• Tidak ada hasil yang ditemukan

MEMAHAMI PERMASALAHAN SANTRI SECARA PARTISIPATIF DI PONDOK PESANTREN DDI

B. Kurangnya Perhatian dari Lembaga Pesantren

1. Renovasi asrama dan bantuan alat kebersihan yang kurang diperhatikan

Dari hasil FGD dan wawancara mendalam peneliti dengan santri dan pembina asrama, peneliti menemukan informasi bahwa asrama yang dijadikan

tempat tinggal santri putra dan putri sekarang sudah kurang lebih 10 tahun tidak ada renovasi dan perhatian dari lembaga pesantren. Hal ini bisa dilihat dari kondisi asrama yang memprihatinkan ditambah dengan fasilitas prasarana di dalam asrama yang kurang layak dipakai. Santri tidur tidak beralaskan kasur, pencahayaan lampu yang redup dan beberapa genteng asrama bocor, kurangnya sumber daya manusia (pembina asrama).

Untuk mengetahui latar belakang kurang perhatiannya pesantren terhadap asrama peneliti mencoba melakukan wawancara langsung dengan pipimpinan pesantren dan bendahara umum pesantren. Dari hasil wawancara dengan pimpinan pesantren ditemukan informasi bahwa dari lembaga tidak bisa mengeluarkan pendanaan terkait renovasi asrama jika dari pengelola asrama tidak melakukan pengajuan perbaikan. Hal ini telah di tunggu oleh pimpinan asrama akan tetapi tidak ada keluhan yang di dengar olehnya. Sedangkan hasil wawancara dengan bendahara umum pesantren ditemukan informasi bahwa santri yang tinggal asrama diwajibkan membayar iuran Rp. 15.000,00 perbulan akan tetapi kebanyakan dari santri tidak membayar iuran dan akan melunasi pembayarannya ketika memasuki waktu ulangan semester bersamaan dengan pembayaran uang semester.

Hal ini juga yang menghambat pendanaan untuk melengkapi fasilitas yang di butuhkan di dalam asrama. Sementara untuk kebutuhan alat kebersihan, pesantren tidak menyediakan dana untuk melengkapinya dan itu harus dari kesadaran siswa itu sendiri.

Dalam proses pendampingan ini peneliti bekerja sama dengan pembina asrama untuk melakukan pengajuan perbaikan asrama tempat tinggal santri dengan mendampingi dan membantu dalam pengajuan renovasi asrama putri.

Sementara itu paradigma lain juga muncul dari beberapa staff guru di pesantren ketika peneliti melakukan pendekatan dengan melakukan perbincangan dimana tempat guru-guru biasanya menghabiskan waktu istirahatnya, dalam kesempatan itu peneliti meminta pendapat guru-guru terhadap perilaku sehat santri di pondok pesantren DDI khsususnya santri yang tinggal di asrama. Komentar positif dan negatif pun mulai mereka keluarkan, diantaranya:

Kebanyakan santri dari pulau memiliki kepribadian yang kasar, hal itu dikarenakan faktor lingkungan dari daerah asalnya. Kejadian buruk yang terjadi di sekolah dan di asrama juga selalu dari santri yang berarasal dari pulau. Merokok di dalam asrama dan dimesjid sudah menjadi kebiasaan mereka karena membawa kebiasaan buruknya dari rumah. Terkadang siswa itu rela untuk tidak makan sehari agar bisa memenuhi dirinya untuk membeli rokok. 52

Pembentukan akhlak dan perilaku baik ke semua siswa adalah hal wajib dilakukan oleh dewan guru di pesantren. Akan tetapi banyak dari mereka yang santri tidak mendengar apa yang diajarkan oleh gurunya. Sedangkan dari wali murid telah mempercayakan anaknya kepada kami (pesantren) agar di didik dengan benar agar menjadi anak yang patuh. Hal ini sulit dilakukan karena kuatnya pengaruh lingkungan tempat asal santri itu sendiri.53

Melihat status pondok pesantren yang masih proses pembangunan dan membutuhkan donatur dari berbagai kalangan, dalam hal ini pesantren bukannya tidak peduli dengan keadaan asrama tempat tinggal santri akan tetapi pimpinan dan bendahara umum pondok tidak mendengar keluhan tentang renovasi pondok ditambah dengan kurangnya dana pondok untuk proses renovasi seutuhnya.

52Wawancara dengan staf guru, tanggal 20 Maret, 09.46 WIB

Selain itu kurangnya perhatian lembaga dengan santri bisa terlihat dari tidak adanya ustadz yang tinggal di asrama putra untuk mengontrol kegiatan asrama dan memberikan pendidikan akhlak, pengajian dan ilmu diluar proses belajar yang seharusnya didapatkan di dalam pesantren. Dari kasus ini peneliti mendapat informasi bahwa ada 3 santri putra yang sering di dapati merokok di dalam kamar dan di pekarangan mesjid, uang dan barang beberapa santri sering hilang di dalam lemari, kondisi asrama yang begitu sangat kotor, tidak ada batasan ingin pulang jam berapa dan asrama hanya diadikan sebagai tempat istirahat saja.

Hal yang perlu diperhatikn dari lembaga pesantren ialah pembentukan struktur pengurusan dan peraturan asrama yang wajib dipatuhi oleh semua santri khususnya yang tinggal di dalam asrama. Agar santri bebas keluar masuk dan pergi tanpa sepengetahuan dari pembina asrama. Selain itu kepengurusan pembina arama sebaiknya jangan asal memilih karena dari hasil wawancara peneliti, awalnya para pembina asrama bingung ketika peneliti menanyakan bahwa beliau adalah pembina asrama. Lembaga pesantren harus mengeskakan ppengurusan asrama agar terstruktur dan pembina asrama yang namanya terncantum di dalam SK bertanggung jawab dengan benar atas tugas dan tanggung jawabnya di pesantren. 2. Tidak adanya tenaga kebersihan khusus pesantren

Pondok pesantren DDI adalah sebuah lingkungan pendidikan dengan jumlah penghuni sekitar 500 orang. Seluruh aktifitas penghuninya hampir 24 jam dilakukan di dalamnya, mulai dari kegiatan pendidikan hingga aktifitas kesehariannya. Padatnya kegiatan santri serta belum munculnya kesadaran berjamaah terhadap pentingnya menjaga kebersihan, maka jumlah sampah yang

dihasilkan pesantren setiap harinya jauh lebih banyak dari pada kegiatan menjaga kebersihan lingkungan itu sendiri.

Minimnya sarana, tidak adanya petugas kebersihan dan hanya mengandalkan piket santri untuk menjaga kebersihan lingkungan adalah modal sementara ini. Sebuah fakta yang sulit dibantah bahwa mental santri dalam menjaga kebersihan masih minim dibeberapa pondok pesantren. Mengelola manajemen kebersihan lingkungan tanpa tenaga kebersihan (petugas sapu, dan pembersih sampah) dan hanya mengandalkan piket bersama sungguh adalah tantangan yang ingin peneliti taklukkan.

Santri pondok pesantren biasanya tidak membersihkan lingkungan asrama karena berharap ada tugas kebersihan yang membersihkan asrama. Hal ini membuat tidak terciptanya karakter santri untuk berperilaku hidup bersih dan sehat. Tidak adanya petugas kebersihan dan arahan pembinaan dari pembina asrama yang membuat santri jarang membersihkan lingkungan asrama.

C. Rendahnya Kesadaran Santri dan Pembina Asrama Untuk