• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB IV. GAMBARAN UMUM SEKOLAH

B. Kurikulum SMU

Menurut Dr. Boediono, Kepala Balitbang (2002:6), “kurikulum disempurnakan untuk meningkatkan mutu pendidikan secara nasional”. Mutu pendidikan yang tinggi diperlukan untuk menciptakan kehidupan yang cerdas, damai, terbuka, berdemokrasi dan mampu bersaing sehingga dapat meningkatkan kesejahteraan semua warga negara Indonesia.

Menurut Nana Sudjana seperti dikutip Iswanto (Skripsi,2000:26) kurikulum dapat diartikan:

“Program dan pengalaman belajar serta hasil-hasil belajar yang diharapkan, yang diformulasikan melalui pengetahuan dan kegiatan tersusun secara sistematis, diberikan kepada siswa di bawah tanggung jawab sekolah untuk membantu pertumbuhan atau perkembangan pribadi dan kompetensi sosial anak didik”.

Wester’ new collegiate dictionary menyatakan bahwa: curriculum as a

course of study as in college, the whole body of fered in an educational institution or by a department there of. (Allan & Linda, 1995: 03)

Ada dua hal yang tersirat dalam pengertian kurikulum, pertama adalah program atau rencana atau niat/harapan/keinginan. Pada hakekatnya kurikulum potensial, wujud nyatanya adalah buku kurikulum yang dituangkan dalam garis-garis besar program pengajaran beserta petunjuk pelaksanaannya. Kedua, adalah pengalaman belajar atau kegiatan nyata hakekatnya adalah kurikulum aktual, wujudnya adalah kegiatan nyata pada proses belajar mengajar berlangsung atau lebih populer disebut proses pengajaran

(instruksion). Oleh sebab itu kurikulum pengajaran tidak bisa dipisahkan

dan pengajaran adalah pelaksana atau operasionalisasi dari rencana dan program.

C. Kompetensi

Keunggulan kompetitif dan komparatif sesuai standar mutu nasional dan internasional, kurikulum perlu dikembangkan dengan pendekatan berbasis kompetensi. Kompetensi merupakan perpaduan dari pengetahuan, keterampilan, nilai dan sikap yang direfleksikan dalam kebiasaan berpikir dan bertindak.

Menurut Mulyasa (2002:38), kompetensi adalah:

Competency is a knowledge, skills, and abilities of capitalities that a person achieves, which become part of his or her being to the eNegeri I Kalasanenthe or she can satisfaktorily perform particular cognitive, effective, and psychomotor behaviors”.

Dalam hal ini kompetensi diartikan sebagai pengetahuan, keterampilan dan kemampuan yang dikuasai oleh seseorang yang telah menjadi bagian dari dirinya, sehingga ia dapat melakukan perilaku-perilaku kognitif, afektif dan psikomotorik dengan sebaik-baiknya.

Menurut kamus Bahasa Indonesia kompetensi berarti (kewenangan) kekuasaan untuk menentukan atau memutuskan suatu hal. Pengertian dasar kompetensi (competency) yakni kemampuan atau kecakapan.

Menurut W. Mulyasa dikutip dari Cunkolton (2002:38) mengartikan kompetensi sebagai penguasaan suatu tugas, keterampilan, sikap, dan apresiasi

yang diperlukan untuk menunjang keberhasilan. Hal tersebut menunjukkan bahwa kompetensi mencakup tugas, keterampilan, sikap dan apresiasi yang harus dimiliki oleh peserta didik untuk dapat melaksanakan tugas-tugas pelajaran sesuai dengan jenis pekerjaan tertentu.

Untuk itu, kurikulum menuntut kerjasama yang baik antara pendidik dengan dunia kerja, terutama dalam mengidentifikasi dan menganalisis kompetensi yang perlu diajarkan kepada peserta didik dan sekolah.

Menurut Boediono, Kepala Balitbang (2002:1) “kompetensi merupakan pengetahuan, keterampilan, dan nilai-nilai dasar yang direfleksikan dalam kebiasaan berfikir dan betindak. Kebiasaan berfikir dan bertindak secara konsisten dan terus menerus memungkinkan seseorang menjadi kompeten, dalam arti memiliki pengetahuan, keterampilan, dan nilai-nilai dasar untuk melakukan sesuatu”.

