• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I. PENDAHULUAN

A. Landasan Teori

1. Pengertian Komunikasi

Komunikasi menjadi salah satu bagian penting dalam dinamika organisasi.Berkaitan dengan seluruh kegiatan perusahaan sebagai salah satu bentuk organisasi, maka peran komunikasi diharapkan menjadi salah satu pilar utama yang mendorong seluruh laju gerak perusahaan. Hal ini terutama tak dapat dilepaskan dari aspek interaksi sosial yang terjadi dalam perusahaan. Pemakaian komunikasi baik secara verbal maupun non verbal berpengaruh cukup besar pada kondusivitas lingkungan kerja yang pada akhirnya mendorong juga gerak perusahaan yang lebih baik.

Pada berbagai aktivitas, peran komunikasi yang efektif amat diharapkan untuk menopang perusahaan. Berkaitan dengan ini seluruh jajaran manajemen khususnya atasan perlu mengoptimalkan peran komunikasi dalam memberikan arahan-arahan kerja atau untuk menemukan berbagai hal yang dianggap penting dalam mendorong kerja perusahaan. Disini tampaklah peran atasan sebagai komunikator sementara yang lain menjadi komunikan.

a. Suatu penyampaian energi dari satu tempat ke tempat yang lain

b. Penyampaian atau penerimaan sinyal atau pesan c. Pesan yang disampaikan

d. Proses yang dilakukan satu sistem untuk mempengaruhi sistem lainnya

Miller (1996) mengungkapkan definisi komunikasi adalah kegiatan dengan mana seseorang (sumber) secara sungguh-sungguh memindahkan stimulius guna mendapatkan tanggapan. Indriyo Gitosudarmo dan I Nyoman Sudita (2000) menyatakan bahwa komunikasi sebagai penyampaian atau pertukaran informasi dari pengirim kepada penerima, baik lisan, tertulis, maupun menggunakan alat komunikasi.

2. Fungsi Komunikasi

Organisasi perusahaan perlu mengembangkan komunikasi dengan baik.Hal ini berkaitan dengan peran maupun fungsi komunikasi yang sangat penting artinya. Beberapa fungsi komunikasi dalam hal ini antara lain:

a. Pertumbuhan Individu

Setiap individu berkembang dalam lingkungannya melalui komunikasi yang terbangun baik. Tiap pengalaman akan membantu perkembangan karyawan sebagai pribadi manusia.

b. Belajar

Hal ini berkaitan dengan penggunaan komunikasi sebagai sarana belajar dan mengembangkan diri

c. Kesadaran diri

Aspek ini berkaitan akan kesadaran pentingnya komunikasi dalam pertukaran informasi yang membantu pengembangan karyawan d. Intergrasi dengan Lingkungan

Pada bagian ini komunikasi mendorong terjadinya integrasi yang baik antara karyawan dengan lingkungan kerjanya.

3. Proses Komunikasi

Secara sederhana proses komunikasi dapat digambarkan sebagai berikut:

Gambar II.1 Alur Proses Komunikasi

Proses komunikasi pada dasarnya berkaitan dengan bagaimana komunikasi itu berlangsung yang diawali oleh: siapa, menyampaikan apa, melalui media apa, kepada siapa, dan mengakibatkan apa.

Komunikator Pesan Medium Komunikan

4. Pengertian Komunikasi Internal

Pengertian komunikasi internal menurut Nimran (1999) merupakan komunikasi yang terjadi antara pihak-pihak internal. Hal ini berkaitan dengan aspek lingkup organisasi. Untuk lebih menajamkan penelitian ini maka yang akan diteliti dalam komunikasi internal ini akan ditekankan pada komunikasi vertikal yang berlangsung antara bawahan dengan atasan dalam hirarki organisasi.

