• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN

F. Landasan Teori

Sebelum masuk pada pokok pembahasan, penulis perlu menguraikan beberapa konsep yang dipergunakan dalam penelitian ini yakni mengenai konsep karakter kejawaan, arsitektur rumah Jawa, dan gereja Katolik. Hal ini bertujuan untuk memperjelas arti dari beberapa kata penting yang sering kali digunakan dalam pembahasan sehingga ada kesamaan pandang.

Setiap kebudayaan memiliki karakteristiknya masing-masing. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, kebudayaan merupakan hasil kegiatan dan

12

penciptaan batin (akal budi) manusia seperti kepercayaan, kesenian dan adat istiadat. Salah satu bentuk budaya yang ada di Indonesia yakni budaya Jawa. Budaya Jawa ini dianut oleh suku Jawa, baik yang menetap di Jawa ataupun di pulau yang berbeda.17 Budaya Jawa yang melekat ini kemudian muncul sebagai karakter kejawaan. Dalam penulisan ini pengertian kejawaan merupakan kondisi budaya Jawa yang dihayati oleh masyarakat Jawa yang terlihat dari aspek-aspek kehidupan yang dijalani.

Unsur kebudayaan yang dimiliki suku-suku di Indonesia berbeda antara yang satu dengan yang lainnya. Unsur kebudayaan masyarakat pada kesenian yang dapat dilihat dari seni kriya, seni pertunjukan, seni sastra dan seni lainnya.18 Pada seni kriya ini tampak pada seni ukir dekoratif, dan seni arsitektur atau seni membangun sebuah bangunan tertentu.

Kearifan lokal yang dimiliki oleh berbagai daerah tampak dari seni kriya dalam rupa arsitektur bangunannya. Kearifan lokal tersebut berasal dari sebuah tradisi, kondisi lingkungan, kondisi sosial, serta unsur-unsur terkait yang mempengaruhi bentuk suatu bangunan di suatu daerah tertentu. Pengertian arsitektur berdasarkan Kamus Besar Bahasa Indonesia yaitu seni dan ilmu merancang serta membuat konstruksi bangunan, jembatan, dan sebagainya serta metode dan gaya rancang suatu konstruksi bangunan.19 Bagi masyarakat dulu, arsitektur diungkapkan sebagai nilai yang melekat pada karya budaya mereka, yang di dalamnya tersirat idealisme dan perilaku mereka pada waktu itu.20

17

http://id.wikipedia.org/wiki/Kejawen diunduh pada tanggal 20 Mei 2015 pukul 19.00.

18 H.B Hery Santosa, op.cit., hlm. 119.

19 Kamus Besar Bahasa Indonesia.

13

Dalam masyarakat Jawa dikenal berbagai bentuk bangunan rumah antara lain rumah bentuk kampung, rumah bentuk penggang, rumah limasan dan rumah joglo. Rumah joglo dan rumah limasan merupakan jenis rumah yang familiar di Jawa, khususnya di Daerah Istimewa Yogyakarta.

Gb. 1. Bentuk Rumah Joglo (Sumber: www.google.com)

Gb. 2. Bentuk Rumah Limasan Tradisional (Sumber: www.google.com)

14

Rumah joglo umumnya dimiliki oleh orang-orang yang mampu. Hal itu karena untuk membangun rumah Joglo dibutuhkan bahan bangunan yang lebih banyak dan lebih mahal. Masyarakat kalangan menengah ke bawah lazimnya tidak dapat membangun rumah tradisional jenis joglo tersebut. Selain harga bahan bangunannya yang mahal, bila rumah joglo tersebut mendapat kerusakan dan perlu diperbaiki, tetapi tidak boleh merubah dari bentuk semula. Sebab kalau dilanggar bisa menimbulkan pengaruh yang kurang baik pada penghuni rumah.21

Rumah joglo merupakan bangunan yang sempurna bagi masyarakat Jawa. Bangunan ini memiliki ukuran yang lebih besar dibandingkan dengan jenis rumah tradisional masyarakat Jawa kebanyaka. Ciri umum bentuk bangunan joglo adalah penggunaan “blandar” bersusun yang disebut “blandar tumpangsari”22