Dasar pemikiran untuk menggunakan konsep kompetensi dalam kurikulum sebagai berikut : (1) kompetensi berkenaan dengan kemampuan siswa melakukan sesuatu dalam berbagai konteks, (2) kompetensi menjelaskan penglaman belajar yang dilakui siswa untuk menjadi kompeten, (3) kompeten merupakan hasil belajar (learning outcome) yang menjelaskan hal-hal yang dilakukan siswa melalui proses pembelajaran, (4) kehandalan kemampuan siswa melakukan sesuatu harus didefinisikan secara jelas dan luas dalam suatu standar yang dapat dicapai melalui kinerja yang dapat diukur.

D. Kurikulum Berbasis Kompetensi

a. Pengertian Kurikulum Berbasis Kompetensi

Kurikulum Berbasis Kompetensi menurut Boediono (2002:1) adalah Seperangkat rencana dan pengaturan tentang kompetensi dan hasil belajar yang harus dicapai siswa, penilaian, kegiatan belajar mengajar, dan pemberdayaan sumber daya pendidikan dalam pengembangan kurikulum sekolah.

Menurut Mulyasa (2002:39) Kurikulum berbasis Kompetensi merupakan :

Suatu konsep kurikulum yang menekankan pada pengembangan kemampuan melakukan (kompetensi) tugas-tugas dengan standar performansi tertentu sehingga hasilnya dapat dirasakan oleh peserta didik, berupa penguasaan terhadap perangkat kompetensi tertentu.

Menurut Depdiknas (2002) kompetensi merupakan pengetahuan dan keterampilan dan nilai-nilai dasar yang direfleksikan dalam kebiasaan berpikir dan bertindak. Kurikulum Berbasis Kompetensi merupakan perangkat rencana dan pengaturan tentang kompetensi dan hasil belajar yang dicapai siswa, penilaian, kegiatan belajar mengajar, dan pemberdayaan sumber daya pendidikan dalam pengembangan kurikulum sekolah.

b. Ciri-ciri Kurikulum Berbasis Kompetensi

Kurikulum berbasis kompetensi memiliki ciri-ciri sebagai berikut (Depdiknas, 2002 dalam Mulyasa, 2004: 42):

a. Menekankan pada ketercapaian kompetensi siswa baik secara individu maupun klasikal.

c. Penyampaian dalam pembelajaran menggunakan pendekatan dan metode bervariasi

4. Sumber belajar bukan saja hanya guru, tetapi juga sumber belajar lainnya yang memenuhi unsur edukatif

5. Penilaian menekankan pada proses dan hasil belajar dalam upaya penguasaan atau pencapaian suatu kompetensi.

c. Prinsip-prinsip KBK

Prinsip-prinsip dalam pengembangan Kurikulum Berbasis Kompetensi (Depdikbud, 2002 dalam Mulyasa, 2004:70):

a. Keimanan, nilai, dan budi pekerti luhur: keyakinan dan nilai-nilai yang dianut masyarakat berpengaruh pada sikap dan arti hidupnya.

b. Penguatan Integritas Nasional: Penguatan integritas nasional dicapai melalui pendidikan yang memberikan pemahaman tentang masyarakat Indonesia yang majemuk dan kemajuan peradaban bangsa Indonesia dalam tatanan peradaban dunia yang multikultur dan multibahasa.

c. Keseimbangan antara etika, logika, estetika, dan kinestika: keseimbangan pengalaman belajar siswa meliputi etika, logika, estika, dan kinestika sangat dipertimbangkan daam menyusun kurikulum dan hasil belajar.

d. Kesamaan memperoleh kesempatan: penyediaan tempat yang memberdayakan semua siswa untuk memperoleh pengetahuan, ketrampilan, dan sikap sangat diutamakan.

e. Abad pengetahuan dan teknologi informasi: kemampuan berpikir dan belajar dengan mengakses, memilih, dan menilai pengetahuan untuk mengatasi situasi yang cepat berubah dan penuh ketidakpastian.

6. Pengembangan keterampilan hidup: kurikulum perlu memasukkan untuk ketrampilan hidup agar siswa memiliki keterampilan, sikap, dan perilaku adaptif, kooperatif dan kompetitif dalam menghadapi tantangan.

7. Belajar sepanjang hayat: pendidikan berlanjut sepanjang hidup manusia untuk mengembangkan, menambah kesadaran, dan selalu belajar memahami dunia yang selalu berubah dalam berbagai bidang.

