• Tidak ada hasil yang ditemukan

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.10 Kualitas Air

Air merupakan media hidup ikan, sehingga kuantitas dan kualitas air yang digunakan dalam kegiatan budidaya ikan harus memenuhi kebutuhan hidup ikan. Faktor-faktor lingkungan yang mempengaruhi kehidupan organisme akuatik adalah suhu, pH, oksigen terlarut, amonia, dan nitrit (Weatherley, 1972 dalam

Sitio 2008). 2.10.1 Suhu

Menurut Hardjodjo (2005), suhu merupakan faktor fisik yang sangat penting di air. Kenaikan suhu pada air akan menimbulkan menurunnya jumlah oksigen terlarut dalam air, meningkatkan reaksi kimia, dan bersifat mematikan jika nilainya melebihi batas toleransi ikan. Suhu air normal adalah suhu air yang memungkinkan makhluk hidup dapat melakukan metabolisme dan berkembangbiak. Menurut Hardjamulia (1978) dalam Khairuman dan Amri (2003), pertumbuhan ikan gurame relatif cepat pada suhu 24.9–28oC.

2.10.2 pH

Nilai pH atau puissance negatif of hidrogen didefinisikan sebagia logaritma negatif dari aktifitas ion hidrogen. Pada perairan alami, nilai pH berkisar antara 6.5-9 (Boyd, 1982). Nilai pH perairan 5-9 tidak bersifat toksik akut bagi kebanyakan spesies ikan, walaupun beberapa kontaminan air seperti logam berat dapat merubah kualitas air pada selang pH ini (Alabaster dan Iloyd, 1980

dalam Leatherland dan Woo 1998). Nilai pH merupakan parameter lingkungan yang bersifat mengontrol laju metabolisme melalui kontrol terhadap aktifitas enzim. Swingel (1969) dalam Boyd (1982) menjelaskan pengaruh pH terhadap pertumbuhan ikan, pada pH 4-6.5 dan pH 9-11 pertumbuhan ikan lambat, pada pH 6.5-9 pertumbuhan ikan optimum, sedangkan pada pH<4 dan pH>11 akan menyebabkan kematian pada ikan.

PH lingkungan akan mempengaruhi pH cairan tubuh dan organ pernafasan insang. Pada pH media yang rendah atau dibawah kisaran toleransi ikan, akan menurunkan kinerja enzim yang bekerja dalam proses pengikatan oksigen pada insang, sehingga tubuh ikan kekurangan oksigen. Hal tersebut mengakibatkan ketersediaan energi untuk aktifitas hidup ikan menjadi rendah akibat dari penurunan laju konsumsi pakan, pencernaan, dan penyerapan makanan sehingga tingkat pertumbuhan menjadi rendah. Begitupun jika pH media nilainya diatas kisaran toleransi ikan akan menyebabkan sekresi mukus berlebihan pada sel epitel insang yang akan menurunkan difusi oksigen ke dalam tubuh ikan.

2.10.3 Oksigen Terlarut

Menurut Boyd (1982), oksigen terlarut merupakan faktor kritis pada kegiatan budidaya intensif. kelarutan oksigen dalam air dipengaruhi oleh suhu. Kelarutan oksigen dalam air terbaik pada suhu 0oC dan semakin menurun kelarutannya seiring dengan peningkatan suhu. Kelarutan oksigen dalam air menurun dengan meningkatnya kadar salinitas air. kelarutan oksigen di air juga digambarkan sebagai tekanan oksigen. Pada lamela-lamela insang, tekanan oksigen lebih tinggi dibandingkan di dalam air dan dibandingkan di dalam darah, sehingga oksigen bisa terikat oleh hemoglobin (oxyhemoglobin).

