• Tidak ada hasil yang ditemukan

Radikal Bebas dan Antioksidan

KURKUMINOID EKSTRAK TEMU MANGGA Latar belakang

Proteoglikan (PG) merupakan makromolekul matrik ekstraseluler terdiri atas protein rantai glikosaminoglikan (GAG), dihubungkan oleh oligosakarida yang tersusun atas silosa-galaktosa-galaktosa. Proteoglikan yang terdapat pada pembuluh darah secara normal disintesis oleh sel otot polos. Sedangkan proses degradasi PG melibatkan endoglukonase, eksoglukodase, sulfatase dan protease. Proses katabolisme PG intraseluler terjadi di dalam lisosom, sedangkan katabolisme untuk heparin dilakukan di hati (Poole 1988). Proteoglikan berperan dalam membentuk matrik ekstraseluler, menghubungkan dan komunikasi sel-sel, tempat masuknya beberapa virus ke dalam sel. PG dapat sebagai reservoir faktor-faktor pertumbuhan dan pada beberapa kasus dapat mengatur faktor-faktor pertumbuhan seperti fibroblas. Melalui fungsinya sebagai protein, PG juga terlibat dalam pengaturan metabolisme lipid dan mengikat monosit pada matrik sub endotel (Mounkes et al. 1998).

Biointesis proteoglikan berlangsung di dalam retikulum endoplasmik dan disempurnakan di dalam golgi. Pengaturan biosintesis melibatkan beberapa molekul penting baik berupa hormon, seperti hidrokortison, testosteron, follicle stimulation hormone(FSH) maupun growth factor seperti PDGF, insulin-like growth factor II, pituitary-derived fibroblast growth factor. Setiap jenis dari masing-masing sel mempunyai fungsi yang berbeda, seperti prostaglandin E1 dan E2, pada beberapa sel granulosa menstimuli sintesis proteoglikan tetapi pada sel – sel kondroisit bersifat menghambat sintesis proteoglikan (Poole 1988).

Total proteoglikan pada penderita aterosklerosis produksinya lebih rendah dari keadaan normal (Edward & Wagner 1988). Jumlah chondroitin sulfat PG (CS-PG) lebih sedikit dari dermatan sulfat PG (DS-PG). Perubahan ini sebagai akibat adanya peningkatan degradasi protein inti dan glikosaminoglikan (GAG). Kaadaan ini dapat menimbulkan gangguan terhadap integritas struktural matrik, sehingga dapat meningkatkan permebialitas terhadap lipoprotein plasma dan gangguan ketahanan jaringan terhadap daya tekan. Penurunan heparan sulfat PG (HS-PG) yang diikuti peningkatan kondroitin sulfat PG (CS-PG) dan dermatan

117 sulfat PG (DS-PG) dapat terjadi pada PG arteri manusia selama kembangnya aterosklerosis. (Key et al. 2002; Kunjathoor et al. 2002).

Kondroitin sulfat (CS) berperan dalam permebialitas arteri, pertukaran ion. Serta transport dan penimbunan bahan-bahan plasma seperti LDL. Dermatan sulfat (DS) berperan dalam pengaturan fibrilogenesis kolagen dan secara ionic berikatan dengan LDL. Heparan sulfat (HS), terdapat pada membran dan permukaan sel mempunyai urutan oligosakarida mempunyai fungsi khusus seperti: efek antiproliferatif terhadap sel otot polos, berikatan dengan fibroblast growth factor (FGF), berikatan dengan lipoprotein lipase, dan berkatan dengan antitrombin III. Pada kondisi aterosklerosis, PG mengalami perubahan komposisi, konsentrasi, morfologi, dan sifatnya sehingga mengganggu peranan dari proteoglikan (Edward & Wagner 1988; Hurt-Camejo et al. 1997; Stary et al. 1995; Wagner 1985).

Beberapa peneliti melaporkan, bahwa C6S-PG dan DS-PG yang disekresikan oleh sel-sel otot polos dan berproliferasi pada bagian intima pembuluh arteri, memiliki afinitas yang tinggi terhadap apo B–100. Interaksi LDL- PG tersebut meningkatkan kemampuan LDL untuk beroksidasi dengan cara menginduksi modifikasi struktural (terutama apo B-100) dan meningkatkan waktu tinggalnya di dalam dinding arteri. Keadaan ini mengakibatkan terjadinya modifikasi hidrolitik dan oksidatif lebih lanjut. Proses penahanan dan oksidasi LDL ini akan meningkatkan pengambilan LDL oleh makrofag karena interaksi LDL teroksidasi-GAG meningkatkan afinitas lipoprotein dengan membran sel. Hal ini menyebabkan terjadinya pembentukan sel-sel busa pada makrofag (Hurt & Camejo 1987; Hurt-Camejo et al. 1992; Hurt-Camejo et al. 1997).

