BAB II KAJIAN PUSTAKA
2.2. Landasan Teori
Didalam landasan teori ini penulis mengemukakan beberapa teori yang berhubungan dengan masalah pemasaran khususnya dengan masalah kualitas layanan yang memiliki lima dimensi, yaitu : Tangible, Responsiveness, Reliability, Assurance, Emphaty.
2.2.1. Pengertian Pemasaran
Pemasaran telah didefinisikan dalam banyak cara. Definisi pemasaran ini biasanya bersandar pada kebutuhan dan keinginan yang merupakan dasar pemikiran dari pada konsumen, “Pemasaran adalah suatu system total dari kegiatan bisnis yang dirancang untuk merencanakan, menentukan harga, mempromosikan, dan mendistribusikan barang – barang yang dapat memuaskan konsumen saat ini maupun konsumen potensial”. (Staton, 1985 : 7). Pengertian Pemasaran menurut Swastha (1979 : 10) adalah system keseluruhan dari kegiatan usaha yang ditujukan untuk merencanakan, menentukan harga, mempromosikan, dan mendistribusikan barang dan jasa yang dapat memuaskan kebutuhan kepada pembeli yang ada maupun pembeli yang potensial. Pemasaran juga didefinisikan sebagai proses sosial dan manajerial yang membuat individu dan kelompok memperoleh apa yang mereka butuhkan serta inginkan lewat penciptaan dan pertukaran timbal balik produk dan nilai dengan orang lain. (Kotler dan Amstrong, 1997 : 6).
Kegiatan promosi harus dikoordinasikan dikelolah dengan cara yang baik, maka dikenalah istilah manajemen pemasaran, adapun definisi
dari manajemen pemasaran adalah Analisis, perencanaan, implementasi, dan pengendalian program yang dirancang untuk menciptakan, membangun,dan mempertahankan pertukaran yang menguntungkan dengan target pembeli untuk tujuan mencapai sasaran organisasi. (Kotler, 1997 : 13)
Dari penjelasan diatas dapat disimpulkan bahwa setiap perusahaan harus senantiasa memandang pemasaran sebagai suatu kegiatan yang memegang peranan penting dalam usaha mencapai tujuan perusahaan dan semua keputusan yang diambil dibidang pemasaran ditujukan untuk menentukan produk dan pasarnya, harga, promosi, dan kepuasan konsumen.
2.2.2. Pengertian Manajemen Pemasaran
Konsep pemsaran dapat terjadi bila paling sedikit ada satu pihak mempertimbangkan sasaran dan sarana untuk memperoleh tanggapan yang diharapkan dari pihak lain dari suatu pertukaran yang potensial. Definisi manajemen pemasaran menurut Kotler (1997 : 13) sebagai berikut : “ Manajemen pemasaran adalah proses perencanaan dan pelaksanaan penilaian, penetepan harga, promosi, serta penyeluruhan gagasan barang dan jasa untuk menciptakan pertukaran yang memuaskan tujuan-tujuan individu dan organisasi, jadi tugas dari manajemen pemasaran tidak hanya menawarkan barang yang tidak sesuai dengan keinginan dan menetapkan harga yang efektif, komunikasi dan distribusi untuk informasi yang mempengaruhi dan malayani pasarnya, tetapi lebih luas dari pada itu
adalah mengatur tingkat saat (timing) dan sifat permintaan dengan cara yang dapat membentuk organisasi mencapai tujuan.
2.2.3. Konsep Pemasaran
Perusahaan yang sudah mulai mengenal bahwa pemasaran merupakan faktor penting untuk mencapai sukses usahanya, akan mengetahui adanya cara dan falsafah baru yaitu konsep pemasaran yang bertujuan untuk memberikan kepuasan terhadap kebutuhan dan keinginan konsumen atau berorientasi pada konsumen.
Konsep pemasaran menurut Kotler (1997 : 17 ), falsafah manajemen pemasaran yang berkeyakinan bahwa pencapaian sasaran dan penyampaian kepuasan yang diharapkan secara lebih efektif dan efisien dibandingkan para pesaing.
