• Tidak ada hasil yang ditemukan

a) Ruang Lingkup Bayi Baru Lahir

Asuhan segera pada bayi baru lahir adalah asuhan yang diberikan pada bayi tersebut selama jam pertama setelah kelahiran. Sebagian besar bayi yang baru lahir akan menunjukan usaha pernapasan spontan dengan sedikit bantuan atau gangguan (Prawirohardjo, 2010;h.N-30).

Bayi baru lahir normal adalah bayi yang lahir pada usia kehamilan 37-42 minggu dengan berat lahir antara 2500-4000 gram.

Bayi lahir normal adalah bayi yang lahir cukup bulan, 38-42 minggu dengan berat badan sekitar 2500-3000 gram dan panjang sekitar 50-55 cm (Sondakh, 2013;h.150).

Bayi baru lahir dapat dibagi menjadi 2:

1) Bayi normal (sehat) memerlukan perawatan biasa.

2) Bayi gawat (high risk baby) memerlukan penanggulangan khusus, misalnya bayi yang mengalami asfiksia dan perdarahan (Mochtar, 2012;h.90).

Disimpulkan,asuhan bayi baru lahir merupakan asuhan yang diberikan kepada bayi setelah kelahiran. Bayi baru lahir normal lahir pada usia kehamilan 37-42 minggu dengan berat antara 2500-4000 gram.

b) Adaptasi Fisiologi Bayi Baru Lahir 1) Adaptasi Pernafasan

Pernafasan pertama pada bayi normal terjadi dalam waktu 30 detik sesudah kelahiran. Pernapasan ini timbul sebagai akibat aktivitas normal system saraf pusat dan perifer yang dibantu oleh beberapa rangsangan lainnya. Semua ini menyebabkan perangsangan pusat pernapasan dalam otak yang melanjutkan rangsangan tersebut untuk menggerakan diafragma, serta otot-otot pernapasan lainnya. Tekanan rongga dada bayi pada saat melalui jalan lahir pervagina mengakibatkan paru-paru kehilangan 1/3 dari

cairan yang terdapat didalamnya, sehingga tersisa 80-100 mL. setelah bayi lahir, cairan yang hilang tersebut akan diganti dengan udara (Sondakh,2013;h.151).

2) Adaptasi Kardiovaskuler

(a) Denyut nadi berkisar 120-160 kali/menit saat bangun dan 100 kali/menit saat tidur.

(b) Rata-rata tekanan darah adalah 80/46 mmHg dan bervariasi sesuai dengan ukuran dan tingkat aktivitas bayi.

Dengan berkembangnya paru-paru, pada alveoli akan terjadi peningkatan tekanan oksigen. Sebaliknya, tekanan karbondioksida akan mengalami penurunan. Hal ini mengakibatkan terjadinya penurunan resistensi pembuluh darah dari arteri pulmonaris mengalir ke paru-paru dan ductus arteriosus tertutup. Setelah tali pusat di potong, aliran darah dari plasenta berhenti dan foramen oval tertutup (Sondakh, 2013;h.151-152). 3) Adaptasi Neurologis

(a) Sistem neurologis bayi secara anatomi atau fisiologi belum berkembang sempurna.

(b) Bayi baru lahir menunjukan gerakan-gerakan tidak terkoordinasi, pengaturan suhu yang labil, kontrol otot yang buruk, mudah terkejut, dan tremor pada ekstremitas.

(c) Perkembangan neonatus terjadi cepat. Saat bayi tumbuh, perilaku yang lebih kompleks (misalnya : kontrol kepala, tersenyum, dan meraih dengan tujuan) akan berkembang. (d) Refleks bayi baru lahir merupakan indikator penting

perkembangan normal (Sondakh, 2013;h.153-154). 4) Adaptasi Gastrointestinal

(a) Enzim-enzim digestif aktif saat lahir dan dapat menyokong kehidupan ekstrauterin pada kehamilan 36-38 minggu.

(b) Perkembangan otot dan refleks yang penting untuk mengantarkan makanan sudah terbentuk saat lahir.

(c) Pencernaan protein dan karbohidrat telah tercapai, pencernaan, dan absorbs lemak kurang baik karena tidak adekuatnya enzim-enzim pankreas dan lipase.

(d) Kelenjar saliva imatur saat lahir; sedikit saliva diolah sampai bayi berusia 3 bulan.