Beberapa bentuk komunikasi (Suwarta:1999) menurut arah komunikasi diantaranya adalah sebagai berikut:

a. Komunikasi ke bawah yang merupakan komunikasi dari tingkat atas ke tingkat bawah dalam sebuah organisasi dan mencakup kebijaksanaan pimpinan, instruksi, dan memo resmi

b. Komunikasi ke atas merupakan komunikasi yang mengalir dari tingkat bawah menuju tingkat atas sebuah organisasi. Bentuk ini mencakup kotak saran, pertemuan kelompok dan prosedur keluhan

c. Komunikasi horizontal merupakan komunikasi yang dilakukan melintasi berbagai fungsi dalam organisasi yang bertujuan untuk kordinasi dan integrasi kerja.

d. Komunikasi diagonal merupakan komunikasi silang yang melintasi berbagai fungsi dan tingkat dalam organisasi.

5. Pengertian Budaya Organisasi

Budaya organisasi merupakan suatu lingkup kajian perilaku organisasi yang tengah menjadi pembicaraan banyak kalangan.Terutama dalam kaitannya mendorong pengembangan organisasi menuju pencapaian yang diinginkan. Suatu organisasi akan menjadi kuat apabila memiliki budaya yang kuat dan berakar serta member kontribusi positif bagi tiap-tiap anggota di dalamnya.

Beberapa ahli manajemen memberikan pandangan mereka tentang budaya organisasi. Beberapa diantaranya dikemukakan oleh Ardana et al (2008 : 170) sebagai berikut:

a. Suatu persepsi bersama yang dianut oleh anggota suatu organisasi (Robbins, 2002)

b. Cara berpikir dan melakukan sesuatu yang telah menjadi suatu tradisi dan dianut bersama oleh semua anggota organisasi, dan para anggota baru harus mempelajari atau paling sedikit menerimanya sebagian agar mereka dapat dengan mudah diterima sebagai bagian dari organisasi (Elliott Jaeques, 1989)

c. Sistem makna dan keyakinan komunal yang diterima dan dianut oleh para anggota organisasi yang menentukan, sebagian besar, cara mereka bertindak.

Melalui pemahaman ini dapatlah dimaknai budaya perusahaan sebagai suatu sistem nilai bersama yang digunakan dan diterima sebagai

pedoman dalam bertindak oleh para karyawan di dalamnya. Melalui budaya organisasi setiap perusahaan menjalin potensi tiap-tiap anggotanya untuk menjadikan organisasi menjadi kuat dan solid dalam satu tatanan nilai bersama.

Robbins (2002, hal 279) mengungkapkan dalam dimensi budaya organisasi terdapat tujuh karakter utama yang saling berkaitan, yakni:

1) Inovasi dan pengambilan resiko: berkaitan dengan daya pendorong dari karyawan untuk bersikap inovatif dan berani mengambil resiko

2) Perhatian terhadap detail: merupakan tuntutan terhadap karyawan untuk mampu memperlihatkan ketepatan, analisis, dan perhatian terhadap detail

3) Orientasi terhadap hasil: berkaitan dengan tuntutan terhadap manajemen untuk lebih memfokuskan perhatian pada hasil, dibandingkan perhatian pada teknik dan proses yang digunakan untuk memperoleh hasil tersebut

4) Orientasi terhadap individu: berhubungan dengan keputusan manajemen dalam mempertimbangkan efek- efek hasil terhadap individu yang ada di dalam organisasi 5) Orientasi terhadap tim: merupakan aktivitas pekerjaan

6) Agresivitas: berkaitan dengan tuntutan terhadap orang- orang agar berlaku agresif dan bersaing, dan tidak bersikap santai

7) Stabilitas: berhubungan dengan penekanan aktivitas organisasi dalam mempertahankan status quo berbanding pertumbuhan

Keseluruhan dari karakteristik ini berada dalam satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan satu sama lain dalam menganalisis budaya suatu organisasi. Gambaran yang diperoleh dari analisis ini selanjutnya menjadi dasar untuk perasaan saling memahami diantara anggota organisasi, bagaimana segala sesuatu dikerjakan dan bagaimana sepatutnya bersikap.

