• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kurva p-y pada Tanah Lempung (Cohesive Soil)

Dalam dokumen BAB II TINJAUAN PUSTAKA (Halaman 39-53)

2.3.2 Kapasitas Lateral Tiang Menggunakan Metode Kurva p-y .1 Kurva p-y pada Tanah Pasir (Cohesionless Soil)

2.3.2.2 Kurva p-y pada Tanah Lempung (Cohesive Soil)

Seperti pada tanah pasir, metode kurva p-y pada tanah lempung juga diajukan oleh Matlock (1970). Dasar yang digunakan dalam metode ini didapatkan dari pengujian di lapangan menggunakan tiang yang diinstrumentasi dan pengujian model di laboratorium.

Konsep dasar metode kurva p-y telah dijelaskan sebelumnya. Pada sub bab ini akan dijelaskan langkah-langkah pembuatan kurva p-y untuk kondisi tanah lempung lunak sampai sedang-keras (soft clay to firm clay), untuk lempung kaku (stiff clay), dan untuk lempung kaku yang terlalu konsolidasi (stiff overconsolidated clay). Dengan bantuan kurva p-y ini, defleksi dan momen lentur dari tiang yang dibebani secara lateral dapat ditentukan sebagai fungsi terhadap kedalaman.

Langkah-Langkah Pembuatan Kurva p-y untuk Tanah Lempung Lunak sampai Sedang-Keras (Soft to Firm Clays)

Langkah-langkah pembuatan kurva p-y untuk jenis tanah ini dijelaskan oleh Matlock (1970) sebagai berikut:

a Gunakan parameter tanah yang representatif terhadap kondisi di lapangan. b Hitung faktor-faktor berikut:

J c B B x u r + = γ6 (2.72) Dengan:

xr = kedalaman kritis di bawah permukaan tanah B = lebar tiang

g = berat jenis tanah

cu = undrained strength dari tanah lempung

J = faktor empiris (0,5 untuk soft clay dan 0,25 untuk firm clay)

B Jx c x N u c =3+γ + untuk x < x r (2.73) 9 = c N untuk x ≥ xr (2.74) Dengan:

Nc = faktor daya dukung

c Pilih kedalaman yang akan digambarkan kurva p-y nya. Bandingkan kedalaman ini dengan kedalaman kritis x, dan tentukan bila persamaan (2.73) atau (2.74) dapat digunakan untuk Nc. Kemudian hitung nilai-nilai untuk kurva p-y (Gambar 2.20) mengikuti langkah-langkah selanjutnya.

Gambar 2.20 Pembentukan kurva p-y untuk tanah lempung lunak sampai keras (Matlock, 1970) d Hitunglah: B N c pu = u c (2.75)

Dengan pu adalah tahanan tanah ultimit per unit panjang dari tiang. Sekarang, defleksi yc pada tahanan tanah pu adalah defleksi yang terkait dengan regangan εc pada tegangan maksimum yang didapatkan dari kurva tegangan-regangan (stress-strain curve) hasil dari uji triaxial di laboratorium.

Bila tidak ada hasil pengujian di laboratorium, Matlock (1970) merekomendasikan nilai εc sebagai berikut:

a. 0,005 untuk brittle dan sensitive clays,

b. 0,02 untuk disturbed/remolded clays atau unconsolidated sediments, c. 0,01 untuk normally consolidated clays.

e Bentuk dari kurva p-y (kurva a pada Gambar 2.20) didapatkan dari persamaan berikut ini:

( )

13 5 , 0 pu y yc p= (2.76)

Bila ada hasil uji triaxial di laboratorium, bentuk dari kurva p-y dapat diturunkan dari kurva tegangan-regangan. Atau dengan cara lain, bentuk dari kurva p-y dapat juga diturunkan dari kurva beban-penurunan (load-settlement curve) hasil plate load test.

