• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS

1. Kurikulum

ingin dicapai (Taba, 1962:11).

2) Kurikulum sebagai pengaturan. Pengaturan dalam kurikulum dapat diartikan sebagai pengorganisasian materi pembelajaran pada arah horizontal (ruang lingkup dan integrasi) dan vertikal (urutan dan kontinuitas).

3) Kurikulum sebagai cara. Pengorganisasian kurikulum mengisyaratkan penggunaan metode pembelajaran yang efektif berdasarkan konteks pembelajaran. Pemilihan metode mengajar erat hubungannya dengan sifat materi pelajaran atau pratikum dan tingkat penguasaan yang ingin dicapai.

4) Kurikulum sebagai pedoman. Sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran harus, kurikulum memiliki kejelasan tentang gagasan-gagasan dan tujuan yang hendak dicapai melalui penerapan kurikulum.

c. Pengembangan Kurikulum

Ada dua prinsip yang digunakan dalam pengembangan kurikulum (Sukmadinata, 2013: 150) yaitu prinsip umum dan prinsip khusus. Beberapa prinsip umum dalam pengembangan kurikulum adalah: (1) prinsip relevansi, (2) prinsip fleksibilitas, (3) prinsip kontinuitas, (4) prinsip praktis, dan (5) prinsip efektivitas. Sedangkan prinsip khusus adalah: (1) prinsip berkenaan dengan tujuan pendidikan, (2) prinsip berkenaan dengan pemilihan isi pendidikan, (3) prinsip berkenaan dengan pemilihan proses belajar mengajar, (4) prinsip berkenaan dengan pemilihan media dan alat pengajaran, serta (5) prinsip berkenaan dengan pemilihan kegiatan penilaian.

d. Perkembangan Kurikulum di Indonesia

Kurikulum yang diterapkan di Indonesia sudah mengalami beberapa pergantian atau pengembangan. Perubahan kurikulum dikelompokan berdasarkan tiga kelompok kurikulum (Imas Kurniasih, 2014: 10) yaitu rencana pelajaran, kurikulum berbasis tujuan, dan kurikulum berorientasi kompetensi.

Dari rentang waktu 1947-1968 telah terjadi beberapa pergantian kurikulum, di antaranya adalah:

a) Kurikulum Tahun 1947 (Rencana Pembelajaran 1947)

Rencana pembelajaran 1947 merupakan pengganti sistem pendidikan kolonial Belanda. Kurikulum ini memiliki tujuan yang tidak hanya menekankan pada pendidikan pikiran, tetapi yang diutamakan adalah pendidikan watak, kesadaran bernegara dan bermasyarakat. Dalam kurikulum 1947 terdapat dua hal pokok yaitu: (1) Daftar mata pelajaran dan jam pelajarannya, (2) Garis–garis besar pengajaran. Rencana pembelajaran 1947 baru dilaksanakan oleh sekolah-sekolah pada tahun 1950.

b) Kurikulum 1952 (Rencana Pembelajaran Terurai)

Pada tahun ini Menteri P dan K, yang dijabat oleh Mr. Soewandi, melakukan usaha untuk mengubah sistem pendidikan dan pengajaran. Kemudian, Menteri P dan K membentuk Panitia Penyelidik Pengajaran dalam rangka mengubah sistem pendidikan kolonial ke dalam sistem pendidikan nasional. Hasil kerja panitia tersebut adalah terkait kurikulum rencana pembelajaran pada setiap tingkat pendidikan harus mempertahankan hal-hal sebagai berikut (Depdikbud 1979:108): (1) Pendidikan pikiran harus dikurangi, (2) Isi pelajaran harus dihubungkan terhadap kesenian, (3) Pendidikan

watak, (4) Pendidikan jasmani, dan (5) Kewarganegaraan dan masyarakat

Setelah Undang-Undang Pendidikan dan Pengajaran Nomor 4 Tahun 1950 dikeluarkan, lahirlah beberapa hal penting:

(1) Kurikulum pendidikan rendah ditujukan untuk menyiapkan anak memiliki dasar–dasar pengetahuan, kecakupan, dan ketangkasan baik lahir maupun batin serta mengembangkan bakat dan kesukaannya.

(2) Kurikulum pendidikan menengah ditujukan untuk menyiapkan pelajar ke pendidikan tinggi serta mendidik tenaga ahli dalam berbagai lapangan khusus sesuai dengan bakat masing-masing dan kebutuhan masyarakat.

