• Tidak ada hasil yang ditemukan

Validitas oleh Hans Kelsen diartikan sebagai eksistensi spesifik dari norma-norma. Mengatakan suatu norma adalah valid, sama halnya mengakui eksistensinya atau menganggap norma itu mengandung “kekuatan mengikat” bagi mereka yang perbuatannya diatur oleh peraturan tersebut8.

Validitas hukum adalah suatu kualitas hukum, yang menyatakan norma-norma hukum itu mengikat dan mengharuskan orang berbuat sesuai dengan yang diharuskan oleh norma-norma hukum. Suatu norma hanya dianggap valid berdasarkan kondisi bahwa norma tersebut termasuk ke dalam suatu sistem norma.

Berkenaan dengan validitas, Satjipto Rahardjo dengan mendasarkan pada pandangan Gustav Radbruch mengungkapkan, bahwa validitas adalah kesahan berlaku hukum serta kaitannya dengan nilai-nilai dasar dari hukum. Bahwasanya hukum itu dituntut untuk memenuhi berbagai karya dan oleh Radbruch disebut sebagai nilai-nilai dasar dari hukum, yakni keadilan, kegunaan, dan kepastian hukum9.

8 Hans Kelsen, Teori Umum tentang Hukum dan Negara, terjemahan Raisul Muttaqien dari judul asli: General

Theory of Law and State, (Bandung: Penerbit Nusamedia dan Penerbit Nuansa, 2006), hlm. 40

19

Uraian tersebut menunjukkan keterhubungan antara validitas hukum dengan nilai-nilai dasar hukum, bahwasanya hukum didasarkan pada keberlakuan filsafati supaya hukum mencerminkan nilai keadilan, didasarkan pada keberlakuan sosiologis supaya hukum mencerminkan nilai kegunaan, dan didasarkan pada keberlakuan yuridis supaya hukum mencerminkan nilai kepastian hukum

Uraian tentang validitas hukum atau landasan keabsahan hukum dalam kaitannya dengan peraturan perundang-undangan di Indonesia dapat ditemukan dalam sejumlah buku yang ditulis oleh sarjana Indonesia, antara lain Jimly Assiddiqie, 10 Bagir Manan11, dan Solly Lubis12. Pandangan ketiga sarjana itu dapat disajikan dalam tabel berikut.

Tabel : Landasan Keabsahan Peraturan Perundang-undangan menurut Para Sarjana Indonesia13

LANDASAN JIMLY

ASSHIDDIQIE

BAGIR MANAN M. SOLLY LUBIS

Filosofis Bersesuaian dengan nilai-nilai filosofis yang dianut oleh suatu Negara. Contoh, nilai-nilai filosofis Negara Republik Indonesia terkandung dalam Pancasila sebagai “staatsfunda-mentalnorm”. Mencerminkan nilai yang terdapat dalam

cita hukum

(rechtsidee), baik sebagai sarana yang melindungi nilai-nilai

maupun sarana

mewujudkannya dalam

tingkah laku

masyarakat.

Dasar filsafat atau pandangan, atau ide yang menjadi dasar cita-cita sewaktu menuangkan hasrat dan kebijaksanaan

(pemerintahan) ke dalam suatu rencana atau draft peraturan Negara.

Sosiologis Mencerminkan

tuntutan kebutuhan masyarakat sendiri akan norma hukum. [Juga dikatakan, keberlakuan sosiologis berkenaan dengan (1) kriteria pengakuan terhadap daya ikat

Mencerminkan

kenyataan yang hidup dalam masyarakat. Kenyataan itu dapat berupa kebutuhan atau tuntutan atau masalah-masalah yang dihadapi

yang memerlukan

penyelesaian.

-

10 Jimly Asshiddiqie, Perihal Undang-Undang, (Jakarta: Konstitusi Press, 2006), hlm. 169-174, 240-244 11 Bagir Manan, Dasar-Dasar Perundang-undangan Indonesia, (Jakarta: Penerbit Ind-Hill.Co, 1992), hlm. 14-17.

