• Tidak ada hasil yang ditemukan

A. Kinerja

1. Pengertian Kinerja

Kinerja menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia diartikan sebagai sesuatu yang dicapai, prestasi yang diperlihatkan dan kemampuan kerja atau tentang peralatan. Sedangkan Echols (1994:387) mendefinisikan kinerja (performance) sebagai hasil kerja yang dicapai dalam melaksanakan kewajiban. Kinerja merupakan tingkat pencapaian tujuan organisasi.

Rue dan Byars sebagaimana dikutip oleh Nasucha berpendapat bahwa kinerja adalah tingkat pencapaian (the degree of accomplishment). Kinerja bagi setiap organisasi merupakan kegiatan yang sangat penting terutama penilaian ukuran keberhasilan suatu organisasi dalam batas waktu tertentu.

Kinerja keuangan yang dimaksud berdasarkan acuan diatas adalah kemampuan kerja manajemen dalam hal ini manajemen keuangan dalam mencapai prestasi kerja. Prestasi kerja yang dimaksud adalah kemampuan kerja untuk menghasilkan keuntungan secara efektif dan efisien. Dalam suatu badan usaha, tinggi rendahnya kinerja diukur dalam bentuk laba yang dihasilkan, yang secara umum tercermin dalam laporan laba-rugi.

2. Pengertian Penilaian Kinerja

Penilaian kinerja merupakan proses mengukur sampai sejauh mana manajemen mencapai persyaratan-persyaratan pekerja atau seberapa baik seseorang melakukan pekerjaan yang ditugaskan.

Penilaian kinerja melalui laporan keuangan yang didasarkan pada data dan kondisi masa lalu sulit untuk mengharapkan hasil dimasa depan. Namun kita harus ingat bahwa masa depan dapat dipengaruhi oleh keputusan yang diambil hari ini sebagai hasil dari suatu analisis keuangan masa lampau. Tidak ada rasio yang dapat menilai perusahaan secara mutlak. Dengan demikian pandangan yang diperoleh bersifat relatif. Hal ini disebabkan oleh kondisi dan operasi perusahaan yang bervariasi dari satu perusahaan ke perusahaan yang lain dan dari satu industri ke industri yang lain.

3. Tujuan Penilaian Kinerja Keuangan Bank

Abdullah (2003:108) menyatakan bahwa tujuan penilaian kinerja keuangan bank mengandung beberapa tujuan :

a. Untuk mengetahui keberhasilan pengelolaan keuangan bank terutama kondisi likuiditas, kecukupan modal dan profitabilitas yang dicapai dalam tahun berjalan maupun tahun sebelumnya.

b. Untuk mengetahui kemampuan bank dalam mendayagunakan semua assets yang dimiliki dalam menghasilkan profit secara efisien.

4. Manfaat Penilaian Kinerja

Penilaian kinerja merupakan salah satu faktor yang amat penting bagi organisasi karena penilaian kinerja tersebut dimanfaatkan oleh organisasi untuk (Mulyadi & Setyawan, 1999:228) :

a. Mengelola operasi organisasi secara efektif dan efisien melalui pemotivasian personal secara maksimum;

b. Membantu pengambilan keputusan yang berkaitan dengan penghargaan personel, seperti : promosi, transfer, dan pemberhentian;

c. Mengidentifikasikan kebutuhan pelatihan dan pengembangan personel dan untuk menyediakan kriteria seleksi dan evaluasi program pelatihan;

d. Menyediakan suatu dasar untuk mendistribusikan penghargaan.

B. Analisis Laporan Keuangan Bank 1. Fungsi Analisis Laporan Keuangan Bank

Proses analisis laporan keuangan bank merupakan penggunaan teknik-teknik terhadap laporan keuangan bank dan data lainnya untuk memperoleh ukuran yang dapat dijadikan sebagai alat pertimbangan dalam rangka pengambilan keputusan. Dengan demikian fungsi pokok analisis laporan keuangan bank adalah mengubah data yang telah ada menjadi suatu informasi yang berguna dalam pengambilan keputusan.