8. Berpusat pada anak dengan penilaian berkelanjutan dan komprehensif: upaya mendirikan siswa untuk belajar, dan menilai diri sendiri sangat perlu diutamakan agar siswa mampu membangun pengetahuan dan pemahamannya.

9. Pendekatan menyeluruh dan kemitraan: semua pengalaman dirancang secara berkesinambungan, pendekatan yang digunakan dalam mengorganisasikan pengalaman belajar berfokus pada kebutuhan sisa yang bervariasi dan mengintegrasi berbagai disiplin ilmu.

KBK memfokuskan pada perolehan kompetensi-kompetensi tertentu oleh peserta didik. Oleh karena itu kurikulum ini mencakup sejumlah kompetensi, dan seperangkat tujuan pembelajaran yang dinyatakan sedemikian rupa, sehingga pencapaian dapat diamati dalam bentuk perilaku atau keterampilan peserta didik sebagai suatu kriteria

keberhasilan. KBK menuntut guru yang berkualitas dan profesional untuk melakukan kerjasama dalam rangka meningkatkan kualitas pendidikan. 4. Aspek- aspek dalam Kurikulum Berbasis Kompetensi

Menurut Boediono (2002:24) Kurikulum Berbasis Kompetensi mempunyai 5 aspek yaitu Aspek Pemahaman atas tujuan KBK, Aspek Pemahaman atas materi, Aspek Metode Pembelajaran, Aspek Penilaian Berbasis Kelas dan Aspek kompetensi dan Hasil Belajar.

a. Tujuan Kurikulum Berbasis Kompetensi

Tujuan pendidikan nasional menurut Mulyasa (2002:21), secara makro bertujuan membentuk organisasi pendidikan yang bersifat otonom sehingga mampu melakukan inovasi dalam pendidikan dalam pendidikan untuk menuju suatu lembaga yang beretika, selalu menggunakan nalar, berkemampuan komunikasi sosial yang positif dan memiliki sumber daya manusia yang sehat dan tangguh.

Secara mikro pendidikan nasional bertujuan membentuk manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, beretika, memiliki nalar, berkemampuan komunikasi sosial, dan berbadan sehat sehingga menjadi manusia mandiri.

Tujuan utama KBK adalah memandirikan atau memberdayakan sekolah dalam mengembangkan kompetensi yang akan disampaikan kepada peserta didik, sesuai dengan kondisi lingkungan. Pemberian wewenang kepada sekolah diharapkan dapat mendorong sekolah untuk melakukan pengambilan keputusan secara partisipasif. Pemerataan

pendidikan tampak pada tumbuhnya partisipsai masyarakat terutama yang mampu peduli, sementara yang kurang mampu akan menjadi tanggung jawab pemerintah.

Acuan di atas menjadi sosok manusia Indonesia lulusan dari jenjang pendidikan menengah umum dan memiliki ciri sebagai berikut : (1) memiliki keimanan dan bertaqwa terhadap Tuhan yang Maha Esa

mulai mapan, (2) memiliki etika (sopan santun dan beradab), (3) memiliki penalaran yang baik (dalam kajian materi kurikulum,

kreatif, inisiatif serta memiliki tanggung jawab), (4) kemampuan berkomunikasi/sosial (tertib, sadar aturan dan perundang-undangan, dapat bekerja sama, mampu bersaing, toleransi, menghargai hak orang lain, dan dapat berkompromi, (5) dapat mengurus dirinya dengan baik. b. Materi Pembelajaran

Materi pembelajaran memiliki kedudukan penting, yaitu sebagai pusat kegiatan pembelajaran dan berfungsi sebagai alat pembelajaran yang strategis bagi guru dan siswa.

Materi adalah bahan ajaran yang berisi konsep, fakta, prinsip-prinsip, dan prosedur yang dirancang berdasarkan pendekatan dan sistematika tertentu untuk meningkatkan efektifitas pembelajaran (Werdiningsih, 1998 : 3).

Materi pembelajaran merupakan salah satu komponen penting dalam sistem pembelajaran dan memiliki kedudukan penting, yaitu sebagai pusat kegiatan pembelajaran dan berfungsi sebagai alat

pembelajaran yang strategis bagi guru dan siswa (Wilkins melalui Werdiningsih, 1998 : 34).

Tujuan pengembangan materi adalah untuk mempersiapkan kelangsungan kegiatan pembelajaran yang selalu diisi dengan bahan-bahan yang selalu baru, ditampilkan dengan cara baru, dan disiasati dengan strategi yang baru pula.