12 M. Solly Lubis, Landasan dan Teknik Perundang-undangan, (Bandung: Penerbit CV Mandar Maju, 1989), hlm. 6-9.

13

20

norma hukum; (2) kriteria penerimaan terhadap daya ikat norma hukum; dan (3) kriteria faktisitas menyangkut norma hukum secara faktual

memang berlaku

efektif dalam

masyarakat].

Yuridis Norma hukum itu

sendiri memang

ditetapkan (1) sebagai

norma hukum

berdasarkan norma hukum yang lebih

tinggi; (2)

menunjukkan

hubungan keharusan antara suatu kondisi dengan akibatnya; (3) menurut prosedur pembentukan hukum yang berlaku; dan (4) oleh lembaga yang memang berwenang untuk itu. Keharusan (1) adanya kewenangan dari pembuat peraturan perundang-undangan; (2) adanya kesesuaian bentuk atau jenis peraturan

perundang-undangan dengan

materi yang diatur; (3) tidak bertentangan

dengan peraturan

perundang-undangan yang lebih tinggi; dan (4) mengikuti tata cara

tertentu dalam

pembentukannya.

Ketentuan hukum yang menjadi dasar hukum bagi pembuatan suatu peraturan, yaitu:

(1) segi formal, yakni landasan yuridis yang memberi kewenangan

untuk membuat

peraturan tertentu; dan (2) segi materiil, yaitu landasan yuridis untuk

mengatur hal-hal

tertentu.

Politis Harus tergambar

adanya cita-cita dan norma dasar yang terkandung dalam

UUD NRI 1945

sebagai politik hukum

yang melandasi pembentukan undang-undang [juga dikatakan, pemberlakuannya itu memang didukung oleh faktor-faktor kekuatan politik yang nyata dan yang

mencukupi di

parlemen].

Garis kebijaksanaan politik yang menjadi

dasar bagi kebijaksanaan-kebijaksanaan dan pengarahan ketatalaksanaan pemerintahan.

Misalnya, garis politik otonomi dalam GBHN (Tap MPR No. IV Tahun 1973) memberi pengarahan dalam pembuatan UU Nomor 5 Tahun 1974.

21

Pandangan teoritik tentang landasan keabsahan peraturan perundang-undangan tersebut menunjukan:

1. Pemahaman keabsahan peraturan perundang-undangan pada ranah (1) normatif; dan (2) sosiologis. Pemahaman dalam ranah sosiologis tampak pada pandangan Jimly Asshiddiqie tentang landasan sosiologis dan politis yang terdapat dalam tanda kurung ([…]). Dalam konteks landasan keabsahan peraturan perundang-undangan, yang menyangkut pembentukan peraturan perundang-undangan, lebih tepat memahami landasan keabsahan peraturan perundang-undangan dalam ranah normatif.

2. Landasan keabsahan politis pada ranah normatif dari Jimly Asshiddiqie, mengambarkan politik hukum, yakni adanya cita-cita dan norma dasar yang terkandung dalam UUD NRI 1945 (Pembukaan dan pasal-pasalnya), yang dapat diakomodasi dalam landasan filosofis dan yuridis.

3. Landasan keabsahan politis dari M. Solly Lubis yang menggambarkan garis politik hukum dalam Ketetapan MPR, yang dapat diakomodasi dalam landasan yuridis

Berdasarkan pandangan para sarjana tersebut tentang landasan keabsahan atau dasar keberlakuan peraturan perundang-undangan, maka landasan keabsahan filosofis, sosiologis, dan yuridis dapat dirangkum sebagai berikut:

Tabel : Pandangan teoritik tentang landasan keabsahan peraturan perundang-undangan14

LANDASAN URAIAN

Filosofis Mencerminkan nilai-nilai filosofis atau nilai yang terdapat dalam cita hukum (rechtsidee).

Diperlukan sebagai sarana menjamin keadilan.

Sosiologis Mencerminkan tuntutan atau kebutuhan masyarakat yang memerlukan penyelesaian.