Konsep pemasaran menurut Swasta ( 1979 : 17 ) adalah falsafah bisnis yang menyatakan bahwa pemuasan kebutuhan konsumen merupakan syarat ekonomi dan sosial bagi kelangsungan hidup perusahaan.
Dari definisi tersebut mempunyai konsekuensi bahwa semua kegiatan perusahaan termasuk produksi, teknik, keuangan dan pemasaran harus diarahkan pada usaha untuk mengetahui kebutuhan pembeli, kemudian memuaskan kebutuhan tersebut dengan mendapatkan laba yang layak dalam jangka panjang.
2.2.4. Pengartian Perilaku Konsumen
Kebutuhan dan keinginan konsumen menjadi perhatian dan acuan yang utama bagi perusahaan, yaitu dengan cara melihat konsumen yang
bersangkutan. Oleh karena itu perusahaan selalu dituntut untuk menyesuaikan dan menyempurnakan kemampuan akan produk yang dibuatnya, serta mengamati kebutuhan dan keinginan konsumen saat ini maupun yang akan datang.
Perilaku konsumen merupakan refleksi dari perilaku manusia yang komplek dan disebabkan oleh banyak factor yang saling mempengaruhi. Pemahaman mengenai perilaku konsumen sangatlah penting bagi pengembangan program pemasaran suatu organisasi atau perusahaan. Perusahaan yang menganut konsep pemasaran harus melalui usahanya dengan mengidentifikasi dan memahami kebutuhan konsumen. Selanjutnya merumuskan dan menyusun suatu kombinasi dan kebijakan dibidang pemasaran yang bertujuan untuk memuaskan konsumen.
Dengan meningkatnya kebutuhan dan keinginan konsumen serta bertambah banyaknya produk yang ditawarkan kepada konsumen menyebabkan perilaku konsumen dapat berubah-ubah setiap saat. Perilaku konsumen pada hakekatnya merupakan salah satu bagian dari perilaku konsumen secara keseluruhan. Saat ini konsumen semakin selektif dalam memilih barang dan jasa yang dibeli, oleh karena itu perusahaan perlu mengetahui tentang perilaku konsumen agar nantinya berhasil dalam usahanya.
Definisi perilaku konsumen menurut Setiadi ( 2003 : 3 ), adalah tindakan yang langsung terlibat dalam mendapatkan, mengkonsumsi, dan maenghabiskan produk atau jasa, termasuk proses keputusan yang
mendahului dan menyusuli tindakan ini. Perilaku konsumen didefinisikan sebagai studi tentang unit pembelian dan proses pertukaran yang melibatkan perolehan, konsumsi, dan pembuangan barang, jasa, pengalaman serta ide-ide. (Mowen, 2002 : 6). Sedangkan menurut Sumarwan (2002 : 26) Perilaku konsumen adalah semua kegiatan, tindakan, serta proses psikologi yang mendorong tindakan tersebut pada saat sebelum membeli, menggunakan, menghabiskan, produk dan jasa setelah melakukan hal-hal diatas atau kegiatan mengevaluasi.
Definisi diatas telah memperlihatkan kepada kita bahwa dengan mempelajari perilaku konsumen maka pemasar dapat mengetahui secara jelas proses pengambilan keputusan yang dialkukan oleh konsumen dan pengaruh – pengaruh yang dihadapi dalam usaha memperoleh barang dan jasa yang dibutuhkan.
2.2.5. Pengertian Jasa
Jasa sering dipandang sebagai suatu fenomena yang rumit. Kata jasa itu sendiri mempunyai banyak arti, dari mulai pelayanan (personal service) sampai jasa sebagai sesuatu produk. Sejauh ini sudah banyak pakar pemasaran jasa yang telah berusaha mendefinisikan pengetian jasa. Payne sebagaimana yang dikutip oleh Yazid (2001:4) merumuskan jasa sebagai aktivitas ekonomi yang mempunyai sejumlah elemen (nilai dan manfaat) intangible yang berkaitan dengannya, yang melibatkan sejumlah interaksi dengan konsumen atau dengan barang-barang milik, dan tidak menghasilkan transfer kepemilikan. Perubahan dalam kondisi bisa saja
muncul dan produksi suatu jasa bisa memiliki atau bisa juga tidak mempunyai kaitan dengan produk fisik.