Materi pembelajaran memiliki kriteria sebagai berikut: (1) Sahih, artinya harus teruji kebenarannya dan kesahihannya, (2) tingkat kepentingannya, artinya dalam memilih materi perlu dipertimbangkan, (3) kebermanfaatan, artinya materi memberikan dasar pengetahuan dan

ketrampilan untuk kejenjang lebih lanjut, (4) layak dipelajari, (5) menarik minat, (6) Alokasi waktu, artinya waktu perlu ditentukan

dalam perencanaan pembelajaran, (7) sarana dan sumber belajar, artinya sarana dan sumber belajar membantu siswa untuk mencapai tujuan pembelajaran. (Boediono, 2002: 14-15).

Sedangkan menurut Siahaan (1987 : 81) menguraikan beberapa prinsip dasar dalam mengembangkan materi pembelajaran berdasarkan pendekatan komunikatif. Prinsip-prinsip ini adalah (1) materi harus terdiri dari bahasa sebagai alat komunikasi, (2) Rancangan materi harus lebih menekankan proses belajar mengajar dan bukan pokok bahasan

(content), dan (3) Materi harus memberikan dorongan kepada

c. Metode pembelajaran

Mengingat belajar adalah proses bagi siswa dalam membangun gagasan atau pemahaman sendiri, maka kegiatan belajar mengajar hendaknya memberikan kesempatan pada siswa untuk melakukan hal itu secara lancar dan termotivasi.

Suasana belajar harus diciptakan, siswa harus dilibatkan secara aktif mengamati, bertanya, dan mempertanyakan, menjelaskan, dan sebagainya. Tidak membantu siswa terlalu dini, menghargai usaha siswa walaupun hasilnya belum memuaskan, dan menentang siswa berbuat dan berpikir merupakan contoh strategi pembelajaran yang memungkinkan siswa menjadi pembelajar seumur hidup. (Kurikulum Berbasis Kompetensi 2002).

d. Penilaian Berbasis Kelas

Menurut Boediono (2002:24) bahwa penyempurnaan kurikulum merupakan upaya peningkatan mutu pendidikan. Indikator keberhasilan pembaharuan kurikulum ditujukan dengan adanya perubahan pada pola kegiatan belajar mengajarm memilih media pendidikan dan menentukan pola penilaian yang menentukan hasil.

Pembaruan kurikulum akan lebih bermakna bila diikuti oleh perubahan praktik-praktik pembelajaran di kelas (KBM) yang dengan sendirinya akan mengubah praktik-praktik penilaian. Selama ini praktik kurang menggunakan cara dan alat yang lebih bervariasi, penilaian lebih diarahkan pada penguasaan bahan yang diujikan dalam bentuk tes obyektif.

Berdasarkan hasil penelitian pelaksanaan kurikulum 1994 diketahui bahwa guru mutlak perlu melatihkan siswa untuk :

1. Mengungkapkan pemahamannya dengan kalimat sendiri, baik lisan maupun tulisan.

2. Menyatakan gagasan khususnya dalam bentuk gambar, grafik, diagram, atau simbil-simbol lainnya.

3. Mengembangkan keterampilan fungsional sosial, proses, grafik, diagram, atau simbol-simbol lainnya.

4. Menggunakan lingkungan (alam, sosial, dan budaya) sebagai sumber dan media belajar.

5. Khususnya dalam pembelajaran bahasa Indonesia dan bahasa Inggris perlu menugaskan siswa membuat laporan penelitian, ringkasan atau tulisan. Penilaian Berbasis Kelas (PBK) merupakan salah satu komponen dalam Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK). Penilaian berbasis kelas dilakukan untuk memberikan keseimbangan pada ketiga ranah kognitif, afektif, dan konatif dengan menggunakan berbagai bentuk dan model penilaian secara resmi maupun tidak resmi dengan berkesinambungan. PBK diharapkan bermanfaat untuk memperoleh keutuhan gambar (profile) prestasi dan kemajuan belajar siswa.

Hasil PBK berguna untuk:

1) Umpan balik siswa dalam mengetahui kemampuan dan kekurangannya, sehingga menimbulkan motivasi untuk memperbaiki hasil belajar.

2) Memantau kemajuan dan mendiagnosis kemampuan belajar siswa sehingga memungkinkan dilakukan pengayaan dan remidiasi untuk memenuhi kebutuhan siswa sesuai dengan kemajuan dan kemampuannya.