Diperlukan sebagai sarana menjamin kemanfaatan.

Yuridis Konsistensi ketentuan hukum, baik menyangkut dasar kewenangan dan prosedur pembentukan, maupun jenis dan materi muatan, serta tidak adanya kontradiksi antar-ketentuan hukum yang sederajat dan dengan yang lebih tinggi.

Diperlukan sebagai sarana menjamin kepastian hukum.

22

Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan (UU 12/2011) mengadopsi validitas tersebut sebagai (1) muatan menimbang, yang memuat uraian singkat mengenai pokok pikiran yang menjadi pertimbangan dan alasan pembentukan Peraturan Perundang–undangan, ditempatkan secara berurutan dari filosofis, sosiologis, dan yuridis; dan (2) harus juga ada dalam naskah akademis rancangan peraturan perundang-undangan.

Merujuk pada pandangan teoritik dari para sarjana yang telah dikemukakan di atas, dikaitkan dengan ketentuan tentang teknik penyusunan peraturan perundang-undangan15 dan teknik penyusunan naskah akademik16 yang diadopsi Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 (UU No 12/2011), ketiga aspek dari validitas tersebut dapat disajikan dalam tabel berikut:

Tabel : Landasan Keabsahan Peraturan Perundang-undangan Berdasarkan Pandangan Teoritik dan UU No. 12/2011

LANDASAN URAIAN

Filosofis Menggambarkan pandangan hidup, kesadaran, dan cita hukum yang meliputi suasana kebatinan serta falsafah bangsa Indonesia yang bersumber dari Pancasila dan Pembukaan Undang- Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

Pandangan hidup, kesadaran, dan cita hukum itu, pada dasarnya berkenaan dengan keadilan yang mesti dijamin dengan adanya peraturan perundang-undangan.

Sosiologis Menggambarkan kebutuhan masyarakat dalam berbagai aspek yang memerlukan penyelesaian, yang sesungguhnya menyangkut fakta empiris mengenai perkembangan masalah dan kebutuhan masyarakat dan negara. Kebutuhan masyarakat pada dasarnya berkenaan dengan kemanfaatan adanya peraturan perundang-undangan.

Yuridis Menggambarkan permasalahan hukum yang akan diatasi, yang sesungghunya menyangkut persoalan hukum yang berkaitan dengan substansi atau materi yang diatur.

Permasalahan hukum yang akan diatasi itu pada dasarnya berkenaan dengan kepastian hukum yang mesti dijamin dengan adanya peraturan perundang-undangan, oleh karena itu harus ada konsistensi ketentuan hukum, menyangkut dasar kewenangan dan prosedur pembentukan, jenis dan materi muatan, dan tidak adanya kontradiksi antar-ketentuan hukum yang sederajat dan dengan yang lebih tinggi.

Sumber: Diolah dari berbagai sumber

15 Angka 18 dan 19 TP3 (vide Pasal 64 ayat (2) Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011). 16 Pasal 57 Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011

23

Tanggung jawab Negara diamanatkan dalam pembukaan UUD 1945 alenia; ke -4 anatara lain adalah ; 1) melindungi segenap bangsa Indonesia dan tumpah darah Indonesia ; dan 2) memajukan kesejahteraan umum.

Perlindungan yang menjadi tanggung jawab Negara itu tidak saja terhadap setiap orang baik dari arti individual dan kelompok berikut identitas budaya yang melekat padanya, tetapi juga perlindungan terhadap tanah air, yang tercakup di dalamnya sumber daya alam dan lingkungan hidupPerlindungan tersebut diarahkan dalam rangka memajukan kesejahteraan umum, yang juga merupakan tanggung jawab Negara.