Pengaruh dari beban siklik pada kurva p-y (Gambar 2.20) dapat dibentuk mengikuti langkah-langkah berikut:

a. x1 ≥ xr: Potong kurva p-y pada pB = 0,72pu (kurva b).

b. x1 < xr: Hubungkan titik B dan C kemudian gambarkan garis horizontal (kurva c). Titik C terkait dengan defleksi lateral y=15yc dan p=0,72pux1/xr.

c. x1 = 0: Hubungkan titik B dengan titik yang tepat y = 15 yc (kurva d). Ini berdasarkan asumsi bahwa pada y ≥ 15yc, tahanan tanah cenderung mendekati 0.

f Ulangi langkah-langkah di atas untuk berbagai kedalaman di bawah permukaan tanah.

Langkah-Langkah Pembuatan Kurva p-y untuk Tanah Lempung Kaku (Stiff Clays)

Menurut Reese dan Welch (1975), langkah-langkah pembuatan kurva p-y untuk tiang yang dibebani secara lateral pada tanah lempung kaku adalah sebagai berikut:

Beban Statik Jangka Pendek

a Dapatkan nilai-nilai berikut: undrained shear strength cu berdasarkan kedalaman, berat jenis efektif γ’ berdasarkan kedalaman, dan regangan saat perbedaan tegangan-tengangan utama (principal stress difference) adalah 1,5 kali dari maksimum, dan ε50. Bila ε50 tidak ada, gunakan nilai 0,005 atau 0,010, semakin besar semakin konservatif.

b Tahanan ultimit tanah per unit panjang dari tiang pu adalah lebih kecil dari nilai-nilai yang didapat dari persamaan-persamaan berikut:

B c B x c x p u u u =⎜⎜3+ γ +0,5 ⎟⎟ (2.77) B c pu =9 u (2.78) Dengan:

cu = rerata undrained shear strength dari permukaan sampai kedalaman x B = lebar tiang

c Hitung defleksi y50 saat mencapai 1,5 kali dari tahanan ultimit tanah dengan persamaan berikut:

50 50 2,5Bε

y = (2.79)

d Titik-titik yang menggambarkan kurva p-y kemudian didapatkan dari persaman-persamaan berikut:

( )

14 50 5 , 0 p y y p= u (2.80) u p

p= untuk y lebih besar dari 16y 50

Beban Siklik

a Dapatkan kurva p-y untuk beban statik jangka pendek dari langkah-langkah sebelumnya. b Perkirakan jumlah perulangan beban lateral rencana yang akan diterima oleh fondasi. c Untuk beberapa nilai p, pu, dapatkan nilai C1 dan C2 menggunakan data dari hasil

pengujian di laboratorium dan persamaan berikut:

( )

(

N

)

C c l log 50 2 ε ε ε −

= dari data laboratorium

Dengan:

εc = regangan setelah M kali siklus perulangan beban εl = regangan pada beban awal

C1 diberikan oleh persamaan (2.81)

Bila tidak ada data laboratorium, gunakan persamaan berikut untuk mendapatkan nilai C:

4 2 1 C C 9 R,6 C = = = (2.81) Dengan:

( ) (

= σ1−σ3

)

max = p pu R = rasio tegangan

d Pada nilai p yang terkait nilai (p/pu) dari langkah (3), hitung nilai baru untuk beban siklik dari persamaan berikut:

N C y y yc = s + 50 1log (2.82) Dengan:

yc = defleksi setelah N kali siklus pengulangan beban ys = defleksi akibat beban awal

C1 = parameter yang menggambarkan pengaruh dari beban yang diulang-ulang dan sama dengan 9,6R4

N = jumlah siklus dari beban yang diulang-ulang

e Kuva p-yc menunjukkan respon tanah akibat N siklus beban.

Langkah-Langkah Pembuatan Kurva p-y untuk Tanah Lempung Kaku yang Terlalu Konsolidasi (Stiff Overconsolidated Clays)

Metode yang sebelumnya dijelaskan dapat digunakan pada tanah yang memiliki modulus yang naik berbanding lurus dengan kedalaman. Tanah-tanah ini adalah baik tanah berbutir kasar maupun tanah lempung terkonsolidasi secara normal. Untuk tanah lempung kaku yang terlalu konsolidasi, umumnya modulus tanah adalah tetap terhadap kedalaman. Hanya data dari percobaan yang sangat terbatas yang dapat digunakan untuk membuat kurva p-y untuk jenis tanah ini.