(3) Kurikulum pendidikan tinggi ditujukan untuk menyiapkan pelajar agar dapat menjadi pimpinan dalam masyarakat, dan dapat memelihara kemajuan ilmu, dan kemajuan hidup kemasyarakatan.

c) Rencana Pembelajaran 1964

Rencana Pendidikan 1964 melahirkan kurikulum yang menitikberatkan pada pengembangan daya cipta, rasa, karya dan moral. Rencana pendidikan tersebut dikenal dengan istilah Pancawardhana, karena terdiri dari lima kelompok bidang studi, yaitu kelompok perkembangan moral, kecerdasan, emosional atau artistik, keterampilan dan jasmaniah. Pada saat itu

pendidikan dasar lebih menekankan pada pengetahuan dan kegiatan fungsional praktis, yang disesuaikan dengan perkembangan anak.

d) Kurikulum 1968

Pada kurikulum ini lebih menitikberatkan pada peningkatan mental-moral budi pekerti dan memperkuat keyakinan beragama, mempertinggi kecerdasan dan keterampilan, membina atau mengembangkan fisik yang kuat dan sehat.

Kurikulum 1968 merupakan pembaharuan dari kurikulum 1964. Pembaharuan pada kurikulum 1968 mencakup pembinaan jiwa pancasila, pengetahuan dasar dan kecakupan khusus. Dilihat dari segi tujuan pendidikan, kurikulum 1968 bertujuan bahwa pendidikan ditekankan pada upaya untuk membentuk manusia Pancasila sejati, kuat dan sehat jasmani, mempertinggi kecerdasan dan keterampilan jasmani, moral, budi pekerti, dan keyakinan beragama. Kurikulum 1968 menekankan pendekatan organisasi materi pelajaran: (1) Kelompok pembinaan pancasila, (2) Pengetahuan dasar, dan (3) Kecakapan khusus (dengan total jumlah pelajaranya sembilan).

e) Kurikulum Berorentasi Pancapaian Tujuan (1975-1994)

Dari rentang waktu 1975-1994 telah terjadi beberapa pergantian kurikulum, di antaranya adalah:

(1) Kurikulum 1975

Pada kurikulum inilah untuk pertama kalinya terlihat dengan jelas tujuan pendidikan. Tujuan pendidikan tersebut dijabarkan ke dalam tujuan-tujuan yang ingin dicapai seperti tujuan intruksional umum, tujuan intruksional khusus dan berbagai rincian lainnya sehingga jelas apa yang akan dicapai melalui kurikulum tersebut.

Kurikulum 1975 dimaksudkan untuk mencapai tujuan pendidikan sekolah yang secara umum mengharapkan lulusannya: (a) Memiliki sifat-sifat dasar sebagai negara yang baik, (b) Sehat jasmani, dan rohani, (c) Memiliki pengetahuan, keterampilan dan sikap dasar, yang diperlukan untuk melanjutkan pelajaran, (d) Bekerja di masyarakat, (e) Mengembangkan didri sesuai asas lingkungan hidup.

(2) Kurikulum 1984

Pada dasarnya materi pada kurikulum 1984 ini tidak banyak berbeda dengan materi kurikulum 1975, yang berbeda adalah organisasi pelaksanaannya saja, sehingga dengan demikian kurikulum 1984 dapat dilaksanakan dengan memanfaatkan bahan-bahan dan buku-buku yang telah ada sebelumnya. Semua pendekatan dalam proses

pembelajaran pada kurikulum sekolah dasar 1984 diarahkan guna membentuk keterampilan murid.

Hal yang menonjol dalam pelaksanaan kurikulum ini adalah adanya cara belajar siswa aktif (CBSA) dan sistem spiral. Di sini siswa akan lebih dilibatkan dalam pengembangan proses belajar mengajar. Meski sistem instruksional masih tetap dipertahankan namun siswa diberi kebebasan untuk mencapai tujuan tersebut. Selain itu, ada pula sistem spiral yang setiap jenjang pendidikan mata pelajaran akan berbeda dari segi kedalaman materi. Semakin tinggi jenjang pendidikannya, maka materi yang diberikan akan semakin dalam dan detail.

