• Tidak ada hasil yang ditemukan

KUALITAS MINYAK IKAN CAKALANG (Katsuwonus pelamis)

Pendahuluan

Latar belakang

Ikan cakalang merupakan komoditi unggulan hasil perikanan dan pengolahannya dapat dilakukan baik secara modern atau tradisional. Setiap pengolahan ikan dapat menghasilkan berbagai hasil samping. Hasil samping pengolahan ikan cakalang lebih banyak dihasilkan dari berat total ikan yang diolah.

Pemanfaatan hasil samping ikan cakalang sebagian besar dijadikan sebagai pakan ternak atau produk fermentasi, tetapi belum ada dimanfaatkan sebagai minyak ikan. Keunggulan minyak ikan adalah produk olahan perikanan yang mengandung asam lemak omega-3 yaitu EPA (asam eikosapentaenoat) dan DHA (asam dokosaheksaenoat) yang berperan penting bagi kesehatan manusia.

Minyak ikan di Indonesia pada umumnya diperoleh dari hasil samping pengolahan ikan kaleng dan tepung ikan. Minyak yang dihasilkan terutama memiliki warna lebih gelap, asam lemak bebas dan bilangan peroksida yang tinggi sehingga dapat mengakibatkan kerusakan minyak (Ahmadi 2012).

Kerusakan minyak disebabkan terjadinya proses oksidasi oleh oksigen dari udara terhadap asam lemak tidak jenuh, dalam minyak yang terjadi selama proses pengolahan atau penyimpanan asam lemak tidak jenuh semakin relatif terhadap oksigen dengan bertambah jumlah ikatan rangkap pada rantai molekul (Panagan et al. 2011).

Berdasarkan kajian tersebut dilakukan pemanfaatan masing-masing hasil samping yaitu kepala, kulit usus, hati dan gonad sebagai minyak ikan dan mengukur tingkat kerusakan minyak ikan tersebut selama penyimpanan.

Tujuan

Penelitian ini bertujuan menentukan kualitas minyak ikan dari masing-masing hasil samping ikan cakalang selama penyimpanan melalui metode akselerasi.

Bahan dan Metode Waktu dan tempat

Penelitian ini dimulai bulan Mei sampai dengan Juli 2013 dan tempat penelitian di Laboratorium Bioteknologi Hasil Perairan dan Laboratorium Bahan Baku Hasil Perairan, Institut Pertanian Bogor.

Bahan dan alat

Bahan utama penelitian ini adalah minyak ikan hasil ekstraksi dari masing-masing hasil samping ikan cakalang. Bahan kimia untuk analisis yaitu larutan thiosulfat, asam asetat, kloroform, larutan kalium-iodin (KI), akuades, larutan sodium thiosufat, indikator pati, alkohol, indikator PP, KOH, larutan trimethylpentane, akuades, dan p-anisidin.

Alat utama untuk ekstraksi minyak adalah rotary evaporator merek Buchi dan alat analisis kimia lainya yaitu spektrofotometer spektronik 20 untuk pengujian kualitas minyak ikan dan oven merek memmert UNB-400.

Tahapan penelitian

Penelitian ini diawali dengan mengekstraksi bahan baku dari hasil samping ikan cakalang yaitu kepala, kulit, usus, hati, dan gonad menjadi minyak. Minyak hasil ekstraksi disimpan selama 7 hari pada suhu 40˚C dan setiap harinya diukur kualitas minyak ikan berdasarkan analisis bilangan peroksida, bilangan asam lemak bebas, bilangan p-anisidien, dan nilai total oksidasi. Diagram alir penentuan kualitas minyak selama penyimpanan dapat dilihat pada Gambar 3.1.