Berdasarkan data dan analisis uji pembebanan, Bhushan et al. (1979) menyimpulkan bahwa untuk tiang kaku, pendek pada lempung kaku yang terlalu konsolidasi, langkah-langkah yang diajukan oleh Reese dan Welch (1975) dapat digunakan dengan adanya perubahan sebagai berikut: B c B x c x p u u u =⎜⎜3+γ' +2 ⎟⎟ (2.83) 50 50 2Bε y = (2.84)

( )

12 50 5 , 0 p y y p= u (2.85)

Seluruh langkah-langkah untuk lempung kaku (stiff clay) seharusnya dapat digunakan dengan melakukan pergantian persamaan (2.77), (2.79) dan (2.80) dengan persamaan (2.83), (2.84),

dan (2.85). Langkah-langkah pengerjaan ini hanya berlaku untuk tiang tunggal, penggunaan pada kelompok tiang memerlukan penelitian lebih lanjut.

2.3.3 SUBGRADE REACTION

Dalam permodelan tiang yang menerima beban lateral, digunakan pegas sebagai pengganti tanah (Teori Pegas Winkler). Nilai kekakuan pegas tersebut menggunakan nilai subgrade reaction. Beberapa metode telah diajukan oleh para ahli. Untuk Tugas Akhir ini digunakan metode yang diajukan oleh Scott dan Bowles.

Metode dari Scott (1981) ini digunakan untuk menghitung subgrade reaction pada tanah pasiran dengan korelasi terhadap N-SPT sebagai berikut:

N

k0,3 =1800 (2.86)

Dengan:

k0,3 = subgrade reaction untuk lebar perkenaan fondasi-tanah 0,3m

N = NSPT yang sudah dikoreksi

Nilai tersebut berhubungan dengan hasil percobaan yang dilakukan Terzaghi mengunakan plate loading test pada plate berukuran 0,3 m x 0,3 m. Oleh karena itu perlu dilakukan penyesuaian dengan perkenaan fondasi dengan tanah untuk tanah pasiran sebagai berikut:

2 3 , 0 2 3 , 0 ⎟ ⎠ ⎞ ⎜ ⎝ ⎛ + = B B k k (2.87) Dengan:

B = lebar perkenaan fondasi dan tanah (m)

k = subgrade reaction (kN/m3)

Sedangkan untuk tanah lempung, nilai subgrade reaction tanah diambil dari persamaan yang diajukan Bowles (1968) dengan memodifikasi rekomendasi Vesic tentang reaksi tanah lempung yang tidak dipengaruhi oleh kedalaman sebagai berikut:

12 / 1 4 2) 1 ( 3 , 1 ⎥ ⎥ ⎦ ⎤ ⎢ ⎢ ⎣ ⎡ − = p p s s s I E D E E k μ (2.88) Dengan : k = subgrade reaction (kN/m3) μs = poisson ratio

Es = secant modulus tanah (kN/m2) D = diameter tiang (m)

Ep = modulus tiang (kN/m2) Ip = inersia tiang

Nilai-nilai subgrade reaction hasil perhitungan persamaan-persamaan di atas kemudian akan dimasukkan sebagai nilai kekakuan pegas pada permodelan tiang dalam perangkat lunak SAP dalam analisis.

2.4 DAYA DUKUNG FONDASI GROUP TIANG

Pada umumnya proyek rekayasa geoteknik, fondasi tiang digunakan dalam bentuk kelompok (grup) untuk meneruskan beban kolom pada struktur atas ke lapisan tanah di bawahnya. Kepala tiang ini bisa terletak langsung di atas tanah, seperti penggunaan pada umumnya, tetapi juga bisa berada di atas permukaan tanah, seperti biasa dipakai pada bangunan di laut (offshore platform, dll). Berikut adalah gambar yang menunjukkan penggunaan kepala tiang pada kelompok tiang.

