• Tidak ada hasil yang ditemukan

Ekstraksi xilan dari tongkol jagung dengan menggunakan metode yang digunakan dalam Anggraini (2003) dan rendemen xilan optimum.

2. Penelitian Utama

Pada tahap ini dilaksanakan penelitian sebagai berikut:

a. Produksi xilanase dengan substrat xilan oatspelt (sebagai pembanding) dan xilan tongkol jagung.

b. Hidrolisis xilan tongkol jagung dan xilan oatspelt (sebagai pembanding) menggunakan xilanase dari prosedur a.

c. Karakterisasi hasil hidrolisis dari prosedur b meliputi gula pereduksi, total gula, derajat polimerisasi dan analisis kualitatif dengan menggunakan Kromatografi Lapis Tipis.

C. TATA LAKSANA PENELITIAN 1. Penelitian Pendahuluan

Persiapan bahan yang dilakukan dalam penelitian ini yaitu dengan pengeringan tongkol jagung hingga besar kadar air ± 5% dan menggiling tongkol jagung menggunakan hammer mill sehingga menjadi bubuk dengan ukuran 40 mesh.

Karakterisasi bahan baku bubuk tongkol jagung meliputi kadar air, kadar abu, kadar serat kasar, kadar protein, kadar lignin, kadar selulosa dan kadar hemiselulosa. Prosedur karakterisasi bahan baku dapat dilihat pada Lampiran 2.

Ekstraksi xilan dari tongkol jagung berdasarkan penelitian Anggraini (2003) dengan menggunakan pelarut NaOH 15%. Secara umum tahapan proses ekstraksi xilan dari tongkol jagung adalah sebagai berikut:

a. Delignifikasi

Proses delignifikasi dilakukan terhadap bubuk tongkol jagung dengan pelarut natrium hipoklorit (NaOCl). Pelarut ini mengandung ion-ion hipoklorit yang mampu memecah ikatan karbon dalam struktur lignin. Proses delignifikasi dilakukan selama 5 jam pada suhu ruang.

b. Ekstraksi Xilan

Pada proses ekstraksi xilan, padatan hasil delignifikasi direndam dalam larutan NaOH 15% selama 24 jam pada 28 oC. Kemudian dilakukan penyaringan. Filtrat yang dihasilkan diukur pH-nya dan diasamkan dengan HCl 6 N hingga pH 4.5-5. Setelah itu dilakukan sentrifugasi selama 30 menit dengan kecepatan putaran 4000 rpm untuk memisahkan endapan yang mengandung xilan dengan supernatan. Xilan dalam endapan dapat dipisahkan dengan disentrifuse pada kecepatan putar 4000 rpm selama 30 menit.

c. Purifikasi Xilan

Proses purifikasi dilakukan dengan merendam xilan ke dalam NaOH 4% dan disaring. Setelah penyaringan, filtrat diasamkan dengan HCl 6 N hingga pH 4.5-5 selanjutnya disentrifugasi dengan kecepatan putar 4000 rpm selama 30 menit. Endapan yang dihasilkan dilarutkan ke dalam etanol 95%, disentrifugasi kembali dan dikeringkan pada suhu 50

o

C.

Diagram alir proses delignifikasi dan ekstraksi xilan dapat dilihat pada Gambar 1 sedangkan purifikasi xilan dapat dilihat pada Gambar 2.

Perendaman dalam NaOCl 1% (10 l) selama 5 jam pada suhu 28 oC

Pencucian Lignin

Penyaringan

Pengeringan pada suhu 50 oC selama 48 jam

16 Gambar 1. Diagram Alir Proses Ekstraksi Xilan

Perendaman dalam NaOH 15% 3 l selama 24 jam pada suhu 28 oC

Filtrat

Pengasaman dengan HCl 6 N hingga pH 4.5-5 Sentrifugasi (4000 rpm selama 30 menit) Endapan (Hemiselulosa A) Sentrifugasi (4000 rpm selama 30 menit) Etanol : endapan = 1: 3 Filtrat Sentrifugasi (4000 rpm selama 30 menit) Supernatan Etanol Filtrat Xilan Hemiselulosa B

Dilarutkan dalam aquades (1:12,5 b/v)

