• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kualitas Media Pembelajaran Daur Hidup Hewan Berbasis

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

4) Data Analisis Kebutuhan

4.2. Pembahasan

4.2.2. Kualitas Media Pembelajaran Daur Hidup Hewan Berbasis

4.2.2.1Hasil Validasi Produk Media Pembelajaran Daur Hidup Hewan Berbasis Metode Montessori

Kualitas media pembelajaran daur hidup hewan berbasis metode Montessori dapat dilihat dari hasil validasi produk media pembelajaran oleh ahli pembelajaran IPA, ahli pembelajaran Montessori, guru kelas III dan sepuluh siswa kelas III. Adapun hasil penilaian produk media pembelajaran daur hidup hewan yang didapatkan dari ahli pembelajaran IPA, ahli pembelajaran Montessori, guru kelas III dan sepuluh siswa kelas III pada tabel 4.36.

Tabel 4.36 Hasil Penilaian Media Pembelajaran Daur Hidup Hewan

No Penilai Rerata skor Kategori

1 Ahli pembelajaran IPA 4 Sangat baik 2 Ahli pembelajaran Montessori 4 Sangat baik 3 Guru kelas III 3,8 Sangat baik 4 Siswa kelas III 3,64 Sangat baik

129 Berdasarkan tabel 4.36, dapat diketahui bahwa rerata skor penilaian media pembelajaran daur hidup hewan sebesar 3,86. Hal ini menunjukkan bahwa media pembelajaran daur hidup hewan yang dikembangkan berdasarkan ciri media pembelajaran berbasis metode Montessori yaitu menarik, bergradasi, auto-

correction, auto-education, dan satu ciri tambahan kontekstual memiliki kualitas

sangat baik. Berdasarkan komentar dari para ahli, peneliti tidak melakukan perbaikan terhadap media pembelajaran melainkan hanya menambahkan gambar yang dapat digunakan oleh siswa untuk mencocokkan puzzle daur hidup katak dan katak 3 dimensi yang dipasang. Gambar tersebut sesuai dengan gambar yang terdapat pada papan puzzle daur hidup katak dan papan daur hidup katak.

4.2.2.2Hasil Pretest dan Posttest Siswa saat Uji Coba Lapangan Terbatas

Kualitas media pembelajaran daur hidup hewan berbasis metode Montessori juga dapat dilihat dari hasil pretest dan posttest siswa pada saat uji coba lapangan terbatas. Selain itu hasil pretest dan posttest digunakan oleh peneliti sebagai data pendukung untuk mengetahui kualitas media pembelajaran daur hidup hewan. Berikut adalah selisih nilai pretest dan posttest yang terdapat pada tabel 4.37.

Tabel 4.37 Selisih Nilai Pretest dan Posttest

No Nama Nilai Selisih

Nilai Pretest Posttest 1 Siswa 1 70 80 10 2 Siswa 2 60 80 20 3 Siswa 3 50 80 30 4 Siswa 4 50 80 30 5 Siswa 5 50 80 30 6 Siswa 6 30 70 40 7 Siswa 7 30 70 40 8 Siswa 8 10 70 60 9 Siswa 9 70 90 20 10 Siswa 10 70 100 30 Rerata 49 80 31

130 Berdasarkan tabel 4.37, nilai yang diperoleh siswa pada saat posttest lebih tinggi daripada nilai yang diperoleh saat pretest. Rerata nilai pretest sebesar 49 sedangkan rerata nilai posttest sebesar 80. Selisih rerata nilai pretest dan posttest adalah 31. Berdasarkan hasil nilai pretest dan posttest, dapat diketahui bahwa penggunaan media pembelajaran daur hidup hewan berbasis metode Montessori dapat membantu siswa dalam mempelajari materi daur hidup hewan. Hal ini dapat dibuktikan dengan adanya peningkatan nilai posttest yang diperoleh siswa setelah menggunakan media pembelajaran daur hidup hewan berbasis metode Montessori.

131

BAB V PENUTUP

Uraian dalam bab ini berisi kesimpulan, keterbatasan penelitian dan saran.