3) Memberikan masukan kepada guru untuk memperbaiki program pembelajarannya di kelas.

4) Memungkinkan siswa mencapai kompetensi yang telah ditentukan walaupun dengan kecepatan belajar berbeda-beda.

5) Memberikan informasi yang lebih komunikatif kepada masyarakat tantang efektivitas pendidikan sehingga mereka dapat meningkatkan partisipasinya di bidang pendidikan.

Penilaian berbasis kelas sebagai komponen kurikulum berbasis kompetensi memiliki ciri-ciri sebagai berikut:

1) Menekankan pada ketercapaiannya kompetensi siswa.

2) Berorientasi pada hasil belajar (learning outcome) dan perbedaan individual siswa.

3) Menggunakan pendekatan dan metode yang bervariasi dalam penyampaian dan pembelajaran.

4) Menggunakan sumber belajar yang meluas (guru, siswa, narasumber, dan multi media).

5) Menekankan pada proses dan hasil belajar dalam upaya penguasaan atau pencapaian kompetensi.

e. Kompetensi dan Hasil Belajar

Menurut Boediono (2002:24) Kompetensi dasar merupakan pernyataan minimal atau memadai tentang pengetahuan, keterampilan, sikap dan nilai-nilai yang harus direfleksikan dalam kebiasaan berfikir dan bertindak setelah siswa menyelesaikan satu aspek atau sub aspek mata pelajaran tertentu. Kompetensi menentukan apa yang harus

dilakukan siswa untuk mengerti, menggunakan, meramalkan, menjelaskan dan mengapresiasi atau menghargai.

Indikator hasil belajar dapat digunakan sebagai dasar penilaian terhadap siswa dalam mencapai pembelajaran dan kinerja yang diharapkan. Indikator hasil belajar merupakan uraian kemampuan yang harus dikuasai siswa dalam berkomunikasi secara spesifik serta dapat dijadikan ukuran untuk menilai ketercapaiannya hasil belajar.

Tujuan utama kegiatan penilaian adalah untuk mengetahui apakah kompetensi dasar yang seharusnya dicapai dalam serangkaian pembelajaran sudah dikuasai siswa atau belum. Oleh karena itu, untuk menentukan ketepatan aspek yang hendak diukur untuk suatu kompetensi perlu disusun prosedur penilaian yang biasanya dituangkan dalam kisi-kisi pengukuran, seperti : (1). Menetapkan aspek yang

hendak diukur, (2) alat penilaian, seperti tes prestasi belajar, pengumpulan dokumen, (3) menentukan teknik pengukurannya, seperti tes tertulis, lisan, perbuatan. (4) bentuk soal beserta pedoman penyekorannya. Pengambilan Keputusan Hasil Belajar.

Ada tiga aspek yang dipertimbangkan dalam mencatat atau merekam dan menentukan hasil belajar siswa yaitu:

a) Kriteria untuk menilai hasil belajar

Kriteria ini diperlukan untuk menentukan pencapaian indikator hasil belajar yang sedang diukur. Dalam pengembangan kriteria ini untuk menentukan kualitas respon siswa, perlu menggunakan sejumlah pertimbangan penting: (1) kriteria harus meluas tetapi tidak memakan waktu sehingga sulit dilaksanakan, (2) dapat dipahami dengan jelas oleh siswa, orang tua, dan guru, (3) mencerminkan keadilan tidak merefleksikan variabel yang bias latar belakang budaya, sosial-ekonomi, ras, dan gender.

b) Pengambilan keputusan terhadap hasil belajar siswa

Keputusan terhadap suatu hasil belajar bermanfaat untuk membantu siswa untuk merefleksikan apa yang mereka ketahui, bagaimana mereka belajar, dan mendorong tanggungjawab mereka belajar. Keputusan penilaian dapat dibuat oleh guru, sesama siswa atau oleh dirinya sendiri. Pengambilan keputusan perlu menggunakan pertimbangan yang berbeda-beda dan membandingkan hasil penilaian. Pengambilan

keputusan harus dapat membimbing pada perbaikan pencapaian hasil belajar siswa.

c) Jenis-jenis hasil pengambilan keputusan

Keputusan tentang suatu penilaian dibuat dengan skala untuk keseluruhan indikator pencapaian dan tergambarkan dalam sebuah skor tunggal yang dirujuk sebagai pertimbangan final. Tes yang digunakan dalam penilaian beracuan kriteria, adakalanya dirancang untuk menghasilkan satu angka untuk setiap sasaran dan tidak hanya satu angka untuk setiap satu pencapaian tujuan.

