• Tidak ada hasil yang ditemukan

C. KOMISI III, BIDANG PEMBANGUNAN

2. Kunjungan kerja

Kunjungan kerja telah dilaksanakan sebanyak 6 kali, yang terdiri dari kunjungan kerja dalam daerah dan kunjungan kerja luar daerah. Rincian sbb :

a) Kunjungan kerja dalam daerah sebanyak 1 kali.

Tanggal 14 sd 15 September 2006, kunjungan kerja ke Kabupaten Padang Pariaman meninjau pembebasan tanah dalam rangka pelebaran Sicincin Malalak dan pekerjaan pelaksanaannya. Dengan kesimpulan.

Pelaksanaan pembebasan tanah telah sesuai dengan aturan yang berlaku dan pekerjaan pelebaran Sicincin Malalak telah dilaksanakan sesuai perencanaan yang telah ditetapkan. Jalan ini nantinya akan merupakan jalan

alternatif Padang Bukittinggi apabila terjadi kemacetan di Lembah Anai dan merupakan jalan pintas dari Kabupaten Padang Pariaman menuju Kota Bukittinggi.

b) Kunjungan kerja luar Daerah sebanyak 5 kali.

1) Tanggal 3 s.d 8 September 2006, kunjungan kerja ke Propinsi Jawa Timur dan DI Yogyakarta dalam rangka studi sistim pengawasan terhadap pengelolaan Jembatan Timbang Oto (JTO), Perumahan Permukiman.

Kesimpulan.

(a) di Propinsi Jawa Timur dan DI Yogyakarta pengelolaan Jembatan Timbang Oto (JTO) yang berkaitan dengan penertiban dan Pengendalian Kelebihan Muatan Barang ditetapkan melalui Peraturan Daerahnya masing-masing.

(b) Proses Ranperda RTRWP menjadi Perda di Propinsi Jawa Timur dan DI Yogyakarta memerlukan waktu yang cukup panjang, hal ini disebabkan rumitnya masalah peta lokasi dan data-data.

(c) Pemukiman Perumahan Penduduk di Propinsi Jawa Timur dan DI Yogyakarta telah ditata sesuai aturan yang berlaku. Khususnya di DI Yogyakarta akibat Gempa akan direlokasi ketempat yang lebih aman. Saran.

(a) Diharapkan agar Pemerintah Propinsi Sumatera Barat dapat menyiapkan Ranperda yang berkaitan dengan kelebihan muatan yang mengakibatkan rusaknya jalan-jalan di Propinsi Sumatera Barat.

(b) Diharapkan agar Pemerintah Propinsi Sumatera Barat dapat menyiapkan Ranperda tentang Penanggulangan Bencana, Ranperda Irigasi.

2) Tanggal 19 sd 22 September 2006, kunjungan kerja ke Propinsi Sulawesi Utara dalam Masa Persidangan ketiga. Objek kunjungan kerja sesuai bidang tugas Komisi III.

Kesimpulan.

(a) Propinsi Sulawesi Utara telah berhasil melakukan Reklamasi pantai untuk dijadikan kawasan Bisnis.

(b) Propinsi Sulawesi Utara mengembangkan kawasan pesisir dan Kepulauan dengan membangun lebih banyak proyek infrastruktur. (c) Propinsi Sulawesi Utara telah mempunyai Rencana Pembangunan

Jangka Menengah daerah sebagai acuan pelaksanaan pembangunan.

(d) Propinsi Sulawesi Utara merevitalisasi pertanian untuk mengatasi kemiskinan dan menekan pengangguran.

Saran.

(a) Untuk mendorong pembangunan kawasan pesisir yang kaya dengan potensi kelautan, diharapkan agar Pemerintah Propinsi Sumatera Barat memperbanyak proyek infrastruktur (Jalan, Jembatan, pelabuhan)

(b) Agar Pemerintah Propinsi Sumatera Barat dan Dewan segera membuat dan menetapkan RPJMD sebagai acuan pelaksanaan pembangunan Daerah.