Berdasarkan uraian tersebut di atas maka landasan filosofis, sosiologis dan yuridis pengaturan penyelenggaraan perizinan di bidang perindustrian adalah:

a. untuk mencapai sasaran pembangunan di bidang ekonomi dalam pembangunan nasional, industri memegang peranan yang menentukan dan oleh karenanya perlu lebih dikembangkan secara seimbang dan terpadu dengan meningkatkan peran serta masyarakat secara aktif serta mendayagunakan secara optimal seluruh sumber daya alam, manusia, dan dana yang tersedia;

b. pengaturan perizinan di bidang perindustrian harus mengakomodasi azas demokrasi ekonomi, lingkungan hidup, dan produkifitas;

c. dalam rangka mendorong pertumbuhan ekonomi melalui peningkatan investasi, dengan memberikan perhatian yang lebih besar pada peran usaha mikro, kecil dan menengah, perlu dilakukan penyederhanaan penyelenggaraan pelayanan terpadu;

24 BAB VI

PENUTUP

A. Rangkuman

Landasan yuridis pengaturan Penyelenggaraan Perizinan di Bidang Perindustrian adalah Undang-undang Nomor 5 Tahun 1984 tentang Perindustrian. Kota Denpasar sudah memiliki peraturan daerah yang mengatur izin industri yaitu Peraturan Daerah Kota Denpasar Nomor 12 Tahun 2002 tentang Ijin Usaha Industri.

Landasan Sosiologis, Kota Denpasar tidak memiliki peraturan daerah yang mengatur tentang penyelenggaraan perizinan di bidang perindustrian, namun di sisi yang lain kebutuhan hukum masyarakat tentang penyelenggaraan perizinan di bidang perindustrian sangat diperlukan sehingga memerlukan Peraturan Daerah yang dapat menjamin bahwa penyelenggaraan perizinan di bidang perindustrian dapat terlaksana dengan baik.

Asas-asas yang menjadi dasar perumusan norma hukum tentang penyelenggaraan perizinan di bidang perindustrian dalam Peraturan Daerah adalah Asas Pembentukan Peraturan Perundang-undangan yang Baik, yang formal dan yang materiil. Asas formal Pembentukan Peraturan Perundang-undangan yang Baik, yang menjadi dasar perumusan norma hukum tentang penyelenggaraan perizinan di bidang perindustrian adalah:

1. Asas kejelasan tujuan. Pengaturan penyelenggaraan perizinan di bidang perindustrian bertujuan: (1) memberikan kepastian bagi masyarakat mengenai siapa dan apa yang

25

diatur dalam penyelenggaraan penyelenggaraan perizinan di bidang perindustrian; dan (2) memperkuat dasar hukum bagi Pemerintah Kota untuk menyelenggarakan perizinan di bidang perindustrian, sehingga tujuan negara Kesatuan Republik Indonesia yaitu mencerdaskan kehidupan bangsa dapat tercapai.

2. Asas kelembagaan atau organ pembentuk yang tepat. Pengaturan penyelenggaraan perizinan di bidang perindustrian dengan Peraturan Daerah dilakukan oleh Walikota Denpasar dengan persetujuan bersama DPRD Kota Denpasar.

3. Asas kesesuaian antara jenis dan materi muatan. Penyelenggaraan perizinan di bidang perindustrian harus dengan Peraturan Daerah. Adapun materi pokok yang diatur dengan Peraturan Pemerintah penyelenggaraan perizinan di bidang perindustrian.

4. Asas dapat dilaksanakan. Pembentukan Peraturan Daerah tentang penyelenggaraan perizinan di bidang perindustrian harus memperhatikan beberapa aspek: (1) filosofis, yakni ada jaminan keadilan dalam penyelenggaraan perizinan di bidang perindustrian; (2) yuridis, adanya jaminan kepastian dalam penyelenggaraan perizinan di bidang perindustrian, termasuk subsansinya tidak boleh bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi; dan (3) sosiologis, pengaturan penyelenggaraan perizinan di bidang perindustrian memang dapat memberikan manfaat, baik bagi pemerintah kota maupun bagi masyarakat, termasuk substansinya tidak boleh bertentangan dengan kepentingan umum.