(e) Pengeluaran mekonium, yaitu feses berwarna hitam kehijauan, lengket dan mengandung darah samar, diekskresikan dalam 24 jam pada 90% bayi baru lahir yang normal.

(f) Variasi besar terjadi diantara bayi baru lahir tentang minat terhadap makanan, gejala-gejala lapar, dan jumlah makanan yang ditelan pada setiap kali pemberian makanan.

(g) Beberapa bayi baru lahir menyusu segera bila diletakan pada payudara; sebagian lainnya memerlukan 48 jam untuk menyusu secara efektif.

(h) Gerakan acak tangan ke mulut dan menghisap jari telah diamati di dalam uterus; tindakan-tindakan ini berkembang baik saat lahir dan diperkuat dengan rasa lapar (Sondakh, 2013;h.155-156).

5) Adaptasi Ginjal

(a) Laju filtrasi glomerulus relatif rendah pada saat lahir disebabkan oleh tidak adekuatnya area permukaan kapiler glomerulus.

(b) Meskipun keterbatasan ini tidak mengancam bayi baru lahir yang normal, tetapi menghambat kapasitas bayi untuk berespon terhadap stressor.

(c) Penurunan kemampuan untuk mengeksresikan obat-obatan dan kehilangan cairan yang berlebihan mengakibatkan asidosis dan ketidakseimbangan cairan.

(d) Sebagian bayi baru lahir berkemih dalam 24 jam pertama setelah lahir dan 2-6 kali sehari pada 1-2 hari pertama; setelah itu, mereka berkemih 5-20 kali dalam 24 jam.

(e) Urin dapat keruh karena lendir dan garam asam urat; noda kemerahan (debu batu bata) dapat diamati pada popok karena kristal asam urat (Sondakh, 2013;h.156).

6) Adaptasi Hati

(a) Selama kehidupan janin dan sampai tingkat tertentu setelah lahir, hati terus membantu pembentukan darah.

(b) Selama periode neonatus, hati memproduksi zat yang essensial untuk pembekuan darah.

(c) Penyimpanan zat besi ibu cukup memadai bagi bayi sampai 5 bulan kehidupan ekstrauterin; pada saat ini, bayi baru lahir menjadi rentan terhadap defisiensi zat besi.

(d) Hati juga mengontrol jumlah bilirubin tak terkonjugasi yang bersirkulasi, pigmen berasal dari hemoglobin dan di lepaskan bersamaan dengan pemecahan darah merah.

(e) Bilirubin tak terkonjugasi dapat meninggalkan system vascular dan menembus jaringan ekstravascular lainnya (misalnya: kulit, sclera, dan membrane mucosa oral) mengakibatkan warna kuning yang disebut jaundice atau icterus.

(f) Pada stress dingin lama, glikolisis anerobik terjadi, yang mengakibatkan peningkatan produksi asam. Asidosis metabolic terjadi dan jika terdapat defek fungsi pernapasaan, asidosis respiratorik dapat terjadi. Asam lemak yang berlebihan

menggeser bilirubin dari tempat-tempat pengikatan albumin. Peningkatan kadar bilirubin tidak berikatan yang bersirkulasi mengakibatkan peningkatan risiko kern-ikterus bahkan pada kadar bilirubin serum 10 mg/dL atau kurang (Sondakh, 2013;h.156-157).

7) Adaptasi Imun

(a) Bayi baru lahir tidak dapat membatasi organisme penyerang di pintu masuk.

(b) Imaturitas jumlah sistem pelindung secara signifikan meningkatkan risiko infeksi pada periode bayi baru lahir.

(1) Respon inflamasi berkurang, baik secara kualitatif maupun kuantitatif

(2) Fagositosis lambat

(3) Keasaman lambung dan produksi pepsin dan tripsin belum berkembang sempurna sampai usia 3-4 minggu

(4) Immunoglobulin A hilang dari saluran pernafasan dan perkemihan, kecuali jika bayi tersebut menyusui ASI, IgA juga tidak terdapat dalam saluran GI.

(c) Infeksi merupakan penyebab utama morfiditas dan mortalitas selama periode neonatus (Sondakh, 2013;h.157).

c) Pemeriksaan Neurologis

Menurut Sondakh (2013) h.163-164, pemeriksaan neurologis meliputi : 1) Refleks Moro/Terkejut

Apabila bayi diberi sentuhan mendadak terutama dengan jari dan tangan, maka akan menimbulkan gerakan terkejut.