. Di bagian penyangga “blandar tumpangsari” terdapat empat buah tiang pokok yang terletak di tengah yang disebut “soko guru”. Sebagai penyangga atau kerangka lainnya terdapat “sunduk”, berfungsi sebagai penyiku atau penguat bangunan agar tidak berubah posisinya. Oleh sebab itu letaknya pada ujung atas “saka guru” di bawah “blandar”.23

Bangunan berukuran bujur sangkar ini mengalami perubahan seiring perkembangan jaman. Beberapa variasi bentuk bangunan joglo diantaranya: rumah joglo lawakan, rumah joglo sinom, rumah joglo jompongan, rumah joglo pangrawit, rumah joglo mangkurat, rumah joglo hageng, dan rumah joglo

21 R. Ismunandar K, op.cit., hlm. 93.

22 Blandar tumpangsari merupakan “blandar” bersusun ke atas dan semakin melebar.

15

tinandhu. Perbedaan mendasar dari berbagai jenis joglo tersebut terdapat di atap bangunan (empyak), brunjung, serta pengeret.24

Selain rumah joglo, rumah limasan merupakan salah satu jenis rumah tradisional masyarakat Daerah Istimewa Yogyakarta (D.I.Y) yang dapat dibuat oleh berbagai kalangan masyarakat. Bentuk rumah limasan ini memiliki denah empatpersegi panjang dan dua buah atap (kenjen atau cocor) serta dua atap lainnya (brunjung) yang bentuknya jajaran genjang sama kaki. Kata limasan ini diambil dari kata “lima-lasan”, yakni perhitungan sederhana menggunakan ukuran-ukuran : “molo” 3 meter dan “blandar” 5 meter. Tetapi bila “molo” berukuran 10 meter, maka “bladar” harus memakai ukuran 15 meter.25

Kenjen atau cocor cenderung untuk berubah. Karena rumah limasan mengalami penambahan sisi-sisinya yang disebut empyak emper atau atap emper, menimbulkan variasi baru dari rumah limasan kontemporer. Variasi bentuk rumah limasan antara lain: rumah limasan lawakan, rumah limasan gajah ngombe, rumah limasan gajah njerum, rumah limasan apitan, rumah limasan klabang nyander, rumah limasan pacul gowang, rumah limasan gajah mungkur, rumah limasan cere gancet, rumah limasan apitan pengapit, rumah limasan lambang emplok, rumah limasan semar tinandhu, rumah limasan traiumas lambang gantung, rumah limasan trajumas, rumah limasan sinom, dan rumah limasan lambang sari.26

24 Ibid., hlm. 54-60.

25 Ibid., hlm. 43.

16

Persamaan dari kedua jenis rumah tradisional Jawa tersebut, terdapat susunan ruangan yang biasanya dibagi menjadi tiga bagian, yaitu ruangan pertemuan yang disebut dengan pendhapa, ruang tengah atau disebut pringgitan, dan ruang belakang yang disebut dengan dalem atau omah jero sebagai ruang keluarga.27 Dalam ruangan itu terdapat tiga buah kamar (senthong) yaitu senthong kiwa, senthong tengah (petanen) dan senthong kanan.

Susunan ruangan rumah bentuk joglo lebih jelas dibandingkan dengan susunan ruangan rumah Jawa lainnya. Oleh karena itu rumah joglo tersebut

27 Ibid., hlm. 60. 4d a b c 1 2 3 4d 4d

Gb. 3. Skema ruang rumah Limasan (Sumber: Joglo Arsitektur Rumah Tradisional Jawa)

Keterangan : 1. Ruang depan 2. Ruang tengah 3. Ruang belakang a. Senthong kiwa b. Senthong tengah c. Senthong kanan 4. d. kamar tambahan Keterangan : 1. Pendhapa 2. Pringitan 3. Dalem a. Senthong kiwa b. Senthong tengah c. Senthong kanan

Gb. 4. Skema ruang rumah Joglo masyarakat biasa (Sumber: Joglo Arsitektur Rumah Tradisional Jawa)