Pada penelitian terhadap budaya organisasi ada beberapa hal yang dapat digunakan dalam mengukur pandangan karyawan terhadap organisasi mereka. Hal ini antara lain berupa pertanyaan mengenai sasaran dan kinerja yang jelas, penghargaan atas inovasi, dan iklim persaingan yang dibentuk. Ini membedakan penelitian mengenai budaya organisasi dengan penelitian mengenai kepuasan kerja yang mengukur respon karyawan terhadap lingkungan kerjanya.

Budaya organisasi memiliki definisi beragam namun secara sederhana dapat dirasakan melalui cara karyawan berpakaian, berkomunikasi satu sama lain, dan cara menyambut pelanggan.

Terkadang budaya organisasi tumbuh secara organis dan distimulan oleh kebiasaaan para CEO-nya yang diikuti oleh para karyawan. Hal ini misalnya tampak dari raksasa komputer Microsoft yang secara sistemik mengikuti budaya kerja keras yang ditularkan oleh pendirinya Bill Gates.

6. Fungsi Budaya Organisasi

Dalam membangun sebuah perusahaan yang menekankan pada keutamaan-keutaaman di hadapan pasar, budaya organisasi menjadi instrument yang kiranya penting untuk dipelihara dan diintegrasikan ke dalam laju gerak perusahaan.Maka dalam upaya itu perlu pula dipahami fungsi dasar dari Budaya Organisasi yang dalam penelitian ini dijadikan sebagai kajian utama. Beberapa fungsi dari Budaya Organisasi ini diantaranya menurut Robbins (2002) adalah:

a. Pertama, Budaya Organisasi berperan sebagai pembeda. Budaya Organisasi membedakan sebuah perusahaan dengan perusahaan lainnya.

b. Kedua, budaya organisasi sebagai sumber pembentukan identitas bagi anggota-anggota organisasi. Hal ini untuk memberikan sebuah identitas yang akan menunjukkan ciri bagi anggota organisasi yang hidup di dalam perusahaan.

c. Ketiga, menjadi sebuah instrumen yang menguatkan komitmen kolektif. Setiap anggota tentu memiliki komitmen pribadi namun

melalui budaya organisasi setiap anggota didorong untuk membangun komitmen lebih terhadap kepentingan yang lebih luas dalam perusahaan.

d. Keempat, meningkatkan kemantapan sistem sosial. Artinya bahwa budaya organisasi memberikan standarisasi terhadap apa yang mesti dilakukan bersama oleh para karyawan.

e. Kelima, sebagai instrumen pembentuk perilaku. Hal ini berkaitan dengan fungsi budaya organisasi dalam mendorong tumbuhnya perilaku para karyawan yang selaras dengan kepentingan perusahaan.

Sementara itu pandangan lain dari L. Smircich (1983) sebagaimana dikutip kembali oleh Robert Keiner dan Angelo Kinicki (2003) menunjukkan fungsi Budaya Organisasi sebagai berikut:

1) Memberi identitas organisasi pada karyawan 2) Memudahkan komitmen kolektif

3) Mempromosikan stabilitas system sosial

4) Membentuk perilaku dengan membantu manajer merasakan keberadaaannya.

Seluruh pandangan ini menunjukkan bahwa Budaya Organisasi sangat berperan vital dalam mendorong sebuah gerak usaha yang sinergis bersama anggota-anggota di dalamnya terutama dalam memantapkan keberadaan perusahaan.

7. Perwujudan Budaya Organisasi

Budaya organisasi dalam beberapa pandangan sebagaimana diungkapkan oleh Octa Melia Jalal (2000) dapat dianalisa dalam berbagai wujud atau tingkatan sebagai berikut. Pada tingkatan tertinggi, Budaya Organisasi dapat berwujud fenomena yang dapat dilihat, didengar, dan dirasakan ketika seseorang berinteraksi dalam satu lingkungan organisasi. Pada tingkat ini budaya organisasi relatif lebih mudah diidentifikasi dan didefinisikan.