2) Refleks mengenggam

Apabila telapak tangan bayi disentuh dengan jari pemeriksa, maka ia akan berusaha menggenggam jari pemeriksa.

3) Refleks Rooting/Mencari

Apabila pipi bayi di sentuh oleh jari pemeriksa, maka ia akan menoleh dan mencari sentuhan itu.

4) Refleks Menghisap/Sucking Refleks

Apabila bayi di beri dot/putting, maka ia akan berusaha untuk menghisap.

5) Glabella Refleks

Apabila bayi di sentuh pada daerah os glabella dengan jari tangan pemeriksa, maka ia akan mengerutkan keningnya dan mengedipkan matanya.

6) Gland Refleks

Apabila bayi di sentuh pada lipatan paha kanan dan kiri, maka ia berusaha mengangkat kedua pahanya.

7) Tonick Neck Refleks

Apabila bayi diangkat dari tempat tidur (di gendong), maka ia akan berusaha mengangkat kepalanya.

d) Jadwal Kunjungan Neonatal

Kunjungan neonatal tiga kali (dua kali pada minggu pertama dan satu kali pada umur 8-28 hari) yaitu pada umur 6-48 jam, umur 3-7 hari, dan umur 8-28 hari (Profil Kesehatan Indonesia, 2014;h.110). Kunjungan Neonatus (KN) dilakukan sejak bayi usia 1 hari sampai 28 hari.

1) KN 1 dilakukan pada umur 6-48 jam (Profil Kesehatan Indonesia, 2014;h.110).

Asuhan yang diberikan yaitu: perawatan tali pusat, pemberian ASI eksklusif, menjaga kehangatan bayi, konseling tanda-tanda bahaya BBL, imunisasi, perawatan bayi sehari-hari dengan pencegahan infeksi (Marmi, 2012;h.73).

2) KN 2 dilakukan pada umur 3-7 hari (Profil Kesehatan Indonesia, 2014;h.110).

Asuhan yang diberikan bidan pada saat kunjungan kepada bayi adalah beritahu hasil pemeriksaan pada ibu, anjurkan ibu menjaga kehangatan bayi, anjurkan ibu untuk memenuhi kebutuhan nutrisi bayi, beritahu ibu bahwa akan dilakukan kunjungan rumah (Marmi, 2012;h.87).

3) KN 3 dilakukan pada umur 8-28 hari (Profil Kesehatan Indonesia 2014;h.110).

Asuhan yang diberikan bidan saat kunjungan kepada bayi adalah beritahu ibu hasil pemeriksaan, menganjurkan ibu tetap menjaga kehangatan bayi, menganjurkan ibu untuk tetap memberikan ASI eksklusif sampai 6 bulan, memberikan konseling imunisasi BCG dan polio 1 serta menganjurkan ibu untuk melakukan imunisasi BCG dan polio (Marmi, 2012).

4. NIFAS

a) Definisi Masa Nifas

Masa nifas atau puerperium dimulai sejak 1 jam setelah lahirnya plasenta sampai dengan 6 minggu (42 hari) setelah itu (Prawirohardjo, 2010;h.356).

Periode pascapersalinan adalah masa dari kelahiran plasenta dan selaput janin (menandakan akhir periode intrapartum) hingga kembalinya traktus reproduksi wanita pada kondisi tidak hamil. Periode ini disebut juga puerperium, dan wanita yang mengalami puerperium disebut puerperal. Periode pemulihan pascapartum berlangsung sekitar enam minggu (Varney, 2008;h.958).

Masa nifas (puerperium) adalah masa pemulihan kembali, mulai dari persalinan selesai sampai alat-alat kandungan kembali

seperti pra hamil. Lama masa nifas yaitu 6-8 minggu (Mochtar, 2012;h.87).

Masa nifas adalah masa di mulai beberapa jam sesudah lahirnya plasenta sampai 6 minggu setelah melahirkan. Masa nifas dimulai setelah kelahiran plasenta dan berakhir ketika alat-alat kandungan kembali seperti keadaan sebelum hamil yang berlangsung kira-kira 6 minggu (Marmi, 2012;h.11).

