• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.2.2. Kualitas Pelayanan

Soetjipto (1997) menyatakan tentang kualitas pelayanan (Service quality) adalah:

“Kualitas pelayanan dapat didefinisikan sebagai seberapa jauh perbedaan antara kenyataan dan harapan para pelanggan atas layanan yang mereka terima. Kualitas pelayanan dapat diketahui dengan cara membandingkan persepsi para pelanggan atas layanan yang benar-benar mereka terima”.

Keberhasilan perusahaan dalam memberikan layanan yang bermutu kepada para pelanggannya, pencapaian pangsa pasar yang tinggi serta peningkatan profit perusahaan sangat ditentukan oleh pendekatan yang digunakan Zeithaml, Berry, Parasuraman (1996). Salah satu pendekatan kualitas pelayanan yang banyak dijadikan acuan dalam riset pemasaran adalah model SERVQUAL (Service Quality).

Menurut Sipahutar, (2000): “Kualitas pelayanan yang merupakan strategi untuk pemuasan kebutuhan nasabah bank, harus diimbangi oleh atribut yang unggul dari poduk dan jasa yang ditawarkan kepada nasabah. Ekspektasi nasabah terhadap pelayanan berhubungan erat dengan gaya hidup dan perkembangan teknologi perbankan sehingga atribut produk dan jasa merupakan salah satu arena pemuas bagi kebutuhan nasabah.”

Selanjutnya Saladin, (1996) menyatakan ada beberapa kriteria peningkatan kualitas pelayanan jasa bank, yaitu:

1. Komunikasi disampaikan dengan jelas, dalam bahasa yang mudah dimengerti oleh nasabah.

2. Kompetensi, artinya karyawan harus memiliki ketrampilan dan pengetahuan yang dibutuhkan.

3. Kesopanan, karyawan bank harus bersikap ramah, penuh hormat, dan penuh perhatian.

4. Kredibilitas, karyawan dan perusahaan harus bisa dipercaya dan memahami apa yang diinginkan nasabah.

5. Reliabilitas, pelayanan harus dilaksanakan dengan konsisten dan cermat.

6. Cepat tanggap, karyawan harus memberikan tanggapan dengan cepat dan kreatif atas permintaan dan masalah nasabah.

Lupiyoadi (2001) menyatakan bahwa SERVQUAL dibangun atas adanya perbandingan dua faktor utama yaitu persepsi pelanggan atas layanan yang nyata mereka terima (perceived service) dengan layanan yang sesungguhnya diharapkan atau diinginkan (expected service). Jika kenyataan lebih dari yang diharapkan, maka layanan dapat dikatakan bermutu sedangkan jika kenyataan kurang dari yang diharapkan, maka layanan dikatakan tidak bermutu. Dan apabila kenyataan sama dengan harapan, maka layanan disebut memuaskan.

SERVQUAL digunakan untuk mengukur persepsi pelanggan atas kualitas layanan yang meliputi lima dimensi, yaitu:

1. Reliability (kehandalan) yaitu kemampuan perusahaan untuk memberikan pelayanan sesuai yang dijanjikan secara akurat dan terpercaya.

2. Responsiveness (daya tanggap) yaitu kemauan untuk membantu dan memberikan pelayanan yang cepat (responsif) dan tepat kepada kepada pelanggan, dengan penyampaian informasi yang jelas.

3. Assurance (jaminan) yaitu pengetahuan, kesopansantunan, dan kemampuan para pegawai perusahaan untuk menumbuhkan rasa percaya para pelanggan kepada perusahaan.

4. Empathy (empati) yaitu memberikan perhatian yang tulus dan bersifat individual atau pribadi yang diberikan kepada para pelanggan dengan berupaya memahami keinginan pelanggan.

5. Tangibles (bukti langsung) yaitu kemampuan suatu perusahaan dalam menunjukkan eksistensinya kepada pihak eksternal. Penampilan dan kemampuan sarana dan prasarana fisik perusahaan dan keadaan lingkungan sekitarnya adalah bukti nyata dari pelayanan yang diberikan oleh pemberi jasa.

Menurut Tjiptono (2002) bahwa pada prinsipnya, ada tiga kunci memberikan layanan pelanggan yang unggul, yaitu:

1. Kemampuan memahami kebutuhan dan keinginan pelanggan, termasuk di dalammya memahami tipe-tipe pelanggan.

2. Pengembangan database yang lebih akurat daripada pesaing, mencakup data kebutuhan dan keinginan setiap segmen pelanggan dan perubahan kondisi persaingan.