5.1.Kesimpulan

5.1.1. Prosedur pengembangan media pembelajaran daur hidup hewan berbasis metode Montessori untuk siswa kelas III dimodifikasi dalam lima tahap yaitu potensi dan masalah, perencanaan, pengembangan bentuk awal produk, validasi produk, dan uji coba lapangan terbatas. Pada tahap potensi dan masalah, peneliti melakukan identifikasi masalah dengan cara observasi, wawancara serta melakukan analisis kebutuhan. Pada tahap perencanaan, peneliti membuat desain media pembelajaran, desain album media pembelajaran, menyusun instrumen soal tes dan kuesioner validasi produk. Pada tahap pengembangan bentuk awal produk, peneliti mengembangkan desain media pembelajaran berdasarkan ciri media pembelajaran Montessori yaitu menarik, bergradasi, auto-correction, auto-education, dan satu ciri tambahan yaitu kontekstual. Pada tahap validasi produk, peneliti memvalidasi media pembelajaran dan album media pembelajaran sebelum diujicobakan secara terbatas. Pada tahap uji coba lapangan terbatas, peneliti melakukan pretest untuk mengetahui kemampuan awal siswa, bimbingan belajar menggunakan media pembelajaran, melakukan posttest untuk mengetahui kemampuan siswa setelah menggunakan media pembelajaran, memberikan kuesioner tanggapan mengenai produk pembelajaran pada siswa.

132 5.1.2. Kualitas media pembelajaran daur hidup hewan berbasis metode Montessori yang dikembangkan untuk siswa kelas III adalah sangat baik dengan rerata skor 3,86. Rerata skor tersebut dapat dilihat dari hasil validasi produk media pembelajaran oleh ahli pembelajaran IPA, ahli pembelajaran Montessori, guru kelas III dan sepuluh siswa kelas III. Media pembelajaran daur hidup hewan yang dikembangkan memiliki ciri-ciri media pembelajaran berbasis metode Montessori yaitu menarik, bergradasi, auto-correction, auto-

education, dan satu ciri tambahan yaitu kontekstual. Selain itu, hasil pretest

dan posttest digunakan oleh peneliti sebagai data pendukung untuk

mengetahui kualitas media pembelajaran. Nilai yang diperoleh siswa pada saat posttest lebih tinggi daripada nilai yang diperoleh saat pretest. Rerata nilai pretest sebesar 49 sedangkan rerata nilai posttest sebesar 80. Selisih rerata nilai pretest dan posttest sebesar 31. Oleh sebab itu, penggunaan media pembelajaran daur hidup hewan berbasis metode Montessori dapat membantu siswa dalam mempelajari materi daur hidup hewan yang dibuktikan dengan adanya peningkatan nilai posttest.

5.2.Keterbatasan Penelitian

5.2.1. Penelitian ini hanya dibatasi pada uji coba lapangan terbatas sehingga tidak sampai pada langkah uji coba lapangan lebih luas karena keterbatasan waktu dan biaya.

5.2.2. Kekeliruan memilih kertas dalam pencetakan desain puzzle gambar membuat lapisan kertas pada puzzle gambar sempat robek setelah melakukan uji coba lapangan terbatas.

133 5.2.3. Keterbatasan waktu yang digunakan siswa pada saat mengerjakan soal tes pada uji empiris pertama yang menyebabkan siswa tergesa-gesa dalam mengerjakan soal.

5.2.4. Kekeliruan pihak tukang kayu dalam pemasangan magnet media dan pewarnaan pada telur katak sehingga tidak seperti yang diminta oleh peneliti.

5.2.5. Peneliti kesulitan mencari percetakan yang bisa mencetak stiker kating yang digunakan untuk puzzle huruf karena ukuran stiker yang terlalu kecil.

5.3.Saran

5.3.1. Perlu dilakukan penelitian lanjutan untuk menguji kualitas media pembelajaran daur hidup hewan pada sampel yang lebih luas.

5.3.2. Pemilihan bahan-bahan yang digunakan untuk pembuatan media pembelajaran harus dicek lagi sebelum digunakan supaya tidak terdapat kerusakan.

