• Tidak ada hasil yang ditemukan

Landasan Pelaksanaan dan Kebijakan Adaptasi Perubahan Iklim

disebutkan di subparagraf (b) di atas. Lihat pula Chapter 1 Environmental Information

P ERUBAHAN I KLIM DI I NDONESIA Perdinan1

2. Landasan Pelaksanaan dan Kebijakan Adaptasi Perubahan Iklim

Sebagaimana dijelaskan diatas, pelaksanaan adaptasi perubahan iklim di Indonesia didorong dengan adanya fakta-fakta yang menunjukkan pengaruh perubahan iklim global terhadap kondisi iklim di Indonesia. Analisis suhu udara pada berbagai lokasi di Indonesia yang dilakukan oleh berbagai penelitian sebagaimana dirangkum dalam dokumen RAN-API (BAPPENAS 2012) menunjukkan adanya tren suhu udara dalam beberapa dekade terakhir. Laporan Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG) juga menunjukkan adanya tren positif suhu udara pada berbagai lokasi di Indonesia (BMKG 2012). Berbagai kejadian iklim ekstrim yang dapat berakibat pada bencana terkait iklim di Indonesia, misalnya: kekeringan dan banjir, disinyalir frekuensinya meningkat pada dekade terakhir ini sebagaimana dirangkum oleh Boer dan Perdinan (2008).

Adanya peningkatan kejadian bencana terkait iklim tersebut dapat meningkatkan kerentanan Indonesia terhadap dampak perubahan iklim di masa depan. Dalam Undang-Undang Republik Indonesia No. 17 Tahun 2004 tentang Pengesahan Protokol Kyoto Atas Konvensi Kerangka Kerja Perserikatan Bangsa-BangsaTentang Perubahan Iklim bahwa ratifikasi Protokol Kyoto dilakukan dengan pertimbangan, sebagaimana tertera pada bagian menimbang huruf b, “bahwa sebagai negara kepulauan yang berciri nusantara dan mempunyai garis pantai terpanjang kedua di dunia, Indonesia sangat rentan terhadap dampak perubahan iklim, termasuk naiknya permukaan laut.” Memahami potensi dampak perubahan iklim, penyusunan dan pelaksanaan strategi adaptasi perubahan iklim merupakan langkah yang perlu dilakukan.

Adaptasi secara harafiah bukanlah sebuah hal yang baru mengingat manusia selalu berupaya beradaptasi terhadap lingkungan (automated adaptation). Walaupun demikian, tersedianya pendekatan model-model iklim yang dapat digunakan untuk melakukan proyeksi perubahan iklim di masa

115

depan berdasarkan berbagai skenario konsentrasi gas rumah kaca di atmosfer (IPCC 2007) memberikan peluang untuk melakukan perencanaan strategi adaptasi dalam menghadapi dampak perubahan iklim di masa depan. Dalam Penjelasan Pasal 57 ayat (4) Undang-Undang No. 32 Tahun 2009 dinyatakan,

”adaptasi perubahan iklim adalah upaya yang dilakukan untuk meningkatkan kemampuan dalam menyesuaikan diri terhadap perubahan iklim, termasuk keragaman iklim dan kejadian iklim ekstrim sehingga potensi kerusakan akibat perubahan iklim berkurang, peluang yang ditimbulkan oleh perubahan iklim dapat dimanfaatkan, dan konsekuensi yang timbul akibat perubahan iklim dapat diatasi.”

Walaupun demikian, perlu dicermati bersama bahwa secara eksplisit UU No. 32 Tahun 2009 tidak ditujukan sebagai instrumen kebijakan pelaksanaan program adaptasi di Indonesia, dimasukannya pengertian adaptasi perubahan iklim lebih pada sikap proaktf pemerintah Indonesia untuk mendorong pelaksanaan program-program adaptasi perubahan iklim. Secara umum UU No. 32 Tahun 2009 merupakan pembaharuan UU No. 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup khususnya dalam hal dimasukkannya isu-isu berkaitan dengan perlunya pertimbangan terhadap fenomena perubahan iklim dalam pengelolaan lingkungan hidup.

Selanjutnya, dikeluarkannya dokumen RAN-API yang dipublikasikan oleh Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (BAPPENAS), belum cukup kuat untuk „dijadikan‟ landasan instrumen kebijakan pelaksanaan adaptasi perubahan iklim di Indonesia. Dalam RAN-API dijabarkan berbagai opsi adaptasi yang disarankan untuk dilakukan oleh masing-masing sektor (i.e., kementrian dan lembaga) di Indonesia. Adapun tujuan dari penyusunan kerangka RAN-API adalah untuk menguatkan sinergi/koordinasi antar lembaga pemerintah dan meningkatkan peran aktif masyarakat dalam pelaksanaan program-program adaptasi perubahan iklim untuk mendukung pembangunan berkelanjutan yang adaptif terhadap dampak perubahan iklim.