Gambar 3.1 Diagram alir kualitas minyak ikan dari hasil samping ikan cakalang

Penentuan kualitas minyak ikan: 1. Bilangan peroksida

2. Bilangan asam lemak bebas 3. Bilangan p-anisidin

4. Nilai total oksidasi Penyimpanan

(0,1,2,3,4,5,6,7 hari - suhu 40˚C) Minyak ikan

(Kepala, Kulit, Usus, Hati, dan Gonad) Ekstraksi lemak

(Bligh and Dyer 1959)

Kulit Usus Hati Gonad Kepala

Bilangan peroksida (PV) (AOAC 1990)

Sebanyak 5 gram sampel dilarutkan ke dalam 30 mL larutan asam asetat glasial dan kloroform (3:2), kemudian ditambahkan kalium-iodin (KI) jenuh, akuades sebanyak 30 mL dan 0,5 mL larutan indikator pati 1% sampai merubah warna larutan menjadi biru. Selanjutnya dititrasi dengan larutan Na2S2O3 0,1 N hingga berubah menjadi warna kuning. Persentase bilangan peroksida (PV) dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut:

ilangan peroksi a meq Kg) erat sampel g)S x M x 000

Keterangan:

S : Jumlah sodium thiosulfat (mL)

M : Konsentrasi sodium thiosulfate (0.1) Bilangan asam lemak bebas (FFA) (AOAC 1995)

Sebanyak 10 gram minyak ditambahkan 25 mL alkohol 95% netral (erlenmeyer 200 mL), kemudian dipanaskan di dalam penangas air selama 10 menit. Selanjutnya ditambahkan indikator PP sebanyak 2 tetes sambil dikocok, lalu dilanjutkan dengan titrasi larutan KOH 0.1 N sampai berubah warna pink yang tidak hilang dalam 10 detik. Persentase bilangan asam lemak bebas dihitung berdasarkan persamaan berikut:

ilangan asam lemak e as ) x x M 0

Keterangan:

A : jumlah titrasi KOH (mL) N : Normalitas KOH

G : gram contoh

M : bobot molekul asam lemak dominan

Bilangan p-anisidin (Watson 1994)

Pertama dibuat larutan uji pertama dengan cara melarutkan sampel sebanyak 0,5 g kedalam 25 mL trimethylpentane, kemudian dibuat larutan uji kedua dengan cara menambahkan 1 mL larutan p-anisidin (2,5 g/l) kedalam 5 mL larutan uji pertama, lalu dikocok dan dihindarkan dari cahaya. Pada larutan referensi dilakukan dengan cara yaitu masukan 1 mL larutan p-anisidin (2,5 g/l) kedalam 5 mL larutan trimethylpentane dan dikocok.

Kedua larutan uji diukur nilai absorbansi menggunakan spektrofotometer. Larutan uji pertama pada 350 nm dengan menggunakan trimethylpentane sebagai larutan kompensasi. Larutan uji kedua pada 350 nm tepat 10 menit setelah larutan disiapkan, dengan menggunakan larutan referensi sebagai kompensasi. Persentase bilangan p-anisidin dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut:

Keterangan:

: absorbansi larutan uji 1 : absorbansi larutan uji 2

M : massa sampel yang digunakan pada larutan uji 1

Penentuan nilai total oksidasi (Perrin 1996)

Penentuan nilai total oksidasi (TOTOX) dilakukan dengan metode Perrin (1996), dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut:

Nilai total oksidasi (meq/kg) = (2PV + p-anisidin) Keterangan:

PV : Nilai bilangan peroksida AV : Nilai bilangan p-anisidin

Rancangan percobaan (Steel dan Torrie 1993)

Rancangan percobaan yang dilakukan dalam penelitian ini adalah Rancangan Acak Lengkap Faktorial (RALF), jika perlakuan memberikan pengaruh nyata maka diuji lanjut dengan menggunakan uji Duncan.