(3) Kurikulum 1994

Dengan lahirnya Undang-Undang Pokok Pendidikan Nasional Nomor 2 Tahun 1989 tentang Sistem Pendidikan Nasional, kurikulum 1984 disempurnakan kembali lewat kurikulum 1994. Pelaksanaan kurikulum 1994 dimulai pada tahun 1994/1995 dan diterapkan pada kelas 1 dan 4 SD, kelas 1 SMP, dan kelas 1 SMA . Dengan demikian, di dalam jangka waktu 10 tahun seluruh Kurikulum 1994 telah dilaksanakan.

f) Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK) 2004

Kurikulum 1994 digantikan oleh Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK), seiring pergantian kekuasaan. Kurukulum ini mengharapkan agar siswa yang mengikuti pendidkan di sekolah memmilki kompetensi yang diinginkan karena konsentrasi kompetensi adalah pada perpaduan antara pengetahuan, keterampilan, nilai serta sikap yang ditunjukkan dalam kebiasaan berpikir dan bertindak.

Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK) mencakup beberapa kompetensi dan seperangkat tujuan pembelajaran yang harus dicapai siswa. Kegiatan pembelajaran diarahkan untuk membantu siswa mengusai kompetensi-kompetensi agar tujuan pembelajaran tercapai.

g) Kurikulum Tingkat Satuan Pendidkan (KTSP)

Kurikulum Tingkat Satuan Pendidkan (KTSP) ini disusun untuk menjalankan amanah yang tercantum dalam Undang- Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional dan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan (Muslich 2009:1). Guru memiliki otoritas dalam mengembangakan kurikulum secara bebas dengan memperhatikan karakteristik siswa dan lingkungan di sekolah masing-masing.

h) Kurikulum 2013

Kurikulum 2013 menekankan pengembangan kompetensi pengetahuan, keterampilan, dan sikap peserta didik secara seimbang.

Terdapat empat aspek yang menjadi fokus dalam rencana implementasi dan keterlaksanaan Kurikulum 2013:

(1) Kompetensi guru dalam pemahaman substansi bahan ajar yang menyangkut metodolgi pembelajaran yang nilainya pada pelaksanaan uji kompetensi baru mencapai rata-rata 46,66.

(2) Kompetensi akademik dimana guru harus menguasai metode penyampaian ilmu pengetahuan kepada siswa. (3) Kompetensi sosial yang harus dimiliki guru agar tidak

bertindak asosial kepada siswa dan sederajat lainnya. (4) Kompetensi manajerial atau kepemimpinan karena guru

sebagai seorang yang akan digugu dan ditiru siswa. i) Kurikulum 2013 Edisi Revisi

Menurut Anbarini (2016), Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan telah melakukan perbaikan terhadap Kurikulum 2013. Setiap perbaikan dan pengembangan yang dilakukan pemerintah terhadap kurikulum dari waktu ke waktu bertujuan untuk menghasilkan generasi yang memiliki tiga kompetensi, yaitu sikap, keterampilan, dan pengetahuan.

Beberapa perbaikan yang dilakukan oleh Kemmendikbud di antaranya:

(1) Penataan Kompetensi Sikap Spiritual dan Sikap Sosial pada Semua Pelajaran.

Sebelum adanya perbaikan kurikulum, guru setiap mata pelajaran diberi beban formal untuk melakukan pembelajaran dan penilaian terhadap kompetensi sikap spiritual dan sikap sosial siswa. Guru mata pelajaran Pendidikan Agama-Budi Pekerti dan mata pelajaran PPKn, pembelajaran sikap spiritual dan sosial dilaksanakan melalui pembelajaran langsung dan tidak langsung. Selain kedua guru pengampu mata pelajaran Pendidikan Agama- Budi Pekerti dan mata pelajaran PPKn, pembelajaran sikap spiritual dan sosial dilaksanakan melalui pembelajaran tidak langsung.

(2) Koherensi KI-KD dan penyelarasan dokumen.

Perbaikan dilakukan dengan memperbaiki dokumen Kompetensi Inti (KI) dan Kompetensi Dasar (KD), silabus, serta buku teks pelajaran. Perbaikan tersebut berdasarkan masukan-masukan yang diberikan masyarakat, seperti guru, pegiat pendidikan, praktisi, pemerhati pendidikan, serta masyarakat umum.

(3) Pemberian Ruang Kreatif Kepada Guru dalam Mengimplementasikan Kurikulum.