5.3.3. Komunikasi antara peneliti dengan guru lebih dijaga supaya tidak terdapat kesalahan.

5.3.4. Peneliti harus lebih sering mengecek media yang dibuat dan mengkomunikasikan dengan pihak tukang kayu supaya tidak terdapat kekeliruan konsep saat pembuatan media pembelajaran.

5.3.5. Survey dahulu tempat-tempat yang mendukung dalam pembuatan media pembelajaran sehingga tidak kesulitan lagi pada saat proses pembuatan.

134 DAFTAR REFERENSI

Agris, Shela. (2011). Daur hidup hewan. Diakses dari website: http://shelaagris.blogspot.in/2011/06/bahan-ajar-ipa-kelas-iv.html?m=1 diakses pada tanggal 29 desember 2016 pukul 11.45 WIB.

Amin, C & Priyono, A. (2009). Ilmu pengetahuan alam 3: untuk SD dan MI kelas III. Jakarta: Pusat Perbukuan Departemen Pendidikan Nasional.

Arifin, Z. (2011). Penelitian pendidikan metode dan paradigma baru. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.

Aulia, Khanza. (2016). Daur hidup hewan: metamorfosis sempurna dan tidak

sempurna. Diakses dari website:

http://www.juraganles.com/2016/11/daur-hidup-hewan-metamorfosis-

sempurna-dan-tidak-sempurna.html?m=1 pada tanggal 29 desember 2016

pukul 11.00 WIB.

Badan Standar Nasional Pendidikan. (2006). Standar Isi dan Standar Kompetensi

Lulusan untuk satuan pendidikan dasar. Jakarta: BP. Cipta Jaya.

Borg, W. R. & Gall, M.D. (1983). Educational research: An introduction (4ed). New York & London: Longman.

Creswell, J.W. (2012). Research design: pendekatan kualitatif, kuantitatif, dan

mixed. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Gall, M.D., Gall, J.P., & Borg, W.R. (2007). Educational research: An

introduction. Boston: Pearson.

Gutex, G.L. (2013). Metode Montessori: panduan wajib untuk guru dan orangtua

didik PAUD (Pendidikan Anak Usia Dini). (A.L.Lazuardi, Penerj.)

Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Hainstock, E.G. (1997). The essential Montessori. USA: Penguin Books.

Hardiyanti. B.T. (2012). Pengembangan alat peraga pembelajaran IPS SD materi

keragaman budaya Indonesia berbasis metode Montessori. Skripsi.

Yogyakarta: Universitas Sanata Dharma.

Haryanto. (2002). Sains jilid 4 untuk kelas IV. Jakarta: Erlangga.

Hosnan, M. (2014). Pendekatan saintifik dan kontekstual dalam pembelajaran

abad 21. Bogor: Ghalia Indonesia.

Kosasih, E. (2014). Strategi belajar dan pembelajaran implementasi kurikulum 2013. Bandung: Yrama Widya.

Kustandi, C & Sutjipto, B. (2011). Media pembelajaran; manual dan digital edisi

kedua. Bogor: Ghalia Indonesia.

Lillard, A.S. (2005). Montessori: the science behind the genius. New York: Oxford University Press.

135 Meggitt, C. (2013). Memahami perkembangan anak. (Theodora, Penerj.) Jakarta:

PT. Indeks.

Montessori, M. (2002). The Montessori method. New York: Frederick A. Stokes Company.

Mooney, C.G. (2013). Theories of childhood: an introduction to Dewey,

Montessori, Erikson, Piaget, and Vygotsky. St.Paul: Redleaf Press.

Munadi, Y. (2010). Media pembelajaran; sebuah pendekatan baru. Jakarta: Gaung Persada Press.

Noi, H. (2011). Pengembangan alat peraga pembelajaran Matematika SD materi

perkalian berbasis metode Montessori. Skripsi. Yogyakarta: Universitas

Sanata Dharma.