Penggunaan metode dan teknik analisis adalah untuk menentukan dan mengukur hubungan antara pos-pos dalam laporan keuangan yang diperlukan untuk mengetahui perubahan dan perkembangan masing-masing pos pada

periode analisis. Atau dapat pula dikatakan bahwa penggunaan metode dan teknik analisis ini pada prinsipnya adalah penyederhanaan data untuk mempermudah mengikuti dan menginterpretasi keadaan keuangan bank. Analisis laporan keuangan bank berguna sebagai (Siamat, 1993:254) :

a. alat skrining awal dalam pemilihan investasi

b. alat perkiraan terhadap hasil dan kondisi keuangan bank

c. alat diagnosis terhadap masalah manajerial, operasi, atau masalah-masalah lainnya

d. alat untuk menilai manajemen bank

Dengan analisis laporan keuangan akan mengurangi kecenderungan sifat sentimen, menggunakan intuisi atau tebakan dalam menilai keadaan keuangan suatu bank. Hal ini akan memperkecil ketidakpastian yang sulit dihindari dan sering ditemui dalam proses pengambilan keputusan.

2. Metode dan Teknik Analisis

Dalam melakukan analisis laporan keuangan bank secara intern digunakan berbagai alat atau teknik yang pada prinsipnya dapat disesuaikan dengan tujuan analisis. Teknik analisis yang umum digunakan antara lain meliputi (Siamat, 1993:255) :

a. Analisis komparatif dan persentase per pos (common size)

Analisis komparatif dan common size pada prinsipnya tidak memiliki perbedaan yang prinsipil. Teknik analisa komparatif dilakukan dengan cara membandingkan pos-pos neraca dan perhitungan laba rugi pada dua periode atau lebih. Analisis persentase atau common size merupakan alat

analisis yang dapat memberikan gambaran secara relatif atau persentase terhadap komposisi masing-masing pos. Analisis common size ini dapat dilakukan untuk satu periode atau lebih dari laporan keuangan.

b. Analisis lingkungan bank

Analisis lingkungan bank merupakan suatu teknik analisis yang digunakan untuk mengetahui posisi bank dalam bidang kegiatan usaha tertentu. Dengan mengetahui posisi tersebut, bank dapat menilai kemampuan atau kekuatan daya saing dan pangsa pasar bank baik dengan bank-bank yang satu kelompok atau lain kelompok maupun secara keseluruhan industri perbankan.

c. Analisis rasio keuangan bank

Rasio keuangan merupakan suatu alat atau cara yang paling umum digunakan dalam membuat analisis laporan keuangan. Analisis rasio pada dasarnya adalah suatu teknik yang digunakan untuk menilai sifat-sifat kegiatan operasi bank dengan cara mengembangkan ukuran-ukuran kinerja bank yang telah distandarisasi. Analisis rasio menggambarkan hubungan matematis antara suatu jumlah dengan jumlah lainnya. Perhitungan yang digunakan dalam analisis rasio ini sebenarnya relatif sederhana, namun interpretasi terhadap rasio tersebut merupakan masalah yang cukup kompleks. Oleh karena itu, efektifnya rasio keuangan ini sebagai suatu alat analisa sangat tergantung dari kemampuan dan keahlian analis menginterpretasi rasio-rasio yang digunakan

Selanjutnya, analisis rasio keuangan dapat memberikan petunjuk dan gejala-gejala serta informasi keuangan lainnya mengenai keadaan keuangan suatu bank. Untuk mengetahui dan mengevaluasi kinerja bank dengan menggunakan analisis rasio tersebut haruslah dilakukan perbandingan dengan rasio-rasio keuangan bank dalam kelompok yang sama.