Dari berbagai referensi mengenai pengertian nifas dapat disimpulkan bahwa masa nifas (puerperium) adalah masa setelah 1 jam plasenta lahir hingga 6 minggu (42 hari) dengan pulihnya kembali alat-alat kandungan seperti keadaan sebelum hamil.

b) Tahapan Masa Nifas

Nifas dibagi dalam 3 periode : 1) Purperium dini

Yaitu kepulihan saat ibu telah diperbolehkan berdiri dan berjalan-jalan. Dalam agama islam, di anggap telah bersih dan boleh bekerja 40 hari.

2) Purperium Intermediet

Yaitu kepulihan menyeluruh alat-alat genetalia yang lamanya 6-8 minggu.

3) Purperium Lanjut

Yaitu Waktu yang diperlukan untuk pulih dan kembali sehat sempurna, terutama jika selama hamil atau sewaktu persalinan timbul komplikasi waktu untuk mencapai kondisi sehat sempurna dapat berminggu-minggu, bulanan, atau tahunan (Mochtar, 2012;h.87).

c) Perubahan Fisiologis Masa Nifas 1) Perubahan Sistem Reproduksi

(a) Involusi Uterus (1) Pengertian

Involusi atau pengerutan uterus merupakan suatu proses dimana uterus kembali ke kondisi sebelum hamil dengan bobot hanya 60 gram. Involusi uteri juga dapat di katakan sebagai proses kembalinya uterus pada keadaan semula atau keadaan sebelum hamil (Marmi, 2012;h.85). (2) Bekas Implantasi Plasenta

Plasenta Bed mengecil karena kontraksi dan menonjol ke kavum uteri dengan diameter 7,5 cm. sesudah 2 minggu menjadi 3,5 cm, pada minggu ke-6 2,4 cm, dan akhirnya pulih (mochtar, 2012:h.87).

(3) Perubahan Uterus Selama Post Partum

Table 2.1 Perubahan Uterus Selama Post Partum Involusi uterus Tinggi fundus

Uterus

Berat Uterus Diameter Uterus Plasenta lahir Setinggi pusat 1000 gram 12,5 cm

7 hari (minggu 1) Pertengahan pusat dan simpisis

500 gram 7,5 cm 14 hari (minggu 2) Tidak teraba 350 gram 5 cm

6 minggu Normal 60 gram 2,5 cm

(Marmi, 2012;h.86). (b) Lochea

Lochea adalah eksresi cairan rahim selama masa nifas dan mempunyai reaksi basa atau alkalis yang dapat membuat organisme berkembang lebih cepat daripada kondisi asam yang ada pada vagina normal. Lochea mempunyai bau yang amis meskipun tidak terlalu menyengat dan volumenya berbeda-beda pada setiap wanita. Secret mikroskopik lochea terdiri dari eritrosit peluruhan decidua, sel epitel, dan bakteri. Lochea mengalami perubahan karena proses involusi (Marmi, 2012;h.89).

Proses keluar darah nifas terdiri atas : (1) Lochea Rubra (Cruenta)

Berisi darah segar dan sisa-sisa selaput ketuban, sel-sel decidua, verniks kaseosa, lanugo, dan meconium, selama 2 hari pasca persalinan.

(2) Lochea Sanguiolenta

Berwarna merah kuning, berisi darah dan lendir, hari ke-3-7 pasca persalinan.

(3) Lochea Serosa

Berwarna kuning, cairan tidak berdarah lagi pada hari ke-7 -14 pasca persalinan.

(4) Lochea Alba

Cairan putih, setelah 2 minggu. (5) Lochea Purulenta

Terjadi infeksi, keluar cairan seperti nanah berbau busuk. (6) Loche astatis

Lochea yang keluarnya tidak lancar (Mochtar, 2012;h.88). (c) Serviks

Setelah persalinan, bentuk serviks agak menganga seperti corong, berwarna merah kehitaman. Konsistensinya lunak, kadang-kadang terdapat perlukaan-perlukaan kecil. Setelah bayi lahir, tangan masih bisa dimasukan ke rongga rahim, setelah 2 jam, dapat dilalui oleh 2-3 jari, dan setelah 7 hari, hanya dapat dilalui 1 jari (Mochtar, 2012;h.88).