Menurut Tjiptono (1997:23), jasa merupakan aktivitas, manfaat atau kepuasan yang ditawarkan untuk dijual, contohnya bengkel reparasi, salon kencantikan, kursus ketrampilan, hotel, rumah sakit dan lain sebagainya.
Adapun menurut Kotler (1997:83) jasa adalah setiap tindakan atau kegiatan yang dapat ditawarkan oleh satu pihak ke pihak lain, yang pada dasarnya tidak berwujud dan tidak mengakibatkan kepemilikan apapun. Produksinya dapat dikaitkan atau tidak dapat dikaitkan pada suatu produk fisik.
2.2.6. Karekteristik Jasa
Griffin (1996) yang dikutip oleh Lupiyoadi (2001:6) menjelaskan tentang karakteristik produk jasa yang membedakan dengan produk fisik (barang) yaitu :
1. Intangibility (tidak berwujud)
Jasa tidak dapat dilihat, dirasa, diraba, didengar atau dicium sebelum jasa itu dibeli. Nilai penting dari hal ini adalah nilai tidak berwujud yang dialami kosumen dalam bentuk kenikmatan, kepuasan atau rasa aman.
2. Unstorability
Jasa tidak mengenal persediaan atau penyimpanan dari produk yang dihasilkan. Karakteristik ini juga tidak dapat dipisahkan mengingat pada umumnya jasa dihasilkan dan dikonsumsi secara bersama-sama. 3. Costumization
Jasa juga sering kali didesain khusus untuk kebutuhan pelanggan, sebagaimana pada jasa asuransi dan kesehatan.
Produk jasa bagaimanapun juga tidak ada yang benar-benar satu sama lain. Oleh karena itu, untuk memahami sektor jasa, ada beberapa cara pengklasifikasian produk tersebut. Pertama, didasarkan atas tingkat kontak konsumen dengan pemberi jasa sebagai bagian dari sistem jasa tersebut dihasilkan. Kedua, jasa juga bisa diklasifiksikan berdasarkan kesamaannya dengan operasi manufaktur.
Menurut Kotler (1994:465) sebagaimana yang dikutip oleh Supartono (2001 : 228-229) membagi macam-macam jasa sebagai berikut :
1. Barang berwujud murni
Disini hanya terdiri dari barang-barang berwujud seperti sabun, pasta gigi. Tidak ada jasa yang menyertai produk tersebut.
2. Barang berwujud yang disertai jasa
Disini terdiri barang berwujud yang disertai dengan satu atau lebih jasa untuk mempertinggi daya tarik pelanggan. Contohnya : adalah produsen mobil, produsen mobil tidak hanya menjual mobil saja,
melainkan juga kualitas dan pelayanan pada pelanggannya. (reparasi, pelayanan pasca jual).
3. Campuran
Disini terdiri dari barang dan jasa dengan proporsi yang sama. Contohnya : restoran yang harus didukung oleh makanan dan pelayanannya.
4. Jasa utama yang disertai barang dan jasa tambahan
Disini terdiri dari jasa utama dengan jasa tambahan atau barang pelengkap. Contohnya : penumpang pesawat terbang membeli jasa transportasi. Mereka sampai ditujuan tanpa sesuatu hal yang berwujud yang melibatkan pengeluaran mereka. Namun, perjalanan tersebut meliputi barang-barang berwujud, seperti makanan dan minuman, potongan tiket dan majalah penerbangan. Jasa tersebut membutuhkan barang padat modal (pesawat udara) agar terealisasi, tapi komponen utamanya adalah jasa.
5. Jasa Murni
Disini hanya terdiri dari jasa. Contohnya : jasa menjaga bayi, psikoterapi.