Kaplan & Aviram (2001) mengemukakan hasil penelitiannya, selain sel-sel busa yang berasal dari makrofag, pada lesi aterosklerosis juga ditemukan sel-sel busa yang berasal dari sel otot polos. Sedangkan Vijayagopal & Glancy (1996); Kaplan & Aviram (2001); dan Racley (2006) menyatakan, bahwa kompleks PG-lipoprotein pada sel otot polos, dirangsang oleh makrofag tanpa melalui reseptor (baik reseptor scavenger maupun B/E) melainkan kontak langsung antar sel. Pengaturan umpan balik pada sel otot polos tidak terjadi, sehingga menyebabkan

118 proses pengambilan kompleks tersebut berlangsung terus, sehingga menimbulkan akumulasi kolesterol ester yang pada akhirnya terbentuklah sel busa.

Percobaan ini dimaksudkan untuk mendapatkan informasi tentang potensi kurkuminoid ekstrak temu mangga dalam mencegah pelepasan proteoglikan secara in vitro.

Bahan dan alat percobaan yang digunakan: lima belas ekor tikus putih berumur 2-3 minggu, diperoleh dari PSSP LPM-IPB, DMEM, fetal serum albumin (FBS), fosfat bufer salin (PBS), 3.3-diaminobenzidin tetrahidro kloride, guadinin HCl, penisilin, streptomisin, nikostatin, asam glukoronat, sodium asetat, disodium EDTA, aminohrxanoic acid, tryptamin HCl. Alat yang digunakan: laminar flow, inkubator CO2, mikroskop, flask kultur, mikro pipet, kromatografi cair kinerja tinggi (KCKT) dan alat gelas lainnya.

Metode penelitian, arteri dibuka memanjang secara hati-hati dan diiris menjadi kecil-kecil (3-5 mm), ditempatkan dalam plate 100 mm yang telah berisi DMEM (10% FBS dan antibiotik). Kultur ditempatkan pada inkubator CO2 pada suhu 370C. Sel mulai tumbuh setelah kultur berumur satu minggu. Minggu kedua, volume media ditingkatkan karena terjadi penambahan jumlah sel. Medium diganti dua kali seminggu sampai sel konfluen. Kultur sel otot polos (komfluen) ditempatkan pada flask pertumbuhan yang mengandung FBS lalu di tripsinisasi, untuk dibekukan. Sel otot polos dapat digunakan pada pasase 3 sampai 7 dan dalam penelitian ini kultur sel digunakan pada pasase 6 (Leik et al. 2004).

Prosedur Penelitian, Sebanyak 2x103 sel otot polos pada pasase ke 6 dikultur dandiinkubasikan ke dalam medium DMEM pada suhu 370C selama 24 jam. Kultur ditambahkan 10% FBS (v/v) dan 0,05% etanol dengan atau tanpa penambahan kurkuminoid ekstrak temu mangga (2 ppm/ml dan 8 ppm/ml). Kontrol dibuat tanpa menambahkan ekstrak temumangga. Setelah 24 jam, sel dicuci dengan PBS sebanyak 3 kali lalu diberi 200 μg/ml fraksi LDL dan diinkubasi pada suhu 370C selama 72 jam sambil diamati setiap 24 jam. Setelah 72 jam, sel konfluen dan dapat dipanen. Konsentrasi proteoglikan ditentukan dengan mengukur asam heksarunat DENGAN menggunakan Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT).

119 Analisis Proteoglikan , kultur sel otot polos yang konfluen dalam medium kultur dipanen pada pasase 6 dan dipisahkan dari medium (ditampung) dengan menggunakan kertas saring Whatman. Sel diekstraksi dengan 4,0 M GdnHCl di dalam Na Asetat pH 4,5 (15 ml/g berat sel dalam kultur) yang mengandung disodium EDTA, 0,1 M-aminohexanoic acid dan 5 mM tryptamin HCl. Selanjutnya, ekstrak disaring dengan kertas Whatman, lalu dibilas dengan 4,0 M GdnHCl dan bilasan ini ditambahkan ke dalam ekstrak.

