• Tidak ada hasil yang ditemukan

LANDASAN TEORI

A. Pendidikan Karakter 1. Hakekat Pendidikan

Pendidikan berasal dari bahasa Yunani (paedagogie), terdiri dari kata “PAIS”, artinya anak, dan “AGAIN” diterjemahkan membimbing, jadi paedagogie artinya bimbingan yang diberikan kepada anak.

Adapun pengertian pendidikan dari beberapa ahli yaitu menurut John Deway, pendidikan adalah proses pembentukan kecakapan-kecakapan fundamental secara intelektual dan emosional kerah alam dan sesama manusia. Sedangkan Rousseau berpendapat bahwa pendidikan adalah memberi kita perbekalan yang tidak ada pada masa anak-anak, akan tetapi kita membutuhkannya pada waktu dewasa.

Hidup bersama kesatuan Tritunggal ayah-ibu-anak, dimana terjadi pemanusiaan anak dengan mana dia berproses untuk akhirnya memanusia sendiri sebagai manusia purnawan. Selain itu juga pendidikan menurut Driyarkara adalah kesatuan Tritunggal ayah-ibu-anak, dimana terjadi pembudayaan anak, dengan mana dia berproses untuk akhirnya bisa membudaya sendiri sebagai manusia purnawan (Driyarkara, 2006:376-378).

Ki Hajar Dewantara mengartikan bahwa pendidikan sebagai upaya untuk memajukan budi pekerti, pikiran serta jasmani anak, agar dapat memajukan

kesempurnaan hidup dan menghidupkan anak yang selaras dengan alam dan masyarakatnya (Hidayat, 2006).

Pendidikan memiliki arti yang beda-beda akan tetapi pendidikan merupakan kegiatan manusiawi. Tindakan mendidik memang secara khas hanya berlaku bagi sebuah kegiatan yang dilakukan oleh manusia (Doni Koesoema, 20:54).

Sebagai sebuah kegiatan manusiawi, pendidikan membuat manusia membuka diri terhadap dunia. Manusia berkembang melalui kegiatan membudaya dalam memaknai sejarahnya di dunia ini, memahami kebebasannya yang selalu ada dalam situasi agar mereka semakin mampu memberdayakan dirinya. Dalam bahasa Driyarkarya, kondisi ini disebut sebagai “pengangkatan diri sendiri di atas kodrat alam dan dunia materia di atas determinismenya”(Doni Koesoema, 20:55). Dalam konteks modern dan kontemporer, istilah pendidikan senantiasa diletakkan dalam kerangka kegiatan dan tugas yang ditujukan bagi sebuah angkatan atau generasi yang sedang ada dalam masa-masa pertumbuhan. Oleh karena itu, pendidikan lebih mengarahkan dirinya pada pembentukan dan pendewasaan pengembangan kepribadian individu yang mengutamakan aspek-aspek dinamis dan aktif, seperti proses pengembangan dan pembentukan diri secara terus menerus (on going formation) (Doni Koesoema, 20:60).

Pendidikan bukan hanya melengkapi apa yang kurang dalam kodrat kita, melainkan lebih sebagai sebuah perjumpaan yang menumbuhkan. Pendidikan berarti “proses seleksi sebuah dunia yang bertindak terhadap individu melalui pribadi lain”. Pendidikan tidak dapat dilepaskan dari perhatian adanya kebradaan

orang lain yang ikut campur dan memengaruhi pembentukan diri kita (Doni Koesoema, 20:62).

Driyarkara, memahami pendidikan dalam konteks komunikatif. Pendidikan tidak lain merupakan sebuah proses komunikasi yang autentik antarmakhluk yang berada. Ia memandang pendidikan “sebagai komunikasi eksistensia manusiawi yang autentik kepada manusia muda supaya dimiliki, dilanjutkan, dan disempurnakan”. Komunikasi ini terlaksana dalam kesatuan interpersonal antara pendidik dan anak didik (Doni Koesoema, 20:62).