3. Penggunaan Analisa Rasio

Dalam analisa rasio, angka-angka rasio keuangan yang diperoleh dapat dianalisa dengan memperbandingkan angka rasio tersebut dengan (Munawir, 2001:101) :

a. Standar rasio atau rasio rata-rata dari seluruh industri semacam dimana perusahaan yang data keuangannya sedang dianalisa menjadi anggotanya. b. Rasio yang telah ditentukan dalam budget perusahaan yang bersangkutan. c. Rasio-rasio yang semacam diwaktu-waktu yang lalu dari perusahaan yang

bersangkutan.

d. Rasio keuangan dari perusahaan lain yang sejenis yang merupakan pesaing perusahaan yang dinilai cukup baik/berhasil dalam usahanya.

Sampai saat ini angka pembanding rasio standar untuk Indonesia belum dapat dilaksanakan karena belum ada lembaga atau badan yang menyusun rasio industri atau rasio standar tersebut. Oleh karena rasio standar industri di Indonesia belum ada, maka untuk melakukan penilaian keuangan penulis terlebih dahulu membuat rasio standar industri terlebih dahulu. Adapun

langkah-langkah untuk membuat rasio standar industri tersebut antara lain (Munawir, 2001:66)

1. Mengumpulkan laporan keuangan dari perusahaan yang dapat diperbandingkan dalam industri.

2. Menghitung angka rasio yang dipilih untuk tiap-tiap perusahaan dalam industri.

3. Menyusun rasio-rasio tersebut dari yang tertinggi sampai yang terendah dan menghapuskan rasio yang extrem (terlalu tinggi atau terlalu rendah). 4. Menghitung rata-rata hitungnya dengan rumus (Dajan, 1991:115) :

X = ∑ X . n

Keterangan : X = nilai rata-rata rasio X = nilai rasio

∑ X = jumlah nilai rasio bank dalam industri n = banyaknya bank dalam industri

C. Likuiditas Bank 1. Pengertian Likuiditas

Secara umum likuiditas diartikan sebagai kemampuam perusahaan untuk memenuhi kewajiban-kewajiban sewaktu-waktu. Kewajiban sewaktu-waktu adalah kewajiban yang muncul secara tiba-tiba, mendadak ataupun dalam jangka waktu pendek. Oleh karena itu, perusahaan harus menjaga jangan sampai keuangan perusahaan tidak dapat memenuhi kewajiban tersebut. Bila kewajiban-kewajiban tersebut tidak dapat dipenuhi, perusahaan tersebut

dianggap tidak likuid (illikuid) yang dapat menimbulkan hilangnya kepercayaan masyarakat (Sinungan, 1990:73).

Joseph E. Burns sebagaimana dikutip oleh Siamat (1993:166) mengartikan likuiditas bank sebagai berikut :

Bank liquidity refers to the ability of a bank to raise a certain amount of funds at a certain cost within a certain amount of time. Likuiditas bank menurut pengertian ini terdiri dari 3 unsur yaitu jumlah dana, biaya dana, dan waktu yang digunakan untuk memenuhi kebutuhan likuiditas bank. Menurut Joseph E. Burns semakin besar jumlah dana yang dapat diperoleh suatu bank dalam waktu tertentu untuk memenuhi likuiditasnya dan dengan biaya yang telah ditetapkan, semakin likuid bank tersebut. Semakin cepat suatu bank memperoleh sejumlah dana dengan biaya tertentu, semakin tinggi pula likuiditas bank yang bersangkutan. Selanjutnya, semakin rendah biaya dana yang diperoleh tersebut dalam suatu periode tertentu, semakin likuid pula bank yang bersangkutan.

Sedangkan Oliver G. Wood dan Robert J. Porter sebagaimana dikutip oleh Muljono (1988:114) mendefinisikan likuiditas bank sebagai berikut :

Bank’s liquidity is its ability to met deposit withdrawls, maturing it is liabilities and loan requests without delay.