Proteoglikan diukur sebagai asam heksarunat dengan menggunakan Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT) (Dionex SA, viosinesle Bretonneeux, Yvelines, Frances) kolom AS 11 dengan asam glukoronat sebagai standar (Lefever et al. 2004).

Bentuk monolayer kultur sel otot polos tikus (Gambar 28). Sel terlihat tumbuh dengan baik dalam medium kultur pertumbuhan DMEM. Sel-sel otot polos dalam percobaan ini diduga berasal dari lapisan media pembuluh darah yang bermigrasi dan berproliferasi ke dalam intima. Secara normal maupun keadaan abnormal, sel otot polos dapat memproduksi proteoglikan. Jumlah proteoglikan yang dihasilkan cukup baik susunannya, namun keberhasilan ini tergantung beberapa faktor pertumbuhan maupun gangguan yang ada ketika melakukan kultur sel.

Gambar 29 Monolayer sel otot polos arteri koronaria tikus putih (perbesaran 160x) ). Sel otot polos diisolasi dari arteri koronaria tikus berumur 2-3 minggu, dengan cara membuka rongga dada, aorta dipotong dan ditampung dalam tabung berisiPBS (penisilin200 μ/ml, streptomisin 200 ug/ml & 50 U/ml nycostatin). Sel konfluen, dieliminasi dengan cara mengganti medium tanpa diberi FBS dan diinkubasi kembali selama 24 jam.

Menurut St Clair et al. (1995) di dalam media pertumbuhan untuk arteri normal mamalia, ternyata hanya dijumpai sel otot polos, dan sel-sel otot polos

120 ditemukan pada bagian intima normal. Sedangkan Stary et al. (1992) menyatakan bahwa hasil uji mikroskop elektron dan imunohistokimia, terdapat dua jenis sel-sel otot polos pada intima arteri manusia terdiri atas sel-sel otot polos yang banyak mengandung miofilamen atau kontraktil dan yang banyak mengandung retikulum endoplasmik kasar (r-ER) atau sintetik. Dalam percobaan, sel-sel otot polos nampak tumbuh dengan baik dan bentuk sel tersusun rapi, nampak jelas di bawah mikroskop.

Proteoglikan hasil anlisis dengan mengunakan KCKT dalam percobaan ini tidak dapat ditampilkan. Hal ini dikarenakan asam heksaronat yang diestimasikan sebagai proteoglikan tidak terdeteksi. Keadaan ini diduga proteoglikan tidak dilepaskan oleh sel otot polos ke dalam medium kultur pertumbuhan. Kemungkinan lain konsentrasi proteoglikan terlalu rendah atau dalam proses pembentukan asam heksoronat tidak terjadi. Selain itu diduga juga kemungkinan kurkuminoid ekstrak temu mangga yang diikubasikan dalam kultur sel mampu menghambat reaksi oksidasi lipid pada sel.otot polos yang dikultur

KEPUSTAKAAN

Edwards IJ, Wagner WD. 1988. Distinct synthetic and structural characteristic of proteoglycans produced by cultured artery smooth muscle cells of atherosclerosis-susceptible pigion. The Journal of Biological Chemistry

263(20):9612-9620.

Hurt E, Camejo G. 1987. Effect of arterial proteoglycans on the interaction of LDL with human monocyte-derived macrophage. Atherosclerosis 67:115-126.

Hurt-Camejo E, Camejo G, Rosengren B, Lopez F, Ahlstro C, Fager B, Bonjers G. 1992. Effect of arterial proteoglycans and glycosamino glycans on LDL oxidation and Its uptake be human macrophages and arterial smooth muscle cells. Arteriosclerosis and Thrombosis 12:569-583.

Hurt-Camejo E, Olsson U, Wiklun O, Bonjers G, Camejo G. 1997. Cellular consequences of the association of Apo B lipoprotein with proteoglycans.

Arteriolscler Thromb Vas Biol. 17: 1011-1017

Lefever G et al. 2004. Characterization of cell wall enzyme activities, pectin composition, and technological criteria of strawberry cultivars (Fragaria x ananassa Duch). J. food science . 69(4):222-224

121 Leik CE, Willey A, Graham MF, Walsh SW. 2004. Isolation and culture of arterial smooth muscle cells from human placenta. http://hyper.ahajournals.org/cgi/cgi/content/full/43/4/837 [16 Agustus 2008] Mounkes LC, Zong W, Cipres-Palacin G, Heath TD, Debs RJ. 1998. Proteglycans

mediate catione liposome-DNA complex-based gene delivery in vitro and in vivo. The Journal of Biological Chemistry 273(40):26164-26170.