2. Pendidikan Karakter

Menurut Doni Koesoema (2010:79 – 80), karakter diasosiasikan dengan temperamen yang memberinya sebuah definisi yang menekankan unsur psikososial yang dikaitkan dengan pendidikan dan konteks lingkungan. Karakter juga dipahami dari sudut pandang behavioral yang menekankan unsur somatopsikis yang dimiliki oleh individu sejak lahir. Di sini, karakter dianggap sama dengan kepribadian. Kepribadian dianggap sebagai ciri atau karakteristik atau gaya atau sifat khas dari diri seseorang, yang bersumber dari bentukan-bentukan yang diterima dari lingkungan, misalnya keluarga pada masa kecil dan bawaan seseorang sejak lahir.

Selain itu, Doni Koesoema berpendapat bahwa, pendidikan karakter adalah sebuah peluang bagi penyempurnaan diri manusia, yang mana pendidikan karakter sebagai sebuah usaha manusia untuk menjadikan dirinya sebagai manusia

yang berkeutamaan serta pendidikan karakter merupakan hasil dari usaha manusia dalam mengembangkan dirinya sendiri.

Pembentukan karakter merupakan salah satu tujuan pendidikan nasional. Pasal UU I SISDIKNAS tahun 2003 menyatakan bahwa di antara tujuan pendidikan nasional adalah mengembangkan potensi peserta didik untuk memiliki kecerdasan, kepribadian, dan akhlak mulia (Asmani, 2012:29).

Pembentukan nilai-nilai karakter bangsa ini merupakan suatu proses yang panjang, yang harus dimulai dari sistem pendidikan terkecil yaitu dalam keluarga lalu merambat ke sekolah-sekolah. Pembentukan nilai-nilai akan terwujud jika dilakukan dengan serius, sungguh-sungguh, konsisten, dan kreatif oleh pihak-pihak terkait.

Sementara itu, menurut Doni Koesoema (dalam Asmani, 2012) pendidikan karakter mampu menjadi penggerak sejarah menuju Indonesia emas yang dicita-citakan. Dalam pendidikan karakter, manusia dipandang mampu mengatasi determinasi di luar dirinya sendiri. Dengan adanya nilai yang berharga dan layak diperjuangkan, ia dapat mengatasi keterbatasan yang dimiliki. Sehingga nilai-nilai yang diyakini oleh individu yang terwujud dalam keputusan dan tindakan menjadi motor penggerak.

Berdasarkan fakta-fakta yang telah disebutkan dalam Bab I mengenai Bangsa kita maka sangat pentinglah pendidikan karakter diajarkan mulai sejak dini. Selain itu juga pendidikan karakter penting diajarkan karena menurut Asmani (2012) menuliskan bahwa kesuksesan seseorang tidak semata-mata ditentukan oleh pengetahuan dan keterampilan teknis (hard skill), tetapi juga oleh

keterampilan mengelola diri dan orang lain (soft skill). Dalam banyak riset tentang pendidikan karakter, pendidikan karakter yang didesain dengan baik dapat mengurangi angka kekerasan, bolos, bullying, vandalisme dalam lembaga pendidikan (Jannakos, 2005; Doni Koesoema, 2012).

Menurut Suparno (2012:3 – 5) Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemdikbud) dalam beberapa workshop kepala sekolah dan beberapa guru di berbagai sekolah, telah merumuskan 18 nilai yang dianggap sebagai nilai karakter bangsa yang perlu ditanamkan pada anak didik di sekolah. Beberapa nilai itu adalah sebagai berikut: religious, jujur, toleransi, disiplin, kerja kears, kreatif, mandiri, demokratis, rasa ingin tahu, semangat kebangsaan, cinta tanah air, mengabdi prestasi, bersahabat, cinta damai, gemar membaca, peduli sosial, peduli lingkungan, dan tanggung jawab (tabel 1).

Tabel 1. Nilai Pendidikan Budaya dan Karakter Bangsa

No Nilai Karakter Deskripsi

1 Religius Sikap dan perilaku yang patuh dalam melaksanakan ajaran agama yang dianutnya, toleran terhadap pelaksanaan ibadah agama lain, serta hidup rukun dengan pemeluk agama lain.