Model observasi Rancangan Acak Lengkap Faktorial (RALF), yaitu sebagai berikut:

Y

ij

+ α

i

+ β

j

+ α

i

β

j

+ ∑

ik

Keterangan:

Y

ij : respon pengaruh perlakuan pada taraf i ulangan ke-j

µ

: pengaruh rata-rata umum

α

i : pengaruh perlakuan pada taraf ke-i

β

j : Pengaruh perlakukan pada taraf ke-j

ik : pengaruh acak (galat percobaan) pada konsentrasi taraf ulangan ke-k

Hasil dan Pembahasan Bilangan peroksida (PV)

Bilangan peroksida (PV) biasanya digunakan sebagai metode untuk kuantitatif hidroperoksida yang diukur untuk menentukan perubahan oksidasi utama (Klaypradit et al. 2009). Nilai oksidasi sangat penting sebagai indikator mutu minyak, semakin rendah nilai oksidasi primer dan sekunder, maka kualitas minyak akan semakin baik. Indikasi oksidasi primer adalah nilai peroksida yang sangat penting untuk mengetahui kualitas minyak. Perubahan bilangan peroksida selama penyimpanan dilihat pada Gambar 3.2.

Lama penyimpanan (hari)

Gambar 3.2 Histogram perubahan bilangan peroksida pada setiap bagian hasil samping selama penyimpanan : . Angka-angka dengan huruf berbeda (a,b,c,d) menunjukkan perbedaan nyata.

Bimbo (1998) menyatakan standar bilangan peroksida untuk minyak ikan layak dikonsumsi sebesar 3-20 meq/Kg. Hasil penelitian menunjukkan bahwa nilai rata-rata peroksida untuk minyak ikan cakalang selama penyimpanan tujuh hari yaitu hati (13–21,5 meq/Kg), usus (14,5–24 meq/Kg), gonad (15,5–25 meq/Kg), kulit (17–27,5 meq/Kg), dan kepala (18–28,5 meq/Kg).

Nilai peroksida yang tinggi mengindikasikan bahwa minyak tersebut sudah mengalami oksidasi. Gambar 3.2 menunjukkan bahwa minyak ikan yang dihasilkan oleh gonad, usus, dan hati dengan waktu penyimpanan selama lima hari masih dibawah standar nilai peroksida untuk minyak ikan sehingga minyak tersebut masih berkualitas baik. Berbeda dengan minyak ikan yang dihasilkan dari bagian kulit dan kepala yang telah mengalami kerusakan minyak pada penyimpanan hari ke lima sehingga tidak memenuhi standar nilai peroksida untuk minyak ikan.

Perbedaan nilai peroksida untuk minyak ikan yang dihasilkan oleh gonad, usus, dan hati dengan minyak ikan yang dihasilkan oleh kulit dan kepala disebabkan oleh laju pembentukan peroksida baru lebih kecil pada minyak yang dihasilkan oleh gonad, usus, dan hati dibandingkan dengan laju degradasinya menjadi senyawa lain pada minyak ikan yang dihasilkan oleh kulit dan kepala, mengingat kadar peroksida cepat mengalami degradasi dan bereaksi dengan zat lain. Minyak ikan yang mengalami degradasi karena adanya keberadaan logam yang bersifat prooksidan, panas, dan lama penyimpanan sehingga dapat mempercepat proses oksidasi minyak yang membentuk radikal bebas.

Pokorny et al. (2001) menyatakan bahwa lemak atau minyak akan mengalami oksidasi karena adanya reaksi degradasi yang diakibatkan oleh panas dan penyimpanan yang lama. Ketaren (1986) menyatakan bahwa oksigen yang

bereaksi dengan radikal bebas akan menghasilkan senyawa peroksida aktif yang akhirnya mempengaruhi sifat-sifat fisik dan kimia dari minyak ikan.