(d) Vulva, Vagina, dan Perineum

Vulva dan vagina mengalami penekanan serta penegangan yang sangat besar selama proses melahirkan

bayi, dan dalam beberapa hari pertama sesudah proses tersebut, kedua organ ini tetap berada dalam keadaan kendur. Setelah 3 minggu vulva dan vagina kembali kepada keadaan tidak hamil dan rugae dalam vagina secara berangsur-angsur akan muncul kembali sementara labia menjadi lebih menonjol.

Ukuran vagina akan selalu lebih besar dibandingkan keadaan saat sebelum persalinan pertama. Meskipun demikian, latihan otot perineum dapat mengembalikan tonus tersebut dan dapat mengencangkan vagina hingga tingkat tertentu. Hal ini dapat dilakukan pada akhir purperium dengan latihan harian (Marmi, 2012;h.90-91).

2) Perubahan Sistem Pencernaan

System pencernaan pada masa nifas membutuhkan waktu yang berangsur-angsur untuk kembali normal. Pola makan ibu nifas tidak akan seperti biasa dalam beberapa hari dan perineum ibu akan terasa sakit untuk defekasi. Faktor-faktor tersebut mendukung konstipasi pada ibu nifas dalam minggu pertama. Suppositoria dibutuhkan untuk membantu eliminasi pada ibu nifas. Akan tetapi proses konstipasi juga dapat dipengaruhi oleh kurangnya pengetahuan ibu dan kehawatiran lukanya akan terbuka bila ibu buang air besar (Marmi, 2012;h.93).

3) Perubahan Sistem Perkemihan

Pada masa hamil, perubahan hormonal yaitu kadar steroid tinggi yang berperan meningkatkan fungsi ginjal. Begitu sebaliknya, pada pasca melahirkan. Urin dalam jumlah yang besar akan dihasilkan dalam waktu 12-36 jam sesudah melahirkan (Marmi, 2012;h.93).

4) Perubahan system musculoskeletal

Adaptasi system musculoskeletal ibu yang terjadi selama masa hamil berlangsung secara terbalik pada masa pasca partum. Adaptasi ini mencakup hal-hal yang membantu relaksasi dan hipermobilitas sendi dan perubahan pusat gravitasi ibu akibat pembesaran Rahim. Stabilisasi sendi lengkap pada minggu ke-6 sampai minggu ke-8 setelah wanita melahirkan. Akan tetapi; walaupun semua sendi lain kembali normal sebelum hamil, kaki wanita tidak mengalami perubahan setelah melahirkan. Namun demikian, pada saat post partum system musculoskeletal akan berangsur-angsur pulih kembali. Ambulasi dini dilakukan segera setelah melahirkan, untuk membantu mencegah komplikasi dan mempercepat involusi uteri (Marmi, 2012;h.98).

5) Perubahan sistem Endokrin

Selama proses kehamilan dan persalinan terdapat perubahan pada system endokrin. Hormon-hormon yang berperan pada proses tersebut, antara lain:

(a) Hormon plasenta

Pengeluaran plasenta menyebabkan penurunan hormon yang di produksi oleh plasenta. Hormon plasenta menurun dengan cepat pasca persalinan. Penurunan hormon plasenta (human placental lactogen) menyebabkan kadar gula darah menurun pada masa nifas. Human Choironic Gonadotropin (HCG) menurun dengan cepat dan menetap sampai 10% dalam 3 jam hingga hari ke-7 post partum dan sebagai konsep pemenuhan mamae pada hari ke-3 post partum.

(b) Hormon Pituitary

Hormon pituitary antara lain : hormon prolaktin, FSH dan LH. Hormon Prolaktin darah meningkat dengan cepat, pada wanita yang menyusui menurun dalam waktu 2 minggu. Hormon prolaktin berperan dalam pembesaran payudara untuk merangsang produksi susu. FSH dan LH tetap rendah hingga ovulasi terjadi.

(c) Hipotalamik Pituitary Ovarium

Hipotalamik Pituitary Ovarium akan mempengaruhi lamanya pendapatan menstruasi pada wanita yang menyusui maupun yang tidak menyusui. Pada wanita menysui mendapatkan menstruasi pada 6 minggu pasca persalinan berkisar 16% dan 45% setelah 12 minggu pasca persalinan. Sedangkan pada wanita yang tidak menyusui, akan mendapatkan menstruasi berkisar 40% stelah 6 minggu pasca persalinan dan 90% setelah 24 minggu.