3. Pemanfaatan informasi-informasi yang diperoleh dari riset pasar dalam suatu kerangka strategik. Kerangka ini diwujudkan dalam pengembangan

relationship marketing.

Oleh karena berbagai faktor seperti subjektivitas si pemberi layanan, keadaan psikologis konsumen maupun pemberi layanan, kondisi lingkungan eksternal dan

sebagainya, jasa sering disampaikan dengan cara yang berbeda yang dipersepsikan oleh konsumen. Parasuraman, et al (1985) mengidentifikasi 5 gap yang menyebabkan kegagalan penyampaian kualitas layanan dalam bentuk bagan adalah sebagai berikut:

Gap 5

Komunikasi dari mulut ke

mulut Kebutuhan personil Pengalaman masa

lalu

Pelayanan yang diharapkan

……… Pemasar Gap 4 Gap 3 Gap 1 Gap 2

Sumber: Parasuraman, A, et al. dalam Lupioadi (2001)

Gambar 2.1. Model Gap Kualitas Layanan

Lima gap (kesenjangan) yang terjadi karena perbedaan persepsi mengenai kualitas pelayanan adalah sebagai berikut:

Pelayanan yang diterima

Komunikasi eksternal kepada konsumen

Penyampaian Jasa

Perubahan dari persepsi menjadi spesifikasi kualitas pelayanan

Persepsi manajemen tentang harapan- harapan konsumen

Gap 1 : Gap Persepsi Manajemen

Yaitu adanya perbedaan antara penilaian pelayanan menurut pengguna jasa dan persepsi manajemen mengenai harapan pengguna jasa. Kesenjangan tejadi karena kurangnya orientasi penelitian pemasaran, pemanfaatan yang tidak memadai atas temuan penelitian, kurangnya interaksi antara pihak manajemen dan pelanggan, komunikasi dari bawah ke atas yang kurang memadai, serta terlalu banyaknya tingkatan manajemen.

Gap 2 : Gap Spesifikasi Kualitas

Yaitu kesenjangan antara persepsi manajemen mengenai harapan pengguna jasa dan spesifikasi kualitas jasa. Kesenjangan terjadi antara lain karena tidak memadainya komitmen manajemen terhadap kualitas jasa, persepsi mengenai ketidaklayanan, tidak memadainya standarisasi tugas, dan tidak adanya penyusunan tujuan.

Gap 3 : Gap Penyampaian Pelayanan

Yaitu kesenjangan antara spesifikasi kualitas jasa dan penyampaian jasa (service delivery). Kesenjangan ini terutama disebabkan oleh faktor-faktor ambiguitas peran, konflik peran, kesesuaian pegawai dengan tugas yang harus dikerjakannya, kesesuaian teknologi yang digunakan pegawai, sistem pengendalian dari atasan, perceivedcontrol, dan team work.

Gap 4 : Gap Komunikasi Pemasaran

Yaitu kesenjangan antara penyampaian jasa dan komunikasi eksternal. Ekspektasi pelanggan mengenai kualitas pelayanan dipengaruhi oleh

pernyataan yang dibuat oleh perusahaan melalui komunikasi pemasaran. Kesenjangan ini terjadi karena tidak memadainya komunikasi horizontal dan adanya kecenderungan untuk memberikan janji yang berlebihan.

Gap 5 : Gap dalam Pelayanan yang Dirasakan

Yaitu perbedaan persepsi antara jasa yang dirasakan dan yang diharapkan oleh pelanggan. Jika keduanya terbukti sama, maka perusahaan akan memperoleh citra dan berdampak positif. Namun, bila yang diterima lebih rendah dari yang diharapkan, maka kesenjangan ini akan menimbulkan permasalahan bagi perusahaan.

Pengalaman menunjukkan bahwa dengan pelayanan yang profesional dan bersifat kekeluargaan (familiar) dengan selalu menghormati dan menghargai nasabah akan mempunyai nilai lebih jika dibandingkan dengan pesaing lain. Dengan demikian, nasabah akan mempunyai kesan baik dan puas akan pelayanan bank tersebut (Hadinoto, 2003).

Dokumen terkait