besaran dari sumber pencemar air. Sumber pencemar air berdasarkan karakteristik limbah yang dihasilkan dapat dibedakan menjadi sumber limbah domestik dan sumber limbah non-domestik. Sumber limbah domestik umumnya berasal dari daerah pemukiman penduduk dan sumber limbah non-domestik berasal dari kegiatan seperti industri, pertanian dan peternakan, perikanan, pertambangan, atau kegiatan yang bukan berasal dari wilayah pemukiman (Peraturan Menteri Lingkungan Hidup No 1 Tahun 2010).

Tabel 2.1 Klasifikasi Sumber Pencemar Air

Karakteristik Limbah

Sumber Tertentu (Point Source)

Sumber Tak Tentu (Non-Point Source)

Limbah Domestik

Aliran limbah urban dalam sistem saluran dan sitem pembuangan limbah domestik terpadu

Aliran limbah daerah pemukiman di Indonesia pada umumnya

Limbah Non-Domestik

Aliran limbah industri, pertambangan

Aliran limbah pertanian, peternakan, dan kegiatan usaha kecil-menengah Sumber : Peraturan Menteri Lingkungan Hidup No 1 Tahun 2010

2.6.3 Definisi Kualiatas Air Sungai

Kualitas air pada dasarnya dapat dilakukan dengan pengujian untuk membuktikan apakah air itu layak dikonsumsi atau tidak. Menurut Riyadi (1984), parameter-parameter yang digunakan untuk mengukur kualitas air meliputi sifat fisik, kimia, dan biologis. Parameter-parameter tersebut dijelaskan sebagai berikut:

24 1. Fisik

Parameter fisik air yang sangat menentukan kualitas air adalah kekeruhan (turbiditas), suhu, warna, bau, rasa, daya hantar listrik, jumlah padatan tersuspensi dan padatan terlarut.

2. Kimia

Sifat kimia yang dapat dijadikan indikator yang menetukan kualitas air adalah pH, BOD, COD, DO, minyak-lemak, kalium, magnesium, mangan, besi, sulfida, amoniak, nitrit, nitrat, fosfat, logam berat.

3. Biologis

Organisme dalam perairan dapat dijadikan indikator pencemaran suatu lingkungan perairan, misalnya bakteri, ganggang, benthos dan ikan.

Penentuan kualitas air, pada dasarnya dapat dilakukan dengan pengujian untuk membuktikan apakah air tersebut layak untuk dikonsumsi atau tidak. Penetapan standar sebagai batas mutu minimal yang harus dipenuhi ditentukan oleh standar internasional, standar nasional maupun standar perusahaan.

2.6.4 Parameter Kualitas Air Kebutuhan Oksigen Biokimia (BOD)

Kebutuhan oksigen biokimia menunjukkan jumlah oksigen terlarut yang dibutuhkan oleh organisme hidup untuk memecah atau mengoksidasi bahan-bahan buangan air limbah. Nilai BOD tidak menunjukkan jumlah bahan organik yang sebenarnya, tetapi hanya mengukur secara relatif jumlah oksigen yang dibutuhkan untuk mengoksidasi bahan-bahan buangan tersebut. Jika konsumsi oksigen tinggi yang ditunjukkan dengan semakin kecilnya sisa oksigen terlarut, maka kandungan bahan-bahan buangan membutuhkan oksigen tinggi (Karnaningroem, 2006).

BOD hanya menggambarkan bahan organik yang dapat didekomposisi secara biologis. Bahan organik ini dapat berupa lemak, protein, kanji, glukosa, aldehida, ester, dan sebagainya. Dekomposisi selulosa secara biologis berlangsung relatif lambat. Bahan organik merupakan hasil pembusukan tumbuhan dan hewan yang telah mati atau hasil buangan limbah domestik dan industri (Effendi, 2003).

25

Kebutuhan Oksigen Kimia (COD)

Kebutuhan oksigen kimia merupakan jumlah oksigen yang dibutuhkan untuk mengoksidasi zat-zat organik yang ada dalam 1 liter sampel air. Angka COD merupakan ukuran bagi pencemaran air oleh zat-zat organik yang dapat dioksidasi melalui proses mikrobiologis (Suripin, 2002).

COD menggambarkan jumlah total oksigen yang dibutuhkan untuk mengoksidasi bahan organik secara kimiawi. Pada prosedur penentuan COD, oksigen yang dikonsumsi setara dengan jumlah dikromat yang diperlukan untuk mengoksidasi air sampel (Karnaningroem, 2006).

Oksigen Terlarut (DO)

Oksigen terlarut merupakan parameter mutu air yang penting karena nilai oksigen terlarut dapat menunjukkan tingkat pencemaran atau tingkat pengolahan air limbah. Oksigen terlatur ini akan menentukan kesesuaian suatu jenis air sebagai sumber kehidupan biota (Sunu, 2001).

Oksigen terlarut dapat berasal dari proses fotosintesis tanaman air, dalam jumlahnya tidak tetap tergantung pada jumlah tanamannya, dan dari atmosfer yang masuk kedalam air dengan kecepatan terbatas. Konsentrasi oksigen terlarut yang terlalu rendah akan mengakibatkan ikan-ikan atau binatang air lainnya yang membutuhkan oksigen akan mati. Sebaliknya konsentrasi oksigen terlarut yang terlalu tinggi akan mati juga mengakibatkan proses pengkaratan semakin cepat, karena mengakibatkan hydrogen yang melapisi permukaan logam (Suripin, 2002). Kadar oksigen terlarut diperairan alami bervariasi, tergantung pada suhu. Semakin besar suhu dan ketinggian serta semakin kecil tekanan atmosfer kadar oksigen terlarut semakin kecil. Semakin tinggi suatu tempat dari permukaan air laut, tekanan atmosfer semakin rendah. Kadar oksigen terlatut juga berfluktuasi secara harian dan musiman tergantung kepada pencemaran dan pergerakan massa air, aktivitas fotosintesis, respirasi air limbah yang masuk ke dalam badan air (Effendi, 2003).

2.6.5 Baku Mutu Parameter Kualitas Air

Penetapan standar sebagai batas mutu minimal yang harus dipenuhi telah ditentukan oleh standar internasional, standar nasional, maupun standar

Dokumen terkait