Hasil analisis statistik menunjukkan bahwa interaksi antara minyak ikan yang dihasilkan oleh masing-masing hasil samping dengan lama penyimpanan

enam hari pa a suhu 40˚C ti ak erpengaruh nyata p>0 0 ) se angkan interaksi

antara minyak ikan yang dihasilkan oleh gonad, kulit dan kepala dengan lama penyimpanan tujuh hari menunjukkan kedua interaksi berpengaruh nyata.

Bilangan asam lemak bebas (ALB)

Bilangan asam lemak bebas (ALB) merupakan indikator tingkat hidrolisis trigliserida dalam minyak ikan. Indikasi dari derajat hidrolisis yang terjadi pada minyak dapat ditentukan dengan kandungan asam lemak bebasnya (Berger 1997). Perubahan bilangan asam lemak bebas selama penyimpanan dilihat pada Gambar 3.3.

Lama penyimpanan (hari)

Gambar 3.3 Histogram perubahan bilangan asam lemak bebas pada setiap bagian

hasil samping selama penyimpanan : Angka-angka dengan huruf berbeda (a,b,c,d) menunjukkan perbedaan

nyata.

Bimbo (1998) merekomendasi standar nilai asam lemak bebas untuk minyak ikan layak dikonsumsi sebesar 1-7%. Hasil penelitian menunjukkan bahwa nilai rata-rata asam lemak bebas untuk minyak ikan cakalang selama penyimpanan tujuh hari yaitu hati (3,53–6,35%), usus (4,65–7,19%), gonad (6,06–

6,63%), kulit (5,78–7,33%), dan kepala (5,64–6,91%).

Gambar 3.3 menunjukkan bahwa minyak ikan yang dihasilkan oleh masing-masing hasil samping dengan lama penyimpanan tujuh hari masih berada dibawah standar nilai asam lemak bebas untuk minyak ikan. Hal ini diduga adanya antioksidan alami yang mampu untuk mengikat radikal bebas, sehingga dapat mengurangi tingkat oksidasi. Kochhar dan Rossell (1990) menyatakan bahwa antioksidan mampu menghambat terbentuknya radikal bebas pada tahap inisiasi dan menghambat kelanjutan reaksi autooksidasi pada tahap propagasi

karena antioksidan memiliki energi aktivasi yang rendah untuk melepaskan satu atom hidrogen kepada radikal lemak, sehingga tahap oksidasi lebih lanjut dapat dicegah.

Hasil analisis statistik menunjukkan bahwa interaksi antara minyak ikan yang dihasilkan oleh hati, usus, kulit, dan kelapa dengan lama penyimpanan tujuh

hari pa a suhu 40˚C ti ak erpengaruh nyata p>0 0 ) se angkan minyak ikan

yang dihasilkan oleh gonad dengan lama penyimpanan dua hari menunjukkan bahwa kedua interaksi berpengaruh nyata.

Bilangan p-anisidin

Nilai anisidin merupakan oksidasi sekunder dimana telah mengalami degradasi lemak yang diinisiasi oleh hidroperoksida sehingga menghasilkan produk sampingan karbonil yang bersifat yang non-volatile (Aidos et al. 2002). Perubahan bilangan p-anisidin selama penyimpanan dilihat pada Gambar 3.4.

Lama penyimpanan (hari)

Gambar 3.4 Histogram perubahan bilangan p-anisidin pada setiap bagian hasil samping selama penyimpanan : Angka-angka dengan huruf berbeda (a,b,c) menunjukkan perbedaan nyata.

Hamilton et al. (1988) merekomendasikan nilai p-anisidin untuk minyak berkualitas baik sebesar ≤ 0 meq kg. Hasil penelitian menunjukkan bahwa nilai rata-rata p-anisidin untuk minyak ikan cakalang selama penyimpanan tujuh hari yaitu hati (0,49–2,37 meq/Kg), usus (0,56–2,51 meq/Kg), gonad (1,97–3,54 meq/Kg), kulit (0,79–3,46 meq/Kg), dan kepala (0,64–3,37 meq/Kg).