Setidaknya ada empat pengelompokan wujud budaya organisasi sebagaimana diungkap kembali oleh Octa Melia Jalal sebagaimana pernah dikemukakan Lewis (1992). Adapun pengelompokannya adalah sebagai berikut:

a. Simbol-simbol. Hal ini terdiri dari logo, slogan, upacara- upacara, atau cerita-cerita yang sering disampaikan orang dalam organisasi tersebut.

b. Proses. Hal ini berkaitan dengan seluruh metode organisasi dalam melaksanakan tugasnya seperti jalur pertanggungjawaban, desain pekerjaan, strategi manajemen dalam pengambilan keputusan, jalur komunikasi resmi, dll. c. Format. Berkaitan dengan benda-benda yang bisa langsung diobservasi seperti desain bangunan, tata letak ruang, furniture, dokumen resmi, pidato dan lain sebagainya.

d. Perilaku. Berkaitan dengan manifestasi simbol, proses, dan format yang ada di organisasi.

Pada tingkat lebih lanjut, budaya organisasi terdiri dari kepercayaan dan nilai-nilai yang dipegang oleh perusahaan dan anggotanya. Sementara itu pada tingkatan yang lebih dalam lagi budaya organisasi berwujud asumsi-asumsi dasar anggota organisasi tentang segala sesuatu yang berkaitan dengan permasalahan dan dinamika dalam organisasi.

8. Dimensi Budaya Organisasi

Memaknai Budaya Organisasi, para pakar tampaknya telah mencapai kesepahaman dalam membangun pengertiannya. Kendati demikian, hal ini tidak menyiratkan kesamaan akan dimensi-dimensi yang meliputi budaya organisasi. Nilai-nilai yang mencerminkan Budaya Organisasi belum sepenuhnya mencapai kesepahaman diantara mereka.

Secara ringkas Cox, Jr (1994) mengungkapkan bahwa ada dua dimensi utama dalam budaya organisasi yang dapat dideskripsikan untuk kemudian diperbandingkan diantara beragam organisasi. Hal ini terutama berkaitan dengan kekuatan dan isi di dalam organisasi yang ada. Dimensi kekuatan yang dimaksud adalah sejauh mana norma dan nilai secara jelas dirumuskan dan diberlakukan. Sementara dimensi isi

diantaranya adalah nilai, norma, dan gaya yang spesifik ditetapkan sebagai karakteristik sebuah organisasi.

Beberapa pandangan mengenai dimensi budaya organisasi diantaranya akan dijelaskan dalam bagian berikut. Bahwa terdapat beragam pandangan, ini mengindikasikan pernyataan diatas yang mana belum ada kesepakatan mengenai dimensi dalam budaya organisasi.

Perters & Waterman (1981), menggunakan delapan nilai-nilai budaya dalam perusahaan diantaranya sebagai berikut:

a. A bias for action atau preferensi untuk bertindak

b. Staying close to the customers atau kedekatan dengan pelanggan

c. Auotonomy and entrepreneurship atau otonomi dan kewirausahaan

d. Productivity through people atau produktivitas melalui Sumber Daya Manusia

e. Hand-on, Value Driven atau tuntutan ekskutif pada inti usaha perusahaannya

f. Stick to knitting atau komitmen pada bisnis perusahaan yang paling baik

g. Simple form, lean staff atau sedikit lapisan administratif, sedikit orang yang berada di jenjang atas

h. Simultaneous loose-tight properties atau memantau iklim dedikasi terhadap nilai-nilai sentral.

Ouchi (1981) memakai tujuh jenis nilai untuk mengukur dan membandingkan budaya perusahaan Amerika dan budaya perusahaan Jepang. Adapun hasilnya antara lain:

1) Komitmen pada karyawan 2) Evaluasi terhadap karyawan 3) Karier

4) Kontrol

5) Pembuatan keputusan 6) Tanggungjawab

7) Perhatian pada manusia

Sementara itu riset yang dilakukan oleh Robbins dan Coulter (2004) menunjukkan bahwa ada tujuh dimensi yang secara keseluruhan menangkap hakikat budaya organisasi. Dimensi yang didapatkan dari riset tersebut diantaranya adalah:

a) Inovasi dan Pengambilan Resiko b) Perhatian pada hal yang detail c) Orientasi Hasil

d) Orientasi pada Manusia e) Orientasi Tim

f) Keagresifan g) Stabilitas 9. Pengertian Kinerja

Setiap perusahaan memiliki tujuan dan hal ini diharapkan dicapai oleh kesatuan gerak seluruh sumber daya di dalam perusahaan.Hal ini terlebih juga berkaitan dengan optimalisasi kinerja karyawan dalam mengupayakan pencapaian yang diharapkan. Oleh sebab itu kinerja karyawan sebagai salah satu kunci upaya pencapaian tujuan ini harus mendapat perhatian secara lebih optimal juga.