Sentrifugasi (6000 rpm, 30 menit) Supernatan Crude xylan

Filtrasi A

Gambar 2. Diagram Alir Proses Purifikasi Xilan Dilarutkan dalam NaOH 4%

hingga terendam Endapan

Filtrasi Kotoran

Filtrat

Pengasaman dengan HCl 6 N hingga pH 4,5-5

Sentrifugasi (4000 rpm, 30 menit) Supernatan Endapan

Etanol 1.5 l

Sentrifugasi (4000 rpm, 30 menit) Supernatan

Xilan murni

Pengeringan pada Oven 50 oC selama 12 Jam

Xilan murni kering B

18 2. Penelitian Utama

a. Produksi Xilanase

Produksi Xilanase dilaksanakan dengan tahapan sebagai berikut: (1) Peremajaan Kultur

Peremajaan kultur yaitu dengan mengkulturkan tiga isolat Streptomyces sp. ke dalam media agar xilan oatspelt. Komposisi media agar yang digunakan sesuai disajikan pada Tabel 4. Pengkulturan ketiga isolat pada media agar-agar minimal selama 5 hari. Karakteristik isolat Streptomyces sp. yang akan digunakan dalam penelitian disajikan dalam Tabel 5.

Tabel 4. Komposisi Media agar

Bahan Jumlah (%) Agar-agar 1.5 Xilan oatspelt 0.5 Sukrosa 10.3 Ekstrak khamir 1 Sumber : Hendarwin (2005)

Tabel 5. Isolat Streptomyces sp. yang telah dikarakterisasi Kode Isolat Asal pH Optimum Xilanase Suhu Optimum Xilanase Masa Inkubasi Isolat SKK1-8 Sukabumi 6 50 oC 12 hari 234P-16 Padang 5 90 oC 10 hari

45I-3 Kalimantan 5 50 oC 12 hari

Sumber: Hendarwin (2005)

(2) Penyiapan Media Produksi

Langkah selanjutnya yaitu dengan memproduksi xilanase pada media cair dengan menggunakan xilan oatspelt dan xilan tongkol jagung untuk menghasilkan xilanase. Pada media cair dengan menggunakan xilan tongkol jagung dilakukan produksi xilanase dengan tiga konsentrasi xilan tongkol jagung berbeda yaitu 0.5%, 1%, dan 1.5%. Komposisi media cair yang digunakan disajikan pada Tabel 6. Ketiga isolat yang telah ditumbuhkan pada media agar-agar

xilan oatspelt dinokulasilasikan sebanyak 2 ”cockbor” koloni pada media cair dengan volume 100 ml dalam erlenmeyer 500 ml dan diinkubasi pada shaker selama 10-12 hari pada suhu 28 oC.

Tabel 6. Komposisi media cair untuk produksi xilanase

Bahan Media Produksi (% b/v) Xilan oatspelt atau

Xilan tongkol jagung

0.5 0.5, 1.0, dan 1.5

Sukrosa 10.3

Ekstrak khamir 1.0

(3) Pengamatan Xilanase (a) Aktivitas Xilanase

Aktivitas xilanase diekspresikan dalam unit (U) sebagai jumlah enzim yang dibutuhkan untuk melepaskan 1 mol ekuivalen reduksi xilosa per menit. Metode pengujian aktivitas xilanase disajikan dalam Lampiran 3. Aktivitas xilanase pada penelitian ini berdasarkan kurva standar xilosa pada Lampiran 4. Pada penelitian ini dilakukan perbandingan aktivitas xilanase antara substrat xilan oatspelt dengan xilan tongkol jagung. (b) Aktivitas Spesifik Xilanase

Aktivitas spesifik xilanase merupakan perbandingan antara aktivitas xilanase dengan kadar protein ektrak kasar xilanase. Kadar protein diperoleh dengan menggunakan metode Bradford (1976). Prosedur pengujian kadar protein untuk penentuan aktivitas spesifik xilanase disajikan dalam Lampiran 5. Aktivitas spesifik xilanase pada penelitian ini berdasarkan kurva standar protein pada Lampiran 6.