2 Jujur Perilaku yang didasarkan pada upaya menjadikan dirinya sebagai orang yang selalu dapat dipercaya dalam perkataan, tindakan, dan pekerjaan.

3 Toleransi Sikap dan tindakan yang menghargai perbedaan agama, suku, etnis, pendapat, sikap, dan tindakan orang lain yang berbeda dari dirinya.

4 Disiplin Tindakan yang menunjukkan perilaku tertib dan patuh pada berbagai ketentuan dan peraturan.

5 Kerja Keras Perilaku yang menunjukkan upaya sungguh-sungguh dalam mengatasi berbagai hambatan belajar, tugas, dan menyelesaikan tugas dengan sebaik-baiknya.

6 Kreatif Berpikir dan melakukan sesuatu yang menghasilkan cara atau hasil baru berdasarkan sesuatu yang telah dimiliki.

7 Mandiri Sikap dan perilaku yang tidak mudah tergantung pada orang lain dalam menyelesaikan tugas-tugas .

8 Demokratis Cara berpikir, bersikap, dan bertindak yang menilai sama hak dan kewajiban dirinya dan orang lain.

mendalam dan meluas dari sesuatu yang dipelajarai, dilihat, dan didengar.

10 Semangat Kebangsaan

Cara berpikir, bertindak, dan berwawasan yang menempatlan kepentingan bangsa dana Negara di atas kepentingan diri dan kelompoknya.

11 Cinta tanah air Cara berpikir, bersikap, dan berbuat yang menunjukkan kesetiaan, kepedulian, dan penghargaan,yang tinggi terhadap bangsa, lingkungan fisik, social, budaya, ekonomi dan politik bangsa.

12 Menghargai Prestasi

Sikap dan tindakan yang mendorong dirinya untuk menghasilkan sesuatu yang berguna bagi masyarakat, mengakui, dan

menghormati keberhasilan orang lain. 13 Bersahabat atau

komunikasi

Tindakan yang memperlihatkan rasa senang berbicara, bergaul, dan bekerjasama dengan orang lain.

14 Cinta damai Sikap, perkataan, dan tindakan yang menyebabkan orang lain merasa senang dan aman atas kehadiran dirinya.

15 Gemar membaca

Kebiasaan menyediakan waktu untuk membaca berbagai bacaan yang memberikan kebajikan bagi dirinya.

16 Peduli social Sikap dan tindakan yang selalu ingin memberi bantuan kepada orang lain dan masyarakat yang membutuhkan.

17 Peduli lingkungan

Sikap dan tindakan yang selalu berupaya mencegah kerisakan lingkungan alam di sekitarnya dan mengembangkan upaya-upaya untuk memperbaiki kerusakan alam yang sudah terjadi.

18 Tanggung jawab

Sikap dan perilaku seseorang untuk melaksanakan tugas dan kewajibannya, yang seharusnya dia lakukan, terhadap diri sendiri, masyarakat, lingkungan (alam, social, dan budaya), Negara dan Tuhan Yang Maha Esa.

B. Pendidikan Karakter Pelajaran Fisika 1. Hakekat Fisika

Fisika adalah cabang dari Ilmu Pengetahuan Alam (sains). Oleh karena itu, hakikat fisika dapat ditinjau dan dipahami melalui hakikat sains (Kartika, 1998). Kartika Budi (1998:161) dengan menyimpulkan beberapa aspek penting tentang hakekat fisika oleh beberapa tokoh antara lain:

a) Menurut Conant, sains adalah bangunan atau deretan konsep dan skema konseptual (conceptual schemes) yang saling berhubungan sebagai hasil dari eksperimentasi dan observasi, yang berguna dan bernilai untuk eksperimentasi serta observasi selanjutnya (Kuslan dan Stone, 1978).

b) Fisher menuliskan sains adalah bangunan pengetahuan yang diperoleh menggunakan metode berdasarkan observasi.

c) Campbell mendefinisikan sains adalah pengetahuan (knowledge) yang bermanfaat dan praktis, dan cara atau metode untuk memperolehnya.

d) Bube mengungkapkan sains adalah pengetahuan tentang alam yang diperoleh melalui interaksi dengannya.