Menilik lebih lanjut arahan opsi adaptasi perubahan iklim yang disarikan pada dokumen RAN-API (p.41-52), arahan adaptasi untuk tiap sektor terlihat masih sangat umum sehingga diperlukan kajian spesifik lokasi atau daerah untuk mendetailkan opsi adaptasi untuk lokasi atau daerah tersebut. Salah satu cara yang dapat ditempuh adalah dengan memetakan variasi spasial kerentanan (i.e., vulnerability) dampak perubahan iklim dan kapasitas adaptasi

116

(i.e., adaptive capacity) untuk sektor spesifik pada suatu daerah. Kajian kerentanan dan kapasitas adaptasi sangat bermanfaat sebagai landasan dalam penyusunan strategi adaptasi untuk suatu sektor yang ditujukan untuk suatu daerah/lokasi. Selanjutnya penilaian biaya (cost) dan manfaat (benefit) untuk setiap opsi adaptasi perlu dilakukan dalam upaya membantu pemilihan opsi adaptasi yang dapat diimplementasikan untuk suatu daerah. Instrumen kebijakan yang telah dikeluarkan pemerintah yang saat ini dijadikan sebagai dasar pelaksanaan kajian kerentanan dan kapasitas adaptasi tersebut adalah Pasal 16 UU No. 32 Tahun 2009 mengenai Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS) huruf e. Dalam Pasal tersebut dinyatakan “KLHS memuat kajian antara lain: … e. tingkat kerentanan dan kapasitas adaptasi terhadap perubahan iklim”. Meskipun dinyatakan dalam Pasal 16 huruf e UU 32 Tahun 2009 tersebut, Peraturan Pemerintah yang secara spesifik mengatur mengenai pelaksanaan adaptasi terutama untuk mendukung pelaksanaan program adaptasi di daerah saat ini belum tersedia. Oleh karena itu diperlukan langkah selanjutnya untuk penyusunan kebijakan (peraturan) dalam rangka mendorong pelaksanaan program adaptasi di daerah-daerah (provinsi, kabupaten dan kota). Sebagaimana langkah yang telah dilakukan pemerintah dalam program mitigasi perubahan iklim yang telah memiliki landasan kebijakan dengan dikeluarkannya Peraturan Presiden No. 61 Tahun 2011 tentang Rencana Aksi Nasional Gas Rumah Kaca dan Peraturan Presiden No. 71 Tahun 2011 tentang Tata Cara Inventarisasi Emisi GRK. Adanya instrumen kebijakan tersebut diperlukan sebagai acuan bagi daerah dalam melakukan berbagai program adaptasi perubahan iklim.

Sebagai masukan dalam penyusunan peraturan mengenai pelaksanaan program-program adaptasi, perlu dimasukkan mengenai arahan untuk mengevaluasi berbagai opsi adaptasi perubahan iklim. Selain penilaian manfaat ekonomi dari adaptasi terpilih, perlu dipertimbangkan manfaat opsi adaptasi tersebutterhadap pembangunan. Pertimbangan tersebut perlu dilakukan mengingat tujuan utama pelaksanaan adaptasi perubahan iklim adalah untuk mendukung pembangungan berkelanjutan (sustainable development). Faktor tambahan yang perlu diperhatikan adalah keberpihakan pada pertumbuhan (pro-growth), penciptaan lapangan kerja (pro-job), keberlanjutan lingkungan ( pro-environment) and masyarakat miskin (pro-poor) (MoE 2007). Secara khusus keberpihakan pada masyarakat miskin diperlukan mengingat adanya „ketidakadilan‟ dampak perubahan iklim, dimana dampak negatif perubahan iklim lebih banyak dialami oleh masyarakat miskin. Selanjutnya, prinsip pembangunan berkelanjutan juga menyiratkan secara eksplisit mengenai

117

kesetaraan antar generasi sebagaimana tercantum dalam Pasal 1 UU No. 32 Tahun 2009 yang berbunyi,

“Pembangunan berkelanjutan adalah upaya sadar dan terencana yang memadukan aspek lingkungan hidup, sosial, dan ekonomi ke dalam strategi pembangunan untuk menjamin keutuhan lingkungan hidup serta keselamatan, kemampuan, kesejahteraan, dan mutu hidup generasi masa kini dan generasi masa depan.”

Secara umum, langkah (i.e., pilihan opsi) adaptasi perubahan iklim diarahkan untuk meningkatkan daya lenting (resiliency) suatu sektor ekonomi pada suatu daerah yang dinilai rentan terhadap dampak perubahan iklim sehingga tujuan-tujuan pembangungan berkelanjutan tidak terhambat.

Gambar 1. Diagram alir secara umum proses pemilihan adaptasi perubahan iklim dikaitkan dengan dokumen dan kebijakan terkait yang telah dikeluarkan pemerintah Indonesia. Definisi adaptasi sebagaimana dijabarkan dalam Pasal 57 UU No. 32 Tahun 2009 digunakan sebagai dorongan dalam pelaksanaan adaptasi perubahan iklim. Peraturan untuk pelaksanaan program adaptasi masih diperlukan untuk menjabarkan proses pemilihan adaptasi dan pelaksanaannya.

118

3. Tantangan Pelaksanaan