1

a b c

3 2

17

dikatakan sebagai rumah dengan tipe yang lengkap dan tepat bagi masyarakat Jawa. Ada dua jenis tipe rumah joglo berdasarkan status kepemilikan, pertama ialah rumah joglo milik orang biasa dan rumah joglo milik golongan bangsawan (ningrat). Susunan ruang pada rumah bentuk joglo biasanya disesuaikan dengan jumlah anggota keluarga. Jadi semakin banyak anggota keluarga itu, makin banyak ruangan yang dibutuhkan. Pada prinsipnya semua kamar dalam ruangan menghubungkan antara tiang yang satu dengan tiang lainnya dan tepat di bawah “blandar”.28

Rumah yang dimiliki golongan bangsawan (ningrat) biasanya dibangun lebih lengkap. Di bagian depan rumah biasanya terdapat sebuah bangunan pendhapa yang berbentuk joglo terbuka, semakin ke dalam ada sebuah bangunan utama biasanya berbentuk limasan yang di dalamnya terdapat berbagai ruangan yang terdapat dalam rumah limasan pada umumnya. Di sebelah kiri kanan “dalem” ada bangunan kecil memanjang disebut dengan gandhok yang memiliki kamar-kamar.

28 Ibid., hlm. 61.

Keterangan :

1. Pendhapa (bangunan joglo dengan ruang terbuka) 2. Pringitan 3. Dalem a. Senthong kiwa b. Senthong tengah c. Senthong kanan 4. Gandhok

Gb. 5. Skema ruang rumah Joglo golongan ningrat (Sumber: Joglo Arsitektur Rumah Tradisional Jawa)

a b c 1 2 3 4 4

18

Setelah sedikit memahami tentang yang dimaksud dengan kejawaan dan arsitektur rumah Jawa, perlu dipahami lagi mengenai yang dimaksud gereja dalam skripsi ini. Gereja merupakan persekutuan para orang beriman,29 orang-orang yang percaya kepada Tuhan Allah atau kepada Kristus dan telah dibaptis secara Kristiani. Namun, pengertian Gereja tidak hanya dalam bentuk persekutuan umat melainkan juga kondisi fisiknya, yaitu bangunan, tempat berkumpulnya umat untuk melakukan ibadah.

Bangunan gereja di Indonesia banyak yang menyerupai bangunan-bangunan rumah di Eropa, karena agama Katolik di Indoneisa pertama kali disebarkan oleh pastor-pastor Eropa. Pada masa awal perkembangan agama Katolik di Indonesia, bangunan gereja masih menggunakan tempat terbuka atau rumah-rumah orang yang sudah memeluk agama Katolik. Karena semakin banyak yang mulai memeluk agama Katolik, dibangunlah sebuah tempat khusus untuk mereka beribadat.

Di pulau Jawa, terutama di Jawa Tengah dan Jawa Timur bentuk bangunan yang didirikan oleh orang-orang Belanda pada tahun 1920-an biasanya sudah ada perpaduan dengan arsitektur tradisional masyarakat lokal. Ciri khas bangunan Belanda seperti itu antara lain; 1) memiliki denah simetris, pilar di serambi depan dan belakang, 2) menggunakan tempelan batu kali pada tampak depan bangunan, 3) adanya tower (pada bangunan gereja diganti dengan lonceng gereja), serta 4) memiliki ventilasi yang cukup besar. Sebagai tempat peribadatan, gereja yang

19

dibangun oleh orang-orang Belanda cenderung berbentuk simetris menyerupai salib ( † ).

Di beberapa daerah di Jawa Tengah, Jawa Timur dan Bali terdapat gereja-gereja tua yang dalam arsitektur mengalami perpaduan budaya Eropa dan Indonesia, antara lain 1) Gereja Puhsarang di Kediri tahun 1936 yang menyerupai gunung, 2) Gereja Tri Tunggal Maha Kudus di Bali tahun 1937 yang menyerupai pura, dan 3) Gereja Ganjuran di Yogyakarta tahun 1924.30 Beberapa gereja tersebut memiliki arsitektur tradisional yang diterapkan dalam peribadatan agama Katolik. Bagi masyarakat Jawa, arsitektur gereja yang menyerupai rumah tradisional membuat mereka lebih nyaman dan lebih sakral dalam melakukan upacara religinya

Dokumen terkait