Laju konsumsi oksigen atau respirasi berbeda tiap jenis ikan, ukuran, aktifitas, suhu, status nutrisi, dan banyak faktor lainnya. Menurut Swingel (1969) dalam Boyd (1982), kandungan oksigen < 1 mg/L bersifat lethal bagi ikan bila terpapar dalam waktu beberapa jam, dalam air yang mengandung oksigen 1-5 mg/L ikan dapat bertahan tetapi pertumbuhannya lambat, sedangkan pada air dengan kandungan oksigen terlarut >5 mg/L ikan dapat hidup dan tumbuh secara normal.

2.10.4 Daya Hantar Listrik

Menurut Boyd (1982), nilai daya hantar listrik mengindikasikan derajat relatif dari salinitas. Air tawar lebih bervariasi dalam hal proporsi ion-ion utamanya, sehingga nilai konduktivitas biasanya tidak berbanding lurus dengan nilai salinitasnya. Nilai konduktivitas digunakan untuk mengestimasi nilai kadar salinitas pada air tawar (Swingel, 1969 dalam Boyd 1982). Faktor yang mempengaruhi daya hantar listrik air tawar adalah suhu, partikel-partikel tersusupensi dan terlarut (Pentury, 1987 dalam Sternin et al. 1972).

Daya hantar listrik (konduktivitas) adalah ukuran kemampuan suatu zat menghantarkan arus listrik dalam temperatur tertentu yang dinyatakan dalam micromohs per centimeter oC (μmohs/cm oC). Satuan yang lebih umum digunakan adalah mikroSiemens (μS) (Yuwono, 2001). Dilihat dari partikelnya daya hantar listrik dibagi menjadi dua jenis, pertama daya hantar listrik elektronik dan daya hantar listrik jenis ion (Pentury, 1987 dalam Sternin et al. 1972). Daya hantar listrik elektronik meliputi semua logam, campuran logam, dan semikonduktor. Daya hantar listrik jenis ion dimana muatan listrik yang dihasilkan bertujuan untuk mengatur gerak ion. Konduktor jenis ini misalnya larutan elektrolit. Menurut Yuwono (2001), untuk menghantarkan arus listrik, ion-ion bergerak dalam larutan memindahkan muatan listriknya (ionic mobility) yang bergantung

pada ukuran dan interaksi antar ion dalam larutan. Nilai konduktivitas merupakan fungsi antara temperatur, jenis ion-ion terlarut, dan konsentrasi ion terlarut. Peningkatan ion-ion yang terlarut menyebabkan nilai konduktivitas air juga meningkat. Sehingga dapat dikatakan nilai konduktivitas yang terukur merefleksikan konsentrasi ion yang terlarut pada air.

2.10.5 Amonia

Amonia dalam air berasal dari buangan metabolit ikan, pemupukan, dan busukan hasil aktifitas bakteri pengurai komponen nitrogen (Boyd, 1982). Dalam air, kandungan amonia tidak terionisasi (NH3) dipengaruhi oleh pH dan suhu tertentu membentuk kesetimbangan dengan ion amonium (NH4

+ ). NH3 + H2O NH4+ + OH-

Amonia bersifat toksik pada ikan sedangkan ion amonium relatif tidak bersifat toksik pada ikan. Total nilai dari NH3 dan NH4+ dikenal dengan Total Amonia Nitrogen (TAN). Nilai pH lebih berpengaruh terhadap toksisitas amonia (Tabel 1). Menurut Colt dan Amstrong (1979) dalam Boyd (1982), jika kadar amonia meningkat dalam air maka amonia yang akan disekresikan oleh tubuh ikan akan menurun sehingga kadar amonia dalam darah dan jaringan tubuh akan meningkat. Keracunan amonia pada ikan akan mengakibatkan peningkatan konsumsi oksigen, kerusakan pada insang, dan mereduksi kemampuan darah dalam mentransfer oksigen.