Purwanto. (2007). Instrumen penelitian sosial dan pendidikan pengembangan dan

pemanfaatan. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Samatowa, U. (2011). Pembelajaran IPA di sekolah dasar. Jakarta: PT. Indeks. Sanaky, H.A.H. (2013). Media pembelajaran interaktif-inovatif. Yogyakarta:

Kaukaba Dipantara.

Sanjaya, W. (2013). Penelitian pendidikan: jenis, metode dan prosedur. Jakarta: Prenada Media Group.

_________. (2014). Media komunikasi pembelajaran edisi pertama. Jakarta: Prenada Media Group.

Siregar, E & Nara, H. (2011). Teori belajar dan pembelajaran. Bogor: Ghalia Indonesia.

Sudjana, N & Rivai, A. (1992). Media pengajaran (penggunaan dan

pembuatannya). Bandung: CV.Sinar Baru.

Sugiyono. (2011). Metode penelitian kuantitatif, kualitatif, dan kombinasi (mixed

methods). Bandung: Alfabeta.

________. (2012). Metode penelitian kuantitatif, kualitatif, dan R&D. Bandung: Alfabeta.

________. (2015). Metode penelitian pendidikan (pendekatan kuantitatif,

kualitatif, dan R&D). Bandung: Alfabeta.

Sukmadinata, N.S. (2008). Metode penelitian pendidikan. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.

Sumantoro & Hermana. (2009). Ayo belajar ilmu pengetahuan alam kelas 4 SD. Yogyakarta: Kanisius.

Suparno, P. (2011). Teori perkembangan kognitif Jean Piaget. Yogyakarta: Kanisius.

Supratiknya, A. (2012). Penilaian hasil belajar dengan teknik nontes. Yogyakarta: Universitas Sanata Dharma.

136 Susanto, A. (2013). Teori belajar dan pembelajaran di sekolah dasar. Jakarta:

Prenada Media Group.

Widoyoko, S. E. P. (2009). Evaluasi program pembelajaran: panduan praktis

bagi pendidik dan calon pendidik. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

_______________. (2014). Penilaian hasil pembelajaran di sekolah. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

_______________. (2015). Teknik penyusunan instrumen penelitian. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Wismono, J & Riyanto. (2004). Gembira belajar sains 4 untuk sekolah dasar

kelas 4. Jakarta: Grasindo.

Wulandari. T.T. (2016). Pengembangan alat peraga membaca dan menulis

permulaan berbasis metode Montessori. Skripsi. Yogyakarta: Universitas

Sanata Dharma.

Yusuf, A.M. (2014). Metode penelitian: kuantitatif, kualitatif, dan penelitian

gabungan. Jakarta: Prenadamedia Group.

Yusuf, S & Sugandhi, N. (2013). Perkembangan peserta didik: mata kuliah dasar profesi (MKDP) bagi para mahasiswa calon guru di lembaga pendidikan

tenaga kependidikan (LPTK). Jakarta: Rajawali Press.

Zuneldi, dkk. (2011). IPA 4: Ilmu pengetahuan alam SD kelas IV. Jakarta:Yudhistira.

137

138

Lampiran 1 Instrumen Identifikasi Masalah

142 Lampiran 1.2 Lembar hasil observasi pembelajaran IPA

143 Lampiran 1.3 Lembar hasil validasi pedoman wawancara kepala sekolah oleh ahli

151 Lampiran 1.4 Transkip wawancara dengan Kepala Sekolah

TRANSKIP WAWANCARA DENGAN KEPALA SEKOLAH

Peneliti : prestasi apa saja yang telah diraih oleh siswa selama satu tahun terakhir ini dalam bidang akademik?

Kepala Sekolah : oh... untuk siswa ya? Berarti tahun 2015/2016 to? Prestasi yang diraih siswa itu pas lomba di SD model kabupaten mendapat ranking 3 kemudian kelas V kemarin lomba IPA dan Matematika sampai kabupaten tetapi belum bisa masuk 20 besar. Mungkin itu saja mbak yang prestasi akademik.

Peneliti : nah, kalau untuk prestasi non akademiknya dalam satu terakhir ini apa saja ya, bu?

Kepala Sekolah : non akademik itu lombanya yang menggambar sama melukis itu ya mbak?