Pemberian ruang kreatif itu membuat guru memiliki otonomi dalam proses pembelajaran sehingga mendorong pembelajaran yang aktif. Perbaikan itu juga menekankan bahwa pendekatan saintifik bukan satu-satunya pendekatan dalam pembelajaran. Guru memiliki keleluasaan dalam mengembangkan pengalaman belajarnya bagi peserta didik. (4) Penataan Kompetensi yang Tidak Dibatasi oleh

Pemenggalan Taksonomi Proses Berpikir.

Kompetensi Dasar (KD) pada kurikulum 2013 yang telah direvisi tidak dibatasi oleh tingkatan taksonomi pada jenjang pendidikan dasar dan menengah supaya terlihat bahwa dalam jenjang pendidikan tersebut siswa mampu membangun kemampuan berpikir tinggi (High Orded Thinking Skill) dengan berbagai kategori pengetahuan. e. Implementasi Kurikulum 2013

1) Pengertian Implementasi

Menurut Arifin (2015), Implementasi berasal dari bahasa Inggris yaitu to implement yang berarti mengimplementasikan. Implementasi merupakan penyediaan sarana untuk melaksanakan sesuatu yang menimbulkan dampak atau akibat terhadap sesuatu.

Pengertian implementasi juga dikemukakan oleh beberapa ahli, yaitu:

a) Menurut Cleaves (oleh Wahab 2008;187), secara tegas menyebutkan bahwa implementasi itu mencakup proses bergerak menuju tujuan kebijakan dengan cara langkah administratif dan politik.

b) Menurut Van Meter dan Van Horn (dalam Wahab, 2008: 65) Implementasi adalah tindakan-tindakan yang dilakukan baik oleh individu-individu/pejabat-pejabat atau kelompok- kelompok pemerintah atau swasta yang diarahkan pada tercapainya tujuan-tujuan yang telah digariskan dalam keputusan kebijakan.

Secara umum, implementasi adalah suatu yang dijalankan berdasarkan kebijakan untuk mencapai suatu tujuan tertentu.

2) Implementasi Standar Proses Pembelajaran

Permendikbud Nomor 22 Tahun 2016 mengatur tentang Standar Proses pada Kurikulum 2013 edisi revisi. Standar Proses Pendidikan Dasar dan Menengah, selanjutnya disebut Standar Proses Pembelajaran, merupakan kriteria mengenai pelaksanaan pembelajaran pada satuan pendidikan dasar dan satuan pendidikan dasar menengah untuk mencapai kompetensi lulusan.

Peraturan ini menjelaskan bahwa proses Pembelajaran pada satuan pendidikan diselenggarakan secara interaktif, inspiratif,

menyenangkan, menantang, memotivasi peserta didik untuk berpartisipasi aktif, serta memberikan ruang yang cukup bagi prakarsa, kreativitas, dan kemandirian sesuai dengan bakat, minat, dan perkembangan fisik serta psikologis peserta didik. Untuk itu, setiap satuan pendidikan melakukan perencanaan pembelajaran, pelaksanaan proses pembelajaran, pengelolaan kelas dan laboratorium, penilaian proses dan hasil pembelajaran, serta pengawasan proses pembelajaran dalam upaya meningkatkan efisiensi dan efektivitas ketercapaian kompetensi lulusan.

Sebelum Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor 22 Tahun 2016 tentang Standar Proses Pembelajaran ini diberlakukan, standar proses pendidikan di Indonesia menganut sistematika yang dijelaskan pada Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor 65 Tahun 2013 tentang Standar Proses untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah. Namun pada saat Peraturan Menteri ini mulai berlaku, Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 65 Tahun 2013 tentang Standar Proses untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah, dicabut dan dinyatakan tidak berlaku hal ini dijelaskan dalam Pasal 2 Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor 22 Tahun 2016 tentang Standar Proses Pendidikan Dasar dan Menengah.

Seiring dengan diberlakukannya Permendikbud Nomor 22 Tahun 2016 tentang Standar Proses, faktor-faktor yang diduga mempengaruhi kemampuan guru dalam mengimplementasikan Permendikbud Nomor 22 tahun 2016 tentang Standar Proses antara lain: (1) Pengalaman Mengajar Guru, (2) Ketersediaan Sumber Belajar Guru, dan (3) Frekuensi Mengakses Internet.

Dokumen terkait