Gambar 2.21 Berbagai kepala tiang pada kelompok tiang (Braja M.Das, 1990)

Konfigurasi pengaturan grup tiang dalam satu kepala tiang berbeda-beda tergantung banyaknya tiang yang disatukan. Semakin banyak tiang menyebabkan konfigurasi tiangnya semakin membesar baris dan kolomnya. Konfigurasi dapat berupa single row, double row maupun triple row tergantung jumlah tiang dan efisiensinya. Berikut dalam Gambar 2.22 disajikan gambar beberapa konfigurasi grup tiang

Gambar 2.22 Konfigurasi kelompok tiang. (Joseph E. Bowles, 1982)

Kelompok tiang diperlukan karena kapasitas tiang tunggal tidak cukup untuk menahan beban sehingga apabila hanya menggunakan tiang tunggal, tiang akan runtuh (failure). Selain itu, beban yang bekerja terkadang tidak konsentris tetapi membentuk eksentrisitas yang mengakibatkan terjadinya momen tambahan, dan hal tersebut tidak dapat ditahan oleh tiang tunggal. Selain itu, masalah pemadatan menjadi alasan mengapa tiang kelompok digunakan. Pemadatan mengakibatkan tekanan tanah lateral meningkat sehingga kapasitas gesekan selimut tiang meningkat pula.

Akan tetapi, dalam sistem kelompok tiang akan terjadi overlapping tegangan akibat beban struktur yang bekerja. Kondisi overlapping terjadi pada ujung dan selimut tiang. Pada ujung tiang yang berada pada tanah pasir, overlapping yang terjadi akan memperbesar tegangan keliling sekitar tiang. Hal ini sangat menguntungkan karena meningkatkan daya dukung. Namun, penurunan yang terjadi harus diperhatikan karena pada umumnya lebih besar dari penurunan tiang tunggal.

Pada tiang gesekan (fondasi tiang pada tanah lempung atau pasir lepas) overlapping tegangan yang terjadi di sekitar tiang akan mempengaruhi daya dukung. Daya dukung tiang kelompok akan lebih kecil dibandingkan daya dukung pada masing-masing tiang.

Intensitas tegangan dari daerah yang mengalami overlapping dapat dikurangi dengan meningkatkan jarak antar tiang (spacing). Akan tetapi, peningkatan jarak antar tiang seringkali menjadi tidak praktis karena ukuran kepala tiang (pile cap) menjadi besar dan kurang efektif dalam pendistribusian beban pada tiang.

Daya dukung grup tiang secara keseluruhan sangat tergantung dari jarak antar tiang (S). Untuk penggunaan praktisnya jarak antar tiang dalam grup minimum adalah 2.5 kali diameter tiang, tetapi secara umum jarak ini dibuat antara 3 sampai ≥8 kali diameter tiang.

Untuk perhitungan friction pile, digunakan jarak minimum (Smin) = 3d, sedangkan pada end

bearing pile, jarak minimum antar tiang (Smin)= 2,5d.

Daya dukung tiang dihitung berdasarkan asumsi keruntuhan yang terjadi : a Keruntuhan tiang tunggal (individual pile failure)

b Keruntuhan blok (block failure)

Penentuan kapan tiang mengalami individual pile failure atau block failure didasarkan atas klasifikasi tanah dan jarak antar tiang dalam satu kelompok tiang.