e) Kemany seorang filsuf mengemukakan sains adalah semua pengetahuan yang dibangun (diperoleh) melalui metode keilmuan (Fischer, 1975).

f) Zen mendefinisikan sains adalah suatu eksplorasi ke alam materi berdasarkan observasi, dan yang mencari hubungan-hubungan alamiah yang teratur mengenai fenomena yang dialami serta bersifat mampu menguji diri sendiri. g) Carin dan Sund berpendapat sains adalah suatu sistem untuk memahami

semesta melalui data yang dikumpulkan melalui observasi atau eksperimen yang dikontrol.

h) Menurut Dawson, sains adalah aktivitas pemecahan masalah oleh manusia yang termotivasi oleh keingintahuan akan alam disekelilingnya dan keinginan untuk memahami, menguasai, dan mengolahnya demi memenuhi kebutuhan.

Sebagai bagian dari pendidikan sains, pendidikan fisika punya tiga unsur: pengetahuan, proses, dan sikap (Martin, 1991:102 – 103; Suparno, 2012:6 – 7). Pertama, pendidikan fisika membantu siswa mengerti gejala alam, hukum-hukum alam dan teori yang mendasarinya.Inilah aspek pengetahuan dari pendidikan fisika. Maka siswa dibantu mengerti hukum Newton, hukum pemantulan cahaya, dua sifat cahaya sebagai gelombang dan partikel, hukum kekekalan energi, teori

atom, prinsip ketidakpastian dan lain-lain. Dengan mengerti hukum dan teori fisika yang ada, siswa dibantu lebih mengerti alam dan geraknya secara benar.Siswa dibantu lebih memahami alam semesta sehingga dapat menggunakan, mengolah, dan menghidupinya dengan lebih baik dan tepat.

Kedua, pendidikan fisika membantu siswa untuk mengerti proses atau ketrampilan dan cara kerja fisika. Siswa dibantu untuk mengerti bagaimana fisikus melakukan percobaan dan mengambil kesimpulan.Secara umum inilah yang disebut metode ilmiah yang digunakan oleh fisika.Langkahnya: ada persoalan, membuat hipotesa, melakukan percobaan, mengumpulkan data menganalisa data, dan menyimpulkan apakah hipotesanya benar atau tidak. Dengan metode ilmiah ini jelas siswa diajari berpikir rational, berpikir dengan data dan bukti, serta analisis berdasarkan kaidah-kaidah tertentu.Maka siswa tidak diajari mengambil keputusan lewat rasa, tetapi lewat penalaran.

Ketiga, pendidikan fisika membantu siswa mengembangkan sikap belajar fisika, seperti sikap jujur, disiplin, teliti, obyektif, setia pada data, daya tahan dengan persoalan yang ada, kerjasama dengan orang lain. Sikap-sikap ini dihidupi dan dikembangkan oleh para fisikus dalam penelitian dan dalam mengembangkan ilmu mereka.

Norman Lederman (2007:833) dalam Suparno (2012:7) menjelaskan apa hakekat dari sains (termasuk fisika). Bagi dia sains (termasuk fisika, biologi, kimia) adalah (1) body of knowledgeberarti fisika lebih dilihat sebagai kumpulan hukum dan teori fisika; (2) method berarti fisika dilihat sebagai proses menemukan hukum itu. Inilah yang disebut sebagai metode ilmiah; and (3) way of

knowing berarti mengacu pada epistemologi sains, yaitu sains sebagai cara mengerti, sebagai nilai dan beliefs, dapat disebut sebagai sikap yang diperlukan dalam belajar fisika.

2. Nilai Karakter Pada Fisika

Mata pelajaran fisika, mampu membawa anak dalam suatu perubahan. Perubahan tersebut dapat dilihat dari aspek pengetahuan, proses, dan juga sikap pendidikan fisika.

a) Pengetahuan atau isi fisika

Guru fisika diharapkan dapat membantu siswa dalam menangkap nilai-nilai kemanusiaan dari pengetahuan itu sendiri. Misalnya: Dari belajar tentang susunan tatasurya yang begitu teratur dan mengagumkan, siswa dapat semakin sadar akan kuasa Tuhan yang menciptakan semua itu. Dari situlah siswa semakin sadar betapa kecilnya diri mereka dibandingkan dengan alam semesta ini.Kesadaran ini yang membawa siswa semakin memuliakan Tuhan dan memuji-Nya.