5. Asas kedayagunaan dan kehasilgunaan. Pengaturan penyelenggaraan perizinan di bidang perindustrian memang benar-benar dibutuhkan dan bermanfaat dalam mengatur penyelenggaraan perizinan di bidang perindustrian di Kota Denpasar. 6. Asas kejelasan rumusan. Pembentukan Peraturan Daerah tentang penyelenggaraan

perizinan di bidang perindustrian esuai persyaratan teknik penyusunan peraturan perundang-undangan, sistematika dan pilihan kata atau terminologi, serta bahasa hukum yang jelas dan mudah dimengerti, sehingga tidak menimbulkan berbagai macam interpretasi dalam pelaksanaannya. Singkatnya, rumusan pengaturan penyelenggaraan perizinan di bidang perindustrian menjamin kepastian.

7. Asas keterbukaan. Pengaturan penyelenggaraan perizinan di bidang perindustrian harus menjamin partisipasi masyarakat, dalam artian masyarakat dijamin haknya untuk memberikan masukan, baik tertulis maupun lisan, serta kewajiban Pemerintah Kota untuk menjamin masukan tersebut telah dipertimbangkan relevansinya. Untuk

26

terselenggaranya partisipasi masyarakat itu, maka terlebih dahulu Pemerintah Kota memberikan informasi tentang proses pembentukan Peraturan Daerah bersangkutan. Asas materiil Pembentukan Peraturan Perundang-undangan yang Baik, yang menjadi dasar perumusan norma hukum tentang penyelenggaraan perizinan di bidang perindustrian:

1. Asas keadilan. Peraturan Daerah tentang penyelenggaraan perizinan di bidang perindustrian harus mencerminkan keadilan secara proporsional bagi setiap warga masyarakat tanpa kecuali. Tuntutan keadilan mempunyai dua arti. Dalam arti formal keadilan menuntut norma hukum dalam Pengaturan penyelenggaraan perizinan di bidang perindustrian berlaku umum. Dalam arti materiil dituntut agar norma hukum dalam pengaturan penyelenggaraan perizinan di bidang perindustrian sesuai dengan cita-cita keadilan dalam masyarakat.

2. Asas kesamaan kedudukan dalam hukum dan pemerintahan. Materi muatan pengaturan penyelenggaraan perizinan di bidang perindustrian tidak berisi ketentuan-ketentuan yang bersifat membedakan berdasarkan latar belakang antara lain agama, suku, ras, golongan, gender, atau status sosial. Inti dari kesamaan adalah keadilan, yang menjamin perlakuan yang sama, sesuai hak dan kewajibannya.

3. Asas ketertiban dan kepastian hukum. Materi muatan pengaturan penyelenggaraan perizinan di bidang perindustrian dituntut dapat menimbulkan ketertiban dalam masyarakat melalui jaminan adanya kepastian hukum. Jaminan kepastian hukum mempunyai dua arti. Dalam artian, norma hukum penyelenggaraan perizinan di bidang perindustrian harus sedemikian jelas sehingga masyarakat dan pemerintah serta hakim dapat berpedoman padanya. Terutama masyarakat dapat dengan jelas mengetahui hak dan kewajiban dalam kaitannya dengan penyelenggaraan perizinan di bidang perindustrian, termasuk norma hukum penyelenggaraan perizinan di bidang perindustrian dan sanksinya atas pelanggarannya tidak boleh berlaku surut.

4. Asas keseimbangan, keserasian, dan keselarasan. Norma hukum dalam pengaturan penyelenggaraan perizinan di bidang perindustrian harus mengandung keseimbangan beban dan manfaat, atau, kewajiban membayar penyelenggaraan perizinan di bidang perindustrian dengan hak yang didapatkannya dengan membayar penyelenggaraan perizinan di bidang perindustrian.