b. Hidrolisis Xilan menggunakan Xilanase

Hidrolisis xilan dilakukan dengan cara ekstrak enzim kasar xilanase pada hari optimum masing-masing isolat diambil sebanyak 1 ml dari kultur cairnya. Ekstrak enzim kasar tersebut kemudian ditambahkan

20 larutan buffer substrat 10 ml dan larutan buffer 9 ml. Hasil pencampuran ekstrak enzim kasar, larutan substrat buffer dan larutan buffer tersebut ditempatkan pada erlenmeyer dan diinkubasikan pada suhu optimum masing-masing isolat. Hasil hidrolisis xilan diambil sebanyak 1 ml setiap jamnya selama 5 jam inkubasi dan dididihkan untuk inaktivasi enzim.

c. Karakterisasi Produk Hidrolisis (1) Total Gula

Total gula hasil hidrolisis xilanase ditetapkan berdasarkan metode fenol asam sulfat (Apriyantono 1989) dengan prinsip bahwa gula sederhana, oligosakarida, polisakarida dan turunannya dapat bereaksi dengan fenol dalam asam sulfat pekat menghasilkan warna oranye yang stabil. Penetapan total gula dijelaskan dalam Lampiran 7. Nilai total gula pada penelitian ini berdasarkan kurva standar total gula pada Lampiran 8.

(2) Gula Pereduksi

Gula pereduksi diukur menggunakan metode DNS (Miller 1959). Prinsip pengukuran yaitu larutan DNS akan bereaksi dengan gula pereduksi menghasilkan warna oranye. Semakin banyak gula pereduksi maka warna oranye akan semakin pekat. Penetapan gula pereduksi disajikan dalam Lampiran 3.

(3) Derajat Polimerisasi

Derajat polimerisasi menyatakan perbandingan antara total gula dengan gula pereduksi dengan rumus hitung sebagai berikut:

Total gula (mg/ml) Derajat polimerisasi =

Gula pereduksi (mg/ml) (4) Kromatografi Lapis Tipis

Kromatografi lapis tipis (KLT) merupakan metode untuk identifikasi suatu substansi dan mengetahui kemurniannya. Separasi pada KLT melibatkan distribusi pencampuran dua atau lebih substansi diantara fase stasioner dan fase gerak. Fase stasioner adalah adsorben pada plate (silica gel). Fase gerak adalah cairan yang dapat membawa

sampel melewati fase stasioner. Komponen pada sampel akan terpisah dari fase stasioner sesuai dengan berapa banyak sampel tersebut terserap pada fase stasioner dan bagaimana sampel dapat terbawa pada fase gerak. Penyiapan bahan dan metode disajikan pada Lampiran 9.

22 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

A. PENELITIAN PENDAHULUAN

1. Analisis Komposisi Kimia Tongkol Jagung

Hasil analisis komponen kimia terhadap tongkol jagung disajikan pada Tabel 7.

Tabel 7. Komposisi Kimia Tongkol Jagung

Komponen Presentase (% b.k.) Presentase (% b.b.)

air - 5.39

abu 1.62 1.53

lemak 3.02 2.86

protein 2.41 2.28

serat kasar 38.07 36.02

Karbohydrat (by difference) 54.73 51.93

Hasil analisis komposisi kimia tongkol jagung di atas berbeda dengan hasil analisis kimia dari penelitian oleh Widyani (2002) yang menyatakan bahwa kadar air tongkol jagung 6.43%, kadar abu 1.86%, kadar serat 25.43%. Menurut Anggraini (2003) dan Widyani (2002), perbedaan komposisi kimia tongkol jagung dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti perbedaan varietas, tempat tumbuh, kelembaban dan cuaca saat pemanenan.

Tabel 7 memperlihatkan bahwa kadar serat kasar tongkol jagung adalah 38.07 (% b.k.) sedangkan menurut Maynard dan Loosli (1993) kadar serat kasar tongkol jagung adalah 35.5%. Telah dijelaskan oleh Anggraini (2003) dan Widyani (2002) di atas, bahwa perbedaan komposisi disebabkan perbedaan beberapa faktor. Dengan demikian, hasil pengukuran menunjukkan bahwa kandungan serat tongkol jagung yang digunakan dalam penelitian tinggi sehingga mempunyai potensi yang tinggi pula untuk fraksinasi komponen seratnya. Serat adalah komponen penyusun dinding sel, yang biasa disebut lignoselulosa, yang terdiri atas komponen lignin, selulosa dan hemiselulosa (Fengel dan Wegener 1984).