E. Perbedaan Kurikulum Berbasis Kompetensi dengan Kurikulum 1994 Menurut Setyadi Markus (Kompas, 5 Oktober 2002) “Dalam konsep KBK ada beberapa hal yang sebenarnya bukanlah hal yang baru, misalnya perlu menggunakan metode mengajar yang variatif, mengubah metode teacher

oriented menjadi student oriented”. Perbedaan Kurikulum 1994 dengan KBK

adalah sebagai berikut: Kurikulum 1994 mengajar adalah mengisi botol kosong, maka jalan yang efektif adalah ceramah dan drill soal. Dalam KBK melatih guru untuk menggunakan berbagai macam metode mengajar dengan inti bahwa siswalah yang harus berperan lebih banyak.

Menurut Boediono (2002:3) kurikulum 1994 bertujuan memberitahukan kepada pelaksana pendidikan, terutama guru tentang apa yang harus diajarkan. Sedangkan KBK memberitahukan kepada guru tentang

kompetensi-kompetensi yang harus dikembangkan oleh siswa, melalui proses pembelajarannya.

Menurut Mulyasa (2002:166-167) perbedaan KBK dengan Kurikulum 1994:

No. Kurikulum 1994 KBK 1. 2. 3. 4. Menggunakan pendekatan penguasaaan ilmu pengetahuan alam, yang menekankan pada isi atau materi.

Standar akademis yang ditentukan secara seragam bagi setiap peserta didik.

Berbasis konten, siswa dipandang sebagai kertas putih yang harus ditulisi.

Guru merupakan kurikilum yang menentukan segala sesuatu yang terjadi di dalam kelas.

Menggunakan pendekatan kompetensi yang menekankan pada pemahaman, kemampuan atau kompetensi tertentu

Standar kompetensi yang memperhatikan perbedaan individu, baik kemampuan, kecepatan belajar maupun konteks sosial.

Berbasis kompeten, peserta didik berada dalam proses

perkembangan yang berkelanjutan.

Guru sebagai fasilitator yang bertugas mengkoordinasikan lingkungan untuk memberikan kemudahan belajar peserta didik. F. Perbedaan dan Karakteristik siswa

Mulyasa (2002:120) mengungkapkan bahwa sedikitnya terdapat lima perbedaan siswa yang perlu diperhatikan dalam kurikulum berbasis kompetensi yaitu: tingkat kecerdasan, kreatifitas, cacat fisik, kebutuhan, dan perkembangan kognitif.

1. Perbedaan tingkat kecerdasan

Till (1971:326) menggolongkan IQ yaitu: golongan terendah yang memiiki IQ 0-50 dimana yang memiliki IQ antara 25-50 disebut lemah pikiran atau cacat mental, golongan yang memiliki IQ antara 50-70 dikenal dengan golongan Moron atau keterbatasan mental, anak disebut bodoh jika

memiliki IQ antara 70-90, anak yang bisa belajar normal memiliki IQ antara 90-110, dan anak yang memiliki IQ 110-130 disebut jenius.

Beberapa ahli memberikan batasan kacerdasan atau intelegensi diantaranya Kendler yang menyatakan bahwa intelegensi adalah kemampuan untuk berpikir abstrak, belajar, atau mengintegrasikan pengalaman-pengalaman baru dan mengadaptasikan situasi-situasi baru. Sedangkan Binet (1916 dalam Mulyasa 2004:125) menyatakan bahwa intelegensi adalah kemampuan untuk mempertimbangkan dengan baik. Terman (1916 dalam Mulyasa, 2004:125) mendefinisikan intelegensi sebagai kemampuan untuk berpikir tentang gagasan-gagasan yang abstrak. Proyek perintis sekolah pembangunan pernah dilaksanakan untuk melayani perbedaan tingkat kecerdasan dimana program ini menggunakan modul, dengan sistim maju berkelanjutan. Program inilah yang akan dikembangkan kembali oleh pemerintah melalui KBK dengan format yang berbeda.