Konsep likuiditas menurut Oliver G. Wood, bahwa suatu bank dianggap likuid apabila bank memenuhi kategori dibawah ini :

a. Memegang sejumlah alat likuid, cash assets, yang terdiri dari uang kas, rekening pada bank sentral dan rekening pada bank-bank lainnya sama dengan jumlah kebutuhan likuiditas yang diperkirakan.

b. Memegang kurang dari jumlah alat-alat likuid sebagaimana disebutkan pada huruf a. diatas akan tetapi bank tersebut memiliki surat-surat berharga berkualitas tinggi yang dapat segera ditukar atau dialihkan menjadi uang tanpa mengalami kerugian baik sebelum jatuh tempo maupun pada waktu setelah jatuh tempo.

c. Memiliki kemampuan untuk memperoleh alat-alat likuid melalui penciptaan hutang, misalnya penggunaan fasilitas diskonto, call money, penjualan surat-surat berharga dengan repurchase agreement (repo). Dalam mengatur likuiditas ini biasanya bank-bank tidak akan bebas mengatur kebijaksanaannya karena adanya berbagai kendala antara lain : 1) Dilema antara likuiditas dengan profitabilitas, semakin tinggi likuiditas

akan banyak idle fund dan profitabilitas rendah dan sebaliknya.

2) Adanya legal reserve requirement yang ditetapkan oleh bank sentral di masing-masing negara.

3) Adanya working reserve requirement yaitu kebutuhan aktiva lancar.

Dengan adanya beberapa kendala di atas, maka suatu bank paling tidak harus mempertahankan atau membuat kebijakan :

1) Adanya short term liquidity requirement yaitu cash assets yang harus dipertahankan untuk memenuhi kewajiban-kewajiban yang telah atau akan jatuh tempo untuk beberapa waktu yang akan datang.

2) Adanya cyclical and secular liquidity requirement yaitu cash assets yang harus dipertahankan untuk menghadapi fluktuasi kegiatan perekonomian untuk waktu-waktu yang akan datang.

2. Penilaian Likuiditas Bank

Penilaian aspek likuiditas bank dilakukan dengan menghitung cash ratio dan loan to assets ratio.

a. Cash Ratio

Cash ratio adalah alat pengukuran likuiditas bank yaitu suatu likuiditas minimum yang wajib dipelihara oleh setiap bank. Definisi dari minimum cash ratio atau minimum reserve requirement adalah perbandingan antara alat-alat likuid yang dikuasai bank dengan kewajiban yang segera dibayar (Sinungan, 1990:76). Berdasarkan Surat Edaran Bank Indonesia No. 23/17/BPPP tanggal 28 Februari 1992, besarnya cash ratio adalah 2 %. Terhitung sejak tanggal 1 Februari 1996, besarnya cash ratio adalah 3 % dan sejak tahun 1997 menjadi 5 %. Cash ratio menunjukkan kemampuan bank untuk membayar kewajiban-kewajiban yang sudah jatuh tempo dengan cash assets yang dimilikinya. Cash ratio diformulasikan sebagai berikut :

Cash Ratio = Alat Likuid X 100 % Kewajiban Segera Dibayar

Alat likuid bank adalah bagian dari kekayaan bank (aktiva) yang berbentuk uang tunai (cash). Komponen alat likuid untuk semua jenis bank adalah sama, yaitu terdiri dari :

1) Kas

Pos ini pada neraca bank terdiri atas uang kertas dan uang logam yang dikeluarkan oleh Bank Indonesia.

2) Giro Pada Bank Indonesia

Pos ini adalah giro milik bank pelapor pada Bank Indonesia. Jumlah tersebut tidak boleh dikurangi dengan kredit yang diberikan oleh Bank Indonesia kepada bank pelapor dan tidak boleh ditambah dengan fasilitas kredit yang sudah disetujui Bank Indonesia tetapi belum digunakan.