2. Ekstraksi Xilan dari Tongkol Jagung

Penggunaan serbuk tongkol jagung yang akan diekstraksi berukuran 40 mesh sesuai dengan yang digunakan dalam penelitian Widyani (2002) agar semakin luas permukaan tongkol jagung yang dapat dikenai pelarut sehingga xilan yang dihasilkan dapat lebih optimal.

Tongkol jagung diekstraksi dengan menggunakan metode asidifikasi pada penelitian Anggraini (2003). Neraca massa dapat dilihat pada Gambar 3 berikut:

Penyaringan

Pengeringan pada suhu 50 oC selama 48 jam Perendaman selama 5 jam

pada suhu 28 oC

Pencucian

Bubuk tongkol jagung 40 mesh (1000 g) k.a. 5.40%

Air 16000 g

Bubuk tongkol jagung (1680 g)

Air Air + Lignin

Perendaman selama 24 jam pada suhu 28 oC Filtrasi Filtrat (2542 g) Ampas (1540 g) Bubuk tongkol jagung kering

( 897 g) k.a. 7.1% NaOCl 1% (10 l = 11165 g) NaOH 15% (3 l = 3185 g)

24 Supernatan Etanol 95% (2850 g = 3 l) NaOH 4% (2 l = 2123 g) Supernatan Pengasaman hingga pH 4.5-5 HCl 6 N (141 g) A Endapan (Hemiselulosa A) (1430 g) Sentrifugasi (4000 rpm selama 30 menit) Filtrat Sentrifugasi (6000 rpm, 30 menit) Endapan ( 1298 g) Sentrifugasi 4000 rpm 30 menit Kotoran Crude xylan (1315 g) Aquades (5 l = 5000 g) Sentrifugasi (4000 rpm

selama 30 menit) Supernatan

Pengasaman hingga pH 4,5-5 Endapan (1103 g) Etanol 95% (1.5 l = 1425 g ) Sentrifugasi (4000 rpm, 30 menit) Filtrat (1180 g) ) HCl 6 N 78 g B

Gambar 3. Neraca Massa Proses Ekstraksi Xilan

Tahap awal proses ekstraksi adalah delignifikasi. Delignifikasi adalah proses penghilangan lignin sehingga diharapkan hanya selulosa dan hemiselulosa saja yang terdapat pada bahan. Lignin perlu dihilangkan karena menghalangi pemanfaatan hemiselulosa (xilan) secara optimal sebagai sumber karbon untuk pertumbuhan mikroba (Agustine 2005).

Selama delignifikasi, bagian lignin kayu dibuat larut dengan reaksi substitusi yang mengubah dan merusak dan juga dengan reaksi oksidatif. Natrium klorit telah lama digunakan sebagai pelarut dalam delignifikasi (Fengel dan Wegener 1984). Pada delignifikasi digunakan NaOCl (natrium hipoklorit) 1%. Anggraini (2003) dan Widyani (2002) menyatakan bahwa ion-ion hipoklorit pada NaOCl dapat memecahkan ikatan karbon dalam struktur lignin. Agustine (2005) menyatakan bahwa NaOCl merupakan oksidan kuat. Delignifikasi dengan NaOCl

Supernatan Air + etanol Loss (19 g) Sentrifugasi (6000 rpm, 30 menit) Xilan murni (1096 g )

Pengeringan dengan Oven 50 oC 12 jam

Xilan murni kering (128 g)

Pengayakan dengan saringan 80 mesh

Xilan murni kering (109 g ) k.a. 5.9%

26 menyebabkan ikatan yang terbentuk antara lignin dan polisakarida terbuka sehingga pemanfaatan hemiselulosa xilan oleh bakteri menjadi lebih mudah.

Lignin umumnya tidak pernah ditemui dalam bentuk sederhana diantara polisakarida-polisakarida dinding sel, tetapi selalu bergabung atau berikatan dengan polisakarida tersebut (Fengel dan Wegener 1984). Tabel 8 berikut menyajikan kandungan lignin, selulosa dan hemiselulosa dalam tongkol jagung sebelum maupun setelah delignifikasi.