Kaplan M, Aviram M. 2001. Retention of oxidation LDL by extracellular matrix proteoglycans leads to its uptake by macrophages an alternative approach to Study lipoprotein cellular uptake. J. Arterioscler Thromb Vasc Biol. 21:386-393.

Key SN, Platt JL, Vercellotti GM. 1992. Vascular endothelial cell proteoglycans are susceptible to cleavage by netrophils. Arteriosclerosis and Thrombosis

12:836-842.

Kunjathoor VV, Chiu DS, O’Brien KD, LeBoeuf RC. 2002. Accumulation of bigglycan and perlecan, but not versican, in Lessions of murine models of atherosclerosis. Arterioscler Thromb Vasc Biol. 22:462-468.

Poole AR. 1988. Proteoglycans in health and disease: structure and functions.

Biochem. J. 236: 1-10.

Rackley CE. 2006. Phathogenesis of Atherosclerosis. http://www.patiens.update.com/print.asp?print=true&file=chd/2109 [12 Juli 2009].

Stary HC, Blakenhom DH, Chandler AB, Glagov S, Insull W, Richardson ME, Rosenfeld ME, Schaffer SA, Schwart CJ, Wagner WD and Wisller RW.1992. A definition of the initial, fatty streak, and intermediate lesion of atherosclerosis-prone region. Atherosclerotic Thrombosis., 12:1:120-134. Stary HC, Chandler AB, Glagov S, Gayton W, Insull W, Richadson ME,

Rosenfeld ME, Schwartz CJ, Wagner WD and Wisller RW.1994. A definition of the intima of human arteries and its atherosclerosis=prone region. Atherosclerotic thrombotic, 12:1:120-130.

Stary HC, Chandler AB, Dinsmor RE, Fuster V, Glagov S, Insull W, Rosenfeld ME, Schwart CJ, Wagner WD and Wisller RW.1995 A definition of advanced types of atherosclerotic Lesions and histological classification of atherosclerosis. Atherosclerotic thromboticVasc. Biol. 15:1512-1531.

St. Clair RA . 1985. Pathogenesis of the atherosclerotic lesion. Current concept s of cellular an biochemical events. Atherosclerosis, hypertension, and vasospasmus, 1-29.

Vijayagopal P, Glancy DL 1996. Macrophages stimulate cholesteryl ester accumulation in cuetured muscle cells incubated with lipoprotein proteoglycan complex. Arterioscler Thromb Vasc Biol. 16:1112-1121. Wagner WD. 1985. Proteoglycans strucrue and function as related to

atherosclerosis. Annal New York Academy of Scienes 454:52-68.

123

PEMBAHASAN UMUM

Pada manusia, kolesterol umumnya dikaitkan dengan aterosklerosis yang dapat meningkatkan kejadian penyakit jantung koroner (PJK). Menurut Bush et al. (1987), faktor risiko dapat meningkatkan keadaan konsentrasi kolesterol plasma dan kolesterol-LDL yang disertai menurunnya kolesterol-HDL, sehingga terjadi aterosklerosis yang mengarah ke PJK. Clarkson et al. (1996) dan Antony et al. (1997) melaporkan penelitian adanya kejadian aterosklerosis arteri koronaria pada monyet ekor panjang yang diberi pakan aterogenik yang mengandung kolestrol tinggi (35%).

Aterosklerosis merupakan kelainan degeneratif pada pembuluh darah besar dan sedang, yang dicirikan oleh adanya penebalan dinding pembuluh darah yang berisi sel busa. Sel busa merupakan sel makrofag yang berisi kolesterol maupun kolesterol ester. Hal ini disebabkan makrofag secara berlebihan mengambil LDL teroksidasi. Penyebab utama aterosklerosis adalah meningkatnya lipoprotein yang beredar di dalam darah. Hiperkolesterolemia merupakan salah satu faktor risiko untuk terjadinya aterosklerosis, dan lesi awal ditandai dengan terbentuknya garit lemak (Fuller and Jialal 1994). Menurut Kaplan & Aviram (2001), selain kolesterol pada lesi atereosklerosis, terdapat juga protein, karbohidrat, komponen seluler termasuk sel otot polos, makrofag, dan limfosit.