Tabel 2. Prosentase nilai amonia tidak terionisasi yang terlarut dalam air pada suhu dan pH yang berbeda (Boyd, 1982) :

Temperatur pH 24 28 32 7 0.5 0.7 1.0 8.0 5.0 6.6 8.8 8.2 7.7 10.0 13.2 8.4 11.6 15.0 19.5

Menurut The EuropeanInlandFisheriesAdvisoryCommision (1973) dalam

Boyd (1982), konsentrasi amonia yang bersifat toksik pada paparan singkat adalah 0.6-2 mg/L NH3 - N untuk semua spesies. Toksisitas amonia lebih tinggi saat kandungan oksigen yang terlarut dalam air rendah (Merkens dan Dowling, 1957 dalam Boyd 1982). Robinette (1976) dalam Boyd (1982) melaporkan bahwa kadar NH3 0.12 mg/L akan mengakibatkan pertumbuhan rendah dan kerusakan insang pada channel catfish. Namun, pada kadar 0.06 mg/L NH3 tidak menimbulkan efek pada kesehatan ikan. Kadar amonia < 1 mg/L NH3 masih

layak untuk budidaya ikan (Boyd, 1990). Kadar amonia dalam air sebesar 0.0- 0.12 ppm, pertumbuhan benih gurame masih baik (Affiati dan Lim, 1986 dalam

Haryati 1995). 2.10.6 Alkalinitas

Alkalinitas total menunjukkan total konsentrasi basa dalam air yang digambarkan sebagai miligram per liter kalsium karbonat (Boyd, 1982). Kadar alamiah air mengandung 40 mg/L CaCO3 atau lebih total alkalinitas yang dianggap lebih produktif dibandingkan air yang mengandung nilai alkalinitas yang lebih rendah (Moyle, 1945; Mairs, 1966 dalam Boyd 1982).

Menurut Moyle (1946) dalam Boyd (1982), produktifitas air yang lebih baik tidak langsung berdasarkan alkalinitasnya yang lebih tinggi, tetapi hal tersebut berasal dari fosfor dan nutrien lainnya yang turut meningkat sejalan dengan peningkatan total alkalinitas.

2.10.7 Kesadahan

Kesadahan didefinisikan sebagai konsentrasi ion-ion logam divalen dalam air yang digambarkan sebagai miligram per liter kalsium karbonat (Boyd, 1982). Kesadahan total biasanya berhubungan dengan alkalinitas total karena anion dari alkalinitas dan kation dari kesadahan berasal dari peluruhan mineral karbonat. Menurut Sawyer dan Mc Carty (1967) dalam Boyd (1982), jenis air terbagi berdasarkan nilai kesadahannya sebagai berikut :

Tabel 3. Jenis perairan berdasarkan nilai kesadahan

Kesadahan (mg/L CaCO3) Jenis Perairan

0-75 Lunak

75-150 Sadah moderat

150-300 Sadah

>300 Sangat sadah

2.10.8 Nitrit

Menurut Hollerman dan Boyd (1980) dalam Boyd (1982), nitrit alami berasal dari reduksi nitrat oleh bakteri dalam keadaan anaerob. Ketidakseimbangan reaksi nitrifikasi menyebabkan akumulasi nitrit. Kadar nitrit pada air kolam berkisar antara 0.5-5 mg/L NO2- -N. Menurut Konikof (1975)

dalam Boyd (1982) Lethal concentration (LC 50) selama 96 jam adalah pada konsentrasi nitrit 4.6 mg/L NO2- -N pada suhu 21oC.

Nitrit yang diabsorbsi ikan akan bereaksi dengan hemoglobin membentuk methemoglobin. Hal tersebut menyebabkan oksigen tidak dapat terikat oleh hemoglobin dan mengakibatkan ikan menderita hypoxia dan cyanosis sehingga nitrit bersifat toksik bagi ikan. Ikan yang mengalami keracunan nitrit akan menderita Brown Blood Disease dimana darah ikan akan berwarna cokelat (Boyd, 1982). Menurut Speare dan Backman (1988) dalam Leatherland dan Woo (1998),

Bubble Gas Disease (BGD) pada rainbow trout mengikuti paparan sublethal nitrit. Penemuan ini secara umum memberi masukan bahwa toksisitas nitrit dapat secara langsung atau tidak langsung menekan kekebalan tubuh ikan.

Dokumen terkait