Secara umum, kinerja dipahami sebagai kesuksesan seseorang dalam melaksanakan suatu pekerjaan. Secara lebih dalam Lawler dan Porter (1967) mengungkapkan bahwa kinerja adalah kesuksesan seseorang dalam melaksanakan tugas. Irianto (2000) mengungkapkan pula bahwa kinerja karyawan adalah prestasi yang diperoleh seseorang dalam melakukan tugas.

Miner (1990) mengemukakan setidaknya ada empat aspek kinerja yakni:

a. Kualitas yang dihasilkan, menerangkan tentang jumlah kesalahan, waktu dan ketepatan dalam melakukan tugas b. Kuantitas yang dihasilkan, berkenaan dengan berapa jumlah

c. Waktu kerja, menerangkan akan berapa alokasi jumlah absen, keterlambatan, serta masa kerja yang telah dijalani karyawan d. Kerja sama, berkaitan dengan bagaimana individu karyawan

membantu atau menghambat rekan sekerjanya

Sementara itu Prawirosentono (1999) menyampaikan ada beberapa faktor yang mempengaruhi kinerja diantaranya:

1) Efektivitas dan Efisiensi 2) Otoritas dan Tanggungjawab 3) Disiplin

4) Inisiatif 10.Penilaian Kinerja

Perusahaan mempunyai tujuan dalam keberlangsungannya sebagai organisasi yang mengupayakan keuntungan. Keuntungan ini tentunya diraih melalui kerja-kerja yang ditentukan juga oleh para karyawannya. Kinerja karyawan adalah salah satu hal yang mendorong pencapaian ini dan oleh karenanya dibutuhkan sebuah penilaian kinerja untuk dapat mengukur prestasi kerja serta kontribusi yang disumbangkan oleh tiap karyawan serta kompensasi yang patut diterima dari perusahaan.

Melakukan penilaian karyawan berdasarkan fungsi dan kinerjanya ini tentunya bukan sebuah perkara yang mudah namun juga bukan perkara sulit. Hal ini bergantung pada aspek pengukuran kinerja

yang ditetapkan oleh perusahaan. Untuk mengetahui seberapa besar kinerja karyawan diperlukan kegiatan khusus untuk mengukurnya. Bernardin dan Russel (1995:383) menyampaikan enam kinerja primer yang dapat dipakai untuk mengukur kinerja. Hal ini diantaranya adalah:

a. Quality, merupakan pelaksanaan kerja mencapai atau mendekati standar tujuan yang hendak dicapai.

b. Quantity, merupakan jumlah yang dihasilkan dalam tiap pekerjaan karyawan.

c. Timeliness, merupakan ukuran waktu pelaksanaan kerja d. Cost Effectiveness. Merupakan optimalisasi sumber daya

organisasi dalam mencapai tujuan yang diharapkan. e. Need for supervision. Merupakan ukuran pengawasan yang

dibutuhkan karyawan dalam menyelesaikan pekerjaannya. f. Interpersonal impact. Merupakan ukuran dalam menjaga

harga diri, nama baik dan kerjasama sesama karyawan.