(c) Agar Pemerintah Propinsi Sumatera Barat membuat program revitalisasi pembangunan dibidang pertanian dalam rangka mengatasi kemiskinan dan pengangguran.

(d) Diharapkan agar Pemerintah Propinsi Sumatera barat membangun pusat pelatihan Tenaga kerja Indonesia agar bisa bersaing mendapatkan kesempatan kerja di luar negeri.

3) Tanggal 15 sd 20 Oktober 2006, kunjungan kerja ke Propinsi Jawa Barat dan Propinsi Kepulauan Riau dalam rangka studi sistim pengawasan pengelolaan limbah industri dan serta pengawasan konstruksi bangunan, air/pengairan.

Kesimpulan.

(a) Pemerintah Propinsi Jawa Barat dan Propinsi Kepulauan Riau (Kota Batam) secara terus menerus melakukan pembinaan dan meningkatkan pengendalian serta penegakan hukum terhadap pencemaran air dan Limbah Industri.

(b) Pemerintah Propinsi Jawa Barat dan Propinsi Kepulauan Riau secara terus menerus meningkatkan kemampuan dan standar instalasi pengelolaan limbah cair. Beberapa studi teknis telah dilaksanakan.

(c) Pemerintah Propinsi Jawa Barat dan Kepulauan Riau secara terus menerus bertanggung jawab dalam mengendalikan kualitas air tanah dan mengintegrasikannya kedalam organisasi pengelolaan Sumber Daya Air pada Balai PSDA.

(d) Pemerintah Propinsi Jawa Barat dalam pengelolaan Kawasan Lindung telah membuat regulasi berupa Peraturan Daerah tentang Pengelolaan Kawasan Lindung.

Saran.

(a) Diharapkan agar Pemerintah Propinsi Sumatera Barat dapat melakukan pembinaan, pengendalian dan penegakan hukum bagi terhadap pencemaran limbah cair dan Limbah Industri.

(b) Diharapkan agar Pemerintah Propinsi Sumatera Barat meningkatkan kemampuan dan standar instalasi pengelolaan limbah cair.

(c) Agar Pemerintah Propinsi Sumatera Barat dapat bertanggung jawab dalam mengendalikan kualitas air bawah tanah dan mengintegrasikannya kedalam organisasi pengelolaan sumber daya air pada Balai PSDA.

(d) Agar Pemerintah Propinsi Sumatera Barat dapat menyiapkan Ranperda tentang Pengelolaan Kawasan Lindung dalam rangka mengantisipasi kerusakan lahan dalam kawasan lindung.

4) Tanggal 16 sd 21 Nopember 2006, kunjungan kerja ke Propinsi Kalimantan Timur dan Propinsi Kalimantan Selatan dalam rangka studi sistim pembinaan dan perlindungan tenaga kerja, penanganan bidang pertambangan.

Kesimpulan.

(a) Propinsi Kalimantan Timur dan Kalimantan Selatan sangat penuh perhatian dalam melakukan pembinaan dan perlindungan tenaga kerja. Penyerapan tenaga kerja di kedua Propinsi ini adalah di sector pertanian, pertambangan, perdagangan, hotel, restoran, jasa-jasa dan industri pengolahan.

(b) Potensi Pertambangan di Propinsi Kalimantan Timur dikembangkan selain minyak bumi dan gas alam yaitu Batu Bara, gambut nikel, emas, perak, antimot, besi dan timah serta sejumlah bahan tambang lain.

(c) Produksi komoditi pertambangan di Propinsi Kalimantan Timur adalah bahan galian batu bara dan emas, serta bahan galian golongan C yang dilaksanakan Dinas Pertambangan Kabupaten/Kota.