Peneliti : iya bu

Kepala Sekolah : Kemarin melukis itu mewakili sampai tingkat kabupaten, olahraga juga mewakili sepakbola putra 1 regu dari kecamatan minggir. Dalam rangka BKSN kemarin siswa kami mengikuti lomba Cerdas Cermat Alkitab, melukis, mewarnai dan sekolah kami mendapat juara 3 untuk lomba Cerdas Cermat Alkitab, juara 2 dan 3 untuk lomba mewarnai, dan juara harapan 2 untuk lomba melukis dalam tingkat kabupaten. Ya mungkin itu mbak kejuaran sementara yang diperoleh di tahun ini.

Peneliti : lalu bagaimana hasil nilai UN yang diraih oleh siswa selama 5 tahun terakhir ini khususnya dalam mata pelajaran IPA?

Kepala Sekolah : disini selama 2 tahun terakhir juara 3 terus tingkat

kecamatan mbak, tahun pelajaran 2015/2016 ada 3 anak yang mendapat nilai 100 untuk mata pelajaran IPA, kalau

152 tahun 2014/2015 ada 1 anak yang mendapat nilai 100, tetapi untuk 3 tahun yang lalu tidak ada yang mendapat nilai 100 untuk mata pelajaran IPA.

Peneliti : oh ya bu, bagaimana hasil nilai UN mata pelajaran IPA kalau dibandingkan dengan mata pelajaran yang lain ya, bu? Apakah tertinggi, sejajar, atau terendah ya, bu?

Kepala Sekolah : eeeee... kalau saya lihat, nilai UN mata pelajaran IPA itu sejajar mbak dengan nilai mata pelajaran lainnya. Mungkin saja mata pelajaran IPA dan Matematika dirasa cukup sulit mbak, karena pemahaman konsep yang kurang dari kelas bawah.

Peneliti : media pembelajaran IPA apa saja yang sudah tersedia di sekolah ya, bu?

Kepala Sekolah : ya, untuk media pembelajaran IPA disini sudah ada mbak karena udah ada gambar. Selain itu media pembelajaran yang bukan 1 seqip ada dua dus kotak merah tetapi sebagian sudah hilang.

Peneliti : eman-eman ya bu. Kepala Sekolah : iya mbak

Peneliti : bagaimana penyimpanan dan perawatan media pembelajaran supaya kondisinya tetap baik?

Kepala Sekolah : media pembelajarannya disimpan di ruang guru mbak, ada yang di dalam lemari juga. Bagi yang mau meminjam ya saya minta untuk menulis media apa yang digunakan untuk mencegah media itu tidak hilang.

Peneliti : lalu darimana sekolah memperoleh media pembelajaran itu? Apakah setiap tahun sekolah mendapatkan media pembelajarannya? Apakah itu dari hibah ataupun ada juga guru sendiri yang membuatnya?

Kepala Sekolah : kalau untuk media pembelajaran IPA, saya mengajukan proposal ke dinas, mbak. Kebanyakan itu media di sekolah ini mendapat bantuan dari dinas.

153 Peneliti : jadi selama ini yang guru membuat sendiri medianya

belum ada ya, bu?

Kepala Sekolah : ya belum ada sementara ini

Peneliti : lalu kira-kira faktor-faktor apa saja ya bu yang harus diperhatikan dalam pengadaan media pembelajaran?

Kepala Sekolah : untuk pengadaan ya yang menunjang pembelajaran seperti kemarin mengajukan bantuan untuk lensa di pembelajaran kelas IV. Kalau misalnya ga dapet bantuan ya saya masukkan dalam APBS.

Peneliti : lalu bagaimana ya bu pelaksanaan pembelajaran IPA selama ini?

Kepala Sekolah : ya yang saya lihat, guru dalam menggunakan media pembelajaran itu sangat minim. Lalu guru-guru disini kan belum mendapat pelatihan tentang penggunaan media pembelajaran mbak, jadi dalam pembelajaran guru tidak menggunakan media, padahal ya mbak media pembelajaran IPA sudah lengkap lho. (tertawa)

Peneliti : dalam penggunaan media pembelajaran, berapakah jumlah siswa untuk satu media pembelajaran?