Dari belajar tentang pengertian ketidakpastian dan relativitas, siswa dapat dibantu untuk mengerti bahwa ada ketidakmutlakan dalam hidup dan ada ketidakpastian dalam hidup ini. Dengan pengertian itu siswa dapat dibantu untuk dapat lebih mengahargai orang lain, menghargai ciptaan, dan menghargai Tuhan. Selain itu, dengan mengerti fisika kuantum, siswa semakin dibantu untuk menyadari akan ketidakjelasan dan ketidakpastian dalam hidup, akan keterbatasan

kita, akan perlunya penghargaan kepada orang lain, toleransi dan kerjasama (bdk. Capra, F., 1991; Suparno, 2009:286–288; Suparno, 2012:8–9).

Dengan mengerti hukum kekekalan energi dan kesetimbangan termal secara mendalam, siswa dibantu untuk semakin sadar bahwa energi dunia ini terbatas, dan perlu digunakan adil untuk semua manusia. Nilai-nilai yang didapat adalah kesadaran akan kebutuhan energi orang lain, kerelaan berbagi energi, menjaga keseimbangan energi di dunia ini dapat digali. Dengan kesadaran itu, siswa akan terdorong melakukan hemat energi dan bahkan cinta lingkungan (Suparno, 2012:9).

b) Aspek proses

Dari pengalaman melakukan percobaan fisika dimana siswa belajar mengambil kesimpulan dengan berbasis data dan analisis kritis, siswa dibantu untuk berpikir rational, kritis dan mengambil keputusan berdasarkan data yang valid. Hal ini akan menjadikan mereka dalam pengambilan keputusan di luar pelajaran juga semakin rational, berdasarkan data, dan obyektif. Dengan harapan mereka tidak mudah untuk berbuat kenakalan atau tawuran yang lebih berdasarkan emosi dan rasa belaka. Bila mereka mengalami konflik dan dikritik orang lain, mereka dapat berpikir tenang, dan menanggapi secara rational. Kemampuan berpikir rational dan obyektif dapat membantu orang untuk berkomunikasi, berdebat, dan menghargai gagasan orang lain yang berbeda (Suparno, 2012:9).

Menurut Suparno (2012:10), penggunaan model praktikum dan kerja kelompok dalam praktikum atau proyek fisika, dapat digunakan untuk membantu

siswa lebih belajar bekerjasama dengan teman-teman lain. Penelitian tentang dampak praktikum termofisika bagi mahasiswa semester I, juga menunjukkan bahwa kerja kelompok menjadikan mereka lebih suka membantu dan akrab sebagai saudara.

c) Aspek sikap

Ada beberapa nilai sikap yang dituntut dalam belajar fisika dan dalam praktikum fisika yang dapat membantu siswa untuk dilatih, untuk dikembangkan, dan dipraktikan dalam kehidupan mereka. Beberapa nilai sikap itu adalah: jujur dalam mencatat data waktu praktikum, jujur dalam mengerjakan soal dan pekerjaan rumah, disiplin dalam mengerjakan soal dan mengerjakan PR dengan mengumpulkan tepat waktu, teliti dalam mengerjakan persoalan fisika sehingga dapat mengerjakan dengan benar, bertahan dalam mengerjakan soal yang sulit, bertekun dalam menyelesaikan tugas yang diberikan, tidak mencontek dalam ulangan dan juga dalam membuat laporan praktikum.

Pada hasil penelitian dalam praktek penanaman nilai para guru IPA dan Matematika Yayasan Santa Ursula, Bumi Serpong mampu menanamkan nilai kejujuran, cinta kasih, tanggung jawab, disiplin diri, kerjasama, kepekaan, dan peduli pada siswa lewat bidang mereka (Suparno, 2005).

Di bawah ini merupakan tabel contoh nilai pada pendidikan fisika menurut Suparno (2012:11).