(d) Secara umum kegiatan penambangan di Propinsi Kalimantan Timur dilakukan dengan cara tambang terbuka (open pit), sedangkan dua perusahaan yang menggunakan cara tambang dalam (underground mining) dan tambang terbuka untuk sebagian besar produksinya. Kemudian juga terdapat beberapa KUD yang memiliki izin kuasa pertambangan eksploitasi.

(e) Produksi Batu Bara di Propinsi Jawa Timur dari tahun ke tahun terus meningkat. Pada tahun 2003 sampai sekarang produksi batu bara mencapai angka di atas 45 juta ton yang berarti lebih dari 50 % dari angka produksi batu Bara nasional.

(f) Propinsi Kalimantan Selatan merupakan salah satu Propinsi penghasil Batu Bara yang cukup besar di Indonesia, dengan kapasitas produksi rata-rata 41,7 juta ton/tahun.

(g) Kegiatan Penambangan Tanpa Izin (PETI) diantaranya disebabkan lahan yang mengandung endapan Batu Bara sudah dikapling oleh Perusahaan Pemegang Izin PKP2B yang dikeluarkan oleh Pemerintah Pusat.

(h) Kerusakan lingkungan akibat kegiatan pertambangan di Propinsi Kalimantan Selatan terutama akibat kegiatan PETI dan dibuka tanpa izin pertambangan baru oleh Pemda tanpa pengawasan dan pengendalian yang memadai.

Saran.

(a) Diharapkan agar Pemerintah Propinsi Sumbar dapat memberikan pembinaan dan perlindungan hak-hak tenaga kerja sehingga nantinya mereka mendapatkan kesempatan kerja yang lebih baik. (b) Diharapkan Pemerintah Propinsi Sumatera Barat dapat

mengembangkan potensi sumber daya alamnya terutama yang berkaitan dengan bidang pertambangan baik tambang dalam maupun tambang luar.

(c) Untuk mengeliminir resiko keselamatan kerja agar Pemerintah Propinsi Sumatera Barat melarang kegiatan PETI Batu Bara yang melakukan kegiatan pada Barier Pillar tambang bawah tanah.

(d) Agar Pemerintah Propinsi Sumatera Barat mengintensifkan kegiatan Bapedalda Kabupaten dan Kota untuk mengeliminir dampak lingkungan yang ditimbulkan akibat penambangan batu bara.

5) Tanggal 19 sd 24 Desember 2006, kunjungan kerja ke Propinsi Nanggro Aceh Darussalam dan Propinsi Jawa Tengah dalam rangka studi relokasi pemukiman perumahan dan penanggulangan bencana alam pasca Tsunami dan Gempa.

Kesimpulan.

(a) Program penanggulangan bencana akibat Gempa dan Tsunami di Propinsi Nanggro Aceh Darussalam adalah :

(1) Melakukan pendataan kerusakan bangunan, fasilitas umum dan fasilitas social.

(2) Melakukan penyusunan Blue Print Tata Ruang Aceh untuk persiapan pembangunan di tahap rehab/rekon yaitu dengan penjaringan aspirasi Masyarakat (public) dan koordinasi dan Singkronisasi dengan Stek Holder.

(3) Melakukan koordinasi dengan UN dan NGO.

(4) Memfungsikan kembali prasarana dan sarana perkotaan dan permukiman yang mengalami kerusakan namun masih mungkin dioperasikan secara cepat.

(b) Tindakan tahap rehabilitasi (0,4 – 2 tahun) (1) Sasarannya memperbaiki pelayanan publik.

(2) Membangun sarana tempat tinggal yang permanent bagi sebahagian masyarakat yang terkena tsunami.

(3) Tersedianya sarana air bersih. (4) Tersedianya sarana persampahan.

(5) Merehabilitasi dan membersihkan drainase dan saluran lingkungan kota.

(1) Membangun kembali perumahan penduduk beserta fasilitas sosial dan fasilitas umum pada kawasan pengembangan kota sesuai dengan arahan Master Plan baru yang diperuntukkan sebagai kawasan permukiman.