Komponen kewajiban segera dibayar terdiri atas giro, deposito berjangka, sertifikat deposito, tabungan, dan kewajiban jangka pendek lainnya.

b. Loan to Assets Ratio

Rasio ini digunakan untuk mengukur kemampuan bank dalam memenuhi permintaan kredit dari para debitur dengan assets yang dimiliki. Rasio ini memberikan informasi porsi dana yang dialokasikan dalam bentuk kredit dari total assets bank. Semakin tinggi nilai rasio, maka menunjukkan semakin rendahnya tingkat likuiditas bank yang bersangkutan. Loan to assetsratio diformulasikan sebagai berikut :

Loan to Assets Ratio = Total Loan X 100 % Total Assets

Keterangan :

Total Loan = Total Pinjaman/Kredit Yang Diberikan Total Assets = Total Aktiva

D. Rentabilitas Bank 1. Pengertian Rentabilitas

Rentabilitas atau profitability adalah menunjukkan kemampuan perusahaan untuk menghasilkan laba selama periode tertentu. Rentabilitas suatu perusahaan diukur dengan kesuksesan perusahaan dan kemampuan menggunakan aktivanya secara produktif. Dengan demikian rentabilitas suatu perusahaan dapat diketahui dengan membandingkan antara laba yang diperoleh dalam suatu periode dengan jumlah aktiva atau jumlah modal perusahaan tersebut (Munawir, 2001:33).

Bambang Riyanto (1997:35) menyatakan bahwa rentabilitas suatu perusahaan menunjukkan perbandingan antara laba dengan aktiva atau modal yang menghasilkan laba tersebut. Dengan kata lain rentabilitas adalah kemampuan suatu perusahaan untuk menghasilkan laba selama periode tertentu, dan umumnya dirumuskan sebagai berikut :

L X 100% M

dimana L adalah jumlah laba yang diperoleh selama periode tertentu dan M adalah modal atau aktiva yang digunakan untuk menghasilkan laba tersebut.

2. Penilaian Rentabilitas Bank

Penilaian rentabilitas bank dapat dilakukan dengan menghitung rasio return onassets dan return on equity.

a. Return on Assets(ROA)

Rasio ini digunakan untuk mengukur kemampuan manajemen bank dalam memperoleh keuntungan (laba) secara keseluruhan. Semakin besar ROA suatu bank, semakin besar pula tingkat keuntungan yang dicapai bank dan semakin baik pula posisi bank tersebut dari segi penggunaan assets. Rasio ini dapat dirumuskan sebagai berikut :

ROA = Laba Usaha X 100 % Total Aktiva

b. Return on Equity (ROE)

ROE adalah perbandingan antara laba bersih bank dengan modal sendiri. Rasio ini dapat dirumuskan sebagai berikut :

ROE = Laba Bersih X 100 % Modal Sendiri

Komponen modal sendiri terdiri atas modal disetor, cadangan umum, dan laba yang ditahan.

E. Permodalan Bank 1. Pengertian Modal

Muljono (1988:227) mendefinisikan modal sebagai sejumlah dana yang ditanamkan ke dalam suatu perusahaan oleh para pemiliknya untuk pembentukan suatu badan usaha dan dalam perkembangannya modal tersebut

dapat susut karena kerugian ataupun berkembang karena keuntungan-keuntungan yang diperolehnya.

Secara yuridis pada awal pembentukannya lebih banyak diatur oleh ketentuan-ketentuan perundang-undangan maupun peraturan pemerintah. Namun dalam perkembangan selanjutnya kebijakan permodalan dan pembagian laba (deviden) akan sangat pengaruhnya dalam penentuan laju perkembangan badan usaha pada umumnya maupun badan usaha yang berbentuk perbankan pada khususnya.

2. Komponen Modal Bank

Modal bank yang didirikan dan berkantor pusat di Indonesia terdiri atas : modal inti atau primary capital dan modal pelengkap atau secondary capital.

a. Modal Inti

Komponen modal inti pada prinsipnya terdiri atas modal disetor dan cadangan-cadangan yang dibentuk dari laba setelah pajak dengan perincian sebagai berikut :

1) Modal Disetor

Yaitu modal yang telah disetor secara efektif oleh pemiliknya. Bagi bank yang berbentuk hukum koperasi, modal disetor terdiri dari simpanan pokok dan simpanan wajib para anggotanya.