(d) Hormon Oksitosin

Hormon oksitosin disekresikan dari kelenjar otak bagian belakang, bekerja terhadap otot uterus dan jaringan payudara. Selama tahap ke-3 persalinan, hormon oksitosin berperan dalam pelepasan plasenta dan mempertahankan kontraksi sehingga mencegah perdarahan. Isapan bayi dapat merangsang produksi ASI dan sekresi oksitosin, sehingga dapat membantu involusi uteri.

(e) Hormon Estrogen dan Progesteron

Volume darah normal selama kehamilan, akan meningkat hormon ekstrogen yang tinggi memperbesar hormon anti diuretic yang dapat meningkatkan volume darah.

Sedangkan hormon progesteron mempengaruhi otot halus yang mengurangi perangsangan peningkatan pembuluh darah. Hal ini mempengaruhi saluran kemih, ginjal, usus, dinding vena dasar panggul, perineum dan vulva serta vagina (Marmi, 2012;h.102-104).

(f) Perubahan Tanda-tanda Vital

Pada masa nifas, tanda-tanda vital yang harus dikaji antara lain :

(1) Suhu badan

Suhu badan wanita inpartu tidak lebih dari 37,2C.

pasca melahirkan, suhu tubuh dapat naik kurang lebih 0,5C dari keadaan normal. Kenaikan suhu badan ini akibat

dari kerja keras sewaktu melahirkan, kehilangan cairan maupun kelelahan. Kurang lebih pada hari ke-4 post partum, suhu badan akan naik lagi.

(2) Nadi

Denyut nadi normal pada orang dewasa 60-80 x/menit. Pasaca melahirkan, denyut nadi dapat menjadi bradikardi maupun lebih cepat. Denyut nadi yang melebihi 100 kali/menit, harus waspada kemungkinan infeksi atau perdarahan post partum.

(3) Tekanan Darah

Tekanan darah normal manusia adalah sistolik antara 90-120 mmHg dan diastolic 60-80 mmHg. Pasca melahirkan pada kasus normal, tekanan darah biasanya tidak berubah. Perubahan tekanan darah menjadi lebih rendah pasca melahirkan dapat diakibatkan oleh perdarahan. Sedangkan tekanan darah tinggi pada post partum merupakan tanda terjadinya preeklamsia post partum.

(4) Pernapasan

Frekuensi pernapasan normal pada orang dewasa adalah 16-24 kali/menit. Pada ibu post partum umumnya pernapasan lambat atau normal. Hal ini dikarenakan ibu dalam keadaan pemulihan atau dalam kondisi istirahat. Keadaan pernapasan selalu berhubungan dengan keadaan suhu dan denyut nadi. Bila suhu nadi tidak normal, pernapasan juga akan mengikutinya, kecuali apabila ada gangguan khusus pada saluran napas. Bila pernapasan pada masa post partum menjadi lebih cepat, kemungkinan ada tanda-tanda syok (Marmi, 2012;h.104-105).

(g) Perubahan Sistem Kardiovaskuler

Volume darah normal yang diperlukan plasenta dan pembuluh darah uterin, meningkat selama kehamilan. Diuresis terjadi akibat adanya penurunan hormon estrogen, yang dengan cepat mengurangi volume plasma menjadi normal kembali. Meskipun kadar estrogen menurun selama masa nifas, namun kadarnya masih tetap tinggi daripada normal. Plasma darah tidak banyak mengandung cairan sehingga daya koagulasi meningkat.

Aliran ini terjadi dalam 2-4 jam pertama setelah kelahiran bayi. Selama masa ini ibu mengeluarkan banyak sekali jumlah urin. Hilangnya progesteron membantu mengurangi retensi cairan yang melekat dengan meningkatnya vaskuler pada jaringan tersebut selama kehamilan bersama-sama dengan trauma selama persalinan.