Hansson (2009) menyatakan bahwa aterosklerosis merupakan penyakit inflamasi, dan aterosklerosis dimulai saat LDL terakumulasi di intima sehingga akan mengaktifkan endotel, meningkatkan pengambilan monosit dan limfosit T. Monosit berdiferensiasi membentuk makrofag yang dapat menangkap LDL terakumulasi, yang pada akhirnya membentuk sel busa. Sedangkan sel limfosit T pada lesi akan mengenali antigen lokal yang selanjutnya berkontribusi pada pembentukan plak aterosklerosis.

Perkembangan pengetahuan tentang alternatif pengobatan dan kemajuan teknologi membawa nuansa baru untuk lebih memahami pentingnya arti kesehatan. Obat-obat tradisional saat ini semakin banyak dikembangkan, dan sampai kini belum dilaporkan bahwa produk obat tradisional memiliki efek

124 sampingan yang membahayakan. Produk-produk antioksidan sudah banyak dijual di pasaran dan harganya cukup mahal. Pemahaman akan antioksidan perlu dipaparkan lebih luas kepada masyarakat. Antioksidan terdapat di alam dengan jumlah yang cukup berlimpah. Antioksidan banyak terkandung di dalam buah-buahan, sayur-sayuran, jenis kacang-kacangan maupun berbagai rimpang temu-temuan.

Penelitian ini dilakukan untuk mengkaji peranan kurkuminoid ekstrak temu mangga dalam menghambat oksidasi lipid ditingkat seluler. Parameter-parameter yang diamati adalah tingkat penghambatan oksidasi LDL, penghambatan pembentukan sel-sel busa, serta ekpresi molekul adhesi seperti VCAM-1 dan ICAM-1. Penelitian ini penting untuk dilakukan mengingat banyaknya kejadian aterosklerosis yang berujung pada PJK dan kematian.

Temu mangga (Curcuma mango)

Temu mangga (Curcuma mangga) merupakan salah satu jenis kunyit atau kurkuma yang merupakan kerabat temu-temuan. Sejak dahulu, kunyit telah digunakan sebagai bahan ramuan obat tradisional. Akan tetapi mekanisme kerjanya sebagai obat sampai saat ini masih belum jelas diketahui. Senyawa aktif yang terkandung dalam kunyit adalah diferuloil-metana atau lebih lazim dikenal dengan kurkumin. Kurkumin merupakan derivat (turunan) kurkuminoid dan mempunyai kemampuan biologis yang cukup luas seperti antiradang, antikarsinogenik (Moon et al. 2005, Tonnesen et al. 1987), antirematik (Deodhar

et al. 1980), antihepatoksik, antioksidan (Kiso et al. 1983, Rao 1995, Shetty 1997), dan anti hiperkolesterolemia (Nurfina et al. 1995; Pendurthi et al. 1997, Quiles et al. 2002). Sebagai senyawa antioksidan, kurkumin mampu melindungi LDL dari proses oksidasi sehingga pengambilan LDL teroksidasi oleh makrofag dapat dicegah (Quiles et al. 2002, Ruby & Lokesh 1995, Sreejayan et al. 1997). Kurkumin dapat juga mengeliminasi radikal hidroksi, radikal superosida, nitrogen dioksi, dan nitrogen monooksida, serta mencegah turunan dari radikal superoksid (Rao 1995; Ruby&Lokesh 1995; Sreejayan et al. 1997).

Kurkuminoid ekstrak temu mangga dalam penelitian ini diperoleh dengan cara mengektraksi rimpang temu mangga dengan menggunakan metode maserasi

125 dengan pelarut air dan etanol. Untuk memisahkan fraksinasi kurkuminoid dilakukan dengan menggunakan metode Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT) seperti yang dilakukan oleh Quiles et al. (2002). Hasil ekstraksi kurkuminoid dari temu mangga diperoleh rendemen sebanyak 1,84%. Fraksinasi terhadap kurkuminoid diperoleh tiga terunan kurkuminoid yang terdiri atas 6,2% kurkumin sebanyak, 2,3% demetoksi-kurkumin, dan 3,0% bis-demetoksi kurkumin. Quiles et al. (2002) dan Nurfina et al. (1995) menyatakan bahwa kurkuminoid hasil isolasi dari jenis temu-temuan, seperti temu lawak (curcuma longa), terdiri atas kurkumin, demetoksi-kurkumin, dan bis-demetoksi-kurkumin.