2) Agio Saham

Yaitu selisih lebih setoran modal yang diterima oleh bank sebagai akibat harga saham yang melebihi nilai nominalnya.

3) Cadangan Umum

Yaitu cadangan yang dibentuk dari penyisihan laba yang ditahan atau dari laba bersih setelah dikurangi pajak, dan mendapat persetujuan rapat umum pemegang saham atau rapat anggota sesuai dengan ketentuan pendirian atau anggaran dasar masing-masing.

4) Cadangan Tujuan

Yaitu bagian laba setelah dikurangi pajak yang disisihkan untuk tujuan tertentu dan telah mendapat persetujuan rapat umum pemegang saham atau rapat anggota.

5) Laba Yang Ditahan

Yaitu saldo laba bersih setelah dikurangi pajak yang oleh rapat umum pemegang saham atau rapat anggota diputuskan untuk tidak dibagikan. 6) Laba Tahun Lalu

Yaitu laba bersih tahun-tahun lalu setelah dikurangi pajak dan belum ditentukan penggunaannya oleh rapat umum pemegang saham. Jumlah laba tahun lalu yang diperhitungkan sebagai modal inti hanya sebesar 50 %. Dalam hal bank mempunyai saldo rugi tahun-tahun lalu, maka seluruh kerugian tersebut menjadi faktor pengurang dari modal inti. 7) Laba Tahun Berjalan

Yaitu laba yang diperoleh dalam tahun buku berjalan setelah dikurangi tafsiran pajak. Jumlah laba tahun buku berjalan yang diperhitungkan sebagi modal inti hanya sebesar 50 %. Dalam hal tahun berjalan bank

mengalami kerugian, maka seluruh kerugian tersebut menjadi faktor pengurang dari modal inti.

8) Bagian kekayaan bersih anak perusahaan yang laporan keuangannya dikonsolidasikan.

b. Modal Pelengkap

Modal pelengkap terdiri atas cadangan-cadangan yang dibentuk tidak dari laba setelah pajak serta pinjaman yang sifatnya dapat dipersamakan dengan modal. Secara rinci modal pelengkap dapat berupa :

1) Cadangan Revaluasi Aktiva Tetap

Cadangan yang dibentuk dari selisih penilaian kembali aktiva tetap yang telah mendapat persetujuan Direktorat Jenderal Pajak.

2) Cadangan Penghapusan Aktiva yang Diklasifikasikan

Cadangan yang dibentuk dengan cara membebani laba-rugi tahun berjalan. Hal ini dimaksudkan untuk menampung kerugian yang mungkin timbul sebagai akibat tidak diterimanya kembali sebagian atau seluruh aktiva produktif.

3) Modal Kuasi

Modal yang didukung oleh instrumen atau warkat yang memiliki sifat seperti modal.

4) Pinjaman Subordinasi

Pinjaman yang harus memenuhi berbagai syarat, seperti ada perjanjian tertulis antara bank dan pemberi pinjaman, mendapat persetujuan dari

Bank Indonesia, minimal berjangka 5 tahun, dan pelunasan sebelum jatuh harus atas persetujuan Bank Indonesia.

3. Fungsi Modal Bagi Bank

Secara lebih spesifik komponen dari modal bank yaitu meliputi pula modal yang telah disetor oleh para pemiliknya ditambah cadangan umum dan cadangan lainnya serta ditambah lagi sisa laba/rugi tahun-tahun yang lalu maupun tahun yang berjalan.

Komponen-komponen diatas mempunyai peranan yang sangat penting dalam kehidupan suatu bank karena modal bagi suatu bank ternyata mempunyai fungsi (Muljono, 1988:228) :

a. Sebagai ukuran kemampuan bank tersebut untuk menyerap kerugiaan-kerugian yang tidak dapat dihindarkan;

b. Sebagai sumber dana yang diperlukan untuk membiayai kegiatan usahanya sampai batas-batas tertentu, karena sumber-sumber dana dapat juga berasal dari hutang penjualan assets yang tidak terpakai dan lain-lain;

c. Sebagai alat pengukur besar kecilnya kekayaan yang dimiliki oleh para pemegang saham;

d. Dengan modal yang mencukupi memungkinkan bagi manajemen bank yang bersangkutan untuk bekerja dengan efisien yang tinggi, seperti yang dikehendaki oleh para pemilik modal pada bank tersebut.