Sementara Dessler (1997) menyatakan beberapa factor yang digunakan untuk menilai kinerja diantaranya adalah:

1) Keterampilan merencanakan 2) Keterampilan mengorganisasi 3) Keterampilan mengarahkan 4) Keterampilan mengendalikan 5) Keterampilan menganalisa masalah

11.Tolok Ukur Kinerja

Kualitas kerja setiap karyawan pada akhirnya akan mempengaruhi pula kinerja yang bersangkutan. Untuk dapat memacu kinerja karyawan, perusahaan perlu melakukan pengelolaan, pengukuran dan upaya-upaya peningkatan kinerja. Semua ini akan selalu diawali dengan penetapan tolok ukur kinerja. Beberapa syarat yang baik untuk melakukan pengukuran kinerja diantaranya sebagai berikut:

a. Tolok ukur yang baik dapat diukur dengan cara yang dapat dipercaya.

b. Tolok ukur yang baik mampu membedakan setiap karyawan sesuai dengan kinerjanya

c. Tolok ukur yang baik harus responsif terhadap masukan dan tindakan dari para pemangku jabatan

d. Tolok ukur yang baik dapat diterima oleh karyawan yang mengetahui kinerjanya sedang dinilai

Berdasarkan itu Bernandin dan Rusell dalam Gomes (2001) mengungkapkan ukuran kinerja karyawan sebagai berikut:

1) Quantity of work yang berkaitan dengan jumlah kerja dalam suatu periode

2) Quality of work berkaitan dengan kualitas kerja berdasar syarat dan kesiapan

3) Job Knowledge berkaitan dengan luasnya pengetahuan tentang pekerjaan dan keterampian yang dibutuhkan 4) Creativeness, berkaitan dengan gagasan-gagasan yang

dimunculkan dan tindakan-tindakan yang dipilih untuk menyelesaikan kendala pekerjaan

5) Cooperation merupakan kesediaan bekerjasama dengan sesama anggota organisasi

6) Dependability merupakan kesadaran untuk dapat dipercaya dalam pekerjaan

7) Initiative berkaitan dengan semangat untuk melaksanakan pekerjaan baru dan memperbesar tanggungjawab

8) Personal Qualities menyangkut sikap dari karyawan, kepribadian dan integritas.

12.Metode Penilaian Kinerja

Dalam melakukan penilaian kinerja, terdapat beberapa metode yang biasanya digunakan. Referensi yang dapat menjelaskan tentang beberapa metode penilaian kinerja. Setidaknya secara umum penilaian kinerja diklasifikasikan menjadi 2 tipe umum yakni tipe obyektif dan tipe subyektif (Jhon Soeprihanto, 2001: 35). Penilaian tipe obyektif berkaitan dengan pengukuran variabel yang secara operasional dapat menghasilkan data kuantitatif, misalkan data bulanan: produksi, penjualan salesman, dan seterusnya. Bisa pula berkaitan dengan data presensi kehadiran karyawan pada periode tertentu, realisasi jam kerja,

jam lembur dll. Sementara tipe subyektif lebih diarahkan pada pertimbangan kemanusiaan yang memiliki pelbagai kecenderungan seperti terdapatnya kelonggaran, kecenderungan terpusat dan hallo effect. Jadi hal ini lebih tepat diarahkan pada penilaian perilaku yang relevan dengan pekerjaan atau jabatan yang dipegang.

Selain penilaian obyektif dan subyektif, dalam penilaian kinerja perlu juga diperhatiakan penilaian kerja formal dan informal. Penilaian kerja formal berkaitan dengan pengamatan periodik dan terpola. Hal ini biasanya mencakup evaluasi kinerja secara resmi atas kinerja karyawan. Penilaian kinerja informal berlaku pada waktu yang lebih dinamis manakala pimpinan merasa membutuhkan informasi tambahan yang ingin dikomunikasikan.

Mengingat penilaian kinerja ini amat membutuhkan perhatian serius dan terarah, kerap dilakukan kolaborasi penilaian untuk menghasilkan penilaian yang lebih menyeluruh. Untuk melakukan penilaian kinerja terdapat beberapa metode diantaranya metode penilaian tradisional, skala penilaian grafis, metode pemangkatan, ranking alternatif, pembobotan checklist, metode distribusi paksa, dll.