2.2.7. Pengertian Kualitas
Kata ”kualitas” mengandung banyak definisidan makna. Orang yang berbeda mengartikannya secara berlainan. Tjiptono (1997:2) menjelaskan beberapa contoh definisi dari kualitas yang kerap kali dijumpai antara lain :
1. Kesesuaian dengan persyaratan atau tuntutan 2. Kecocokan untuk pemakai.
3. Perbaikan / penyempurnaan barkelanjutan. 4. Bebas dari kerusakan / cacat.
5. Pemenuhan kebutuhan pelanggan semenjak awal dan setiap saat. 6. Melakukan segala sesuatu secara benar semenjak awal.
7. Sesuatu yang bisa membahagiakan pelanggan.
Sedangkan menurut American Society for Quality Control yang dikuti oleh Lupiyoadi (2001:144) yaitu bahwa kualitas adalah keseluruhan ciri-ciri dan karakteristik-karakteristik dari suatu produk atas jasa dalam hal kemampuannya untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan yang ditentukan atau bersifat laten.
Sedangkan menurut Feigenbaum (1986:7) sebagimana yang dikutip oleh Nasution (2001:16) kualitas adalah kepuasan sepenuhnya (full costumer satisfaction). Suatu produk dikatakan berkualitas apabila dapat memberi kepuasan sepenuhnya kepada konsumen, yaitu dengan apa yang diharapkan konsumen atas suatu produk.
2.2.8. Pengartian Kualitas Layanan
Kualitas adalah sebuah kata yang bagi penyedia jasa merupakan suatu yang harus dikerjakan dengan baik. Aplikasi kualitas sebagai sifat dari penampilan produk atau kinerja merupakan bagian utama strategi perusahaan dalam rangka meraih keunggulan yang berkesinambungan., baik sebagai strategi untuk terus tumbuh. (Supartono, 2001:228).
Kualitas layanan juga didefinisikan oleh Payne (200:275) yaitu berkaitan dengan kemampuan sebuah organisasi untuk memenuhi atau melebihi harapan pelanggan.
Sedangkan menurut Zeithmal, Parasuraman dan Berry (1990:44) yang dikutip Ernawati (2005) “Kualitas layanan adalah persepsi pelanggan terhadap keunggulan suatu layanan, pada dasarnya hanya pelanggan yang menilai kualitas layanan suatu badan usaha berkualitas atau tidak.
Agar dapat menyajikan kualitas jasa sesuai atau melebihi harapan konsumen, perusahaan jasa dapat mendefinisikan beberapa kesenjangan tersebut. Terdapat lima kesenjangan yang menyebakan penyampaian jasa tidak berhasil. Kelima kesenjangan yang dimaksud oleh Parasuraman dan Berry dikutip (Kotler, 1997:92) yaitu :
1. Kesenjangan antara harapan konsumen dan persepsi menajemen perusahaan. Kesenjangan ini tercipta akibat manajemen perusahaan salah mengerti apa yang menjadi harapan konsumen perusahaan. Kesenjangan antara harapan pelanggan dan persepsi manajamen.
2. Kesenjangan antara manajemen perusahaan, atas harapan para konsumen perusahaan. Kesenjangan ini terjadi akibat kesalahan penterjemah persepsi manajemen perusahaan yang tepat atas harapan para pelangggan perusahaan kedalam bentuk tolak ukur service quality. 3. Kesenjangan antara service quality dan pemberian layanan kepada pelanggan. Kesenjangan ini lebih diakibatkan ketidakmampuan sumberdaya perusahaan untuk memenuhi standart mutu pelayanan
yang telah ditetapkan akibat persoalan karyawan yang kurang terampil atau bekerja terlalu banyak atau peralatan yang rusak.
4. Kesenjangan antara pemberian layanan dan komunikasi external. Kesenjangan tersebut tercipta karena perusahaan ternyata tidak mampu memenuhi janji-janjinya yang dikomunikasikan secara external melalui berbagai bentuk promosi.
5. Kesenjangan antara jasa yang dialami dan jasa diharapkan. Penelitian ini idak menganalisis semua kesenjangan, tetapi hanya pada harapan pelanggan dan kenyataan layanan yang diberikan, apabila harapan yang diinginkan lebih kecil dari kenyataan yang didapatkan atau kenyataannya melebihi harapan maka pelanggan akan cenderung puas terhadap produk yang dikonsumsikan.