Tabel 8. Komposisi Serat Tongkol Jagung Sebelum dan Setelah Delignifikasi Komposisi Sebelum Delignifikasi (%) Setelah Delignifikasi (%)

Kadar lignin 23.74 19.21

Kadar selulosa 65.96 44.36

Kadar hemiselulosa 10.82 30.38

Kadar lignin tongkol jagung adalah 23.74%. Nilai tersebut menyatakan kandungan lignin yang besar, sedangkan menurut Anggraini (2003) 15.12%. Subramaniyan dan Prema (2002) menyebutkan bahwa kayu mempunyai kandungan lignin 20-30%. Menurut Fengel dan Wegener (1984) jumlah lignin yang terdapat dalam tumbuhan yang berbeda sangat bervariasi. Dalam spesies kayu, kandungan ligninnya berkisar antara 20 hingga 40%. Menurut Fengel dan Wegener (1984), kadar selulosa pada kayu berkisar antara 40 hingga 50%. Selulosa merupakan struktur dasar sel-sel tumbuhan dan merupakan komponen kayu terbesar. Dengan demikian, memungkinkan kadar selulosa tongkol jagung yang besar yaitu 65.96%.

Menurut Subramaniyan dan Prema (2002), kadar hemiselulosa pada kayu adalah 20-30%. Kadar hemiselulosa tongkol jagung dalam penelitian ini adalah yang paling kecil diantara komponen serat lainnya yaitu 10.82%.

Setelah delignifikasi, pada bahan diukur kembali kadar ligninnya dan ternyata terjadi penurunan kadar lignin. Kadar lignin tongkol jagung awalnya 23.74%, setelah delignifikasi menjadi 19.27%. Proses delignifikasi tidak dapat menghilangkan lignin secara keseluruhan. Agustine (2005) menyebutkan bahwa mikrofibril selulosa dalam suatu matriks hidrofobik dibungkus oleh lignin secara fisik dan lignin terikat secara kovalen baik pada selulosa maupun hemiselulosa.

Hal tersebut menyebabkan lignin tidak terpisah sempurna dari selulosa dan hemiselulosa. Menurut Fengel dan Wegener (1984), komponen lignin, selulosa dan hemiselulosa tidak dapat dipisahkan secara sempurna meskipun menggunakan pemisahan dan pemurnian yang khusus. Pada selulosa yang telah dimurnikan selalu ditemui lignin, begitu pula kebalikannya pada lignin yang telah dimurnikan.

Kadar selulosa setelah delignifikasi diketahui menjadi lebih rendah daripada sebelum delignifikasi yaitu dari 65.96% menjadi 44.36%. Hal tersebut dapat disebabkan karena mikrofibril selulosa dalam suatu matriks hidrofobik dibungkus oleh lignin secara fisik (Agustine 2005) sehingga menyebabkan selulosa ikut terlarut bersama lignin yang hilang. Turunnya kadar selulosa setelah delignifikasi dapat juga disebabkan pengujian kadar selulosa menggunakan metode Van Soest yaitu menggunakan larutan ADF. Pengujian menggunakan larutan ADF berdasarkan prinsip bahwa yang terukur merupakan komponen yang tidak larut dalam larutan ADF. Dengan demikian terdapat kemungkinan kandungan selulosa dalam bahan ada yang ikut larut bersama larutan ADF.

Kadar hemiselulosa setelah delignifikasi menjadi meningkat dari 10.82% menjadi 30.38%. Anggraini (2003) menyebutkan bahwa selama delignifikasi, terjadi pula terlarutnya hemiselulosa dan selulosa oleh NaOCl. Xilan ikut larut juga dalam pelarut namun jumlahnya lebih sedikit daripada selulosa, karena xilan relatif tahan pada kondisi delignifikasi menggunakan NaOCl (Sjostrom 1995 dalam Anggraini 2003). Xilan merupakan komponen utama dari hemiselulosa (Luthi et al. 1990, Leathers 1996) sedemikian sehingga karena xilan yang ikut hilang bersama terlarutnya lignin sedikit menyebabkan presentase hemiselulosa setelah delignifikasi meningkat.