Sedangkan Faisal Abdullah (2003:47) menyatakan fungsi modal bank adalah :

1) Melindungi para kreditur

2) Menjamin kelangsungan operasional 3) Memenuhi standar modal minimal

4. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kecukupan Modal

Besar kecilnya kecukupan modal sebuah bank dipengaruhi oleh (Muljono, 1988:228) :

a. Tingkat kualitas manajemen bank yang bersangkutan. b. Tingkat Likuiditas yang Dimilikinya

c. Tingkat Kualitas Assets d. Struktur Deposito

e. Tingkat Kualitas dari Sistem dan Prosedurnya f. Tingkat Kualitas dan Karakter Para Pemilik Saham

g. Kapasitas Untuk Memenuhi Kebutuhan Keuangan Jangka Pendek Maupun Jangka Panjang.

h. Riwayat Pemupukan Modal dan Peraturan Pembagian Laba yang Diperolehnya

5. Tujuan Utama Analisa Rasio Permodalan (Muljono, 1988:121) :

a. Untuk mengetahui apakah permodalan bank yang ada telah mencukupi untuk mendukung kegiatan bank yang akan dilakukan secara efisien. b. Untuk mengetahui apakah permodalan bank tersebut akan mampu untuk

c. Untuk mengetahui apakah kekayaan bank (kekayaan pemegang saham) semakin besar atau semakin mengecil.

6. Penilaian permodalan Bank

Ketentuan permodalan yang saat ini berlaku di Indonesia mengikuti standar Bank for International Settlement (BIS). Penyesuaian perhitungan dan penilaian kesehatan modal bank berdasarkan prinsip-prinsip yang dianut oleh BIS akan memberikan dampak positif bagi industri perbankan Indonesia untuk dapat berkembang secara sehat dan mampu bersaing dengan perbankan internasional dalam memasuki era globalisasi.

Sejalan dengan standar yang ditetapkan oleh BIS, Bank Indonesia berdasarkan Paket Kebijakan 29 Februari 1991 mewajibkan setiap bank menyediakan modal minimum sebesar 8% dari total Aktiva Tertimbang Menurut Risiko (ATMR). Persentase kebutuhan modal minimum yang diwajibkan menurut BIS ini disebut capital adequacy ratio(car). Oleh karena itu ketentuan car bagi perbankan Indonesia adalah 8 % dari aktiva tertimbang menurut risiko (Siamat, 1993:80).

Untuk mengetahui besarnya nilai capital adequacy ratio suatu bank dapat dihitung dengan rumus :

CAR = Modal X 100 % ATMR

Komponen modal yang digunakan dalam perhitungan car diatas meliputi modal inti dan modal pelengkap. Komponen modal inti terdiri atas modal disetor, agio saham, cadangan umum, cadangan tujuan, laba yang ditahan, laba

tahun lalu, laba tahun berjalan, bagian kekayaan bersih anak perusahaan yang laporan keuangannya dikonsolidasikan.

Sedangkan komponen modal pelengkap terdiri atas cadangan revaluasi aktiva tetap, penyisihan penghapusan aktiva produktif, modal pinjaman, dan pinjaman subordinasi.

Nilai aktiva tertimbang menurut risiko (ATMR) baik itu ATMR neraca maupun rekening administratif diperleh dengan cara mengalikan nilai nominal aktiva yang bersangkutan dengan bobot risiko masing-masing aktiva. Berdasarkan ketentuan Bank Indonesia, bank yang dinyatakan termasuk sebagai bank yang sehat harus memiliki car paling sedikit sebesar 8%. Hal ini didasarkan pada ketentuan yang ditetapkan oleh BIS.

Dokumen terkait