2.2.9. Dimensi Kualitas Layanan
Menurut (Parasuraman, et.al, 1998) yang dikutip oleh Lupiyoadi (2001:148) menyatakan bahwa ServQual (Service Quality) kualitas layanan jasa memiliki lima dimensi sebagai berikut :
1. Tangible (bukti fisik)
Yaitu kemampuan suatu perusahaan dalam menunjukkan aksistensinya kepada pihak eksternal. Penampilan dan kemampuan sarana dan prasarana fisik perusahaan dan keadaan lingkungan sekitarnya adalah bukti nyata dari pelayanan yang diberikan kepada pemberi jasa. Yang meliputi fasilitas fisik ( gedung, gudang, dan lain
sebagainya), perlengkapan danperalatan yang digunakan (tekhnologi), serta penampilan karyawannya.
2. Reliability (keandalan)
Yaitu kemampuan perusahaan untuk memberikan pelayanan sesuai yang dijanjikan secara akurat dan terpercaya. Kinerja harus sesuai dengan harapan pelanggan yang berarti ketepatan waktu, pelayanan yang sama untuk semua pelanggan tanpa kesalahan, sikap simpatik, dan dengan akurasi yang tinggi.
3. Responsiveness (ketanggapan)
Yaitu suatu kemampuan untuk membantu dan memberikan pelayanan yang cepat (responsif) dan tetap kepada pelanggan, dengan penyampaian informasi yang jelas. Memberikan pelanggan menunggu tanpa adanya suatu alasan yang jelas menyebabkan persepsi yang negatif dalam kualitas layanan.
4. Assurance (Jaminan)
Yaitu pengetahuan, kesopansantunan dan kemampuan para pegawai perusahaan untuk menumbuhkan rasa percaya para pelanggan pada perusahaan. Terdiri dari beberapa komponen antara lain komunikasi, kredibilitas, keamanan, kopetensi dan sopan santun.
5. Empathy (empati)
Yaitu memberikan perhatian yang tulus dan bersifat individual atau pribadi yang diberikan kepada pelanggan dengan berupaya memahami keinginan pelanggan. Dimana suatu perusahaan diharapkan memiliki
pengertian dan pengetahuan tentang pelanggan, memahami kebutuhan pelanggan secara spesifik, serta memiliki waktu pengoprasian yang nyaman bagi pelanggan
2.2.10.Pengertian Kepuasan Pelanggan
Definisi kepuasan sangat sederhana. Seseorang pelanggan merasa puas jika kebutuhannya secara nyata atau hanya anggapan, terpenuhi atau melebihi harapannya. Menurut Gerson (2004:5) kepuasan pelanggan adalah bila sebuah produk atau jasa memenuhi atau melampaui harapan pelanggan, biasanya pelanggan merasa puas.
Kepuasan pelanggan menurut Mowen (1995:511) adalah keseluruhan sikap pelanggan setelah memperoleh dan menggunakan barang/layanan yang diberikan. Dapat dilihat setelah pembelian ulang dan pembelian yang direkomendasikan oleh pelanggan lama.
Sedangkan menurut Kotler (2002:42) kepuasan yaitu apakah pelanggan akan puas setelah pembelian bergantung pada kinerja penawaran sehubungan dengan harapan pelanggan. Secara umum kepuasan adalah perasaan senang atau kecewa seseorang yang berasal dari perbandingan antara kesannya terhadap kinerja (hasil) suatu produk dan harapan-harapannya.
Seperti yang dijelaskan dalam definisi diatas , kepuasan merupakan fungsi dari kesan kinerja dan harapan, bila kinerja melebihi dari harapan akan dikonfirmasikan positif, yaitu dikonfirmasi yang menyenangkan terhadap pelanggan yang sebelumnya, artinya pelanggan akan cenderung
merasa lebih puas dibandingkan dengan rasa puas yang mungkin akan timbul sebagai wujud terpenuhinya harapan mereka atas performasi dari suatu produk. Tetapi bila ternyata kinerja produk lebih buruk dari yang diharapkan pelanggan maka yang terjadi adalah diskonfirmasi negatif, yaitu diskonfirmasi yang tidak menyenangkan terhadap harapan pelanggan sebelumnya. Hal tersebut berarti bahwa pelanggan akan merasa lebih kurang puas dibandingkan ketidak puasan mereka sebelumnya jika tidak terpenuhi harapan atas kinerja produk.