Delignifikasi juga menyebabkan perubahan fisik berupa perubahan warna bahan menjadi kuning kecoklatan. Pada akhir delignifikasi dilakukan pencucian dengan air dan pengeringan bahan yang bertujuan agar sampel lebih bersih dari lignin dan mengoptimalkan tahap ekstraksi xilan selanjutnya.

Ekstraksi xilan dilanjutkan dengan merendam bahan dengan larutan NaOH 15%. Anggraini (2003) dan Widyani (2002) menyatakan bahwa hemiselulosa larut dalam alkali. Larutan alkali yang dipilih adalah NaOH 15% karena menghasilkan xilan dengan warna lebih putih, relatif bersih dari pengotor dan

28 mudah larut dalam air serta dapat memberikan rendemen xilan yang tinggi. Digunakan pelarut NaOH 15% pada suhu ruang selama 24 jam berdasarkan penelitian Anggraini (2003). Selanjutnya filtrasi dilakukan untuk memisahkan hemiselulosa dengan selulosa. Widyani (2002) menyatakan bahwa β-selulosa dan

-selulosa ikut larut dalam NaOH. β-selulosa dapat terendapkan dengan penetralan menggunakan HCl 6 N, namun -selulosa tetap larut dalam NaOH meskipun telah dinetralkan. HCl 6 N ditambahkan hingga pH 4.5-5 karena menurut Anggraini (2003), prinsip dari ekstraksi xilan metode asidifikasi dilakukan berdasarkan sifat xilan yang tidak larut dalam larutan asam. Oleh karena itu selanjutnya dilakukan separasi lagi dengan sentrifugasi selama 30 menit dengan kecepatan 4000 rpm sehingga dihasilkan endapan berupa xilan (hemiselulosa A). Untuk menghasilkan xilan dengan kemurnian lebih baik maka bahan dilarutkan kembali dalam etanol 95% dan diendapkan lagi dengan sentrifugasi kembali (Anggraini 2003).

Tahap berikutnya dari ekstraksi xilan ini adalah tahap purifikasi karena mannan atau glikan yang berbobot molekul tinggi serta sebagian material lain ikut terendapkan selama asidifikasi sehingga purifikasi diperlukan agar memperoleh fraksi xilan yang lebih homogen (Adam 1965 dalam Anggraini 2003). Proses purifikasi tetap melibatkan NaOH, HCl dan etanol. Berdasarkan metode dalam Anggraini (2003), digunakan NaOH 4% karena mengacu pada sifat xilan yang mudah larut dalam larutan alkali dan dinetralkan kembali menggunakan HCl 6 N serta didispersikan kembali pada etanol sehingga komponen-komponen terlarut lainnya dapat dihilangkan.

Pengeringan dengan menggunakan oven selama 12 jam dan dengan suhu 50 oC bertujuan agar xilan yang dihasilkan lebih mudah dan aman dalam penyimpanan. Digunakan suhu 50 oC karena pada penelitian ini telah dikeringkan pada suhu 30 oC namun tidak mengalami perubahan selama 48 jam dan suhu 50

o

C tidak terlalu panas karena hemiselulosa (xilan) tidak tahan panas (Sjostrom 1995 dalam Anggraini 2003). Ebringerova et al. (1998) melakukan ekstraksi pada suhu 50-60 oC sehingga tidak terjadi degradasi xilan.

Xilan kering yang dihasilkan kemudian diayak menggunakan ayakan berukuran 80 mesh. Menurut Anggraini (2003) dan Agustine (2005), untuk

memperluas permukaan sumber karbon (xilan) diperlukan agar dapat meningkatkan kecepatan atau laju hidrolisis.

Rendemen xilan yang dihasilkan dari penelitian ini adalah 10.9%. Hal tersebut sesuai dengan penelitian Widyani (2002) yang menghasilkan rendemen xilan berkisar antara 7.64 sampai 12.94% dan penelitian Anggraini (2003) yang menghasilkan rendemen xilan berkisar antara 7.31 sampai 11.45%.

B. PENELITIAN UTAMA

Dokumen terkait