2.4.1 DAYA DUKUNG GRUP TIANG DIHITUNG BERDASARKAN KERUNTUHAN TIANG

TUNGGAL

Pada tanah c soils kohesif, c-φ soils, dan tanah granular (φ soils) apabila grup tiang memenuhi syarat minimum jarak antar tiang maka kapasitas daya dukung aksial total dihitung dengan persamaan :

Qug = Qut × η × n (2.89) ƒ Untuk c-soils, c-φ soils → η = 0,7 (s = 3d) sampai 1 (s ≥ 8d)

ƒ Untuk φ soils → η = 1

2.4.2 DAYA DUKUNG GRUP TIANG DIHITUNG BERDASARKAN KERUNTUHAN BLOK

Pada kondisi tanah kohesif lunak, tanah pasir lepas, tanah liat keras dan pasir padat dengan jarak kurang dari 3d (diameter tiang) keruntuhan yang terjadi tidak lagi sebagai tiang tunggal. Untuk itu perhitungan daya dukung disarankan berdasarkan keruntuhan blok.

Coyle dan Sulaiman memberikan rumus daya dukung maksimum grup tiang sebagai block failure adalah : Qug = friksi + ujung Qug = 2D*(B+L)*c + ic*cb*s*Nc*B*L (2.90) dengan, D = kedalaman tiang B = lebar grup tiang L = panjang grup tiang

c = rata-rata kohesi tanah sepanjang tiang yang tertanam cb = kohesi tanah pada dasar tiang

Nc = faktor daya dukung s = faktor bentuk

ic = faktor inklinasi = (1- α/90)2

Gambar 2.24 Block failure pada kelompok tiang (Tomlinson, 1977)

5 6 7 8 9 10 Depth/ wi dth rati o of p ile group D/B or D/2R 1 2 3 4

Bearing capacity factor Nc

Strip

Circular or square

Gambar 2.26 Faktor daya dukung Nc menurut Meyerhof (1976)

2.4.3 EFISIENSI GRUP TIANG

Overlapping tegangan menyebabkan kapasitas tiang kelompok tidak sama dengan jumlah

tiang dikalikan dengan kapasitas tiang tunggal. Kapasitas daya dukung mengalami pengurangan (reduksi). Faktor reduksi ini dinyatakan dalam parameter efisiensi yang tergantung pada beberapa faktor yaitu :

a jumlah, panjang, diameter, konfigurasi dan jarak b mekanisme transfer beban

c prosedur konstruksi tiang d tipe tanah

e interaksi tiang dan kepala tiang

Apabila jarak antar tiang dalam satu kepala grup tiang tidak memenuhi jarak minimum yang disyaratkan, maka ada satu faktor pengali yang besarnya kurang dari satu dan biasa disebut dengan efisiensi grup tiang. Dengan demikian daya dukung total grup tiang bisa dituliskan:

Qug = Qut × n × η (2.91) dengan,

Qug = daya dukung grup tiang Qut = daya dukung tiang tunggal n = jumlah tiang dalam grup η = efisiensi grup tiang (≤ 1)

Ada beberapa persamaan untuk menghitung efisiensi grup tiang, tetapi persamaan Converse- Labarre yang paling sering dipakai.

(2.92)

dengan,

Q = tan (d/s) (°)

d = diameter tiang s = jarak antar as tiang n = jumlah tiang dalam baris m = jumlah baris

Gambar 2.27 Efisiensi kelompok tiang (Bowles,1982)

Selain persamaan Labarre, berikut adalah perhitungan efisiensi untuk beragam beban, yaitu :

a Efisiensi Untuk Beban Tekan

Efisiensi kelompok tiang untuk beban tekan dihitung sebagai berikut:

(2.93)

Tahanan ultimate blok dihitung sebagai berikut:

PB = Qfb + Qeb (2.94) Qeb = Br X Lr X qe (2.95) Qfb = (Br-Lr) x 2.L.f5 (2.96) dengan :

Pa = Tahanan ultimate blok

P, = Tahanan ultimate tiang tunggal n = Jumlah tiang ( 1) ( 1) 1 90 g n m m n E Q mn − + − = −

Q,b = Tahanan ultimate ujung blok Q,t = Tahanan ultimate friksi blok L = Panjang efektif tiang

Qeb = Unit tahanan ultimate ujung

fs = Unit tahanan ultimate friksi tiang dan tanah Br = Lebar blok

Lr = Panjang blok

Untuk perhitungan tahanan ultimate blok, besarnya unit tahanan ultimate ujung (qe) dan unit tahanan ultimate friksi (fs) sama dengan untuk perhitungan tiang tunggal.