B. Rekomendasi

Rekomendasi yang dapat diajukan dalam rangka pembentukan pengaturan penyelenggaraan perizinan di bidang perindustrian, yang diawali dengan penyusunan konsep awal rancangannya, adalah:

27

1. Agar segera disusun Rancangan Peraturan Daerah tentang Penyelenggaraan Perizinan di Bidang Perindustrian.

2. Agar diselenggarakan proses konsultasi publik sehingga masyarakat dapat memberikan masukan dalam penyusunan Rancangan Peraturan Daerah Kota Denpasar tentang Penyelenggaraan Perizinan di Bidang Perindustrian, sesuai dengan asas keterbukaan dan ketentuan tentang partisipasi masyarakat dalam Pasal 96 UU P3 2011 dan Pasal 139 ayat (1) UU Pemerintahan Daerah 2004.

28 DAFTAR PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN

Republik Indonesia, Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

………, Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, sebagaimana diubah keduakalinya dengan Undang-undang Nomor 12 Tahun 2008 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah.

…….., Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah.

29 DAFTAR PUSTAKA

Bruggink, J.J.H., Refleksi Tentang Hukum, terjemahan Arief Sidharta dari judul asli: Rechts Reflecties, (Penerbit PT Citra Aditya Bakti, Bandung, 1996).

Franz Magnis-Suseno, Etika Politik: Prinsip-prinsip Moral Dasar Kenegaraan Moden, (Gramedia, Jakarta, 1987).

Friedmann, W., Teori & Filsafat Hukum: Idealisme Filosofis & Problema Keadilan (susunan

II), terjemahan Muhamad Arifin dari judul asli: Legal Theory, (Jakarta: Penerbit CV

Rajawali, 1990).

Gustav Radbruch, “Legal Philosophy”, dalam Kurt Wilk, ed., The Legal Philosophies Of

Lask, Radbruch, And Dabin, (Cambridge: Havard University Press, 1950).

Hamid S. Attamimi A., “Peranan Keputusan Presiden Republik Indonesia dalam Penyelenggaraan Pemerintahan Negara”, Disertasi, (Fakultas Pascasarjana Universitas Indonesia, Jakarta, 1990).

..., ”Ruang Lingkup Materi Muatan Peraturan Daerah Tingkat II (Kasus Kabupaten Daerah Tingkat II Badung dan Kotamadya Daerah Tingkat II Denpasar), Tesis Magister, (Program Pascasarjana Universitas Padjadjaran, Bandung, 1995).

Satjipto Rahardjo, Ilmu Hukum, (Bandung: Penerbit PT Citra Aditya Bakti, 2000).

Van Der Vlies, I.C., Buku Pegangan Perancang Peraturan Perundang-undangan, terjemahan, (Direktorat Jenderal Peraturan Perundangan-undangan Departemen Hukum dan Hak Asasi Manusia RI, Jakarta, 2005.

30 RANCANGAN ANGGARAN DAN BELANJA PENELITIAN

1. Persiapan

a. Mengadakan penjajagan awal Rp 800.000,00 b. Menentukan desain penelitian Rp 200.000,00 c. Menyusun format penelitian Rp 200.000,00 2. Biaya Operasional

a. Pengumpulan sumber pustaka: buku dan jurnal Rp 2.500.000,00

b.

Pengumpulan data melalui : internet, koran, dan

wawancara Rp 1.300.000,00 c. Analisa Data Rp 1.000.000,00 d. Surat menyurat Rp 600.000,00 3. Biaya Penyusunan Laporan

a. Menyusun konsep laporan Rp 850.000,00 b. Honor penulisan laporan Rp 800.000,00 4. Penggandaan Laporan

a. Pengetikan Rp 275.000,00 b. Penggandaan laporan Rp 800.000,00 c. Pengiriman laporan Rp 100.000,00

Rekapitulasi Biaya Penelitian Rp 9.375.000,00

Jadwal Pelaksanaan

Tahapan-tahapan Pelaksanaan Jadwal Pelaksanaan/ Bulan

Juli Agustus September

1. Perencanaan Penelitian

Menyusun kuesioner

Mengurus ijin

Menyiapkan bahan dan alat

2. Pengumpulan Data 3. Analisis Data 4. Penulisan Laporan 5. Pengiriman Laporan

Dokumen terkait