Kepala Sekolah : untuk satu media pembelajaran? Peneliti : iya bu

Kepala Sekolah : umpamanya kalau medianya dipakai berarti untuk media pembelajaran seperti rangkaian seri pararel itu kan ada duapuluh mbak, jadi bisa digunain untuk empat atau lima kelompok, bahkan satu anak juga bisa menggunakan satu media soalnya media pembelajarannya banyak mbak. Peneliti : bagaimana respon siswa terhadap penggunaan media

dalam pembelajaran IPA?

Kepala Sekolah : sebetulnya anak itu antusias sekali dengan media

pembelajaran mbak, jadi kalau misalnya pembelajarannya menggunakan media berupa LCD itu anak-anak lebih senang, banyak warnanya. Kalau misalnya mau

154 menjelaskan tentang macam-macam hewan, ciri-ciri hewan pake poster gambar-gambar itu, wah nanti anak- anak jadi bisa langsung membedakan. Ooooo ini yang namanya hewan ini, gitu mbak. Alangkah baiknya untuk mata pelajaran IPA itu menggunakan media pembelajaran mbak.

Peneliti : bagaimana tingkat pemahaman siswa terhadap materi dalam pembelajaran IPA setelah menggunakan media, bu? Kepala Sekolah : saya kira lebih paham kalau menggunakan media

pembelajaran. Kalo umpamanya hanya mendengar atau membaca itu bakalan sering lupa tapi kalau dengan media pembelajaran anak bisa melihat terus mencermati gambar atau yang lainnya, lalu semakin lebih paham. Saya sendiri kalau disuruh mendengarkan sama nggunain media pembelajaran juga lebih paham yang nggunain media mbak.

Peneliti : apakah sebelumnya pernah ada penelitian yang dilakukan berkaitan dengan media pembelajaran?

Kepala Sekolah : sudah pernah mbak, itu juga dari sadhar lho mbak Peneliti : bagaimana proses penelitian yang telah dilakukan bu? Kepala Sekolah : penelitiannya itu membahas materi pecahan mbak, lebih

ke mata pelajaran Matematika. Misalnya 1 dipecah jadi ½ lalu dipecah jadi ¼ sampe yang paling kecil mbak. Saya juga ditinggalin media pembelajaran pecahan itu mbak, karena media pembelajaran untuk Matematika sama Bahasa Indonesia disini masih sangat minim mbak.

Peneliti : oh ya baik bu. Terima kasih ya bu atas penjelasan dan waktunya.

155 Lampiran 1.5 Lembar hasil validasi pedoman wawancara guru oleh ahli

163 Lampiran 1.6 Transkip wawancara dengan guru

TRANSKIP WAWANCARA DENGAN GURU

Peneliti : selamat siang, Bu Guru : siang mbak

Peneliti : terima kasih ya Bu sudah meluangkan waktu untuk saya wawancarain

Guru : baik mbak, sama-sama

Peneliti : pertanyaan pertama ya bu, media pembelajaran IPA apa saja yang sudah tersedia di kelas III?

Guru : duh, kalo untuk mata pelajaran IPA ga ada media e mbak. Kalau untuk mata pelajaran Matematika sama IPS lah ada beberapa. Peneliti : walaupun hanya gambar hewan atau tumbuhan itu tidak ada, bu? Guru : ga ada e mbak.

Peneliti : oh ya baik bu. Apakah ibu pernah membuat sendiri media untuk pembelajaran IPA?

Guru : jarang mbak

Peneliti : kalau jarang, berarti itu artinya ibu pernah membuat media pembelajaran sendiri ya bu?

Guru : pernah mbak, tapi hanya sekali atau dua kali saja.

Peneliti : oh begitu bu. Lalu media pembelajaran IPA apa yang pernah ibu buat?

Guru : dulu itu emmm... gambar-gambar itu lho mbak.. gambar-gambar hewan, misalkan hewan herbivora, omnivora, karnivora itu mbak. Peneliti : gambar-gambar yang ibu jadikan media itu diprint atau

bagaimana bu?