2. Perbedaan kreativitas

Darley (1986 dalam Mulyasa 2004:128) mengemukakan bahwa kreativitas sering merupakan proses yang terdiri dari 4 tahap, yaitu : persiapan, pengeraman, penjelasan, dan pembuktian. Selain itu ada dua kondisi yang diperlukan untuk pembuatan kreatif, yaitu ketersediaan unsur-unsur yang bisa dikombinasikan sebagai cara baru, dan adanya tujuan yang jelas.

3. Perbedaan cacat fisik.

Perbedaan individu dalam hal cacat fisik, antara lain adalah : penglihatan, pendengaran, kemampuan berbicara, pincang (kaki), dan lumpuh karena kerusakan otak (Mulyasa, 2002 : 129). Adalagi bentuk perbedaan yang lain yaitu perbedaan perilaku yang menimbulkan masalah, seperti putus sekolah dan kenakalan.

4. Perbedaan kebutuhan peserta didik

Kebutuhan setiap peserta didik sebagai manusia harus diperhatikan dalam pengembangan Kurikulum Berbasis Kompetensi. Maslow (1970 dalam Mulyasa 2004:130) mengkategorikan 5 kebutuhan yaitu kebutuhan fisik yang meliputi oksigen, makanan, air, perlindungan dan seks. Kebutuhan selanjutnya yaitu kebutuhan keselamatan atau keamanan. Berikutnya adalah kebutuhan cinta, pemilikan, dan kebutuhan untuk bergabung dengan orang lain. Selanjutnya ada kebutuhan mendapatkan penghargaan dan yang terakhir adalah kebutuhan aktualisasi.

5. Perbedaan perkembangan kognitif

Piaget (1984 dalam Mulyasa 2004:135) mendeskripsikan perkembangan kognitif atas beberapa tahap yaitu:

a. Tahap-tahap yang berbeda itu membentuk satu sekuensial, yaitu bahan operasi mental yang progresif.

b. Tahap-tahap itu merupakan suatu urutan yang hirearkhis, membentuk suatu tatanan operasi mental yang makin mantap dan terpadu.

c. Walaupun rangkaian tahap-tahap itu konstan, tahapan pencapaian bervariasi berkenaan dengan keterbatasan-keterbatasan tertentu.

d. Walaupun faktor-faktor meningkatkan atau menurunkan perkembangan kognitif, faktor-faktor tersebut tidak mengubah konsekuensinya.

Piaget juga mengungkapkan 4 tahap pokok pengembangan mental, yaitu : a. Tahap sensimotor (sejak usia lahir hingga usia 2 tahun).

Anak mengalami kemajuan dalam operasi-operasi refleksi dan belum mampu membedakan apa yang ada di sekitarnya.

b. Tahap Praoperasional (usia 2 – 7 tahun)

Pada tahap ini objek-objek dan peristiwa mulai menerima arti secara simbolis.

c. Tahap operasi nyata (usia 7 – 11 tahun)

Anak mulai mengatur data ke dalam hubungan-hubungan logis dan mendapatkan kemudahan dalam memanipulasi data dalam situasi pemecahan masalah.

d. Tahap operasi formal (usia 11 dan seterusnya)

Tahap ini ditandai oleh perkembangan kegiatan-kegiatan (operasi) berfikir formal dan abstrak.

Teori Piaget ini sesuai dengan tugas guru dalam memahami bagaimana peserta didik mengalami perkembangan intelektual dan menetapkan kegiatan kognitif yang harus ditampilkan pada tahap-tahap fungsi intelektual yang berbeda.

G. Status Sosial Ekonomi

Status sosial merupakan kedudukan seseorang (individu) dalam suatu kelompok pergaulan hidupnya (Soedjono,1973:100). Soerjono Soekanto mengatakan kedudukan (status) sosial adalah tempat orang secara umum dalam masyarakat, sehubungan dengan orang lain, dalam arti lingkungan pergaulannya, prestigenya dan hak-hak serta kewajiban-kewajibannya (Soerjono Soekanto,1982:233).

Status seorang individu dalam masyarakatnya dapat dilihat dari dua aspek (Soedjono,1973:100) yakni:

1. Aspek Statis

Yaitu kedudukan dan derajad seseorang didalam suatu kelompok yang dapat dibedakan dengan derajad atau kedudukan individu lainnya.

2. Aspek Dinamis

Yaitu berhubungan erat dengan peranan sosial tertentu yang berhubungan dengan pengertian jabatan, fungsi, dan tingkah laku

Dokumen terkait