Tabel 2. Contoh Nilai pada Pendidikan Fisika

Aspek Inti Nilai yang Diambil

Pengetahuan Fisika

Hukum Newton Keteraturan alam makro, Keselarasan alam, menghargai alam dengan hukumnya, taat hukum. Ketidakpastian

(relativitas),teori kuantum

Ketidakmutlakan, dapat menerima perbedaan, menghargai perbedaan, menghormati Tuhan dan sesama. Kesetimbangan termal, asas

Black.

Kerelaan saling berbagi, saling memberi, agar dapat keseimbangan.

Yang diberikan sama dengan yang diterima, tidak ada korupsi.

Yang mempunyai lebih, diberikan kepada yang lemah.

Proses Metode ilmiah, praktikum Taat pada data; berpikir rational; ambil keputusan berdasarkan data;

Tidak emosional. Praktikum, Proyek

bersama.

Belajar hidup bersama, kerjasama sebagai saudara dalam perbedaan; multibudaya. Sikap Jujur dalam praktikum,

pengumpulan data.

Jujur dalam bertindak; anti penipuan; anti korupsi.

Teliti dalam pengamatan Teliti dalam melakukan tugas. Disiplin dalam belajar,

dalam tugas.

Disiplin dalam hidup. Daya tahan dalam

percobaan, dalam kerjakan tugas sulit.

Daya tahan dalam hidup yang tidak selalu berhasil.

3. Pendidikan Karakter Melalui Pelajaran Fisika

Pada hakekat pendidikan fisika telah banyak dijelaskan bahwa pendidikan fisika menyumbang pendidikan nilai-nilai kemanusiaan. Unsur pengetahuan, proses dan sikap mampu membantu perkembangan nilai karakter bangsa. Disini jelas terlihat bahwa pendidikan fisika ikut ambil bagian dalam pembentukan karakter bangsa, lewat pendidikan nilai karakter bangsa. Secara rinci dapat dilihat pada tabel di bawah ini:

Tabel 3. Contoh Sumbangan Pengetahuan Fisika pada Pendidikan Karakter Bangsa

Pengetahuan Fisika Nilai Karakter Bangsa Perlu dilakukan guru

Sistem tatasurya, dengan segala keteraturannya.

Ketuhanan, religiositas taat hukum.

Guru mengajak refleksi dengan bertanya agar siswa kagum akan Tuhan yang mengatur dan mencipta semuanya. Ketidakpastian; relativitas;

teori kuantum.

Multikultural Guru mengajak siswa berefleksi. Energi nuklir, reaksi inti,

reaktor nuklir.

Penghargaan pada pribadi manusia, berpikir kepentingan umum. Ketelitian.

Mengajak refleksi, membantu siswa aktif mengungkapkan gagasan mereka.

Kekekalan energi;

kesetimbangan termal; asas Black.

Keadilan; empati pada orang kecil; kerelaan berbagi dan memberi.

Guru membantu siswa refleksi dan mengambil makna. Hukum-hukum fisika Ketaatan pada hukum Mengajak refleksi tentang

ketaatan pada aturan dan hukum.

b) Proses Fisika menyumbang Pendidikan Nilai Karakter Bangsa Tabel 4. Contoh Proses Fisika yang Menyumbang

Pendidikan Nilai Karakter Bangsa

Proses Fisika Nilai Karakter Bangsa Perlu Dilakukan Guru

Praktikum dan proyek kelompok

Semangat multicultural Penghargaan pada pribadi Keadilan

Kejujuran Daya tahan

Ketaatan pada hukum

Guru membantu refleksi dana menekankan nilai yang ditemukan. Guru membantu siswa

aktif menggali nilai dari pengalaman yang dialami. Tutorial pada siswa

yang lemah studi

Empati pada orang kecil, miskin

Guru memfasilitasi, mengkoordinir Kerja ilmiah: ambil

data, analisis, penyimpulan.

Rationalitas, obyektivitas Teliti, jujur

Guru membantu refleksi dan meneguhkan. Tugas pribadi: kerjakan

soal sulit, PR, Presentasi. Daya tahan Disiplin Kejujuran Tanggungjawab

Guru memberikan tugas yang tepat.