Struktur kurkuminoid memiliki gugus fenolik yang cukup esensial sebagai

scavenger (penangkap) superoksid (radikal bebas), dan gugus orto metoksi yang ada pada gugus fenolik mampu meningkatkan aktivitas kurkumin. Gugus fenolik juga diduga berfungsi sebagai antibakteri. Sedangkan Vareed et al. (2008) menyatakan bahwa, substansi fenolik yang terdapat pada tanaman obat mempunyai aktivitas sebagai antioksidan, antiradang, antikanker, maupun antimutagenik.

Dalam percobaan ini kurkuminoid ekstrak temu mangga mampu menghambat oksidasi LDL yang dilkukan oleh sel makrofag mencit dan beruk. Kurkuminoid yang diisolasi dari curcuma longa mampu menghambat oksidasi LDL secara invitro (Quiles et al. 2002). Kurkumin turunan dari kurkuminoid yang diisolasi dari tanaman temu lawak mampu menghambat oksidasi LDL (Sreejayan & Rao 1997; Rao 1995). Selain itu, kurkuminoid juga mereduksi respon ekspresi molekul ICAM-1 pada permukaan sel endotel yang diinduksi dengan LDL. Kurkuminoid yang berasal dari temu lawak mempunyai efek terhadap metabolime kolesterol (Velena 1995). Nurfina et al. (1995) menyatakan bahwa kurkumin mempunyai kemampuan menghambat aktivitas enzim lipoksigenase berperan dalam proses peroksidasi lipid. Posisi dan jumlah gugus subtitusi metoksi dan subtitusi hidroksi yang ada pada kurkumin memegang peranan penting dalam menentukan aktivitas lipoksigenase. Menurut Vareed et al.

126 siklooksigenase, lipooksigenase, metaloproteinase, dan sintase nitrit oksid pada proinflamasi yang merupakan awal terbentuknya lesi aterosklerosis.

Respon Sel Makrofag terhadap Reaksi oksidasi Ion Cu2+, LDL dan LDL Teroksidasi

Proses oksidasi lipoprotein merupakan suatu mekanisme abnormal dalam seluler, yang dapat digunakan sebagai indikator terjadinya stres oksidatif pada sel dan jaringan. Oksidasi lipid akan menghasilkan berbagai senyawa, seperti malonaldehida (MDA). Malonaldehida merupakan dialdehida tiga karbon sebagai hasil samping dari peroksidasi asam lemak tak jenuh (Janero 1990), dan sintesis prostaglandin (Marnette 1999). MDA dapat bereaksi dengan asam tiobarbiturat membentuk senyawa berwarna merah dan dapat diukur absorbansinya menggunakan spektrofotometer pada panjang gelombang 523 nm. Selain spesies reaktif radikal bebas, molekul LDL juga dapat dioksidasi oleh ion logam transisi, lipoksigenase maupun mieloperoksidase. Ion logam Cu2+ memegang peranan penting dalam pembentukan oksidan yang dapat menginisiasi peroksidasi.

Dalam percobaan ini, sel makrofag mencit dan makrofag beruk diinkubasikan dengan ion Cu2+, LDL, dan LDL teroksidasi, selama 4 jam dan 6 jam. Untuk perlakuan dengan ekstrak temu mangga, masing-masing kelompok dipra-inkubasikan dengan kurkuminoid ekstrak temu mangga selama 48 jam. Adapun tujuan pemberian kurkuminoid ekstrak temu mangga, supaya sel makrofag dapat menggunakan kurkuminoid sebagai antioksidan yang menghambat reaksi oksidasi lipid yang dilakukan oleh sel.

Makrofag mencit lebih responsif terhadap kurkuminoid temu mangga dibandingkan dengan makrofag beruk. Dalam percobaan ini, kolesterol (LDL) yang digunakan berasal dari kolesterol monyet ekor panjang (MEP). Kondisi ini membuat makrofag beruk kurang berpengaruh terhadap reaksi oksidasi LDL. Disamping itu, metode yang digunakan untuk mengisolasi makrofag mencit berbeda dengan beruk. Pada isolasi makrofag mencit, mencit dipaksakan untuk memproduksi sebanyak mungkin makrofag, melalui injeksi secara peritoneal yang menggunakan asam tioglikolat. Makrofag beruk diperoleh dari sel darah putih yang dipisahkan dari sel darah merah dengan menggunakan Lymphocite

127

Separation Medium (LSM). Berdasarkan pengamatan dari hasil perecobaan, makrofag beruk diinkubasi dengan LDL yang berasal dari MEP hanya memberikan oksidasi lipid yang minimal jika dibandingkan dengan makrofag mencit.