Kepuasan terjadi bila produk sesuai atau lebih dari harapan pelanggan. Sedangkan ketidak puasan pelanggan terjadi bila harapan terhadap produk tidak terpenuhi. Dengan demikian semakin tinggi harapan pra pembelian pelanggan, maka semakin besar kemungkinan ia tidak merasa puas terhadap jasa yang dikonsumsinya. Pelanggan yang puas memiliki probabilitas untuk melakukan pembelian ulang lebih tinggi dan kecenderungan untuk menyampaikan informasi positif kepada orang lain. 2.2.11.Atribut – atribut Pembentuk Kepuasan Pelanggan
Memenuhi keinginan dan kebutuhan yang diinginkan oleh pelanggan merupakan syarat mutlak dari suatu badan usaha untuk mencapai kepuasan pelanggan. Seperti yang dikemukakan oleh Dutka (1994 : 7) : ”Sales of products or service must satisfy the customer’s objectives and requirement”. Apabila produk atau layanan yang diberikan oleh badan usaha dapat memenuhi semua kebutuhan dan persyaratan dari pelanggan maka timbullah perasaan puas dalam diri pelanggan. Timbulnya
rasa puas dari diri pelanggan tersebut kemudian akan mempengaruhi sikap pelanggan. Selanjutnya sikap yang dihasilkan ini akan mempengaruhi pengambilan keputusan yang bersangkutan dalam pembelian ulang dan akan mempengaruhi calon pelanggan lain. Oleh karena itu, badan usaha harus dapat menumbuhkan dan memelihara rasa puas dalam diri pelanggan karena kepuasan akan memberikan keuntungan bagi badan usaha itu sendiri.
Menurut Dutka (1994 : 41) atribut-atribut yang membentuk kepuasan tersebut adalah :
1. Atribut related to the product :
Value-price relationship : harga dari produk yang ditawarkan
Product quality : kualitas produk yang ditawarkan oleh perusahaan.
Product benefits : manfaat yang diterima dari pembelian produk.
Product design : desain produk yang ditawarkan.
Product reliability : keandalan dari suatu produk yang and consistensy konsistensi.
Range of product : kelengkapan produk yang dijual beserta or service pelayanan yang diberikan.
2. Atribut related to the service
Guarante or warranty : garansi yang diberikan setelah adanya kerusakan.
Delivery : pengiriman produk.
Complain handling : penanganan atas keluhan yang disampaikan. Resolution of problems : pemecahan masalah yang diberikan
perusahaan atas keluhan pelanggan. 3. Atribut related to the purchase
Courtesy : kesopanan, keramahan karyawan dalam menangani pelanggan.
Comunication : komunikasi yang dapat dimengerti oleh pelanggan.
Ease or convenience : kemudahan untuk mendapatkan pengetahuan of acquisition tentang produk.
Company reputation : reputasi perusahaan. Company competence : kompetensi perusahaan. 2.2.12.Mengukur Kepuasan Pelanggan
Kotler, et al., (1994) seperti dikutip oleh Tjiptono (2001;104-105) mengungkapkan 4 metode untuk mengukur kepuasan pelanggan, yaitu: 1. Sistem keluhan dan saran.
Setiap organisasi yang berorientasi pada pelanggan (costumer-orieted) perlu memberikan kesempatan yang luas kepada pelanggannya untuk menyampaikan saran, pendapat dan keluhan mereka. Media yang digunakan biasanya berupa kotak saran yang diletakkan ditempat-tempat yang strategis (yang mudah dijangkau atau sering dilewati pelanggan), kartu komentar (yang biasanya diisi langsung
maupun yang bisa dikirim via pos pada perusahaan), saluran telepon khusus bebas pulsa dan lain-lain. Informasi-informasi yang diperoleh melalui metode ini dapat memberikan ide-ide baru dan masukan yang berharga kepada perusahaan, sehingga kemungkinannya untuk bereaksi dengan tanggap dan cepat untuk mengatasi masalah-masalah yang timbul. Akan tetapi, karena metode ini bersifat pasif maka sulit mendapatkan gambaran lengkap mengenai kepuasan atau ketidak puasan pelanggan. Tidak semua pelanggan yang tidak merasa puas akan menyampaikan keluhannya. Upaya mendapat saran yang bagus dari pelanggan juga sulit diwujudkan dengan metode ini. Terlebih lagi bila perusahaan tidak memberikan imbal balik dan tindak lanjut yang memadai kepada mereka yang bersusah payah berpikir (menyumbangkan ide) kepada perusahaan.