Mencari sumber-sumber energi dan kekhasan tanah air. Penelitian di daerah lain.

Cinta tanah air Guru memberikan tugas dan membantu refleksi.

c) Sikap Belajar Fisika menyumbang Pendidikan Nilai Karakter Bangsa Tabel 5. Contoh Sikap Belajar Fisika yang Menyumbang

Pendidikan Nilai Karakter Bangsa

Sikap Belajar Fisika Nilai Karakter

Bangsa

Perlu Dilakukan Guru

Kejujuran dalam praktikum, dalam kerjasama dengan teman, menunjukkan kita menghormati Tuhan.

Ketuhanan, reliogisitas

Guru membantu dalam refleksi dan menekankan nilai yang ditemukan bersama siswa. Rela dikelompokkan dengan

teman yang beda suku, etnik, latar belakang ekonomi. Tidak pilih-pilih teman kelompok.

Semangat multikultural

Guru mengatur pemilihan kelompok agar

multikultur. Menghormati teman dan guru

dalam belajar.

Penghargaan pada pribadi manusia.

Guru menekankan dan meneguhkan.

Adil dalam kerjasama dan pembagian tugas.

Keadilan Guru ikut memantau, mengevaluasi. Mau menolong teman yang

lemah; rela membantu.

Empati pada orang kecil, miskin

Guru mengkoordinir, memfasilitasi. Jujur dalam banyak proses Kejujuran Guru mengevalusi. Disiplin dalam melakukan tugas

yang diberikan guru.

Disiplin Guru memberi tugas dan mengevaluasi.

Tabah dalam mengerjakan tugas berat.

Daya tahan Guru memilihkan tugas dan mengevaluasi. Taat pada aturan dan hukum

fisika.

Ketaatan pada hukum.

Guru memantau.

Pendidikan fisika yang menekankan pengetahuan, proses dan sikap jika benar- benar dapat dijalankan dengan sungguh akan mampu membawa generasi penerus bangsa yang jujur dalam berkata dan bertindak, adil, berpikir kritis, tidak emosional, kerja disiplin, tanggungjawab,kreatif, berpikir nalar, dan nilai-nilai kemanusiaan lainnya (Suparno, 2012:15–19).

Dari beberapa penelitian terungkap beberapa metode yang digunakan dalam pendidikan nilai (Suparno, 2005:6). Mode-model yang sekarang banyak digunakan adalah dengan diskusi kasus, mengunakan dilemma, debat, simulasi, dan pencarian bersama berbagai sumber (Glenn & Glenn, 1993; Lickona, 1993;

Huitt, 2004; Glasscock,1992; Suparno, 2005). Model-model tersebut dirasakan lebih memberikan kebebasan siswa untuk secara kritis menemukan sendiri nilai kemanusiaan yang diajarkan. Dengan model tersebut siswa lebih aktif, menjadi yakin akan penemuannya, dan akhirnya lebih tertantang untuk melaksanakan dalam hidup mereka. Model yang lebih dikenal saat ini adalah model konstruktivisme dimana model tersebut lebih menekankan siswa untuk mencari tahu sendiri dan membangun pengetahuannya sendiri serta menjadikan guru sebagai fasilitator.

4. Guru Fisika

Guru merupakan sosok yang selalu dikenang bahkan selalu diingat sepanjang hayat. Guru juga merupakan sosok yang mampu mempengaruhi sifat atau karakter anak didiknya. Guru bukanlah semata-mata sumber ilmu atau pentransfer ilmu kepada anak didiknya melainkan guru adalah sosok yang dapat digugu dan ditiru. Peran guru di sekolah sangatlah besar, selain ahli dalam bidang kognitif, gurupun ahli dalam mamancarkan nilai-nilai karakter yang ada pada dirinya kepada siswa di sekolah.

Dalam hal ini, guru fisika dan karakter yang diharapkan adalah (Suparno, 2007:99):

a) Yang terus belajar

Guru IPA diharapkan untuk terus belajar bidang ilmunya serta juga semakin mendalami sifat dan isi yang disampaikan. Konsepnya perlu dikuasai dan

Dokumen terkait