b Efisiensi Untuk Beban Tarik

Efisiensi kelompok tiang untuk beban tarik dihitung sebagai berikut :

(2.97)

Tahanan ultimate tarik blok dihitung, sebagai berikut :

PB = (Br +Lr) X 2.LFs X 0.7 (2.98) Dengan :

Pb = Tahanan ultimate blok

P1 = Tahanan ultimate tiang tunggal n = Jumlah tiang

L = Panjang efektif tiang

fs = Unit tahanan ultimate friksi tiang dan tanah Br = Lebar blok

Lr = Panjang blok

Untuk perhitungan tahanan friksi ultimate blok, besarnya unit tahanan ultimate friksi (fs) sama dengan untuk perhitungan tiang tunggal.

c Efisiensi untuk Beban Lateral

Untuk beban lateral, besar faktor reduksi kekuatan tanah untuk tiang didalam kelompok tiang, tergantung dari jarak antar tiang, arah gaya yang bekerja dan kedudukan tiang tersebut terhadap tiang-tiang disekitarnya. Oleh sebab itu, ada 2 tipe faktor reduksi, yaitu

"side by side reduction factor” dan "line by line reduction factor". Rangkuman

perhitungan faktor reduksi adalah sebagai berikut.

i. Side by side reduction factor

Faktor reduksi ini berlaku untuk tiang-tiang yang terhadap arah gaya berkedudukan seperti pada gambar dibawah ini :

Faktor reduksi ini dihitung menggunakan rumus sebagai berikut :

0.5659 a 0.5292 s b ⎛ ⎞ β = ⎜ ⎟ ⎝ ⎠ untuk 1≤ s/b ≤ 3.28 (2.99) βa = 1 untuk s > 3.28 (2.100) dimana , b = diameter tiang s = jarak antar tiang P = gaya yang bekerja

ii. Line bv line reduction factor

Faktor reduksi ini berlaku untuk tiang-tiang yang berada pada satu garis lurus sejajar dengan arah gaya seperti yang terlihat pada gambar dibawah ini:

Pada gambar tersebut, tiang yang ditinjau adalah tiang no. 2. Tiang no.2 adalah leading

pile dari tiang no.1 dan trailing pile dari tiang no.3. Secara umum, pengaruh leading pile terhadap suatu pile yang ditinjau relatif lebih besar dari pada pengaruh trailing

pile, sehingga perhitungan faktor reduksi untuk leading pile dan trailing pile

mengunakan rumus yang berbeda

- Leading Pile 0.1951 bl 0.7309 s b ⎛ ⎞ β = ⎜ ⎟ ⎝ ⎠ untuk 1≤ s/b ≤ 3.37 (2.101) βbl = 1 untuk s > 3.37 (2.102) - Trailing Pile 0.5251 bt 0.5791 s b ⎛ ⎞ β = ⎜ ⎟ ⎝ ⎠ untuk 1≤ s/b ≤ 5.37 (2.103) βbt = 1 untuk s > 5.37 (2.104) Untuk tiang-tiang yang tidak terletak dalam satu garis lurus terhadap arah gaya maka faktor reduksinya dihitung sebagai berikut:

arctan x y ⎛ ⎞ φ = ⎜ ⎟ ⎝ ⎠ (2.105) α x f b ⎛ ⎞ β = ⎜ ⎟⎝ ⎠ (2.106) b y f b ⎛ ⎞ β = ⎜ ⎟⎝ ⎠ (2.107)

(

2 2 2 2

)

0.5 s asin bcos β = β φ + β φ (2.108)

Analisa efisiensi kelompok tiang untuk beban lateral dilakukan untuk 2 arah pembebanan lateral, yaitu arah x dan y yang sesuai dengan arah pembebanan untuk beban gempa.

Dalam dokumen BAB II TINJAUAN PUSTAKA (Halaman 39-53)

Dokumen terkait