Guru : saya print sendiri mbak, ukurannya satu kertas hvs.

Peneliti : wah, bagus juga itu bu. Berapa jumlah siswa untuk penggunaan media pembelajaran untuk satu media, bu?

164 kira-kira satu kelompok mendapatkan empat gambar. Dulu saya buat media itu karena mau supervisi dari Ibu Kepala Sekolah mbak.

Peneliti : lalu, apakah Ibu pernah menggunakan media dalam pembelajaran IPA? Jika iya, media pembelajaran apa saja yang pernah ibu gunakan?

Guru : pernah, contohnya itu dulu saya pernah membawa balon mbak buat njelasin materi tentang benda gas. Selain itu saya juga pernah membawa telur ayam buat njelasin materi ciri makhluk hidup yang berkembang biak itu lho.

Peneliti : seberapa sering Ibu menggunakan media dalam pembelajaran IPA?

Guru : waduh mbak, kalo itu saya termasuknya jarang make media kalau ngajar. Paling kalau mau dinilai sama Kepsek saya baru nggunain media. Kalo buat kesehariannya sih engga mbak, ribet terus saya ga punya waktu e untuk mbuat medianya.

Peneliti : menurut Ibu, bagaimana penggunaan media pembelajaran bagi siswa dalam memahami materi dalam pembelajaran IPA? Guru : menurut saya siswa jadi lebih paham e, soalnya pas dulu saya

ngajar menggunakan media, mereka lebih cepat nangkep apa yang saya jelaskan. Selain itu saya jadi gausah njelasin panjang lebar tentang materinya, soalnya mereka udah bisa ngamatin sendiri lewat medianya. Istilahnya itu apa ya... ooooo itu mbak, tidak verbalisme, hehe

Peneliti : oalah iya bu bener juga ya. Lalu bagaimana respon siswa saat Ibu menggunakan media dalam pembelajaran IPA?

Guru : luar biasa sebenernya mbak. Siswa itu sangat senang, selalu ingin tahu dengan media yang saya bawa. Mereka itu jadi lebih aktif dari biasanya mbak, yang tadinya ada yang ngantuk, eeeh mereka jadi fokus gitu.

Peneliti : bagus juga ya bu ternyata respon dari siswa Guru : iya mbak

165 Peneliti : menurut Ibu, bagaimana keaktifan dan kemandirian siswa dalam

menggunakan media pembelajaran?

Guru : eeeemmmm.. menurut saya sih mereka bisa belajar sendiri tanpa saya harus njelasin kalau nggunain media soalnya mereka selalu ingin tahu tentang media yang mereka gunakan. Ya baik sih mbak sebenernya kalo saya ngajar menggunakan media, saya disini hanya sebagai fasilitator saja gitu tapi ya saya ga punya waktu buat nyiapin medianya.

Peneliti : lalu kalau misalkan siswa diberikan media, apakah siswa bisa menemukan sendiri atau mengetahui kesalahannya?

Guru : iya mbak, soalnya kan siswa nyoba-nyoba sendiri sama

medianya. Misalkan waktu itu saya bawa balon, siswa tidak percaya kalau setelah saya tiup balonnya di dalam balonnya itu ada gas. Nah setelah itu siswa saya suruh mencoba sendiri bener ga ya kalo di dalam balon yang sudah ditiup itu ada gasnya. Saya biarkan mereka mencoba sendiri sampai nemu jawabannya. Peneliti : oooo begitu bu. Apakah Ibu mengalami kesulitan dalam

menyampaikan materi IPA?

Guru : kalo itu tergantung mbak, tergantung sama materinya. Ada materi yang mudah, ada juga yang sulit. Tapi kebanyakan itu materi IPA masih abstrak e mbak, jadi saya ngerasa susah buat njelasin ke siswa. Selain itu juga tergantung sama pemahaman dari masing- masing siswa. Pengalaman saya ngajar di kelas 3 selama beberapa tahun itu ada siswa yang mudah paham kalau saya jelaskan, ada juga siswa yang ga paham-paham walaupun saya sudah

Dokumen terkait