Kehilangan darah pada persalinan per vaginam sekitar 300-400 cc, sedangkan kehilangan darah dengan persalinan seksio sesaria menjadi dua kali lipat (Marmi, 2012;h.105).

d) Adaptasi Psikologis Ibu Pada Masa Nifas 1) Fase Taking In

Fase ini merupakan periode ketergantungan yang berlangsung dari hari pertama sampai hari kedua setelah melahirkan. Pada saat itu, fokus perhatian ibu terutama pada dirinya sendiri. Pengalaman selama proses persalinan sering berulang diceritakannya. Kelelahan membuat ibu cukup istirahat untuk mencegah gejala kurang tidur, seperti mudah tersinggung. Hal ini membuat ibu cenderung menjadi pasif terhadap lingkungannya. Oleh karena itu kondisi perlu dipahami dengan menjaga komunikasi yang baik. Pada fase ini perlu diperhatikan pemberian ekstra makanan untuk proses pemulihannya. Disamping nafsu makan ibu memang meningkat (Ambarwati, 2010;h.88-89).

2) Fase Taking Hold

Fase ini berlangsung antara 3-10 hari setelah melahirkan. Pada fase taking hold, ibu merasa khawatir akan ketidakmampuan dan rasa tanggung jawabnya dalam merawat bayi. Setelah itu perasaannya sangat sensitif sehingga mudah tersinggung jika komunikasinya kurang hati-hati. Oleh karena itu ibu memerlukan dukungan karena saat ini merupakan kesempatan yang baik untuk

menerima berbagai penyuluhan dalam merawat diri dan bayinya sehingga tumbuh rasa percaya diri (Ambarwati, 2010;h.89).

3) Fase Letting Go

Fase ini merupakan fase menerima tanggung jawab akan peran barunya yang berlangsung 10 hari setelah melahirkan. Ibu sudah mulai menyesuaikan diri dengan ketergantungan bayinya. Keinginan untuk merawat diri dan bayinya meningkat pada fase ini (Ambarwati, 2010;h.89).

e) Kunjungan Masa Nifas

Paling sedikit 4 kali kunjungan nifas dilakukan untuk menilai keadaan ibu dan bayi baru lahir, untuk mencegah, mendeteksi, dan menangani masalah-masalah yang terjadi.

Table 2.2 Kunjungan Masa Nifas

Kunjungan Waktu Tujuan

1. 6-8 jam setelah persalinan 1. Mencegah perdarahan masa nifas karena atonia uteri.

2. Mendeteksi dan merawat penyebab lain perdarahan; rujuk jika perdarahan berlanjut.

3. Memberikan konseling pada ibu atau salah satu anggota keluarga bagaimana mencegah perdarahan masa nifas karena atonia uteri. 4. Pemberian ASI awal.

5. Melakukan hubungan antara ibu dan bayi baru lahir.

6. Menjaga bayi tetap sehat dengan cara mencegah hipotermi.

7. Jika petugas kesehatan menolong persalinan, ia harus tinggal dengan ibu dan bayi baru lahir untuk 2 jam pertama setelah kelahiran, atau

keadaan stabil.

2. 6 hari setelah persalinan 1. Memastikan involusi uterus berjalan normal : uterus berkontraksi, fundus dibawah umbilicus, tidak ada perdarahan abnormal, tidak ada bau.

2. Menilai adanya tanda-tanda demam, infeksi, atau perdarahan abnormal.

3. Memastikan ibu mendapatkan cukup makanan, cairan dan istirahat.

4. Memastikan ibu menyusui dengan baik dan tak memperlihatkan tanda-tanda penyulit.

5. Memberikan konseling pada ibu mengenai asuhan bayi, tali pusat, menjaga bayi tetap hangat dan merawat bayi sehari-hari.

3. 2 minggu setelah persalinan

Sama seperti diatas (6 hari setelah persalinan).

4. 6 minggu setelah persalinan

1. Menanyakan pada ibu tentang penyulit-penyulit yang ia atau bayi alami.

2. Memberikan konseling untuk KB secara dini.

(Prawirohardjo, 2010;h. N-23 –N-24)

f) Penyulit Pada Masa Nifas 1) Perdarahan pervaginam

Perdarahan pervaginam yang melebihi 500 ml setelah bersalin didefinisikan sebagai perdarahan pasca persalinan.

Penilaian resiko pada saat antenatal tidak dapat memperkirakan akan terjadinya perdarahan pasca persalinan. Penanganan aktif kala III sebaiknya dilakukan pada semua wanita yang bersalin karena hal ini dapat menurunkan insiden perdarahan pasca persalinan akibat atonia

Dokumen terkait