B. Penelitian Sebelumnya

Meninjau beberapa penelitian sebelumnya yang berkaitan dengan topik penelitian ini yakni budaya organisasi dan komunikasi organisasi

maupun yang berhubungan dengan kinerja karyawan, maka berikut dipaparkan beberapa diantaranya:

1. Asfar Halim Dalimunthe, 2009. Pengaruh Budaya Organisasi Terhadap Kinerja Pegawai. Studi pada Dinas Informasi Komunikasi dan Pengolahan Data Elektronik Kota Medan.

Budaya Organisasi mempunyai hubungan dan pengaruh yang cukup kuat terhadap kinerja karyawan. Sebanyak 33,4% pegawai memandang bahwa mereka telah merasakan manfaat budaya organisasi dalam meningkatkan kinerja.

2. Anggraini Diyar, 2008. Pengaruh Komunikasi Organisasi Terhadap Pemahaman Karyawan Tentang Budaya Perusahaan ( Survei Pada PT. Telkom Malang ).

Dari analisis data koefisien determinasi didapatkan kontribusi komunikasi organisasi dengan nilai sebesar 36%, hal ini mengandung arti komunikasi organisasi memberikan kontribusi terhadap pemahaman karyawan tentang budaya perusahaan sebesar 36%, Sedangkan korelasi antara komunikasi organisasi terhadap pemahaman karyawan tentang budaya perusahaan didapatkan nilai sebesar 0,605 dengan demikian dapat dikatakan pengaruh komunikasi organisasi terhadap pemahaman karyawan tentang budaya perusahaan kuat.

C. Kerangka Konseptual Penelitian

Berdasar pada kerangka pemikiran yang digunakan sebagai acuan dalam melihat relasi teori dengan berbagai faktor yang diduga sebagai persoalan mendasar maka perlu dibangun suatu model konseptual. Model ini didasari pada tinjauan pustaka dan penelitian sebelumnya yang terkait. Kerangka konseptual yang coba dibangun adalah sebagai berikut:

1. Variabel X1 yang mewakili komunikasi internal adalah komunikasi satu arah yang terjadi dari atas ke bawah atau dari atasan ke bawah dengan faktor yang diteliti Kebijaksanan Pimpinan, Instruksi, dan Memo Resmi.

2. Variabel X2 mewakili Budaya organisasi meliputi faktor Inovasi dan Pengambilan Resiko, Perhatian pada hal yang detail, Orientasi Hasil, Orientasi pada Manusia, Orientasi Tim, dan Stabilitas.

3. Variabel Y mewakili kinerja karyawan yang dimaksud dalam penelitian ini merupakan hasil kerja karyawan yang meliputi Quantity of Work, Quality of Work, Job Knowledge, Creativeness, Cooperation, dan Initiative.

Keterangan:

Pengaruh secara parsial Pengaruh secara simultan

Gambar II.2

Kerangka Konseptual Penelitian Komunikasi Internal

(Komunikasi ke Bawah) X1

1) Kebijaksanaan Pimpinan 2) Instruksi, dan

3) Memo resmi Kinerja Karyawan

Y 1) Quantity of Work 2) Quality of Work, 3) Job Knowledge, 4) Creativeness, 5) Cooperation, dan 6) Initiative Budaya Organisasi X2

1. Inovasi dan Pengambilan Resiko

2. Perhatian pada hal yang detail 3. Orientasi Hasil

4. Orientasi pada Manusia 5. Orientasi Tim

D. Hipotesis

Hipotesis merupakan pernyataan sementara yang perlu dibuktikan benar atau tidak (Umar:2003). Berkaitan dengan itu perlu dibangun sebuah hipotesis terlebih dahulu untuk dijadikan sebuah rujukan penelitian.

H1: Komunikasi internal berpengaruh terhadap kinerja karyawan pada Rumah Sakit Panti Rapih Yogyakarta

H2: Budaya organisasi berpengaruh terhadap kinerja karyawan pada Rumah Sakit Panti Rapih Yogyakarta

H3: Komunikasi internal dan budaya organisasi secara simultan berpengaruh terhadap kinerja karyawan Pada Rumah Sakit Panti Rapih Yogyakarta

33 BAB III

METODE PENELITIAN

Dokumen terkait