Dalam percobaan ini, LDL yang diinkubasi dengan ion Cu2+ dapat terjadi oksidasi LDL. Produk oksidasi LDL dan lipid berbentuk MDA. Laju oksidasi LDL ditunjukkan dengan cara mengukur konsentrasi MDA menggunakan metode TBAR. Demikian juga oksidasi lipid yang terbentuk setelah sel makrofag diinkubasi dengan ion Cu2+ diukur MDA-nya dengan metode yang sama. Sel makrofag yang diinkubasi dengan ion Cu2+ dapat menghasilkan MDA juga. Hal ini menyebabkan sel makrofag melepaskan radikal bebas yang kemudian merangsang makrofag untuk mengoksidasi LDL, dan pada akhirnya akan terjadi akumulasi LDL teroksidasi di dalam makrofag sehingga membentuk sel busa. Namun demikian, peningkatan oksidasi lipid dan oksidasi LDL dapat dihambat dengan pemberian kurkuminoid ekstrak temu mangga sebesar 8 ppm (P<0,01).

Peningkatan konsentrasi MDA terhadap makrofag mencit dan makrofag beruk yang diinkubasikan dengan LDL teroksidasi cukup tinggi. Akan tetapi peningkatan konsentrasi MDA ini dapat diturunkan dengan pemberian ekstrak kurkuminoid 2 ppm, 6 ppm, dan 8 ppm (P<0,01). Efek kurkuminoid terhadap panghambatan proses oksidasi LDL di dalam makrofag mencit sebesar 13,07% dan pada beruk sebesar 24,28%. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa kurkuminoid ekstrak temu mangga memberikan efek yang dapat menghambat reaksi oksidasi LDL.

Kurkumin mempunyai kemampuan dalam mencegah perluasan penyakit seperti, menurunkan kerentanan LDL terhadap oksidasi, mencegah proliferasi sel-sel otot polos pembuluh darah, mempunyai efek antitrombik, efek hipotensif sementara, dan mencegah agregasi platelet secara in vivo. Kurkuminoid mampu menghambat oksidasi LDL manusia, mencegah peroksidasi lipid plasmatik, serta menghambat peroksidasi lipid pada hemogenat hati dan otak tikus yang mengalami udema. (Srejevan et al. 1997; Quiles et al. (2002).

Penghambatan kecepatan proses oksidasi lipid dan LDL di dalam sel makrofag mencit yang diinkubasi dengan kurkuminoid pada konsentrasi 8 ppm

128 sebesar 13,07% (p<0,01), dengan lama masa inkubasi 4 jam. Sedangkan pada masa inkubasi 6 jam, penghambatan oksidasi lebih rendah yaitu 4,19%. Nilai ini masih lebih tinggi jika dibandingkan dengan sel makrofag yang tidak diberi kurkuminoid ekstrak yang penghambatan oksidasinya hanya sebesar 3,73%. Lama waktu inkubasi 4 jam jika dibandingkan dengan 6 jam tidak menunjukkan adanya perbedaan yang signifikan (P>0,05).

Pola yang sama juga terjadi pada sel makrofag beruk. Kurkuminoid ekstrak temu mangga 8 ppm dapat menghambat oksidasi lipid di dalam sel makrofag (P<0,01). Hal ini ditandai dengan adanya penghambatan oksidasi lipid, baik pada inkubasi 4 jam maupun 6 jam. Penghambatan oksidasi lipid oleh kurkuminoid ekstrak temu mangga sebesar 24,28%. Sedangkan untuk kontrol (makrofag + LDL oksidasi tanpa ekstrak kurkuminoid), diperoleh hasil yang lebih rendah, yakni sebesar 8,93%. Dari uraian ini, dapat disimpulkan bahwa kurkuminoid ekstrak temu mangga dapat menghambat oksidasi LDL pada makrofag mencit dan beruk. Dapat dikatakan juga bahwa, peningkatan hambatan oksidasi LDL terjadi seiring