4. Ghost Shopping.
Salah satu cara untuk memperoleh gambaran mengenai kepuasan pelanggan adalah dengan mempekerjakan beberapa orang (Ghost Shopper) untuk berperan atau bersikap sebagai pelanggan / pembeli potensial produk perusahaan dan pesaing. Kemudian mereka melaporkan teman-temannya mengenai kekuatan dan kelemahan produk perusahaan dan pesaing berdasarkan pengalaman mereka dalam pembelian produk-produk tersebut. Selain itu para ghost shopper juga dapat mengamati para perusahaan dan pesaingnya melayani permintaan pelanggan, menjawab pertanyaan pelanggan dan
mengenai setiap keluhan. Ada baiknya para manajer perusahaan terjun langsung menjadi ghost shopper untuk mengetahui langsung bagaimna karyawannya berinteraksi dan memperlakukan para pelanggannya. Tentunya karyawan tidak boleh tahu kalau atasannyasedang melakukan penilaian (misalnya dengan cara menelepon perusahaannya sendiri dan mengajukan berbagai keluhan dengan pertanyaan). Bila mereka tahu sedang dinilai, tentu saja perilaku mereka akan sangat manis dan hasil penilaian akan menjadi bias.
5. Lost Costomer Analysis.
Perusahaan seyogyanaya menghubungi para konsumen yang telah berhenti membeli atau telah pindah pemasok agar dapat memahami mengapa hal itu terjadi dan supaya dapat mengambil kebijakan perbaikan / penyempurnaan selanjutnya.
6. Survey Kepuasan Pelanggan
Metode yang digunakan dengan cara melakukan survei, baik dengan survey melalui pos, telepon, maupun wawancara pribadi (McNeal dan Lambd dalam Peterson dan Wilson, 1992). Melalui survey balik (feedback) secara langsung dari pelanggan dan juga memberikan tanda sinyal positif bahwa perusahaan menaruh perhatian terhadap para pelanggannya.
Sedangkan menurut Paters sebagaimana dikutip Tjiptono (2001;106-107), mengemukakan pendapat sepuluh kunci sukses dalam mengukur kepuasan pelanggan yaitu:
1. Frekuensi
Berapa kali perusahaan mengedakan survey untuk mengetahui kepuasan pelanggan? Paters, mengatakan bahwa paling tidak setiap 60 sampai dengan 90 hari setiap kali.
2. Format
Siapa yang melakukan survey kepuasan pelanggan? Dkatakan oleh Paters bahwa sebaliknya yang melakukan survey formal kepuasan pelanggan adalah pihak ketiga diluar perusahaan, dan hasilnya disampaikan kepada semua pihak dalam organisasi.
3. Isi
Isi (content) pertanyaan yang diajukan adalah pertanyaan standart dan dapat dikuantitatifkan.
4. Desain isi
Tidak ada satupun instrumen survey yang paling baik untuk setiap kondisi. Oleh karena itu perusahaan harus mendisain survey secara sistematis dan memperhatikan setiap pandangan yang ada.
5. Melibatkan setiap orang
Mereka yang mengunjungi pelanggan untuk melakukan survey adalah semua level dari semua fungsi yang ada dalam organisasi, mulai dari manajer puncak hingga karyawan.
6. Mengukur kepuasan setiap orang
Perusahaan harus mengukur kepuasan semua pihak, tidak hanya pelanggan lansung seperti pemakai akhir, tetapi pelanggan tidak langsung seperti : Distributor, agen, pedagang besar, pengecer dan lain-lain.
7. Kombinasi berbagai ukuran
Ukuran yang digunakan untuk kepusan pelanggan hendaknya dibatasi pada skor kuantitatif, yang merupakan kombinasi dari berbagai unsur seperti : individu, kelompok, devisi dan fasilitas.
8. Hubungan dengan kompensasi reward lainnya
Hasilpengukuran kepuasan pelanggan harus dijadikan dasar dalam