Gambar 3.4 menunjukkan bahwa minyak ikan yang dihasilkan oleh masing-masing hasil samping selama penyimpanan tujuh hari tidak mengalami terjadinya kerusakan minyak ikan. Hal ini disebabkan karena selama penyimpanan, minyak ikan yang dihasilkan oleh masing-masing hasil samping ikan cakalang telah mengalami oksidasi lanjut dari hidroperksida menjadi senyawa–senyawa hasil pemecahan yang sangat kecil sehingga nilai p-anisidin

yang dihasilkan masih sangat kecil dan berada dibawah standar nilai p-anisidin untuk minyak ikan.

Hasil analisis statistik menunjukkan bahwa interaksi antara minyak ikan yang dihasilkan oleh hati, usus, dan gonad dengan lama penyimpanan tujuh hari

pa a suhu 40˚C ti ak erpengaruh nyata p>0 0 ). Interaksi antara minyak ikan

yang dihasilkan oleh kulit dan kepala dengan lama penyimpanan empat hari, interaksi antara minyak ikan yang dihasilkan oleh kulit dengan lama penyimpanan enam hari, dan interaksi antara minyak ikan yang dihasilkan oleh kepala dengan lama penyimpanan tujuh hari menunjukkan masing-masing interaksi berpengaruh nyata.

Nilai total oksidasi

Penentuan tingkat total oksidasi adalah hasil penjumlahan antara dua kali bilangan peroksida sebagai produk primer dan bilangan p-anisidin sebagai produk sekunder. Perubahan nilai total oksidasi selama penyimpanan dapat dilihat pada Gambar 3.5.

Lama penyimpanan (hari)

Gambar 3.5 Histogram perubahan nilai total oksidasi pada setiap bagian hasil samping selama penyimpanan : . Angka-angka dengan huruf berbeda (a,b,c) menunjukkan perbedaan nyata.

Bimbo (1998) merekomendasi standar nilai total oksidasi yang sangat baik untuk minyak ikan berkisar antara 10-60 meq/Kg. Hasil penelitian menunjukkan bahwa nilai rata-rata total oksidasi untuk minyak ikan cakalang selama penyimpanan tujuh hari yaitu hati (0,51–2,41 meq/Kg), usus (0,59–2,56 meq/Kg), gonad (2,00–3,59 meq/Kg), kulit (0,83–3,52 meq/Kg), dan kepala (0,67–3,42 meq/Kg).

Gambar 3.5 menunjukkan bahwa nilai total oksidasi yang dihasilkan oleh masing-masing hasil samping ikan cakalang tidak mengalami kerusakan minyak ikan karena masih berada dibawah standar nilai total oksidasi untuk minyak ikan. Hal ini diduga karena nilai p-anisidin yang dihasilkan sangat rendah, walaupun

nilai peroksidanya tinggi sehingga dapat mempengaruhi hasil total oksidasi yang diperoleh.

Hasil analisis statistik menunjukkan bahwa interaksi antara minyak ikan yang dihasilkan oleh hati, usus, dan gonad dengan lama penyimpanan tujuh hari

pa a suhu 40˚C ti ak erpengaruh nyata p>0,05). Interaksi antara minyak ikan

yang dihasilkan oleh kulit dan kepala dengan lama penyimpanan empat hari, interaksi antara minyak ikan yang dihasilkan oleh kulit dengan lama penyimpanan enam hari, dan interaksi antara minyak ikan yang dihasilkan oleh kepala dengan lama penyimpanan tujuh hari menunjukkan masing-masing interaksi berpengaruh nyata.

Simpulan

Minyak ikan yang dihasilkan oleh masing-masing hasil samping ikan

cakalang selama penyimpanan tujuh hari engan suhu 40˚C masih erkualitas

baik karena nilai total oksidasi dan nilai asam lemak bebas untuk minyak ikan masih dibawah nilai batas standar.

Dokumen terkait