(2) Membangun sistem air bersih secara menyeluruh untuk melayani kebuutuhan penduduk kota baik pada kawasan kota yang masih dipertahankan maupun pada kawasan kota baru.

(3) Memperkuat manajemen persampahan dan sanitasi beserta sarana dan pasrarananya.

(4) Membangun suatu sistem jaringan drainase kota, baik berupa saluran primer maupun saluran sekunder pada kawasan pengembangan kota hingga terhubung dengan jaringan drainase yang telah ada.

(d) Permasalahan yang dihadapi oleh Propinsi Nanggro Aceh Darussalam, yaitu :

(1) Berubah fungsi lahan di sebahagian kawasan, yang semula potensial sebagai kawasan permukiman, sekarang menjadi daerah genangan dan sudah tidak layak huni.

(2) Lahan siap bangun untuk proses pembangunan perumahan semakin berkurang, sedangkan kebutuhan masyarakat untuk menempati rumah semakin mendesak.

(3) Biaya pembangunan perumahan yang cukup besar sedangka material yang dibutuhkan untuk pembangunan perumahan, sarana dan prasarana permukiman, sulit untuk diperoleh.

(4) Belum semua donator (NGO) yang bergerak dibidang shelter/pembangunan perumahan melakukan koordinasi dengan Pemerintahan sehingga lokasi kebutuhan rumah yang mendesak sulit diarahkan pelaksanaannya.

(5) Belum semua desa memiliki arahan tata ruang dan NGO yang berpartisipasi dalam mendukung penyusunan tata ruang.

(6) Kebutuhan air bersih yang terus meningkat.

(e) Propinsi Jawa Tengah dalam mengatasi kerusakan jalan telah membuat regulasi dalam sebuah Peraturan Daerah tentang tertib pemanfaatan jalan dan pengendalian kelebihan muatan.

(f) Pemerintah Propinsi Jawa Tengah bersikap tegas dalam pemberian sangsi kepada perusak lingkungan. Apabila tidak dindahkan peringatan secara lisan maupun tertulis maka akan diajukan kepengadilan.

(g) Dalam upaya mewujudkan pendaya gunaan sumber air Pemerintah Propinsi Jawa Tengah secara optimal guna menunjang peningkatan produksi pertanian, pengendalian banjir, penyediaan air bersih, pengembangan permukiman secara terintegrasi dan berkelanjutan. (h) Pemerintah Propinsi Jawa Tengah dalam mengatasi dan pembinaan

terhadap penambang tanpa izin apabila ditemukan langsung dilakukan penghentian kegiatan atau penutupan penambangan. Dilakukan pembinaan untuk melakukan perijinan apabila dari hasil studi daerah tersebut layak sebagai kawasan pertambangan.

Saran.

(1) Diharapkan Pemerintah Propinsi Sumatera Barat dapat memberikan kesadaran kepada Masyarakat tentang langkah-langkah penyelamatan diri.

(2) Diharapkan agar Pemerintah Propinsi Sumatera Barat dapat membangun jalan alternative dalam rangka penyelamatan masyarakat di sekitar pantai.

(3) Agar Pemerintah Propinsi Sumatera Barat segera menyiapkan Ranperda tentang penanggulangan bencana alam.

(4) Dalam rangka menyelematkan kerusakan jalan yang lebih akibat kelebihan muatan dari kendaraan, diharapkan agar Pemerintah Propinsi Sumbar menyiapkan aturan baru atau kebijakan dalam mengatasinya.

(5) Dalam rangka meningkatkan pendayaan gunaan sumber daya air secara optimal guna meningkatkan produksi pertanian, pengendalian banjir , penyediaan air bersih, pengembang permukiman.

(6) Agar Pemerintah Propinsi Sumatera Barat bersikap tegas dalam menindak perusak lingkungan hidup yang telah menyebabkan bencana alam antara lain seperti banjir dan longsor.

Dokumen terkait